Anda di halaman 1dari 4

TUGAS JURNAL PEDO 2

PERAWATAN PULPOTOMI MORTAL PADA GIGI SULUNG


Romauli Margareth
Peserta Program Pendidikan Dokter Gigi
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara
Jl. Alumni No.2 Kampus USU Medan 20155
Abstract
Mortal pulpotomy is an endodontic management for non-vital primary teeth that has infected, or
necrotic contents of a non-vital pulp. That therapy is fixed to the non-vital primary teeth that their roots
undergo physiological resorption as their permanent successor eruption. The primary teeth have a
different morphology than permanent teeth. The roots canal walls, especially of molars, have been
considered too thin to tolerate intracanal instrumentation without perforation, and the anatomical
ramification too complex to reliably cleaned with instruments and irrigants. Treatment is conducted
over two visit, the first for canal debridement and disinfection, ant the second for obturation.
Keywords: mortal pulpotomy, non-vital pulpotomy, two visit pulpotomy
PENDAHULUAN
Anak-anak pada umumnya rentan terhadap karies. Karies tersebut pada akhirnya dapat
menyebabkan terbukanya pulpa. Tindakan yang selanjutnya dapat dilakukan ialah perawatan
endodontik.
Perawatan endodontik atau perawatan pulpa ialah perawatan yang dilakukan pada bagian dalam
gigi1. Perawatan endodontik ini bertitik tolak pada pengambilan jaringan yang terinfeksi
sehinggajaringan pulpa dan jaringan periapikal yang tersisa dapat melakukan regenerasinya.
Perawatan pulpa pada gigi sulung terbagi atas perawatan pulpa indirek, pulp capping direk,
pulpotomi, dan pulpektomi.2,3
Perawatan pulpa pada gigi sulung ini, memerlukan perhatian yang lebih, dikarenakan struktur dan
anatomi gigi sulung yang berbeda dengan gigi permanen. Gigi sulung memiliki rongga pulpa yang
relatif besar , tanduk pulpa lebih menonjol, dan email serta dentin yang lebih tipis.3,4
Idealnya, gigi non-vital sebaiknya dirawat dengan pulpektomi dan pengisian saluran akar. Akan tetapi,
pulpektomi molar susu sering tidak praktis, dan oleh karena itu lebih ser ing digunakan teknik
pulpotomi dua tahap. Pulpotomi tersebut pada akhirnya diikuti dengan penempatan medikamen di
atas orifisi.4
FAKTOR-FAKTOR YANG PERLU DIPERHATIKAN
Seperti pada perawatan edontik pada umumnya, maka pada perawatan pulpotomi mortal ini perlu
dilakukan tes vitalitas gigi terlebih dahulu, karena bila ternyata pulpa masih vital, maka dapat
dilakukan pulpotomin satu kali kunjungan atau pulpotomi vital.3,4
Hal berikutnya ialah mengenai perbedaan dari morfologi dan anatomi dari gigi sulung dengan gigi
permanen. Perbedaan ini baik dari ukuran maupun bentuknya. Serta ukuran kamar pulpanya yang
lebih besar dengan tanduk pulpa yang lebih tinggi dibandingkan dengan gigi permanen.3,4
Selanjutnya adalah pemeriksaan melalui foto radiografi. Hal ini akan sangat membantu karena dapat
menolong kita dalam menentukan panjang kerja, maupun ada atau tidaknya kelainan yang terdapat
pada jaringan periapeks maupun jaringan di sekitar gigi tersebut.4,5
Selain itu, perlu diperhatikan prinsip perawatan edodontik yang menggunakan prinsip bedah umum,
yaitu: bekerja secara asepsis, membuang jaringan yang rusak (debridement), mengalirkan cairan
radang, merawat jaringan dengan menggunakan peralatan dan obat-obatan secara cermat dan hatihati.1

INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI PULPOTOMI MORTAL


Pulpotomi adalah pembuangan jaringan pulpa dari kamar pulpa, yang disertai pemberian medikamen
diatas orifisi yang akan menstimulasi perbaikan sisa jaringan pulpa vital di akar tersebut.6
Indikasi pulpotomi mortal ini adalah untuk gigi non-vital dengan beberapa faktor yang
memengaruhinya, yaitu riwayat sakit spontan, pembengkakan atau kemerahan pada mukosa, adanya
sinus, mobilitas gigi, lunak pada perkusi. Selain itu juga secara radiografis terlihat resopsi patologis
atau destruksi tulang periradikuler. Juga pada pulpa pada tempat yang terbuka tidak berdarah.4
Sementara, indikasi umum untuk perawatan pulpotomi adalah4:
1. Pasien kooperatif
2. Pasien dengan kelainan perdarahan (missal, hemophilia) di mana pencabutan akan memerlukan
pasien untuk tinggal di rumah sakit.
3. Pasien dengan pengalaman jelek pada pencabutan sebelumnya; pulpotomi lebih disukai dari pada
pencabutan untuk alasan-alasan psikologis, dan dapat dibenarkan bahkan jika tidak terdapat indikasi
untuk melakukan konservasi gigi.
Kemudian, indikasi untuk gigi yang dapat dilakukan pulpotomi adalah2,4:
1. Ketidaksanguppan menghentikan perdarahan yang terjadi pada sisa pulpa terpotong selama
melakukan pulpotomi formokresol sekali kunjungan.
2. Gigi geligi susu di mana semua molar lengkap, atau dimana pengaruh pencabutan sebelumnya
telah dikontrol baik oleh balancing extraction atau space maintainer.
3. Gigi geligi campuran dimana diketahui bahwa terdapat ruangan yang terbatas untuk erupsi gigi:
kaninus dan premolar tetap. Space maintainer sangat penting dalam kasus-kasus seperti ini, akan
tetapi mempertahankan gigi susu lebih disukai daripada pemakaian space maintainer buatan.
4. Gigi geligi campuran dimana diketahui terdapat kekurngan ruangan yang cukup banyak bagi
erupsinya gigi kaninus dan premolar teap.
Kontraindikasi umum untuk pulpotomi pada gigi sulung, yaitu:
1. Pasien dari keluarga yang mempunyai sikap yang kurang memperhatikan atau kurang baik
terhadap kesehatan gigi dan konservasi gigi geligi (kecuali sikap ini dapat diubah).
2. Pasien dengan kerja sama yang kurang baik bagi perawatan pulpa (kecuali hal ini dapat diperbaiki
melalui penatalaksaan tingkah laku).
3. Pasien dengan penyakit jantung kongenital atau riwayat demam rematik. Walaupun perawatan
pulpa dapat dilakukan dengan pemberian antibiotika, tidak dapat dipastikan bahwa infeksi akan hilang
selama perawatan.
4. Pasien dengan kesehatan umum yang buruk (missal, diabetes, penyakit ginjal kronik, leukemia);
pasien-pasien ini mempunyai daya tahan yang buruk terhadap infeksi dan kualitas penyembuhan
yang buruk.
Kontraindikasi untuk keadaan giginya adalah4:
1. Gigi geligi dimana pengaruh pencabutan sebelumnya belum dikontrol.
2. Gigi geligi campuran dimana diketahui terdapat sedikit kekurangan ruangan bagi erupsi gigi-gigi
kaninus dan premolar tetap.
3. Gigi dengan abses akut.
4. Gigi geligi dimana lebih dari dua atau tiga gigi mempunyai pulpa yang terbuka.
5. Gigi geligi dengan kerusakan mahkota yang besar dan menyeluruh sehingga restorasi setelah
perawatan selesai tidak mungkin dilakukan.
6. Gigi dengan karies menembus dasar kamar pulpa.
7. Gigi yang sudah mendekati waktu eksfoliasinya.
8. Gigi dengan resorpsi akar patologis yang telah lanjut.
TEKNIK/ PROSEDUR OPERATIF PULPOTOMI MORTAL1,4,5
Teknik pulpotomi mortal ini dilakukan dalam dua kali kunjungan.
Kunjungan Pertama
Pada kunjungan pertama, dilakukan pembuangan jaringan karies dan pembuatan preparasi akses.

