Anda di halaman 1dari 10

Pembentukan Kawasan Eropa dan Pengaruhnya di Tingkat Lokal

1. Pendahuluan
Latar Belakang Terbentuknya Eropa Menjadi Suatu Kawasan
Setelah Perang Dunia I dan Perang Dunia II, keinginan untuk mendirikan Uni Eropa semakin meningkat,
didorong oleh keinginan untuk membangun kembali Eropa dan menghilangkan kemungkinan perang
lainnya. Oleh karena itu dibentuklah European Coal and Steel Community oleh Jerman, Perancis, Italia,
dan negara-negara Benelux. Hal ini terjadi dalam Perjanjian Paris (1951) yang ditandatangani pada
April 1951 dan dimulai pada Juli 1952. Setelah itu terbentuklah European Economic Community
didirikan atas Perjanjian Roma pada 1957 dan diimplementasikan pada 1 Januari 1958. Kemudian
komunitas tersebut berubah menjadi Masyarakat Eropa yang merupakan 'pilar pertama' dari Uni Eropa.
Uni Eropa telah ber-evolusi dari sebuah badan perdagangan menjadi sebuah kerja sama ekonomi dan
politik.
Beberapa Traktat yang ditandatangani dan disepakati dalam pembentukan Uni Eropa yaitu :
1. The Treaty of Paris (ECSC), 1952
2. The Treaty of Rome (Euratom dan EEC), 1957
3. Schengen Agreement, 1985
4. Single Act, Brussels, 1987
5. The Treaty of Maastricht (Treaty on European Union), 1992
6. The Treaty of Amsterdam, 1997
7. The Treaty of Nice, 2000
8. Konvensi Masa Depan Eropa dan Traktat Perluasan Keanggotaan 10 negara anggota baru
Dari berbagai perjanjian tersebut perjanjian Maastricht adalah merupakan tonggak sejarah bagi Uni
Eropa. Perjanjian ini di kenal dengan nama Treaty on European Union yang (TEU) ditandatangani di
Maastricht pada tanggal 7 Februari 1992 dan mulai berlaku tanggal 1 November 1993 dan mengubah
European Communities (EC) menjadi European Union (EU). Perjanjian ini mencakup, memasukkan dan
memodifikasi traktat-traktat terdahulu seperti ECSC (European Coal and Steel Community), Euratom
(European Atomic) dan EEC (European Economic Community).
Jika traktat pembentukan "European Community" (TEC) memiliki karakter integrasi dan kerjasama
ekonomi yang sangat kuat, maka TEU menambahkan karakter lain yaitu kerjasama dibidang Common
Foreign and Security Policy (CFSP) dan Justice and Home Affairs (JHA). Hasil utama dari kesepakatan ini
adalah pembentukan tiga pilar kerjasama UE, yaitu "European Communities", "Common Foreign and
Security Policy" (CFSP) dan "Justice and Home Affairs" ( JHA).
Kesepakatan ini juga memberikan wewenang yang lebih besar kepada Parlemen Eropa untuk ikut

