Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SEJARAH DAN RUANG LINGKUP BIOKERAMIK SERTA SIFAT-SIFAT


BIOMATERIAL
Untuk memenuhi Tugas Matakuliah Fisika Keramik
yang dibimbing oleh Dra. Hartatiek, M.Si

Oleh Kelompok 1 :
1.
2.
3.
4.

Dewi Ningsih
Kholid
Nurainin Yuli D
Rolando A

(120322402592)
(120322420462)
(120322420478)
(120322420468)

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
JANUARI 2015

A. TUJUAN
1. Mengetahui bagaimana awal mula adanya biokeramik dalam bidang medis.
2. Mempelajari sejauh mana pemanfaatan biokeramik dalam bidang medis.
3. Mengetahui sifat-sifat biomaterial.

B. PENDAHULUAN
Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau alami, yang dapat
digunakan untuk setiap periode waktu, secara keseluruhan atau sebagai bagian dari sistem, menambah,
atau mengganti setiap jaringan, organ atau fungsi tubuh (Williams, 1987).
Implant adalah perangkat medis yang terbuat dari satu atau lebih biomaterial yang sengaja
ditempatkan dalam tubuh, baik secara total atau sebagian terkubur di bawah permukaan epitel, dalam
jangka waktu yang signifikan (Williams, 1987), dalam memilih material implant dipersyaratkan antara
lain : diterima oleh organ tubuh, ketahanan terhadap korosi yang baik, kekuatan tarik dan tegangan luluh
yang sesuai, ketahanan aus yang tinggi, dan proses pabrikasi yang baik (metode produksi, kemampuan
dari material untuk steril, dan efektifitas harga) (ASM, 2005).
Biokeramik mempunyai kekerasan, kekuatan, ketahanan korosi dan chemicalinertness, ketahanan
terhadap oksidasi, dan kekuatan yang tinggi, titik leleh yang tinggi, dan fracture toughness yang rendah
maka biokeramik dapat digunakan sebagai plat penyambung tulang namun penggunaan biokeramik
terbatas karena mempunyai sifat getas dan ketahanan fatik yang rendah (Ganesh, dkk, 2005).Selain itu

Biomaterial juga harus memiliki sifat mekanik seperti kekerasan, tegangan


tarik dan tekan, dan ketahanan terhadap retak/patah yang baik, sifat kimia
yang baik seperti komposisi kimia, stoikiometri dan sifat kimia lainnya untuk
mendukung ikatan antara jaringan tubuh dengan implan (Navarro dkk,
2008).
C. PEMBAHASAN
1. Sejarah Biokeramik
Dalam aplikasi biomedis penggunaan keramik dikembangkan pada akhir 1960-an, seperti karya
Hulbert dan rekan kerja (Hulbert et al. 1982-1983). Pada tahun 1970-an dan awal tahun 1980 mengalami
perkembangan yang signifikan di bidang biokeramik dan juga telah berbagai simposium di berbagai
tempat internasional (Bonfield, Hastings, dan Tanner 1991 Ravaglioli dan Krajewski 1992 Fishman,
Clare, dan Hench 1995).
Sejarah biokeramik ditinjau secara rinci oleh Hulbert, et al. diawal 1980-an (Hulbert et al. 1982-1983
yang berhasil mengidentifikasi klasifikasi biokeramik dalam Tabel 2.1. Keberhasilan penggunaan
trikalsium fosfat, Ca3 (PO4) 2, dilaporkan sebagai awal 1920 (Albee dan Morrison 1920). Dalam
penelitian tersebut, rata-rata lama waktu untuk tulang perbaikan cacat pada kelinci dipercepat dari 41 hari
menjadi 31 hari. Mungkin mencatat bahwa tidak semua implantasi garam kalsium yang sukses. Sebagai
contoh, banyak penelitian tentang kalsium hidroksida telah menunjukkan bahwa ia cenderung untuk
merangsang pembentukan tulang yang belum matang (Hulbert et al. 1982-1983).