Yang pertama perlu dilakukan ialah melakuakn isolasi terhadap gigi tersebut dengan menggunakan
rubber dam, maupun cotton roll.
Selanjutnya, dilakukan preparasi kavitas serta eksavasi karies yang dalam. Debris serta pulpa yang
telah nekrosis di bagian koronal , yaitu kamar pulpa juga dibuang dengan menggunakan hand
instruments disertai dengan irigasi yang banyak.
.Dapat digunakan sodium hypochlorite, yang juga berfungsi sebagai antimikrobial.
Instrumentasi kanal yang terbatas dapat dilakukan pada gigi anterior maupun posterior. Dengan
panduan yang akurat dari radiografi praoperatif, files ukuran kecil dapat dimasukkan dengan hati-hati
ke dalam kanal, dan menjaga supaya dapat lebih pendek 2-3mm dari ujung akar sesuai hasil
radiografi untuk meminimalisasi bahaya dari overinstrumentasi. Radiografi dapat digunakan untuk
memastikan panjang kerja.
Dinding kanal kemudian dikikir menggunakan file dengan lembut, gerakan yang kasar untuk
membuang debris yang melekat serta dibersihkan dengan irigasi. Harus diingat bahwa preparasi
dilakukan terbatas untuk debridement, kemudian bentuk kanal yang luas sesuai dengan pembuangan
dentin yang berlebih tidak diharuskan. Setelah mengeringkan kanal pulpa dengan paper point.
Selanjutnya adalah peletakkan bahan medikamen, yaitu dengan menggunakan cooton pellet yang
telah dibasahi dengan formokresol (uapnya saja yang digunakan) atau dengan beechwood creosote
yang kemudian diletakkan pada kamar pulpa, di atas pulpa bagian
Bahan medikamen tersebut dibiarkan sampai kunjungan berikutnya, yaitu sekitar 7-10 hari kemudian
atau 1-2 minggu bila menggunakan beechwood creosote, dengan tujuan untuk memperbaiki jaringan
pulpa yang masih tersisa dan membunuh mikroorganisme yang masih tersisa setelah preparasi
kanal.
Kunjungan Kedua
Tahap pertama adalah membuang tambalan sementara, dengan sebelumnya dilakukan terlebih
dahulu isolasi terhadap gigi tersebut. Selanjutnya keluarkan tambalan sementara dan cotton pellet
yang mengandung beechwood creosote.
Pada kunjungan kedua ini, setelah kapas yang mengandung formokresol atau beechwood creosote.
dibuang, selanjutnya letakkan pasta untuk menutupi pulpa di bagian akar. Setelah itu serap pasta
dengan kapaakar.s basah secara perlahan dalam tempatnya.
Akar dari gigi sulung secara fisik sedang dalam proses resorpsi seiring dengan akan erupsinya gigi
permanent, dan beberapa bahan pengisi yang akan diletakkan di kanal gigi tersebut haruslah dapat
diresorbsi dengan baik.
Zink oxide-eugenol yang slow-setting tersebut dibuat dengan mencampurkan bubuk zink oksida
dengan eugenol merupakan bahan yang sering dipilih. Konsistensi dari bahan tersebut dapat
disesuaikan untuk dapat diletakkan dengan baik dengan berbagai metode. Perlu diingat, pasta
tersebut diletakkan dengan oenekanan yang kuat ke dalam saluran akar dengan menggunakan kapas
pellet.
Setelah pemberian pasta zink oxide-eugenol selesai dilakukan, dilakukan restorasi gigi terhadap gigi
tersebut, yaitu pembuatan stainless steel crown, ataupun dengan tumpatan amalgam.
Setelah satu bulan dan bila tidak ada gejala klinik, gigi dites vitalitasnya. Untuk menimbulkan respons
aliran listrik dinaikkan sedikit. Apabila tidak ada reaksi maka berarti perawatan tidak berhasil baik dan
perlu dilakukan puklpektomi. Bila respons dalam batas-batas normal,kavitas ditutup dengan tumpatan
tetap. Pemeriksaan ulang vitalitas dan radiologic dilakukan secara periodik setiap 6 bulan selama 2
atau 3 tahun.
PENILAIAN KEBERHASILAN2
Setelah pulpotomi gigi sulung, nyeri memang jarang timbul. Hal ini bias mnyesatkan pandangan para
klinisi dengan menganggap bahwa perawatannya berhasil seratus persen. Demikian juga
mereka.yang tidak membuat pengecekan ulang dengan radiograf merasa bahwa perawatan pulpa
molar sulungnya jarang mengalami kegagalan.