memutuskan ketentuan hukum UE melalui mekanisme prosedur keputusan bersama dengan Parlemen
dan Dewan UE bersama-sama memutuskan suatu produk hukum.
Bidang-bidang yang masuk dalam prosedur tersebut adalah: pergerakan bebas pekerja, pasar tunggal,
pendidikan, penelitian, lingkungan, Trans-European Network, kesehatan, budaya dan perlindungan
konsumen. Selain itu , juga diputuskan untuk memperpanjang masa jabatan Komisioner menjadi lima
tahun dari sebelumnya 2 tahun dan pengangkatannya harus mendapat persetujuan Parlemen,
menambah area kebijakan yang harus diputuskan dengan mekanisme "qualified majority" (tidak lagi
"unanimity"), yaitu: riset dan pengembangan teknologi, perlindungan lingkungan, dan kebijakan sosial,
serta memperkenalkan prinsip subsidiarity, yaitu membatasi wewenang institusi UE agar hanya
menangani masalah-masalah yang memang lebih tepat dibahas di level UE.
Pada intinya dimulai dari perjanjian ini, semua perjanjian terdahulu yang telah disepakati bersama
mendapat penguatan dari perjanjian Maastricht ini. Karena seluruh aspek dalam suatu organisasi
supranasional disepakati dan hal-hal lain yang bersifat teknis juga mengalami kemajuan yang pesat dari
sebelumnya. Maka dari itu, berbagai perjanjian yang telah disepakati sedikit lebih maju dengan adanya
perjanjian Maastricht ini. Namun tetntunya perlu pembenahan serius dari para angota untuk bisa
menghasilkan kesepakatan yang lebih baik daripada sebelumnya.
Kerangka Teori
Dalam integrasi Eropa yang dimulai pada tahun 1951, penulis menggunakan teori Neo Liberalisme.
Menurut pandangan Neo Liberalisme perdamaian dapat terjadi jika semua negara melakukan kerjasama
dalam membangun suatu hubungan, bukannya konflik yang ingin menghilangkan eksistensi negara lain.
Dalam Neo Liberalisme, yang menjadi pertanyaan dasar adalah mengapa negara bekerjasama dalam
sistem yang anarki ?
Pertanyaan ini diajukan karena pasca Perang Dunia 2, banyak institusi-institusi yang didalamnya
terdorong untuk saling bekerjasama satu sama lain. Dalam kerjasama yang dibangun terdapat insentif,
yaitu dorongan untuk melakukan kerjasama yang menguntungkan. Dari kerjasama ini kemudian
menimbulkan interdependensi atau saling ketergantungan satu sama lain diantara negara-negara yang
melakukan kerjasama. Dengan saling ketergantungan yang dimilikinya, maka cenderung meninggalkan
atau melupakan konflik dalam hal pemenuhan kepentingan nasionalnya, karena melalui kerjasama
kepentingan nasional tentu dapat diperoleh melalui kerjasama yang baik. Ini merupakan asumsi dasar
dari Neo Liberalisme. Aktor utama dalam Neo Liberalisme adalah tetap negara seperti Neo Realisme
karena negara merupakan aktor yang rasional. Kemudian terdapat instrumen utama yaitu institusi yang
mewadahi suatu kerjasama yang dibangun oleh negara.
Pasca Perang Dunia 2, sistem dunia internasional adalah anarki dengan semua negara berada posisi yang

sejajar. potensi konflik dalam anarki pasti terjadi, tetapi dengan adanya institusi yang mewadahi suatu
kerjasama maka suatu negara berpikir ulang untuk berkonflik dengan negara lain. Kemudian Institusi
juga dapat memberikan insentif kerja sama dengan mereduksi masalah cheating, biaya kerja sama,
miskomunikasi. Institusi juga memberikan peluang keuntungan yang tidak dapat dicapai tanpa kerja
sama (absolute gain/common interests).
Dengan pertanyaan dasar, beberapa asumsi, dan juga instrumen yang terdapat dalam teori Neo
Liberalisme, maka penulis beranggapan pembentukan Uni Eropa bisa di jelaksan dengan teori Neo
Liberalisme. Pembentukan Uni Eropa didasarkan kepada sejarah masa lalu bangsa Eropa. Negara-negara
di Eropa saling bersaing dan berperang baik itu di wilayah Eropa atau didaerah lain untuk
memperebutkan wilayah, yang pada intinya mereka saling bersaing untuk bisa menjadi penguasa di
Benua Eropa. Kemudian pasca Perang Dunia 2, enam negara eropa yaitu Perancis, Italia,
Jerman,Belanda, Belgia, dan Luxemburg memulainya dengan membentuk suatu institusi yang
mewadahi kerjasama antar negara di Eropa yang kemudian merupakan cikal bakal dari Uni Eropa.
Tujuan dibentuknya pada awalnya adalah untukm mewadahi suatu kerjasama yang saling
menguntungkan diantara negara-negara di eropa dan kemudian mencapai tujuan bersama. Terdapat
saling ketergantungan dan insentif untuk bisa membuat negara-negara di Eropa mau bergabung dalam
komunitas Uni Eropa.
Kemudian integrasi Uni Eropa coba dijelaskan oleh penulis melalui pendekatan Fungsionalis.
Fungsionalis adalah paradigma supranasionalis yang dipakai dalam menjelaskan pengintegrasian eropa
yang menjadi satu kesatuan. Menurut paradigma supranasionalis integrasi merupakan proses yang
berangsur-angsur dalam kurun waktu yang lama. Fungsionalis adalah strategi untuk mengefektifkan
kerjasama dan koordinasi yang terjadi diantara negara bangsa. Ini juga adalah teori yang mengklaim
penjelasan yang logis dalam proses perubahan internasional. Perubahan global yang terjadi terus
menerus dalam hal teknik, komunikasi dan komersial telah mendorong sebuah reaksi organisasi untuk
pengaturan dan kontrol pelaksanaan yang lebih baik, jauh sebelum integrasi eropa menjadi sebuah
prospek yang realistis.
Ada asumsi yang berimplikasi antara teori fungsionalis yang ditujukan pada isu bahwa kerjasama dalam
masalah teknis dan komersial yang mempunyai konsekuensi positif dalam integrasi politik.
Fungsionalis diantara teori dan praktik penuh ada tantangan dengan asumsi realis konvensional yang
melihat dunia sebagai Hobbesian dalam ruang kosong yang terdiri dari kompetisi kepentingan negara
sendiri yang sempit. Model sistem internasional yang anarkis dirubah dengan satu dari kesatuan
komunitas yang mempunyai kerjasama potensial yang sejahtera dengan kepentingan yang terkandung,
membagi aspirasi yang sama dan berjuang untuk tujuan yang umum.