Pada era modern, biokeramik dapat ditelusuri ke Smith pada tahun 1963 studi pengganti tulang
keramik bernama Cerosium, terdiri dari keramik berpori alumina diresapi dengan resin epoxy (Smith
1963). Porositas keramik dikontrol pada 48% dalam analogi nilai yang sebanding untuk tulang alami dan
untuk menghasilkan sifat fisik bersih sangat dekat dengan tulang. Modulus lentur dan kekuatan yang
sama dikombinasikan dengan baik biokompatibilitas menyebabkan berhasilnya aplikasi pengganti tulang
selama akhir tahun 1960-an dan pada awal tahun 1970-an. Biokompatibilitas keramik oksida adalah
menunjukkan bahwa seiring dengan perkembangan penggunaan pertumbuhan jaringan tulang menjadi
keramik berpori sebagai sarana untuk mekanis prostesis. Sebuah contoh berpori, ditunjukkan pada
Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Seperti yang terlihat pada gambar ini bagian mikrostruktur dari hidroksiapatit berpori
keramik, tulang dapat berlabuh ke Bioceramic dengan pertumbuhan dalamnya ketika porositas terbuka
melebihi sekitar 100 m dalam ukuran.
2. Ruang Lingkup Biokeramik
Pengembangan aplikasi bahan keramik dalam biomedis memiliki kecenderungan di ortopedi dan
kedokteran gigi. biokeramik ortopedi memberikan keuntungan kimia untuk bahan tulang alami.
Sedangkan, aplikasi gigi untuk keramik yang menarik karena adanya kesamaan kimia antara keramik
rekayasa dan alami gigi. Tiga klasifikasi biokeramik telah ditetapkan oleh Hulbert, et al. (1982-1983) dan
disajikan dalam Tabel 2.1 dan diilustrasikan oleh Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Bioceramics dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, berdasarkan kimia reaktivitas
dalam lingkungan fisiologis. (Setelah Hulbert, et al. 1982-1983)
Klasifikasi ini didasarkan pada reaktivitas kimia dengan lingkungan fisiologis. Dari tabel bisa
dilihat bahwa biokeramik relatif inert, seperti struktur Al 2O3, cenderung menunjukkan tingkat inheren
rendah reaktivitas yang puncaknya pada urutan 104 hari (lebih dari 250 tahun). Permukaan biokeramik
reaktif, seperti Hench yang bioglass, (Hench et al. 1971) memiliki tingkat yang jauh lebih tinggi dari
reaktivitas memuncak pada urutan 100 hari. Sedangkan biokeramik resorbable, seperti trikalsium fosfat,
memiliki tingkat yang lebih tinggi reaktivitas memuncak pada urutan 10 hari. Spektrum yang luas ini
kimia perilaku telah menyebabkan berbagai sesuai teknik filosofi desain.
Seperti tercantum dalam Tabel 2.1, kita dapat mengidentifikasi tiga klasifikasi untuk
menggunakan keramik rekayasa untuk aplikasi biomedis. Trikalsium fosfat wakil dari Bioceramic
resorbable seperti gambar pada 2.3. Keramik oksida dipelajari secara ekstensif dimulai pada tahun 1960an merupakan strategi yang berlawanan, yaitu sebuah Bioceramic hampir inert. Pada awal 1970-an,
pendekatan menengah adalah dikembangkan dengan evaluasi luas permukaan biokeramik reaktif oleh
Hench dan rekan kerja (Hench et al 1971;. Hench dan Paschall 1973; Piotrowski et al. 1975; Griss et al.
1976; Stanley et al. 1976). Perkembangan utama adalah Bioglass (Gambar 2.4), yang didefinisikan
sebagai kaca yang dirancang untuk obligasi langsung ke tulang dengan menyediakan permukaan silika
reaktif, kalsium, dan gugus fosfat dalam basa.

