Yang pertama perlu dilakukan ialah melakuakn isolasi terhadap gigi tersebut dengan menggunakan
rubber dam, maupun cotton roll.
Selanjutnya, dilakukan preparasi kavitas serta eksavasi karies yang dalam. Debris serta pulpa yang
telah nekrosis di bagian koronal , yaitu kamar pulpa juga dibuang dengan menggunakan hand
instruments disertai dengan irigasi yang banyak.
.Dapat digunakan sodium hypochlorite, yang juga berfungsi sebagai antimikrobial.
Instrumentasi kanal yang terbatas dapat dilakukan pada gigi anterior maupun posterior. Dengan
panduan yang akurat dari radiografi praoperatif, files ukuran kecil dapat dimasukkan dengan hati-hati
ke dalam kanal, dan menjaga supaya dapat lebih pendek 2-3mm dari ujung akar sesuai hasil
radiografi untuk meminimalisasi bahaya dari overinstrumentasi. Radiografi dapat digunakan untuk
memastikan panjang kerja.
Dinding kanal kemudian dikikir menggunakan file dengan lembut, gerakan yang kasar untuk
membuang debris yang melekat serta dibersihkan dengan irigasi. Harus diingat bahwa preparasi
dilakukan terbatas untuk debridement, kemudian bentuk kanal yang luas sesuai dengan pembuangan
dentin yang berlebih tidak diharuskan. Setelah mengeringkan kanal pulpa dengan paper point.
Selanjutnya adalah peletakkan bahan medikamen, yaitu dengan menggunakan cooton pellet yang
telah dibasahi dengan formokresol (uapnya saja yang digunakan) atau dengan beechwood creosote
yang kemudian diletakkan pada kamar pulpa, di atas pulpa bagian
Bahan medikamen tersebut dibiarkan sampai kunjungan berikutnya, yaitu sekitar 7-10 hari kemudian
atau 1-2 minggu bila menggunakan beechwood creosote, dengan tujuan untuk memperbaiki jaringan
pulpa yang masih tersisa dan membunuh mikroorganisme yang masih tersisa setelah preparasi
kanal.
Kunjungan Kedua
Tahap pertama adalah membuang tambalan sementara, dengan sebelumnya dilakukan terlebih
dahulu isolasi terhadap gigi tersebut. Selanjutnya keluarkan tambalan sementara dan cotton pellet
yang mengandung beechwood creosote.
Pada kunjungan kedua ini, setelah kapas yang mengandung formokresol atau beechwood creosote.
dibuang, selanjutnya letakkan pasta untuk menutupi pulpa di bagian akar. Setelah itu serap pasta
dengan kapaakar.s basah secara perlahan dalam tempatnya.
Akar dari gigi sulung secara fisik sedang dalam proses resorpsi seiring dengan akan erupsinya gigi
permanent, dan beberapa bahan pengisi yang akan diletakkan di kanal gigi tersebut haruslah dapat
diresorbsi dengan baik.
Zink oxide-eugenol yang slow-setting tersebut dibuat dengan mencampurkan bubuk zink oksida
dengan eugenol merupakan bahan yang sering dipilih. Konsistensi dari bahan tersebut dapat
disesuaikan untuk dapat diletakkan dengan baik dengan berbagai metode. Perlu diingat, pasta
tersebut diletakkan dengan oenekanan yang kuat ke dalam saluran akar dengan menggunakan kapas
pellet.
Setelah pemberian pasta zink oxide-eugenol selesai dilakukan, dilakukan restorasi gigi terhadap gigi
tersebut, yaitu pembuatan stainless steel crown, ataupun dengan tumpatan amalgam.
Setelah satu bulan dan bila tidak ada gejala klinik, gigi dites vitalitasnya. Untuk menimbulkan respons
aliran listrik dinaikkan sedikit. Apabila tidak ada reaksi maka berarti perawatan tidak berhasil baik dan
perlu dilakukan puklpektomi. Bila respons dalam batas-batas normal,kavitas ditutup dengan tumpatan
tetap. Pemeriksaan ulang vitalitas dan radiologic dilakukan secara periodik setiap 6 bulan selama 2
atau 3 tahun.
PENILAIAN KEBERHASILAN2
Setelah pulpotomi gigi sulung, nyeri memang jarang timbul. Hal ini bias mnyesatkan pandangan para
klinisi dengan menganggap bahwa perawatannya berhasil seratus persen. Demikian juga
mereka.yang tidak membuat pengecekan ulang dengan radiograf merasa bahwa perawatan pulpa
molar sulungnya jarang mengalami kegagalan.