David Mitrani seorang penulis memberikan kontribusi terhadap perkembangan teori fungsionalis dalam
masyarakat internasional. Mitrany menawarkan teori fungsionalis dalam resep yang berkekuatan
intelektual. Mitrany melihat perbedaan kecil antara negara bangsa dan federasi kawasan. Entitas
politik diantaranya berwujud dalam persaingan, perpecahan, dan membunuh kekuatan dalam
masyarakat internasional. Ia ragu akan keyakinannya bahwa sistem regional adalah hanya tulisan
negara bangsa yang besar. Sebagai contoh, federasi internasional membuat banyak masalah tetapi
menyelesaikan juga.

2. Pembahasan
Faktor Internal dan Eksternal Terbentuknya Eropa Menjadi Suatu Kawasan
Sejarah pembentukan UE bermula saat berakhirnya Perang Dunia II yang ternyata tidak serta merta
mewujudkan perasaan aman di hati masyarakat Eropa. Suatu ancaman akan terjadinya Perang Dunia III
antara pihak Barat dan Timur berkembang demikian cepat, terlihat dengan buntunya Konperensi
Moskow tanggal 24 April 1947 mengenai isu Jerman yang meyakinkan Barat bahwa Uni Soviet sekutu
saat bertempur melawan Nazi Jerman akan menjadi sumber ancaman seketika terhadap demokrasi
Barat.
Blokade kota Berlin oleh pihak Soviet pada Juni 1948 telah membagi negara tersebut menjadi dua
negara, yang kemudian makin meningkatkan ketegangan di antara dua blok, yakni Blok Barat yang
terdiri atas AS dan Eropa Barat serta Blok Timur yang terdiri atas negara-negara Eropa Timur yang
dipimpin Uni Soviet.
AS berkeinginan untuk menarik Jerman (Barat) ke dalam suatu persekutuan negara-negara Eropa Barat
untuk dapat menghadapi ancaman Blok Timur. Hal tersebut hanya dapat dicapai dengan cara
menyingkirkan rivalitas lama antara Perancis dan Jerman. Karena itu, strategi yang dilancarkan AS
adalah dengan meminta pihak Perancis melakukan pendekatan kepada pihak Jerman (Barat). Pada
musim semi 1950, Menlu Perancis Robert Schuman, dipercaya AS dan Inggris untuk menjalankan misi
penting yakni membawa Republik Federal Jerman (RFJ) kembali ke persekutuan Blok Barat. Schuman
lalu bekerjasama dengan Jean Monnet, seorang pejabat tinggi Perancis yang bertanggungjawab dalam
hal perencanaan modernisasi Perancis.
Jean Monnet lalu menyusun suatu deklarasi yang kemudian disepakati Pemerintah Jerman dan Perancis
pada 9 Mei 1950 yang dapat dianggap sebagai landasan awal bagi Federasi Eropa. Deklarasi tersebut
Antara lain berisi penghilangan rivalitas antara Jerman dan Perancis, serta melakukan terobosan
kerjasama di bidang baja dan batubara (ECSC) yang dianggap lebih mudah untuk diwujudkan.
Kebangkitan Jerman, akan sangat membahayakan perdamaian dunia dan terutama bagi Prancis. Dengan

