Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA DASAR

ACARA 1
KARBOHIDRAT

DISUSUN OLEH :
Kelompok II
Meita Puspa Dewi

(PT/06167)

Edi Priyanto

(PT/06171)

Asisten : Dimas Hand Vidya P

LABORATORIUM BIOKIMIA NUTRISI


BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012

ACARA 1
KARBOHIDRAT
Tujuan Pratikum
Pratikum ini bertujuan untuk mengetahui hasil reaksi karbohidrat dengan
beberapa penambahan zat tertentu dan mengetahui sifat sifat kimia karbohidrat.
Tinjauan Pustaka
Karbohidrat adalah senyawa organik netral yang berupa polihidroksi aldehida
ataupun polihidroksi-keton dengan formula empiris Cx(H2O)n dengan ketentuan
sebagian besar nilai n sama dengan 3 atau lebih. Di samping unsur penyusun
karbohidrat berupa C, H dan O ada juga karbohidrat yang mempunyai unsur lain yang
berupa fosfor (P), nitrogen (N), atau sulfur (S). Bentuk polihidroksi-aldehida disebut
juga dengan nama aldosa dan yang bentuk polihidroksi keton disebut dengan nama
ketosa. Kedua bentuk karbohidrat tersebut dapat dibagi menjadi 2 golongan besar,
yaitu golongan gula yang terdiri dari monosakarida dan oligosakarida dan golongan
nongula yang terdiri dari polisakarida dan karbohidrat kompleks (McGilvery and
Goldstein, 1996).
Monosakarida dan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi
terutama dalam suasana basa. Sifat sebagai reduktor ini dapat digunakan untuk
keperluan identifikasi karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini
disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam molekul karbohidrat.
Sifat ini tampak pada reaksi reduksi ion-ion logam misalnya ion Cu 2+ dan ion Ag+ yang
terdapat pada pereaksi-pereaksi tertentu. Beberapa contoh diberikan sebagai berikut:
Pereaksi benedict berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natrium karbonat dan
natrium sitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu2+ dari kuprisulfat menjadi ion Cu+ yang
kemudian mengendap sebagai Cu2O. Keberadaan natrium karbonat dan natrium sitrat
menyebabkan peraksi benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat
berwarna hijau, kuning atau merah bata. Warna endapan ini tergantung pada
konsentrasi karbohidrat yang diperiksa (Poedjiadi, 1994).

Pereaksi Molisch terdiri atas larutan naftol dalam alkohol. Apabila pereaksi ini
ditambahkan pada larutan glukosa misalnya, kemudian secara hati-hati ditambahkan
asam sulfat pekat, akan terbentuk dua lapisan zat cair. Batas antara kedua lapisan itu
akan terjadi warna ungu karena terjadi reaksi kondensasi antara furfural dengan naftol.
Walaupun reaksi ini tidak spesifik untuk karbohidrat, namun dapat digunakan sebagai
reaksi pendahuluan dalam analisis kualitatif karbohidrat. Hasil negatif merupakan suatu
bukti bahwa tidak ada karbohidrat. Tes ini berguna untuk mengetahui pengaruh asam
terhadap sakarida. Satu cincin merah-ungu menunjukkan adanya karbohidrat(Schlegel,
1994).
Semua karbohidrat yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas akan
membentuk osazon bila dipanaskan bersama fenilhidrazina berlebih. Osazon yang
terjadi mempunyai bentuk kristal dan titik lebur yang khas bagi masing-masing
karbohidrat. Keadaan tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi karbohidrat dan
merupakan salah satu cara untuk membedakan beberapa monosakarida, misalnya
antara glukosa dan galaktosa yang terdapat dalam urine wanita dalam masa menyusui.
Pada

reaksi

antara

flukosa dengan

fenilhirazina,

mula-mula

terbentuk

D-

glukosafenilhidrazon, kemudian reaksi berlanjut hingga terbentuk D-glukosazon.