Gambar 2.3 Sampel ini trikalsium fosfat adalah contoh yang baik dari resorbable Bioceramic. (Courtesy
of DePuy Inc.)
pH lingkungan.Bioglass pada dasarnya adalah sebuah kaca soda-lime-silika dengan fosfor Selain
oksida yang signifikan. Fokus utama penelitian bioglass telah menjadi komposisi berlabel 45S5 yang
mengandung 45% berat SiO2, 24,5% berat CaO, 24,5% berat Na2O, dan 6% berat P2O5, terasa lebih
rendah silika dan lebih tinggi di kapur dan soda dari jendela dan wadah gelas konvensional. Ini dan terkait
Bahan bioglass terus aktif belajar. Aplikasi praktis dalam ortopedi telah terbatas, sebagian besar
disebabkan oleh kinetika lambat reaksi permukaan harga dan perkembangan yang lambat sesuai kekuatan
ikatan antar muka. Sekitar 6 bulan yang diperlukan sebelum kekuatan antarmuka pendekatan yang
disediakan oleh polymethylmethacrylate tradisional (PMMA) semen setelah 10 menit pengaturan waktu.
Di sisi lain, bioglass dan bahan terkait harus menggunakan lebar ditemukan dalam kedokteran gigi dan
telinga operasi. Sebuah diskusi yang lebih rinci akan diberikan dalam Bagian 5.6.
Pembahasan bagian ini menunjukkan bahwa tiga kategori biokeramik diidentifikasi dalam Tabel
2.1 yang mapan pada pertengahan tahun 1970-an. Beberapa perkembangan terakhir lebih menarik di
biokeramik akan dibahas dalam Bab 6 sehubungan dengan aplikasi dalam bedah ortopedi, kedokteran
gigi, dan pengobatan kanker.

Gambar 2.4 Ini bagian dari bioglass (DOUEK-MED) berfungsi sebagai suara-transmisi prosthesis antara
gendang telinga (membran timpani) dan footplate stapes. (Courtesydari L.L.Hench)
3. Sifat-sifat Biomaterial

A. Stress dan strain


Tegangan (stress) pada benda, misalnya kawat besi, didefinisikan sebagai gaya persatuan
luas penampang benda tersebut. Tegangan diberi simbol V(dibaca sigma). Secara matematis
dapat ditulis sebagai berikut.

Keterangan:
F : besar gaya tekan/tarik (N)
A : luas penampang (m2)
V : tegangan (N/m2)
Bila dua buah kawat dari bahan yang sama tetapi luas penampangnya berbeda diberi
gaya, maka kedua kawat tersebut akan mengalami tegangan yang berbeda. Kawat dengan

penampang kecil mengalami tegangan yang lebih besar dibandingkan kawat dengan penampang
lebih besar. Tegangan benda sangat diperhitungkan dalam menentukan ukuran dan jenis bahan
penyangga atau penopang suatu beban, misalnya penyangga jembatan gantung dan bangunan
bertingkat.
Strain (regangan) didefinisikan sebagai perbandingan antara penambahan panjang benda
X ' terhadap panjang mula-mula X. Regangan dirumuskan sebagai berikut.

Keterangan:
H : regangan strain (tanpa satuan)
X ' : pertambahan panjang (m)
X : panjang mula-mula (m)
Makin besar tegangan pada sebuah benda, makin besar juga regangannya. Artinya, X'
juga makin besar. Berdasarkan berbagaipercobaan di laboratorium, diperoleh hubungan antara
tegangan dan regangan untuk baja dan aluminium seperti tampak pada Gambar 3.2.

Berdasarkan grafik pada Gambar 3.2, untuk tegangan yang sama, misalnya 1 108N/m2,
regangan pada aluminium sudah mencapai 0,0014, sedangkan pada baja baru berkisar pada

0,00045. Jadi, baja lebih kuat dari aluminium. Itulah sebabnya baja banyak digunakan sebagai
kerangka (otot) bangunan-bangunan besar seperti jembatan, gedung bertingkat, dan jalan layang.
Selama gaya Fyang bekerja pada benda elastis tidak melampaui batas elastisitasnya, maka
perbandingan antara tegangan (V) dengan regangan (H) adalah konstan. Bilangan (konstanta)
tersebut dinamakan modulus elastis atau modulus Young (E). Jadi, modulus elastis atau modulus
Young merupakan perbandingan antara tegangan dengan regangan yang dialami oleh suatu
benda. Secara matematis ditulis seperti berikut.