pembentukan suatu Eropa yang terintegrasi, kekhawatiran akan bangkitnya dominasi Jerman dalam
bidang industri yang menimbulkan rasa takut di Eropa akan segera lenyap. Pembentukan Eropa
terintegrasi akan menciptakan kondisi yang sehat bagi industri Jerman, Prancis, dan Eropa yang
memungkinkan dilakukannya ekspansi industri, di dalam kompetisi tanpa dominasi.
Perang dingin merupakan masa-masa awal dari pembentukan Uni Eropa, ketika persaingan Amerika
Serikat dan Uni Soviet semakin memanas. Maka Perancis sebagai inisiator dengan Jean Monnet yang
berusaha keras agar integrasi Eropa ini berhasil. Dengan pembentukan suatu kesatuan Eropa maka
sedikit bisa menghindarkan diri dari persaingan Perang Dingin. Jean Monnet juga yang mewaspadai
kebangkitan Jerman yang sewaktu-waktu bisa mengancam perdamaian dunia, maka dari itu Perancis
mencoba membujuk Jerman untuk mau bekerjasama dengan Perancis di bidang ekonomi terutama batu
bara dan baja. Faktor masa lalu Eropa yang selalu berperang membuat integrasi semakin menonjol
pada waktu itu, karena jika bekerjasama maka perang akan semakin tereduksi.
Migrasi yang terjadi setelah uni eropa berdiri
Pada tanggal 14 Juni 1985, Belanda, Belgia, Jerman, Luksemburg dan Perancis menandatangani
"Schengen Agreement", dimana mereka sepakat untuk secara bertahap menghapuskan pemeriksaan di
perbatasan mereka dan menjamin pergerakan bebas manusia, baik warga mereka maupun warga
negara lain.Perjanjian ini kemudian diperluas dengan memasukkan Itali (1990), Portugal dan Spanyol
(1991), Yunani (1992), Austria (1995), Denmark, Finlandia, Norwegia dan Swedia (1996).
Pasca perjanjian Schengen, telah terjadi migrasi di Eropa dimana pada saat itu dibukanya perjalanan
gratis antar negara-negara di Eropa. Warga negara-negara anggota Uni Eropa beserta keluarganya dapat
memiliki hak untuk hidup dan bekerja di mana saja di Uni Eropa karena mereka yang kewarganegaraan
Uni Eropa tetapi warga negara non-Uni Eropa tidak dapat memiliki hak-hak tersebut kecuali jika
mereka memiliki Uni Eropa Long Term Residence Permit atau anggota keluarga warga negara Uni Eropa.
Namun, semua pemegang izin tinggal yang sah dari Negara Schengen memiliki hak tak terbatas untuk
perjalanan dalam wilayah Schengen dengan tujuan wisata selama tiga bulan. Disini terjadi suatu
fenomena dimana terlihat oleh banyak ahli dijadikan sebagai dorongan untuk bekerja secara ilegal di
dalam zona Schengen. Sebagian besar imigran di negara-negara Eropa barat datang dari bekas negara
blok Timur, khususnya di Yunani, Italia, Spanyol, Jerman, Britania Raya dan Portugal.
Ada pola migrasi tertentu, dengan geografi, bahasa dan budaya yang memainkan peran. Misalnya, ada
sejumlah besar orang Polandia yang telah pindah ke Britania Raya dan Irlandia, sementara Rumania
telah memilih Italia dan Spanyol. Bahkan, dengan sebelumnya kedua perluasan Uni Eropa baru-baru ini,
meskipun sebagian besar negara pembatasan bebas melakukan gerakan dengan warga negara dari
negara-negara aksesi, Inggris tidak dan menerima beberapa 700-800,000 Polandia dan warga negara

lain dari negara-negara Uni Eropa yang baru.