Glukosa, fruktosa dan amanosa dengan fenilhidrazon menghasilkan osazon yang sama.
Dari struktur ketiga monosakarida tersebut tampak bahwa posisi gugus OH dan atom
H pada atom karbon nomor 3,4, dan 5 sama. Dengan demikian osazon yang terbentuk
memiliki struktur yang sama (Thenawijaya, 1993).
Uji hidrolisis parsial menunjukkan amilum terpecah menjadi molekul-molekul
yang lebih kecil yang dikenal dengan nama dekstrin. jadi dekstrin adalah hasil antara
proses hidrolisis amilum sebelum terbentuk maltosa. Tahap-tahap dalam proses
hidrolisis amilum serta warna yang terjadi pada reaksi dengan iodium adalah sebagai
berikut

(Campbell, 2002).

Materi dan Metode


Materi
Alat. Alat yang digunakan dalam pratikum ini antara lain tabung reaksi, pipet
tetes, penangas air mendidih, pemanas spritus, kertas saring, mikroskop, cawan
porselin, penjepit tabung reaksi, pengaduk, duplet, corong, gelas ukur, stopwatch.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam pratikum ini adalah larutan benedict,
larutan glukosa 0,01 M, larutan glukosa 0,02 M, larutan glukosa 0,04 M, larutan
fruktosa 0,02 M, larutan laktosa 0,02 M, larutan sakarosa 0,02 M, larutan luff encer, 0,7
% larutan pati 0,02 M, larutan selulosa 0,02 M, larutan molisch 5%, HSO pekat,
furfural 0,01M, larutan selliwanof 0,5 %, asam asetat glasial, fenilhidrazin padat, Na
asetat padat, larutan fruktosa 0,01M, larutan arabinosa 0,03 M, larutan maltosa, timol
biru, HCl encer, Na2Co3 2 %, larutan sukrosa 0,02 M, amilum 0,7%, HCl 3M, air.
Metode
Daya Mereduksi
Uji Benedict. Larutan benedict sebanyak 3 ml dimasukan kedalam 3 buah
tabung reaksi. Tabung I ditambahkan 1 ml glukosa 0,01 M, tabung II ditambahkan 1 ml
glukosa 0,02 M dan tabung III ditambahkan 1 ml glukosa 0,04 M. Ketiga tabung
tersebut dipanaskan selama 10 menit. Diamati perubahan dan kecepatan perubahan
dari ketiga larutan tersebut.
Uji Luff. Disiapkan 5 tabung reaksi masing- masing diisi dengan 2 ml 0,02 M
fruktosa, 2 ml 0,02 M glukosa, 2 ml 0,02 M laktosa, 2 ml 0,02 sakarosa dan 2 ml 0,7 %
larutan pati. Ditambahkan kedalam masing- masing tabung sebanyak 1 ml larutan Luff
encer kemudian didihkan 15 menit dan diamati perubahannya.
Pengaruh Asam ( Dehidrasi)
Uji Molisch. Disiapkan 4 tabung reaksi diisikan larutan 1 ml 0,02 M glukosa,
1 ml 0,01 M selulosa, 1 ml 0,7 % larutan pati, dan 0,01 M furfural. Kemudian
ditambahkan masing- masing 2 tetes R Molisch 5 %. Ditambahkan 3 ml asam sulfat
pekat melalui dinding sehingga terjadi 2 lapisan dan amati perubahannya.