Keterangan:
E : modulus Young (N/m2 atau Pascal)
Nilai modulus Young untuk beberapa jenis bahan ditunjukkan pada Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3 Modulus Young Beberapa Jenis Bahan

B. Korosi

Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu logam
dengan berbagai di lingkunganya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki.
Korosi disebut juga perkaratan. Contoh korosi yang paling lazim adalah perkaratan besi.
Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara) mengalami
reduksi. Karat logam umumnya berupa oksida karbonat. Rumus kimia karat besi adalah
Fe2O3nH2O, suatu zat padat yang berwarna coklat-merah.
Korosi merupakan proses elektrokimia. Pada korosi besi, bagian tertentu dari besi itu
berlaku sebagai anode, dimana besi mengalami oksidasi.
Fe(s) --- Fe2+ (aq) + 2e
Elektron yang dibebaskan di anode mengalir ke bagian lain dari besi itu yang bertindak sebagai
katode, dimana oksigen tereduksi.
O2 (g)+ 4H+(aq)+ 4e - 2H2O(l)
Atau
O2(g) + 2H2O (l) + 4e 4OH- (aq)
Ion besi (II) yang terbentuk pada anode selanjutnya teroksidasi membentuk ion besi (III)
yang kemudian membentuk senyawa oksidasi terhidrasi, yaitu karat besi. Mengenai bagian mana
dari besi itu yang bertindak sebagai katode, bergantung pada berbagai factor, misalnya zat
pengotor, atau perbedaan rapatan logam itu.
Deret Volta dan hokum Nernst akan membantu untuk dapat mengetahui kemungkinan
terjadinya korosi. Kecepatan korosi sangat bergantung pada banyak faktor, seperti ada atau
tidaknya lapisan oksidasi, karena lapisan oksida dapat menghalangi beda potensial terhadap
electrode lainnya yang akan sangat berbeda bila masih bersih dari oksida.
Cara yang dapat dilakukan utuk mencegah / memperlambat korosi adalah
1. Mengecat
Cat dapat menghindarkan kontak langsung antara besi dan udara lembab sehingga dapat
memperlambat korosi. Cara ini biasa dilakukan pada pintu, pagar, pipa besi, dan lai-lain.

2. Melumuri dengan oli


Melumuri dengan oli dapat mencegah kontak langsung dengan air dan udara lembab.
Cara ini biasa dilakukan pada perkakas dan mesin.
3. Dibalut dengan plastik
Cara ini biasa digunakan misalnya pad arak piring dan keranjang sepeda.
4. Tin Planting
Adalah pelapisan timah. Cara ini dilakukan biasanya pada keleng kemasan karena timah
merupakan logam yang anti karat.
5. Galvanisai
Adalah pelapisan dengan zink. Cara ini dilakukan karena zink juga merupakan logam anti
karat. Contoh pada : tiang listrik, pipa air, dan pagar.
6. Cromium Plating
Adalah pelapisan denga menggunakan kromium. Cara ini biasa dilakukan pada sepeda
dan bumper mobil.
C. Friction and wear ( Gesekan dan Keausan )
Tribologi adalah aspek yang berkenaan dengan gesekan, aus dan pelumasan.
Secara prinsip,pelumasan berfungsi untuk mencegah keausan yang disebabkan
oleh gesekan antar benda yang bergerak relatif. Disamping fungsi pelumas di
atas, kegunaan yang lain adalah untuk mengurangi gesekan, sebagai seal
kompresi, mengurangi noise, sebagai media pendingin komponen mesin,
mengurangi karat, serta menjaga benda agar tetap bersih. Sebagai akibat dari
hilangnya pelumas pada daerah boundary lubrication, maka keausan menjadi
suatu hal yang tidak bias dihindari. Aus yang terjadi antara lain: adhesive wear,
abrasive wear, surface fatigue wear dan tribo chemical wear. Berikut ini
penjelasan singkat tentang jenis-jenis aus.
a. Adhesive wear
Keausan adhesif adalah salah satu jenis keausan yang disebabkan oleh terikat
dan berpindahnya partikel dari suatu permukaan material yang lemah ke
material yang lebih keras. Pada Gambar 5 proses itu bermula ketika benda
dengan kekerasan yang lebih tinggi menyentuh permukaan yang lemah
kemudianterjadi pengikatan. Pengikatan ini terjadi secara spontan dan dapat
terjadi dalam suhu yang rendah atau moderat. Adhesive wear sering juga
disebut galling, scoring, scuffing, seizure, atau seizing . Gambar
dibawah ini merupakan gamapar perpindahan logam secara adhesi.