Ketika seseorang yang ingin bepergian dari suatu negara ke negara lain dalam satu wilayah Uni Eropa
maka orang tersebut tidak perlu lagi untuk menunjukkan visa atau apapun yang berhubungan dengan
imigrasi. Orang-orang dari suatu negara bebas untuk bepergian kemanapun yang diinginkan. Ini
menunjukkan para elite di parlemen Eropa membahas integrasi yang terjadi pada hal-hal yang bersifat
teknis seperti masalah visa, tidak hanya itu surat-menyurat pun menjadi mudah dengan adanya kantor
pos bersama. Menurut teori fungsionalis memang integrasi terjadi secara perlahan-lahan dan
melibatkan hal-hal yang sifatnya teknis. Karena mudahnya bepergian diantara negara-negara di wilayah
Uni Eropa.
Dinamika sosio kultural kota-kota eropa
Dinamika sosio kulutural yang terjadi pasca integrasi yang terjadi di Eropa adalah meningkat terutama
setelah pada tahun 2004, 10 negara yang berasal dari Eropa Timur bergabung dalam Uni Eropa. Hal ini
tentunya sedikit menimbulkan ketidaksesuaian antara anggota lama dan anggota baru. Kota-kota di
Eropa Timur tentu berbeda dengan yang ada di Eropa Barat, ini dikarenakan banyaknya negara-negara
di bagian Eropa Timur merupakan bekas wilayah Uni Soviet yang berideologi Komunis sementara Eropa
Barat yang berideologi Liberalisme. Perlu penyesuain antara anggota lama dan baru untuk bisa
mengatasi perbedaan yang ada. Uni Eropa mengusung keragaman dalam kesatuan sebagai mottonya,
namun motto itu belum sepenuhnya diterapkan di anggota Uni Eropa karena selama ini masih
menagalmi masalah terutama antara Islam dan Kristen yang merupakan masalah yang belum
sepenuhnya bisa diatasi oleh Uni Eropa. Tentu dengan melihat sejarah maka Eropa adlah benua yang
didominasi oleh agama Kristen sementara Islam hanya beberapa persen saja dan merupakan minoritas
dalam Uni Eropa.
Tentunya dengan migrasi yang terjadi di kota-kota besar Eropa membuat suatu kota bisa saja diisi
dengan banyak etnis yang senang tinggal disalah satu kota besar di eropa. Bisa saja kota-kota di Eropa
diisi oleh orang-orang yang beragama Kristen dan juga orang-orang Muslim. Tentu ini membuat orangorang muslim yang ada di Eropa sedikit waswas karena sebagai minoritas umat Islam harus bisa
berdapatasi dengan wilayah Eropa. Di eropa muslim dikenal sebagai gerakan terorisme terutama
pemboman diberbagai tempat di Eropa. Tentu ini menjadi persoalan baru bagi para Elite Uni Eropa
karena dilihat dari perspektif potensi pembiakan benih terorisme, struktur penduduk muda muslim
Eropa memberi makna strategis. Jika para elite Uni Eropa melihat terorisme sebagai masalah politik
dan hukum semata tidak dibarengi kebijakan beraroma sosio-kultural dalam jangka panjang akan lahir
kelompok muslim yang teraliansi tak merasa sebagai bagian dari masyarakat Eropa. Jika itu terjadi,
tumbuhnya kelompok yang mudah termakan hasutan terorisme tinggal menunggu waktu.

Analis politik dari European Policy Center, Mirjam Dittrich, dalam tulisannya, "Facing the Global
Terrorist Threat: A European Response", Januari 2005, mengatakan bahwa bagi Uni Eropa, isu terorisme
bukan lagi masalah politik luar negeri, melainkan sudah menjadi masalah dalam negeri. Dibutuhkan
kebijakan di tataran nasional yang mendorong integrasi sosial, seperti memberi akses pendidikan dan
mobilitas sosial yang sama bagi warga muslim serta meningkatkan komunikasi dan dialog dua arah
antara warga muslim dan warga nonmuslim.
Dengan gradasi yang berbeda, integrasi di bidang ekonomi, politik luar negeri, keamanan, dan hukum
selama ini memang sudah berjalan seperti diamanatkan oleh Traktat Maastricht 1992. Namun, dengan
semakin mendesaknya isu terorisme, Uni Eropa juga perlu memikirkan integrasi bidang sosial dan
kultural, dengan penekanan pada upaya penciptaan suatu masyarakat pluralis dan multikultur. Dengan
struktur penduduk muslim muda di Eropa, Uni Eropa dituntut tidak sekadar membasmi teroris,
melainkan lebih penting lagi mencegah anak muda muslim Eropa agar tidak menjadi teroris.