Uji Selliwanoff. Disiapkan 2 tabung reaksi masing- masing diisikan 2 ml 0,01


M glukosa dan 2 ml 0,01 M fruktosa. Masing-masing ditambahkan 2 ml asam klorida
pekat. Campuran tersebut diaduk hingga rata dan panaskan dalam pemanas air
mendidih selama 30 menit. Kemudian masing- masing tabung ditambahkan 0,5 ml
larutan selliwanoff 0,5 %.
Pembentukan Osazon
Uji Fenilhidrazina. Disiapkan 3 tabung reaksi masing-masing diisi dengan 5
ml 0,01 M glukosa, 5 ml 0,01 M fruktosa dan 5 ml 0,03 M arabinosa. Pada masingmasing tabung ditambahkan 10 tetes asam asetat glasial, sedikit fenilhidrazina padat
dan Na asetat padat (dua kali jumlah fenilhidrazina), kemudian dipanaskan sehingga
semua larutan larut. Setelah semua padatan larut, larutan tersebut disaring dalam
tabung yang kosong kemudian dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 30
menit. Kristal yang terbentuk dilihat dibawah mikroskop.
Hasil Hidrolisis
Uji Benedict. Tabung reaksi 1 diisi dengan 5 ml larutan maltosa, ditambah
dengan 1 tetes timol blue, 1-2 tetes HCl sampai warna biru menjadi merah muda,
kemudian dibagi menjadi 2 bagian: Tabung reaksi 1a, didihkan selama 30 menit.
Setelah didinginkan ditambah dengan Na2CO3 2 %, kemudian diuji benedict, maka,
terjadi endapan merah bata. Tabung reaksi 1b, ditambah dengan 5 tts Na2CO3 2 %,
kemudian diuji benedict, maka terdapat endapan merah bata pada larutan. Tabung
reaksi 2 diisi dengan 5 ml larutan laktosa, ditambah dengan 1 tetes timol merah, 1-2 tts
HCl pekat sampai warna biru menjadi merah muda, kemudian dibagi menjadi 2 bagian:
Tabung reaksi 2a didihkan selama 30menit, kemudian dinginkan, ditambah dengan
Na2CO3 2 %, dan diuji benedict, maka terdapat endapan merah bata. Tabung reaksi 2b
diisi dengan 5 tts Na2CO3 2 %, kemudian diuji benedict, maka terjadi endapan merah
bata.

Uji Selliwanoff. Tabung reaksi 1diisi dengan 2 ml sukrosa, ditambah dengan 2


ml HCl pekat, kemudian didihkan selama30 menit. Setelah dingin, ditambah dengan
0,5 ml 5 % Selliwanof . setelah diamati,warna arutan menjadi orange. Sukrosa
terhidrolisis terlebih dahulu menjadi glukosa dan fruktosa. Uji dengan sukrosa positif
(warna orange) karena sukrosa mengandung gugus keton.
Tabung reaksi 2 diisi dengan 2 ml laktosa, ditambah dengan 2 ml HCl pekat,
kemudian didihkan selama 30 menit. Setelah dingin, ditambah dengan 0,5 ml 5 %
Selliwanof . Setelah diamati warna larutan menjadi menjadi orange. Laktosa akan
terhidrolisis terlebih dahulu menjadi glukosa dan galaktosa. Uji dengan maltosa ini
negative (bening), karena laktosa tidak mengandung gugus keton melainkan gugus
aldehid.
Tabung reaksi 3 diisi dengan 2 ml maltosa, ditambah dengan 2 ml HCl pekat,
kemudian didihkan selam 30 menit. Setelah dingin, ditambah dengan 0,5 ml 5 %
Selliwanof. Setelah diamati larutan menjadi bening. Maltosa akan terhidrolisis terlebih
dahulu. Uji dengan maltosa ini negative (bening), karena maltosa tidak mengandung
gugus keton melainkan gugus aldehid.
Polisakarida
Uji hasil hidrolisis amilum. 10 ml larutan 0,7% amilum dicampur dengan 3
ml 3 M larutan HCl. Tabung yang berisi larutan tersebut didihkan dalam penangas air.
Tiap 3 menit diambil setetes untuk diuji dengan yod dan pengambilan dihentikan jika
uji yod sudah negatif. Setelah hasil iod negatif, larutan ditambah Na2CO3 kemudian di
uji dengan uji benedict.

Hasil dan Pembahasan


Daya Mereduksi
Uji Benedict.
Berdasarkan uji yang dilakukan didapat hasil seperti di bawah ini :
Tabel 1.1 Uji Benedict
Tabung
A

Hasil
Waktu yang diperlukan sampai larutan mendidih adalah 2 menit.
Terdapat sedikit endapan merah bata karena konsentrasi glukosanya

paling kecil.
Waktu yang diperlukan sampai larutan mendidih adalah 1,5 menit.
Terdapat endapan merah bata lebih banyak daripada Tabung A karena

konsentrasinya lebih tinggi.