b. Abrasive wear
Keausan abrasif disebabkan oleh hilangnya material dari permukaan sebuah
benda oleh material lain yang lebih keras. Ada dua kategori keausan ini, yaitu:
1. Two body abrasion
Keausan ini disebabkan oleh hilangnya material karena proses rubbing
(penggarukan) oleh material lain yang lebih keras dibanding material yang
lain. Sehingga mateial yang lunak akan terabrasi. Contohnya pada proses
permesinan, antara lain
cutting, atau turning seperti pada Gambar dibawah ini.

2. Three body abrasion


Aus yang disebabkan proses galling sehingga serpihan hasil gesekan
yang terbentuk (debris) mengeras serta ikut berperan dalam hilangnya

material karena proses gesekan yang terjadi secara berulangulang. Jadi


pengertian tiga benda disini adalah dua material yang saling bergesekan
dan sebuah benda serpihan hasil gesekan. Sedangkan pada keausan dua
benda, debris atau serpihan hasil gesekan tidak ada. Dibawah ini
merupakan gambar perpindahan material karena adhesive wear
yang menghasilkan formasi penggarukan sehingga menyebabkan
abrasif wear. Selain itu gambar dibawah ini adalah ilustrasi keausan
jenis adhesif yang terjadi pada sheet metal forming antara tool dan
logam lembaran yang berlanjut dengan keausan abrasif.

Debris berasal dari logam lembaran yang teradhesi pada


permukaan alat cetak, kemudian karena proses pembentukan

yang terjadi, serpihan ini akan menggaruk permukaan pelat,


sehingga terjadilah keausan secara abrasif.
c. Surface fatigue wear
Keausan lelah pada permukaan pada hakikatnya bisa terjadi baik secara
abrasif atau adhesif. Tetapi keausan jenis ini terjadi secara berulang-ulang dan
periodik. Hal ini akan berakibat pada meningkatnya tegangan geser. Pada
Gambar 10 mengilustrasikan tentang pertumbuhan retak pada permukaan
benda. Ketidaksempurnaan dalam struktur material salah satu penyebabnya
adalah lokasi yang kosong yang ada dalam susunan butir pembentuk material.

Gambar diatas merupakan Ilustrasi dari proses subsurface pertumbuhan


retak. Karena tekanan yang terjadi selama gesekan antara dua benda, maka
lubang yang ada akan melebar. Proses berikutnya adalah menyatunya lubang
yang telah melebar tadi menjadi alur retak sehingga perambatan retak yang
terjadi akan mengakibat terlepasnya permukaan menjadi debris.
d. Tribo chemical wear
Keausan kimiawi merupakan kombinasi antara proses mekanis dan proses
termal yang terjadi pada permukaan benda serta lingkungan sekitarnya.
Dibawah ini merupakan model interaksi antara agen korosif dan
permukaan yang rusak.

Sebagai contoh, proses oksidasi yang sering terjadi pada sistem kontak luncur
(sliding contact) antar 2logam. Proses ini lama kelamaan akan menyebabkan
perambatan retak dan juga terjadi abrasi. Peningkatan suhu dan perubahan
sifat mekanis pada asperiti adalah akibat dari keausan kimiawi. Keausan jenis
ini akan menyebabkan korosi pada logam. Interaksi antara agen korosif dan
permukaan yang rusak seperti terlihat dalam Gambar 11. Korosi diawali
dengan keausan adhesif yang merusak lapisan film. Sliding yang terus
menerus akan menghilangkan lapisan. Karena adanya bahan yang reaktif maka
korosi berlangsung dengan cepat.
D. Fracture toughness
Fracture toughness merupakan kemampuan meterial untuk
menahan beban deformasi yang terjadi akibat retak dengan
memperhatikan faktor cacat material, geometri material, kondisi
pembebanan, dan tentunya property material yang digunakan.
Pengertian yang lebih mudah fracture tughness bisa disebut sebagai
ketangguhan retak suatu material untuk mengevaluasi kemampuan
komponen yang mengandung cacat untuk melawan
fracture( pecah/patah). Besarnya nilai fracture toughness dipengaruhi
oleh ketebalan suatu material, semakin tebal suatu material maka
nilai fracture toughness akan semakin besar akan tetapi jika tebal