3. Analisis
Dengan integrasi yang tejadi di Uni Eropa, maka seluruh wilayah yang merupakan anggota Uni Eropa
merupakan suatu komunitas yang pada prinsipnya sama seprti negara yaitu memiliki seorang kepala
Eksekekutif, memiliki parlemen sendiri dan juga badan kehakiman yang mengatur seluruh hal dan
menggantikan peran negara dalam hal pembuatan kebijakan. Setiap negara hanya berhak memberi
gambaran dalam setiap kebijakan untuk kemudian di putuskan di tingkat Parlemen dengan persetujuan
Eksekutif.
Tentu dalam mencapai hal tersebut Uni Eropa butuh proses yang begitu panjang untuk bisa mencapai
seperti saat ini. Dari hanya enam negara kemudian hingga saat ini mencapai 27 negara merupakan hasil
yang membanggakan bagi Uni Eropa dalam hal perluasan anggota. Tentu prestasi ini juga harus
diimbangi dengan komitmen dari para elite untuk bisa memajukan Uni Eropa secara kolektif bukan
hanya berdasarkan kepentingan negara masing-masing. Perlu usaha keras dari Uni Eropa untuk bisa
menyatukan suara dari anggota baru dan anggota lama, juga anggota yang sudah maju dan juga
anggota yang masih berkembang. Perlu penyesuain untuk bisa menyatukan suara agar tidak terjai
kesepakatan yang hanya berdasarkan kepentingan masing-masing negara.
Kemudian sebagai wilayah yang terintegrasi maka butuh aturan mengenai imigrasi antar penduduk di
negara yang berbeda. Jangan sampai integrasi yang terjadi dimanfaatkan oleh para penjahat baik itu
para terorisme dan para pelaku kejahatan lainnya. Tentu butuh kerjasama mengenai penanganan
keamanan secara bersama karena dengan bebasnya orang bepergian di negara anggota uni Eropa
membuat setiap orang sulit dilacak. Mestinya dengan bebas orangnya bepergian dalam wilayah Uni

Eropa membuat semakin mudahnya orang dalam mencari pekerjaan dan mengurangi pengangguran
sehingga akan menjadi keuntungan bagi Uni Eropa untuk tidak lagi menagani masalah penggangguran.
Ketika seseorang yang ingin bepergian dari suatu negara ke negara lain dalam satu wilayah Uni Eropa
maka orang tersebut tidak perlu lagi untuk menunjukkan visa atau apapun yang berhubungan dengan
imigrasi. Orang-orang dari suatu negara bebas untuk bepergian kemanapun yang diinginkan. Ini
menunjukkan para elite di parlemen Eropa membahas integrasi yang terjadi pada hal-hal yang bersifat
teknis seperti masalah visa, tidak hanya itu surat-menyurat pun menjadi mudah dengan adanya kantor
pos bersama. Menurut teori fungsionalis memang integrasi terjadi secara perlahan-lahan dan
melibatkan hal-hal yang sifatnya teknis. Karena mudahnya bepergian diantara negara-negara di wilayah
Uni Eropa.
Kemudian dalam hal budaya, perbedaan budaya merupakan suatu hal yang pasti terjadi dalam suatu
wilayah. Masalah ini sangat sensitif karena Eropa adalah wilayah yang di dominasi oleh orang kristiani
sementara Islam hanya beberapa persen yang merupakan orang Islam di eropa. Tentu dengan
perbedaan budaya ini berpotensi untuk terjadinya konflik antara Islam dan Kristen terutama ingatan di
masa lalu yang pernah terjadi yaitu Perang Salib antara pasukan Islam dan Kristen dalam
memperebutkan wilayah.
Uni Eropa juga harus membuat berbagai kebijakan yang bersifat menyeluruh untuk berbagai kalangan
untuk bisa semakin menguatkan rasa Eropa yang dimiliki karena dengan berbagai kemajuan yang
dicapai oleh Uni Eropa akan menimbulkan masalah yang sangat kompleks dan butuh penanganan secara
bersama dari para anggota untuk menyelesaikannya.
Integrasi sosio-kultural membutuhkan keterlibatan semua segmen masyarakat, termasuk kelompok
minoritas. Bila sudah merasa sebagai bagian dari keluarga besar Eropa, berarti penyatuan sosial sudah
seiring dengan integrasi di bidang lainnya. Dengan adanya potensi rapuhnya jalinan sosial akibat
suasana saling curiga, para elite Uni Eropa hendaknya tidak mereduksi permasalahan Eropa hanya pada
perluasan dan penambahan anggota. Uni Eropa dengan anggota yang banyak tapi rapuh, secara sosial,
tentu bukanlah Uni Eropa yang diidealkan. Uni Eropa yang menyatu di bidang ekonomi, politik, hukum,
dan sosial itulah impian para pendiri entitas regional itu.