Waktu yang diperlukan sampai larutan mendidih adalah 1 menit.
Terdapat endapan merah bata paling banyak karena konsentrasinya
paling tinggi.
Prinsip kerja percobaan ini karena larutan Benedict mengandung ino Cu ++ yang

dapat direduksi oleh gugus reduksi yang dimiliki oleh karbohidrat (gugus aldehid dan
keton) menjadi ion Cu+ dan diendapkan dalam bentuk Cu2O berwarna merah bata. Ini
membuktikan bahwa glukosa mempunyai gugus pereduksi. Hal ini sesuai dengan teori
yang mengatakan bahwa monosakarida segera mereduksi mengoksidasi senyawasdenyawa seperti ferisianida, hidrogen peroksida, atau ion kupri (Cu ++). Glukosa dan
gula-gula lain yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi disebut gula pereduksi
(Thenawijaya, 1993).
Berdasarkan uji yang dilakukan diperoleh kesimpulan banyak sedikitnya
endapan merah bata yang terbentuk dipengaruhi oleh konsentrasi glukosa, dimana
semakin besar konsentrasinya, maka endapan yang terbentuk semakin banyak.

Uji Luff.
Berdasarkan uji yang dilakukan didapatkan hasil seperti di bawah ini :

Tabel 1.2 Uji Luff


Tabung
Tab.1

Terdapat

endapan

Hasil
merah bata.

Hal

ini

dikarenakan

fruktosa(ketosa) mempunyai gugus reduksi bebas yang dapat


mereduksi Cu++ dari Reagen Luff menjadi Cu+ dan mengendap
membentuk Cu2O. Waktu yang diperlukan agar larutan tersebut
Tab.2

berwarna 1,5 menit.


Terdapat endapan merah bata karena glukosa(aldosa) mempunyai
gugus reduksi bebas yang dapat mereduksi Cu++ dari Reagen Luff
menjadi Cu+ dan mengendap membentuk Cu2O. Waktu yang

Tab.3

diperlukan agar larutan tersebut berwarna 1,5 menit.


Terdapat endapan merah bata . Hal ini dikarenakan karena laktosa
merupakan gabungan antara glukosa dan galaktosa dengan ikatan
(1-4)-glikosidik, laktosa masih mempunyai gugus reduksi bebas
(aldehid) sehingga dapat mereduksi Cu++ dari Reagen Luff
menjadi Cu+ dan mengendap membentuk Cu2O. Waktu yang

Tab.4

diperlukan agar larutan tersebut berwarna 1,5 menit.


Tabung 4 berubah warna tetapi tidak membentuk endapan karena
sakarosa merupakan gabungan antara glukosa dan fruktosa
dengan ikatan (1-2)-glikosidik sehingga tidak mempunyai gugus

Tab.5

reduksi bebas.
Terdapat sedikit sekali endapan bahkan hampir tidak ada dan
tidak terjadi perubahan warna pada larutan. Karena pati
merupakan polisakarida yang harus menjadi disakarida dan
monosakarida terlebih dahulu baru menjadi furfural.

Prinsip kerja pada percobaan ini adalah Reagen Luff mengandung Cu++ yang
dapat direduksi oleh gugus reduksi menjadi Cu+ membentuk endapan merah bata
(CuO). Percobaan ini digunakan untuk membedakan mana yang termasuk
monosakarida, oligosakarida, dan

monosakarida, disamping itu untuk mengetahui

kemampuan mereduksi sakarida terhadap ion. Tabung 1 dan 2, fruktosa dan glukosa
merupakan monosakarida sehinggga bisa langsung mereduksi R Luff. Keduanya
mempunyai gugus reduksi yakni pada pada atom C no 1 pada glukosa dan no 2 pada
fruktosa (Thenawijaya, 1993). Adanya gugus reduksi ini akan mereduksi ion Cu ++ yang
ada pada reagen Luff dan mengendap dalam bentuk Cu2O berwarna merah bata.
Laktosa merupakan disakarida yang terbentuk dari 2 molekul D-glukosa dengan ikatan
1-4 glikosidik. Laktosa masih mempunyai gugus reduksi sehingga dapat menghasilkan
endapan merah bata ketika diuji menggunakan reagen Luff (Poedjiadi, 1994).Glukosa,
mengandung gugus aldehid sehingga tidak mengalami hidrolisis terlebih dahulu.
Tabung 3 dan 4, merupakan disakarida memiliki jumlah endapan yang lebih kecil
karena membutuhkan waktu untuk berubah menjadi monosakarida, tetapi pada tabung
4 dalam percobaan ini tidak terdapat endapan namun berubah warna. Sakarosa adalah
disakarida dari glukosa dengan fruktosa. Sukrosa tidak mengandung atom karbon
anomer bebas, karena anomer kedua komponen unit monosakarida pada sakarosa
berikatan satu sama lain. Sakarosa bukan merupakan gula pereduksi (Thenawijaya,
1993). Warna merah pada larutan kemungkinan dihasilkan dari hidrolisis sakarosa
menjadi monosakarida pembentuknya, namun karena pemanasan yang dilakukan
singkat sehingga hidrolisis tidak berjalan sempurna dan monosakarida yang dihasilkan
sedikit. Ini menyebabkan tidak adanya endapan namun mengubah warna larutan,
sehingga tidak menghasilkan endapan. Tabung 5 memiliki endapan yang paling
banyak,

