Demensia merupakan salah satu penyakit yang paling sering terjadi pada orang-orang
dengan usia lanjut. Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual
secara progresif yang menyebabkan kemunduran kognitif dan fungsional, sehingga
mengakibatkan gangguan fungsi sosial pekerjaan, dan aktivitas harian. Demensia vaskuler
merupakan suatu kelompok kondisi heterogen yang meliputi semua sindroma demensia
akibat iskemik, perdarahan, anoksik atau hipoksik otak dengan penurunan fungsi kognitif
mulai dari yang ringan sampai paling berat dan tidak harus dengan gangguan memori yang
menonjol.
Demensia vaskular terdiri dari tiga subtipe yaitu :
1. Demensia vaskular pasca stroke yang mencakup demensia akibat infark lokal, demensia
multi-infark, dan stroke akibat perdarahan. Biasanya mempunyai korelasi waktu yang jelas
antara stroke dengan terjadinya demensia.
2. Demensia vaskular subkortikal, yang meliputi infark lakuner dan penyakit Binswanger
dengan kejadian Transient Ischemic Attack (TIA) atau stroke yang sering tidak terdeteksi
namun memiliki faktor resiko vaskular.
3. Demensia tipe campuran, yaitu demensia dengan patologi vaskuler dalam kombinasi
dengan demensia Alzheimer (AD).
Tipe demensia yang paling sering selain akibat penyakit Alzheimer adalah demensia
vaskular, yaitu demensia yang secara kausatif berhubungan dengan penyakit serebrovaskular.
Demensia vaskular berjumlah 15-30 persen dari semua kasus demensia. Demensia vaskular
paling sering ditemukan pada orang yang berusia antara 60-70 tahun dan lebih sering pada
laki-laki dibandingkan wanita. Hipertensi merupakan predisposisi seseorang terhadap
penyakit ini.
Adapun pembagian demensia vaskular secara klinis adalah sebagai berikut :
1. Demensia vaskular pasca stroke
Untuk demensia karena adanya infark tertentu akan ditemukan lesi pada girus angularis,
thalamus, basal forebrain, daerah sekitar arteri serebri posterior, dan arteri serebri anterior.
Sedangkan untuk Multiple Infark Dementia (MID) akan didapatkan adanya perdarahan
intraserebral.
2. Demensia vaskular subkortikal
Terdapat lesi iskemik pada substansia alba, infark lakuner subkortikal, infark non-lakuner
subkortikal.
3. Demensia vaskular tipe campuran penyakit Alzheimer dan penyakit serebrovaskular
ETIOLOGI
Penyebab demensia yang paling sering adalah penyakit Alzheimer, stroke, dan
berbagai penyakit yang menyebabkan gangguan serebrovaskular. Penyebab timbulnya
penyakit Alzheimer tidak diketahui, tetapi diduga melibatkan faktor genetik karena penyakit
ini ditemukanbanyak disebabkan atau dipengaruhi oleh beberapa kelainan gen tertentu. Pada
serangan stroke yang berturut-turut atau berulang akan menimbulkan demensia. Demensia
juga bisa terjadi setelah seseorang mengalami cedera otak atau cardiac arrest. Penyebab lain
dari demensia adalah penyakit pick, parkinson, dan AIDS.
Demensia vaskular diakibatkan oleh adanya penyakit pembuluh darah serebral.
Adanya infark tunggal di lokasi tertentu, episode hipotensi, leukoaraiosis, infark komplit,
dan perdarahan juga dapat menyebabkan timbulnya kelainan kognitif. Sindrom demensia
yang terjadi pada demensia vaskular merupakan konsekuensi dari lesi hipoksia, iskemia, atau
adanya perdarahan di otak.
Studi tentang penyebab kematian pada pasien dengan demensia menunjukkan bahwa
gangguan sistem peredaran darah (misalnya, penyakit jantung iskemik) adalah penyebab
langsung kematian paling umum pada demensia vaskular, diikuti oleh penyakit sistem
pernapasan (misalnya, pneumonia). Prevalensi demensia vaskular terjadi lebih tinggi pada
pria dibandingkan pada wanita dan insidensi meningkat dengan usia.
EPIDEMIOLOGI
Di negara-negara barat, demensia vaskular menduduki urutan kedua terbanyak
setelah penyakit Alzheimer. Tetapi karena demensia vaskular merupakan tipe demensia yang
terbanyak pada beberapa negara Asia dengan populasi penduduk yang besar maka demensia
vaskular merupakan tipe demensia yang terbanyak di dunia.
Prevalensi demensia vaskular bervariasi antar negara, tetapi prevalensi terbesar
ditemukan di negara-negara maju. Tingkat prevalensi demensia adalah 9 kali lebih tinggi
pada pasien yang telah mengalami stroke. Satu tahun setelah stroke, 25% pasien masuk
dengan onset baru dari demensia. Di Kanada, insiden rate pada usia 65 tahun besarnya 2,52
per 1000 penduduk, sedangkan di Jepang prevalensi demensia vaskular besarnya 4,8%. The
European Community Concerted Action on Epidemiology and Prevention of Dementia
mendapatkan prevalensi berkisar dari 1,5/100 wanita usia 75-79 tahun di Inggris hingga
16,3/100 laki-laki usia di atas 80 tahun di Italia.