material melebihi batas kritis maka akan menyebabkan nilai fracture


toughness cenderung konstan. Ketebalan suatu material dipengaruhi
oleh kondisi pembebanan, jika beban yang diberikan merupakan
plane strain (regangan/ tarikan ) maka akan membutuhkan nilai
ketebalan yang lebih besar, sedangkan jika beban yang diberikan
merupkam plane stress (tekanan) maka membutuhkan nilai ketebalan
yang relatif kecil.

E. Biokompabilitas

Biokompabilitas merupakan suatu sifat dimana biomaterial tidak


memberikan respon yang merugikan dan respon yang bersifat toksik
terhadap tubuh begitu pula sebaliknya, tubuh tidak memberikan reaksi
yang merugikan bagi material. Untuk biomaterial yang pemasanganya
di luar biasanya mempersyaratkan biokompabilitas dan strength atau
fleksibilitas tertentu.Sedangkan untuk material yang implan ke dalam
tubuh biasanya harus dapat berintegrasi dengan jaringan dimana ia
ditempatkan atau dapat beroseointegrasi. Dalam hal ini sifat
beroseointegrasi adalah suatu material yang memiliki kemiripan
dengan jaringan tubuh dan dapat aktif berinteraksi pada jaringan
sekitarnya.
D. Kesimpulan
1. Aplikasi biomedis penggunaan keramik mulai dikembangkan pada akhir 1960-an. seperti
karya Hulbert dan rekan kerja (Hulbert et al. 1982-1983). Pada tahun 1970-an dan awal
tahun 1980 mengalami perkembangan yang signifikan di bidang biokeramik dan juga
telah berbagai simposium di berbagai tempat internasional (Bonfield, Hastings, dan
Tanner 1991; Ravaglioli dan Krajewski 1992; Fishman, Clare, dan Hench 1995).
2. Pengembangan aplikasi bahan keramik dalam biomedis memiliki kecenderungan di
ortopedi dan kedokteran gigi. Biokeramik ortopedi memberikan keuntungan kimia untuk
bahan tulang alami. Sedangkan, aplikasi gigi untuk keramik yang menarik karena adanya
3.

kesamaan kimia antara keramik rekayasa dan bahan penyusun alami gigi.
Strain,stress,fracture toughness,korosi, ,friction dan wear merupakan sifat-sifat dari
biomaterial. Untuk mengetahui kualitas suatu bahan, perlu mengetahui sifat-sifat

biomaterial.
E. Daftar Pustaka

http://etd.ugm.ac.id/index.php?
mod=download&sub=DownloadFile&act=view&typ=html&file=284268.pdf&ftyp=potongan&ta
hun=2014&potongan=S1-2014-284268-chapter1.pdf
http://etd.ugm.ac.id/index.php?
mod=download&sub=DownloadFile&act=view&typ=html&file=276310.pdf&ftyp=potongan&ta
hun=2014&potongan=S2-2014-276310-chapter1.pdf

James F. Shackelford , 2005. Advanced Ceramics: Bioceramics;


Published: Taylor & Francis e-Library.
Ter Haar, R. (1996). Friction in sheet metal forming, the influence of
(local) contact conditions and deformation. Ph.D. thesis, University of
Twente, Enschede, the Netherlands.
Williams, D. F. (1987). Definitions in Biomaterials. Proceedings of a
Consensus Conference ofthe Society for Biomaterials. Chester. England. 3-5 Maret 1986.
Volume 4. New York: Elsevier

Anda mungkin juga menyukai