dimana

merupakan

polisakarida

terhidrolisis

oligosakarida

monosakarida. Larutan pati merupakan gula reduksi sehingga harus mengalami


hidrolisis terlebih dahulu untuk membentuk sakarida yang lebih sederhana
(Thenawijaya, 1993). Kesimpulan dari percobaan ini diketahui bahwa fruktosa,
glukosa, dan laktosa merupakan gula pereduksi. Pati masih mempunyai kemampuan
mereduksi tetapi kecil. Sementara itu, sakarosa bukan merupakan gula pereduksi.

Pengaruh Asam (Dehidrasi)


Uji Molisch.
Berdasarkan uji yang dilakukan didapat hasil seperti di bawah ini :
Tabel 1.3 Uji Molisch

Tabung
Tab.1
Tab.2
Tab.3
Tab.4
Hasil

Hasil
Terbentuk cincin ungu sedikit
Cincin ungu sangat sedikit
Cincin ungu sangat sedikit
Cincin ungu paling banyak
Perubahan yang paling cepat pada furfural.

Prinsip kerja pada percobaan ini adalah monosakarida apabila dipanaskan


dengan asam kuat yang pekat akan menghasilkan furfural yang merupakan reaksi
dehidrasi dan membentuk senyawa yang berwarna apabila bereaksi dengan alfa-naftol
atau timol dalam alkohol.
Berdasarkan uji yang dilakukan diperoleh tabung 4 yaitu furfural memiliki
cincin ungu paling tebal karena furfural langsung berkondensasi dengan reagen
molisch tanpa mengalami hidrolisis terlebih dahulu. Glukosa terbentuk cincin ungu
sedikit karena glukosa harus mengalami dehidrasi menjadi furfural. Selulosa dan pati
terbentuk cincin ungu sangat sedikit karena keduanya merupakan polisakarida yang
harus menjadi monosakarida terlebih dahulu baru menjadi furfural. Sesuai dengan teori
bahwa pati merupakan polisakarida yang harus mengalami beberapa tahapan reaksi
hidrolisis dengan asam pekat menjadi monosakarida (Thenawijaya, 1993).
Tes ini berguna untuk mengetahui pengaruh asam terhadap sakarida. Satu cincin
merah-ungu menunjukkan adanya karbohidrat (Poedjiadi,1994).

Uji Selliwanoff.
Berdasarkan uji yang dilakukan didapat hasil seperti di bawah ini :
Tabel 1.4 Uji Selliwanoff
Tabung
Tab.1

Hasil
Larutan glukosa setelah dipanaskan 30 menit dan ditambah Selliwanoff
maka warna larutan glukosa tetap.

Tab.2

Larutan fruktosa setelah ditambah selliwanoff warna larutan fruktosa


menjadi merah kecoklatan .