Tindak lanjut 6 bulan setelah perawatan hendaknya meliputi pemeriksaan atas tanda dan gejala,
sedangkan radiograf periapeks dibuat pada masa antara 12-18 bulan pasca perawatan. Adanya
kegoyangan patologik, fistula, dan mungkin juga nyeri (biasanya terhadap perkusi), merupakan bukti
suatu kegagalan perawatan. Tanda kegagalan secara radiografik diwujudkan oleh terlihatnya
pembesaran daerah radiolusen, dan oleh adanya resorpsi akar interna atau eksterna. Kerusakan
tulang mungkin akan dijumpai di daerah furkasi dan tidak di apeks. Tanda keberhasilan secara
radiografik diwujudkan oleh terlihatnya perbaikan tulang serta tidak adanya tanda dan gejala.
Sedangkan gigi-gigi yang tidak menunjukkan pembesaran atau pengecilan daerah radiolusen harus
dianggap berhasil jika tidak disertai oleh tanda dan gejala, dengan catatan, perubahan radiolusensi
radiografiknya harus diperiksa dengan teliti.
PEMBAHASAN
Pulpotomi mortal adalah pemotongan jaringan pulpa pada bagian koronal yang telah mengalami
infeksi, maupun nekrosis pada gigi non vital.
Tindakan pulpotomi mortal ini dilakukan pada gigi sulung dikarenakan gigi sulung memiliki anatomi
dan morfologi yang berbeda dengan gigi permanen, serta fungsinya yang berbeda, yaitu sebagai
penyedia tempat gigi permanen setelahnya untuk tumbuh.
Gigi sulung ini, yang apabila sedang dalam masa resorpsi akar, dimana gigi permanennya juga dalam
masa erupsi, sehingga perlu untuk dipertahankan, karena gigi sulung tersebut berfungsi sebagai
pemberi tempat bagi gigi berikutnya yang akan tumbuh. Selain itu, juga dapat dilakukan pada gigi
yang dibutuhkan untuk menjaga oklusi antar gigi.
Tahap kerja pada pulpotomi mortal terdiri atas dua kali kunjungan. Pada kunjungan pertama dilakukan
preparasi akses serta eksavasi atau debridement terhadap seluruh jaringan karies serta debris yang
melekat pada kamar pulpa. Tahap selanjutnya adalah pemberian medikamen, seperti formokresol,
dengan cotton pellet, dan selanjutnya ditumpat dengan tumpatan sementara dalam waktu 7-10 hari
kemudian sampai kunjungan berikutnya.
Pada kunjungan kedua, dilakukan debridement kembali, restorasi sementara serta kapas yang
diletakkan di dasar kamar pulpa dibuang. Setelah itu diletakkan medikamen untuk mengisi kamar
pulpa, selanjutnya dibuat restorasi permanen, yang pada umumnya digunakan mahkota stainless
steel, maupun dengan tumpatan amalgam.
Selanjutnya yang perlu diperhatikan ialah pemeriksaan secara berkala untuk memeriksa keberhasilan
dari perawatan pulpotomi mortal tersebut.
Selain itu, juga perlu diingatkan pada pasien untuk menjaga kebersihan rongga mulutnya agar
perawatan pulpotomi tersebut dapat berhasil.
DAFTAR PUSTAKA
1. Akbar SSM. Perawatan endodontik konvensional dan proses penyembuhannya. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1989: 1-36.
2. Kennedy DB. Konservasi gigi anak: paediatric operative dentistry. Ed. 3. Alih bahasa. Sumawinata
N, Sumartono SH. Jakarta: EGC, 1993: 213-73.
3. Harty FJ. Endodontik klinis: endodontics in clinical practice. Ed. 3. Alih bahasa. Lilian Yuwono.
Jakarta: Hipokrates, 1992: 292-9.
4. Andlaw RJ. Perawatan gigi anak: a manual of paedodontics. Ed. 2. Alih bahasa. Lilian Yuwono.
Jakarta: Widya Medika, 1992: 107-16
5. Whithworth JM, Nunn JH. Paediatric endodontics. In: Paediatric dentistry. 2nd edn. Editor. Welbury
RR. New York: Oxford University Press, 2003: 175-6.
6. Tarigan R. Perawatan pulpa gigi (endodontik). Ed. 2. Jakarta: EGC, 2004: 101

http://kapanjadidrg.blogspot.com/2011/11/tugas-jurnal-pedo-2.html

Anda mungkin juga menyukai