4. Kesimpulan
Faktor eksternal dan internal dari terbentuknya Uni Eropa adalah bagiamana pada saat terbentuk, saat
itu sedang terjadi Perang Dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet. Tentu dengan persaingan ini
Eropa tidak ingin terjebak dalam keberpihakannya pada salah satu blok. Meskipun cenderung condong
kepada Amerika Serikat, namun Eropa menginginkan kemandirian agar tidak tergantung kepada salah
satu kekuatan besar tersebut.
Maka Perancis adalah negara yang paling aktif dalam membahas masalah integrasi Eropa. Perancis
tetntu sangat khawatir dengan industri Jerman yang sangat produktif terutama sebelum Perang Dunia 2
terjadi. Mungkin itu akan terjadi lagi jika Jerman dibiarkan begitu saja. Maka Perancis pun berusaha
menggandeng Jerman Dan negara-negara lain untuk membentuk suatu komunitas ekonomi yang
terintegrasi satu sama lain. Kemudian dengan berbagai perjanjian yang dimulaidari Perjanjian Paris
1951 hingga Perjanjian Maastricht 1992 terbentuklah suatu komunitas Uni Eropa yang tidak lagi
terkonsentrasi pada bidang ekonomi, tetapi juga bidang politik dan hukum. Dengan berakhirnya Perang
Dingin maka berubah pula kebijakan yang diambil oleh Uni Eropa. Masalah-masalah yang belum
terpikirkan sedikit demi sedikit mulai dibahas oleh Uni Eropa untuk bisa mencapai kesepakatan atas
berbagai persoalan yang tejadi yang sangat kompeks.
Pasca perjanjian Schengen, telah terjadi migrasi di Eropa dimana pada saat itu dibukanya perjalanan
gratis antar negara-negara di Eropa. Warga negara-negara anggota Uni Eropa beserta keluarganya dapat
memiliki hak untuk hidup dan bekerja di mana saja di Uni Eropa karena mereka yang kewarganegaraan
Uni Eropa tetapi warga negara non-Uni Eropa tidak dapat memiliki hak-hak tersebut kecuali jika
mereka memiliki Uni Eropa Long Term Residence Permit atau anggota keluarga warga negara Uni Eropa.
Integrasi sosio-kultural membutuhkan keterlibatan semua segmen masyarakat, termasuk kelompok
minoritas. Bila mereka sudah merasa sebagai bagian dari keluarga besar Eropa, berarti penyatuan sosial
sudah seiring dengan integrasi di bidang lainnya. Dengan adanya potensi rapuhnya jalinan sosial akibat
suasana saling curiga, para elite Uni Eropa hendaknya tidak mereduksi permasalahan Eropa hanya pada
perluasan dan penambahan anggota. Uni Eropa dengan anggota yang banyak tapi rapuh, secara sosial,
tentu bukanlah Uni Eropa yang diidealkan. Uni Eropa yang menyatu di bidang ekonomi, politik, hukum,
dan sosial itulah impian para pendiri entitas regional itu.
Daftar Pustaka
Burchill, Scott dan Andrew Linklater. Teori-Teori Hubungan Internasional. Nusamedia:
Bandung.2009(terjemahan).
Oneill, Michael. The Politics of European Integration. Routledge is an International Thomson Publishing
company: London and New York. 2005.

Alfian M, Alfian M. Uni Eropa dan Politik Global dalam Jurnal Politika Volume 2 No.1 tahun 2006.
http://id.wikipedia.org/wiki/Uni_Eropa diakses pada tanggal 5 Juni 2011 jam 16.45
http://yurialfrinaladdin.blogdrive.com/archive/7.html diakses pada tanggal 5 Juni 2011 jam 16.45
http://id.wikipedia.org/wiki/Uni_Eropa diakses pada tanggal 5 Juni 2011 jam 16.45
http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/01/10/fenomena-migrasi-di-eropa/ diakses pada tanggal 5
Juni 2011 jam 16.45
http://groups.yahoo.com/group/iafeunsri/message/1567 diakses pada tanggal 5 Juni 2011 jam 16.45

Anda mungkin juga menyukai