Prinsip kerja dari percobaan ini yaitu dengan penambahan asam pekat dan
pemanasan maka fruktosa akan terdehidrasi menjadi hidroksimetilfurfural yang
selanjutnya akan bereaksi dengan resorsinol (dlm Reagen Selliwamof) membentuk
senyawa berwarna merah.
Percobaan ini berprinsip bahwa dengan reaksi Selliwanof akan mengubah
fruktosa menjadi hidroksimetilfurfural, kemudian bereaksi dengan resorsinol
membentuk warna merah. Pereaksi ini khas untuk menunjukkan adanya gugus keton
(Poedjiadi, 1994).
Tabung 1 menggunakan glukosa sebagai bahan percobaannya. Glukosa
merupakan monosakarida dari gugus aldehid (Thenawijaya, 1993). Glukosa tidak
memilki gugus keton, sehingga tidak terjadi reaksi dengan larutan Selliwanof. Ttabung
2 menggunakan fruktosa, dihasilkan merah kecoklatan karena fruktosa merupakan
monosakarida dari golongan keton sehingga sesuai dengan prinsip akan membentuk
senyawa berwarna merah (Poedjiadi, 1994).
Berdasarkan percobaan ini diketahui bahwa dalam fruktosa mengandung gugus
keton dan glukosa tidak mengandung gugus keton. Fruktosa termasuk monosakarida
dari golongan keton sedangkan glukosa dari golongan aldehid.

Pembentukan Osazon
Uji Fenilhidrazina.
Berdasarkan uji yang dilakukan didapat hasil seperti di bawah ini :
Tabel 1.5 Uji Fenilhidrazina
Nama Larutan

Gambar dari Mikroskop

Gambar dari Internet

Glukosazon
GBH

Gb 1.1
Fruktosazon

Gb 1.2
Arabinosazon

Gb 1.3
Prinsip kerja pada percobaan uji fenilhidrazina yaitu monosakarida dalam
keadaan asam dengan pemanasan 100C dan penambahan fenilhidrazina berlebihan
akan bereaksi membentuk fenil-osazon.

Asam asetat yang ditambahkan fenilhidrazina padat dan Na-asetat padat,


kemudian ditambahkan glukosa disaring, dipanaskan dan dilihat dengan mikroskop
menghasilkan gambar 1.1, larutan tersebut yang ditambahkan fruktosa menghasilkan
gambar 1.2, dan larutan diatas yang ditambahkan arabinosa menghasilkan gambar 1.3.
Kristal-kristal yang terbentuk saat dilihat di mikroskop disebut osazon.

Tabung 1 dan tabung 2 menghasilkan osazon yang sama, terbukti bahwa


glukosa dan fruktosa menunjukkan warna larutan yang hampir mirip, sehingga
membuktikan bahwa antara glukosa dan fruktosa tidak ada perbedaan dalam jumlah
atom C nya hanya perbedaan pada struktur dan konfigurasi atom C nomor 1 dan 2
sebagai gugus karbonil atau gugus reduktifnya, sedangkan konfigurasi atom C nomor 3
sampai 6 sama. Glukosa dan fruktosa merupakan heksosa yang memiliki 6 atom C.
Tabung yang ketiga terdapat perbedaan warna larutan dan bentuk osazonnya karena
arabinosa merupakan senyawa gula pentosa yang memiliki jumlah atom C yang
berbeda yaitu 5 atom C, sesuai dengan pendapat Poedjiadi (1994), bahwa pada reaksi
antara glukosa dan fenilhidrazina, mula-mula terbentuk D-glukosafenilhidrazon,
kemudian reaksi berlanjut hingga terbentuk D-glukosazon. Glukosa, fruktosa dan
maltosa dengan fenilhidrazin menghasilkan osazon yang sama. Struktur ketiga
monosakarida tersebut tampak bahwa posisi gugus OH dan atom H pada atom karbon
nomor 3, 4 dan 5 sama. Dengan demikian osazon yang terbentuk mempunyai syruktur
yang sama.

Berikut reaksi pembentukan osazon pada glukosa :


H H OH H H

CH2OHCCCCC=O + H2NNHC6H5

OH OH H OH

(D-glukosa+fenilhidrazin)

H H OH H H

CH2OHCCCCC=O + NNHC6H5 + H2 (D-glukosafenilhidrazon)

OH OH H OH

2 C6H5 NHNH2

H H OH
H

CH2OHCCCCC=O + NNHC6H5 (D-glokosazon/Ozsazon kuning)



OH OH H NNH C6H5
Berikut reaksi pembentukan osazon pada arabinosa :
H H OH H

CH2OHCCCC=O + H2NNHC6H5 (D- arabinosa+fenilhidrazin)

OH OH H

H H OH H

CH2OHCCCC =O + NNHC6H5
(D-arabinosafenilhidrazon)