FAKTOR RESIKO
Prevalensi demensia vaskular akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
usia seseorang, dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Sebuah penelitian di Swedia
menunjukkan resiko terjadinya demensia vaskular pada laki-laki sebesar 34,5% dan
perempuan sebesar 19,4%.
Selain itu, faktor yang harus ditelusuri adalah riwayat penyakit terdahulu. Dari
penelitian penderita stroke didapatkan prevalensi demensia yang cukup tinggi. Dari evaluasi
252 penderita yang 3 bulan sebelumnya menderita stroke, didapatkan hasil bahwa 26,3%
dari mereka menderita demensia. Angka ini cukup signifikan karena sangat jauh dari
kelompok pembanding (kontrol) yaitu 3,2%. Pada pasien-pasien dengan Transient Ischemic
Attack (TIA) didapatkan 23,5% menderita demensia, 23,5% menderita demensia borderline,
dan 53% tidak ditemukan gejala demensia.
PATOGENESIS
Demensia vaskular, atau gangguan kognitif vaskular, adalah hasil akhir dari
kerusakan otak yang disebabkan oleh penyakit serebrovaskular. Adanya infark multiple,
infark lakunar, infark tunggal di daerah tertentu pada otak, sindrom Binswanger, angiopati
amiloid serebral, hipoperfusi, perdarahan, dan berbagai mekanisme lain menjadi patogenesis
timbulnya demensia vaskular.
1. Infark Multiple
Demensia multi infark merupakan akibat dariinfark multipel dan bilateral. Terdapat
riwayat
satuatau
beberapa
kali
serangan
stroke
dengan
gejalafokal
seperti
berjalan
(small
step
gait),forced
laughing/crying,
refleks
Babinski
Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15 mm, disebabkan kelainan pada small
penetratingarteries di daerah diencephalon, batang otak dansub kortikal akibat dari
hipertensi. Pada sepertiga kasus, infark lakunar bersifat asimptomatik. Apabila menimbulkan
gejala, dapat terjadigangguan sensorik, transient ischaemic attack hemiparesis atau ataksia.
Bila jumlah lakunar bertambah maka akan timbul sindrom demensia, sering disertai
pseudobulbar palsy. Pada derajatyang berat terjadi lacunar state. CT scan otak menunjukkan
hipodensitas multipel dengan ukuran kecil, dapat juga tidak tampak pada CT scan otak
karena ukurannya yang kecil atau terletak di daerah batang otak. Magnetic resonance
imaging (MRI) otak merupakan pemeriksaan penunjang yang lebih akurat untuk
menunjukkan adanya lakunar terutamadi daerah batang otak (pons).
3. Infark Tunggal di Daerah Strategis
Strategic single infarct dementia merupakan akibat lesi iskemik pada daerah kortikal
atau subkortikal yang mempunyai fungsi penting. Infark girus angularis menimbulkan gejala
afasia sensorik, aleksia, agrafia, gangguan memori, disorientasi spasial dan gangguan
konstruksi. Infark daerah distribusi arteri serebri posterior menimbulkan gejala amnesia
disertai agitasi, halusinasi visual, gangguan visual dan kebingungan. Infark daerah distribusi
arteri serebri anterior menimbulkan abulia, afasia motorik dan apraksia. Infark lobus
parietalis menimbulkan gangguan kognitif dan tingkah laku yang disebabkan gangguan
persepsispasial. Infark pada daerah distribusi arteriparamedian thalamus menghasilkan
thalamicdementia.
4. Sindrom Binswanger
Sindrom Binswanger menunjukkan demensia progresif dengan riwayat stroke,
hipertensi dan kadang-kadang diabetes melitus. Sering disertai gejala pseudobulbar palsy,
kelainan piramidal, gangguan berjalan (gait) dan inkontinensia. Terdapat atrofi white matter,
pembesaran ventrikel dengan korteks serebral yang normal. Faktor risikonya adalah small
artery diseases (hipertensi, angiopati amiloid), kegagalan autoregulasi aliran darah di otak
pada usia lanjut, hipoperfusi periventrikel karena kegagalan jantung, aritmia dan hipotensi.
5. Angiopati Amiloid Serebral
spontanitas. Depresi berat terjadi pada 25-50% pasien dan lebih dari 60% mengalami
sindrom depresi dengan gejala paling sering yaitu kesedihan, ansietas, retardasi psikomotor
atau keluhan somatik. Psikosis dengan ide-ide seperti waham terjadi pada 50%, termasuk
pikiran curiga, sindrom Capgras. Waham paling sering terjadi pada lesi yang melibatkan
struktur temporoparietal.
DIAGNOSIS
A. Kriteria Diagnostik
Diagnosis demensia vaskular ditegakkan melalui dua tahap, pertama menegakkan
diagnosis demensia itu sendiri, kedua mencari proses vaskular yang mendasari. Terdapat
beberapa kriteria diagnostik untuk menegakkan diagnosis demensia vaskular, yaitu:
1.
2.
3.
4.
(ADDTC)
5. National Institute of Neurological Disorders and Stroke and the Association
Internationale pour la Recherche Et lenseignement en Neurosciences (NINDSAIREN)
Diagnosis demensia vaskular menurut DSM-IV adalah menggunakan kriteria sebagai
berikut.
a) Adanya defisit kognitif multipleks yang dicirikan oleh gangguan memori dan satu atau
lebih dari gangguan kognitif berikut ini:
1) Afasia (gangguan berbahasa)
2) Apraksia (gangguan kemampuan untuk mengerjakan aktivitas motorik, sementara
fungsi motorik normal).
3) Agnosia (tidak dapat mengenal atau mengidentifikasi suatu benda walaupun fungsi
sensoriknya normal).
4) Gangguan dalam fungsi eksekutif (merancang, mengorganisasikan, daya abstraksi,
dan membuat urutan).
b) Defisit kognitif pada kriteria a) yang menyebabkan gangguan fungsi sosial dan
c)
bukti laboratorium dan radiologik yang membuktikan adanya gangguan peredaran darah
otak (GPOD), seperti infark multipleks yang melibatkan korteks dan subkorteks, yang
dapat menjelaskan kaitannya dengan munculnya gangguan.
d) Defisit yang ada tidak terjadi selama berlangsungnya delirium.
Dengan menggunakan kriteria diagnostik yang berbeda didapatkan prevalensi
demensia vaskular yang berbeda, dimana prevalensi tertinggi didapatkan bila menggunakan
kriteria DSM-IV dan terendah bila menggunakan kriteria NINDS-AIREN. Consortium of
Canadian Centers for Clinical Cognitive Research menyatakan bahwa tidak ada kriteria
diagnostik yang lebih baik dari berbagai kriteria yang ada. DSM-IV mempunyai sensitivitas
yang tinggi tetapi spesifitasnya rendah. ADDTC penggunaanya lebih terbatas pada demensia
vaskular jenis iskemik sedangkan NINDS-AIREN dapat digunakan untuk semua mekanisme
demensia vaskular (hipoksia, iskemik, atau perdarahan). Kriteria ADDTC dan NINDSAIREN mempunyai tiga tingkat kepastian (probable, possible, definite), memerlukan
hubungan waktu antara stroke dan demensia serta bukti morfologi adanya stroke.
Skor
2
1
2
1
1
1
1
1
1
2
1
2
2
Skor
Gondolfo
Mulanya mendadak
Permulaannya dengan riwayat stroke
Gejala fokal neurologik
Keluhan fokal
CT scan terdapat:
2
1
2
2
c. Pasien dengan mild cognitive impairment (MCI) vaskular, yang merupakan stadium
prodromal untuk demensia vaskular subkorteks, memiliki gambaran MRI yang berbeda
dari pasien dengan MCI amnestik, sebagai tahap prodromal untuk penyakit Alzheimer.
MCI vaskular menunjukkan lesi infark lacunar yang lebih luas, adanya leukoaraiosis,
atrofi yang minimal pada hippocampal dan entorhinal cortikal, sedangkan untuk MCI
amnestik menunjukkan keadaan yang sebaliknya.
Menurut studi tahun 2000 oleh Nagata et al, positron emission tomography (PET)
dapat digunakan untuk membedakan demensia vaskular dengan penyakit Alzheimer. Pada
pasien dengan demensia vaskular terjadi hipoperfusi dan hipometabolisme pada lobus
frontal, sedangkan pada penyakit Alzheimer dapat ditemukan adanya hipoperfusi dan
hipometabolisme tanda parietotemporal.
2. Laboratorium
Digunakan untuk menentukan penyebab atau faktor resiko yang mengakibatkan
timbulnya stroke dan demensia. Selain itu, pengujian laboratorium juga dilakukan untuk
menyingkirkan diagnosis selain demensia. Pemeriksaan darah tepi, laju endap darah (LED),
kadar glukosa, glycosylated Hb, tes serologi untuk sifilis, HIV, kolesterol, trigliserida, fungsi
tiroid, profil koagulasi, kadar asam urat, lupus antikoagulan, antibodi antikardiolipin dan
pemeriksaan lain yang dianggap perlu.
3. Pemeriksaan Lainnya
Pemeriksaan yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi untuk kasus demensia
vaskular adalah echocardiography, pemeriksaan Doppler, potensial cetusan, arteriografi, dan
EEG.
PENATALAKSANAAN
Terapi untuk demensia vaskular ditujukan kepada penyebabnya, mengendalikan
faktor risiko (pencegahan sekunder) serta terapi untuk gejala neuropsikiatrik dengan
memperhatikan interaksi obat. Selain itu diperlukan terapi multimodalitas sesuai gangguan
kognitif dan gejala perilakunya.
Banyak obat sudah diteliti untuk mengobati demensia vaskular, tetapi belum banyak
yang berhasil dan tidak satupun obat dapat direkomendasikan secara positif. Vasodilator
seperti hidergine mempunyai efek yang postif dan pemberian secara oral active