Tindak lanjut 6 bulan setelah perawatan hendaknya meliputi pemeriksaan atas tanda dan gejala,
sedangkan radiograf periapeks dibuat pada masa antara 12-18 bulan pasca perawatan. Adanya
kegoyangan patologik, fistula, dan mungkin juga nyeri (biasanya terhadap perkusi), merupakan bukti
suatu kegagalan perawatan. Tanda kegagalan secara radiografik diwujudkan oleh terlihatnya
pembesaran daerah radiolusen, dan oleh adanya resorpsi akar interna atau eksterna. Kerusakan
tulang mungkin akan dijumpai di daerah furkasi dan tidak di apeks. Tanda keberhasilan secara
radiografik diwujudkan oleh terlihatnya perbaikan tulang serta tidak adanya tanda dan gejala.
Sedangkan gigi-gigi yang tidak menunjukkan pembesaran atau pengecilan daerah radiolusen harus
dianggap berhasil jika tidak disertai oleh tanda dan gejala, dengan catatan, perubahan radiolusensi
radiografiknya harus diperiksa dengan teliti.
PEMBAHASAN
Pulpotomi mortal adalah pemotongan jaringan pulpa pada bagian koronal yang telah mengalami
infeksi, maupun nekrosis pada gigi non vital.
Tindakan pulpotomi mortal ini dilakukan pada gigi sulung dikarenakan gigi sulung memiliki anatomi
dan morfologi yang berbeda dengan gigi permanen, serta fungsinya yang berbeda, yaitu sebagai
penyedia tempat gigi permanen setelahnya untuk tumbuh.
Gigi sulung ini, yang apabila sedang dalam masa resorpsi akar, dimana gigi permanennya juga dalam
masa erupsi, sehingga perlu untuk dipertahankan, karena gigi sulung tersebut berfungsi sebagai
pemberi tempat bagi gigi berikutnya yang akan tumbuh. Selain itu, juga dapat dilakukan pada gigi
yang dibutuhkan untuk menjaga oklusi antar gigi.
Tahap kerja pada pulpotomi mortal terdiri atas dua kali kunjungan. Pada kunjungan pertama dilakukan
preparasi akses serta eksavasi atau debridement terhadap seluruh jaringan karies serta debris yang
melekat pada kamar pulpa. Tahap selanjutnya adalah pemberian medikamen, seperti formokresol,
dengan cotton pellet, dan selanjutnya ditumpat dengan tumpatan sementara dalam waktu 7-10 hari
kemudian sampai kunjungan berikutnya.
Pada kunjungan kedua, dilakukan debridement kembali, restorasi sementara serta kapas yang
diletakkan di dasar kamar pulpa dibuang. Setelah itu diletakkan medikamen untuk mengisi kamar
pulpa, selanjutnya dibuat restorasi permanen, yang pada umumnya digunakan mahkota stainless
steel, maupun dengan tumpatan amalgam.
Selanjutnya yang perlu diperhatikan ialah pemeriksaan secara berkala untuk memeriksa keberhasilan
dari perawatan pulpotomi mortal tersebut.
Selain itu, juga perlu diingatkan pada pasien untuk menjaga kebersihan rongga mulutnya agar
perawatan pulpotomi tersebut dapat berhasil.
DAFTAR PUSTAKA
1. Akbar SSM. Perawatan endodontik konvensional dan proses penyembuhannya. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1989: 1-36.
2. Kennedy DB. Konservasi gigi anak: paediatric operative dentistry. Ed. 3. Alih bahasa. Sumawinata
N, Sumartono SH. Jakarta: EGC, 1993: 213-73.
3. Harty FJ. Endodontik klinis: endodontics in clinical practice. Ed. 3. Alih bahasa. Lilian Yuwono.
Jakarta: Hipokrates, 1992: 292-9.
4. Andlaw RJ. Perawatan gigi anak: a manual of paedodontics. Ed. 2. Alih bahasa. Lilian Yuwono.
Jakarta: Widya Medika, 1992: 107-16
5. Whithworth JM, Nunn JH. Paediatric endodontics. In: Paediatric dentistry. 2nd edn. Editor. Welbury
RR. New York: Oxford University Press, 2003: 175-6.
6. Tarigan R. Perawatan pulpa gigi (endodontik). Ed. 2. Jakarta: EGC, 2004: 101
http://kapanjadidrg.blogspot.com/2011/11/tugas-jurnal-pedo-2.html