OH OH H OH

2 C6H5 NHNH2

H OH
H

CH2OHCCCC=O + NNHC6H5 (D- arabinosa/Ozsazon kuning)



OH H NNH C6H5
Poedjiadi (1994).
Osazon mempunyai titik lebur dan bentuk yang khas bagi masing-masing
karbohidrat (Poedjiadi, 1994). Struktur gambar di atas menunjukkan bahwa Kristal
glukosazon dan fruktosazon memiliki bentuk yang sama karena glukosa dan fruktosa
mempunyai kesamaan posisi gugus karbonil dan atom H pada atom karbon nomor 3, 4,
5 (Poedjiadi, 1994).

Hasil Hidrolisis
Uji Benedict.
Berdasarkan uji yang dilakukan didapat hasil seperti di bawah ini :
Tabe 1.6l Uji Benedict
Tabung
Tabung 1
Maltosa

Bagian
Bag. 1a

Hasil
Menghasilkan
endapan yang banyak.
Bag. 1b
Endapan
tidak
sebanyak tabung 1a
Tabung 2
Bag.2 a
Endapan merah bata
banyak
Laktosa
Bag .2b
Endapan hanya di
permukaan
Tujuan dari percobaan menggunakan uji benedict yaitu untuk mengetahui hasil
hidrolisis dengan melihat adanya gugus reduksi pada karbohidrat. Prinsip kerja dalam
pratikum ini yaitu disakarida yang dipanaskan terlebih dahulu dan yang tanpa
pemanasan memberikan hasil yang berbeda. Disakarida yang dipanaskan menghasilkan
endapan merah bata lebih banyak dari pada yang tidak dipanaskan. Pemanasan
berfungsi mempercepat proses hidrolisis sehingga terjadi endapan merah bata yang
banyak.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan ,tabung 1a dan 2a terdapat
endapan merah bata banyak karena dengan adanya pendidihan menyebabkan terjadinya
proses hidrolisis sehingga menghasilkan gugus reduksi bebas yang lebih banyak.
Tabung 1b, 2b terdapat sedikit endapan merah bata karena tanpa pemanasan
menyebabkan tidak terjadinya hidrolisis sehingga hanya mempunyai sebuah gugus
reduksi bebas.
Terjadinya proses hidrolisis pada saat larutan maltosa, laktosa dan sakarosa
dididihkan sesuai dengan pendapat (Schlegel, 1994) bahwa karbohidrat adalah
polihidroksialdehid, polihidroksiketon, atau zat yang memberikan senyawa seperti itu
jika dihidrolisis. Kimiawi karbohidrat pada dasarnya merupakan kimia gabungan dari
dua gugus fungsi, yaitu gugus hidroksil dan gugus karboksil. Jadi pada proses
hidrolisis gugus karboksil yang memiliki kemampuan mereduksi jumlahnya semakin
banyak.
Uji Selliwanof.
Berdasarkan uji yang dilakukan didapat hasil seperti di bawah ini :

Tabel 1.7 Uji Selliwanoff


Tabung
Tabung 1
Tabung 2
Tabung 3

Hasil
Menghasilkan warna merah muda.
Warna tetap tidak berubah
Warna tetap tidak berubah.

Berdasarkan uji yang dilakukan diperoleh pada tabung 1 menghasilkan warna


merah muda, karena pada tabung 1 mengandung gugus keton. Larutan yang
mengandung gugus keton pada tabung 1 akan terhidrolisis oleh larutan selliwanoff
menghasilkan warna merah muda, sedangkan pada tabung 2 dan 3 warna tidak berubah
karena tidak mengandung gugus keton pada larutan yang diuji selliwanoff.
sukrosa

fruktosa +glukosa
(gugus keton) (gugus aldehid)

Maltosa

glukosa + glukosa

Laktosa

galaktosa + glukosa
(gugus aldehid)

Prinsip uji selliwanoff bertujuan untuk mengetahui adanya gugus keton. Warna
merah terjadi karena pemanasan mengakibatkan terjadinya proses hidrolisis, maltosa
jika dihidrolisis menghasilkan monosakarida berupa glukosa dan glukosa, laktosa jika
dihidrolisis menghasilkan monosakarida berupa glukosa dan galaktosa. Berdasarkan
pendapat

(McGilvery,

1996),

bahwa

karbohidrat

adalah

polihidroksialdehid,

polihidroksiketon, atau zat yang memberikan senyawa seperti itu jika dihidrolisis.
Kimiawi karbohidrat pada dasarnya merupakan kimia gabungan dari dua gugus fungsi,
yaitu gugus hidroksil dan gugus karboksil.
Maltosa dan laktosa jika diuji dengan uji selliwanoff hasilnya akan negatif
karena maltosa dan laktosa tidak memiliki gugus keton, sehingga tidak dapat merubah
fruktosa menjadi hidroksimetilfurfural, sedangkan sakarosa jika diuji dengan uji
selliwanoff akan positif karena sakarosa memiliki gugus keton sehingga bisa mengubah
fruktosa mejadi hidroksimetilfurfural yang selanjutnya akan bereaksi dengan resorsinol
dan membentuk senyawa berwarna merah.
Polisakarida
Uji Hidrolisis Amilum.
Berdasarkan uji yang dilakukan didapat hasil seperti di bawah ini :

Tabel 1.8 Uji Hidrolisis Amilum


Uji tiap 3 menit
Hasil warna yang terjadi
Keterangan
3 menit ke1
Biru
Amilum+iod
6 menit ke 2
Biru
Amilum+iod
9 menit ke 3
Biru
Amilum+iod
12 menit ke 4
Biru
Amilum+iod
15 menit ke 5
Ungu
Amilodekstrin+iod
18 menit ke 6
Ungu
Amilodekstrin+iod
21 menit ke 7
Ungu
Amilodekstrin+iod
24 menit ke 8
Merah
Eritrodekstrin+iod
27 menit ke 9
Merah
Eritrodekstrin+iod
30 menit ke 10
Merah
Eritrodekstrin+iod
Percobaan ini menggunakan Uji Yod, warna yang muncul berturut-turut adalah
biru pekat (hitam), coklat kemerahan (ungu), merah hati, merah, orange dan akhirnya
warna serupa dengan warna yod. Warna-warna tersebut merupakan indikasi bahwa
terjadi proses hidrdolisis sempurna amilum menjadi glukosa. Hal ini ditunjukkan
dengan uji yod negatif, karena glukosa jika diuji dengan pereaksi Yod menunjukkan
hasil negatif, sedangkan setelah diuji dengan Benedict, warna larutan menjadi kuning
keruh dan terdapat endapan merah bata yang menandakan bahwa glukosa memilii
gugus reduksi yang dapat mereduksi ion Cu2+ menjadi Cu+ dan akan mengendap
sebagai Cu2O. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka menurut (McGilvery and
Goldstein,1996). Namun dalam pratikum ini tidak menunjukkan tanda negatif mungkin
karena adanya kesalahan takaran sehingga tidak sesuai dengan teori.
Kesimpulan
Berdasarkan pratikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
karbohidrat mempunyai gugus reduksi berupa aldehid dan keton karena dalam
percobaan

menghasilkan

endapan

berwarna

merah,

pengaruh

asam

akan

mengakibatkan terjadinya dehidrasi pada karbohidrat membentuk cincin ungu.


Percobaan ini membuktikan glukosa mempunyai gugus aldehid, sementara gugus keton
pada fruktosa, bentuk kristal karbohidrat pada hasil uji osazon berbeda-beda sesuai
dengan zat ujinya dikarenakan struktur yang dimiliki tiap sakarida berbeda. Hidrolisis
amilum, menghasilkan amilosa dan amilopektin yang berwarna ungu ketika
direaksikan dengan iod, bisa dikarenakan adanya asam pekat dan pemanasan dan
menghasilkan monosakarida.

Daftar Pustaka
Campbell, Reece-Mitchell. 2002. Biologi Edisi kelima jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Mc. Gilvery, R.W. Goldstein. 1996. Biokimia Suatu Pendekatan Fungsional. Airlangga
University Press. Surabaya.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Indonesia University Press. Jakarta.
Schlegel, Hans G. 1994. Mikrobiologi Umum Edisi Keenam. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Thenawijaya, Maggy. 1993. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai