SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1)
pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro
Disusun oleh :
GARTIRIA HUTAMI
NIM. C2C607065
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2011
PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama Penyusun
: Gartiria Hutami
: C2C607065
Fakultas/Jurusan
: Ekonomi/Akuntansi
Judul Skripsi
: PENGARUH
KONFLIK
AMBIGUITAS
KOMITMEN
PERAN
PERAN
DAN
TERHADAP
INDEPENDENSI
AUDITOR
Nama Penyusun
: Gartiria Hutami
: C2C607065
Fakultas/Jurusan
: Ekonomi/Akuntansi
Judul Skripsi
: PENGARUH
AMBIGUITAS
KOMITMEN
KONFLIK
PERAN
PERAN
INDEPENDENSI
DAN
TERHADAP
AUDITOR
Tim Penguji
( ............................................. )
( ............................................. )
Gartiria Hutami
NIM. C2C607065
ABSTRACT
This research aims to examine the influence of role conflict and role
ambiguity to the government internal auditors commitment to independence.
Research variables operationally elaborated in several dimensions. Variable
commitment to independence elaborated into three dimensions, namely a strong
belief in values, a willingness to exert considerable effort, and a strong personal
desire. Variable role conflict elaborated into three dimensions, namely inter-role
conflict, intra-sender role conflict, and personal role conflict. Variable role
ambiguity elaborated into six dimensions, namely guidelines, task, authority,
responsibilities, standards, and time.
The population of this research is the Semarang city Regional Inspectorate
officers, who participate in regular inspection as the internal auditor of the
government, with the number of 52 officers where all of them became the
respondents for this research. The data taken from questionnaires distributed to
all respondents. The data were analyzed using multiple regression analysis.
The results of this research show that (1) role conflict is significantly
negatively related to commitment to independence of Inspectorate officers and (2)
role ambiguity is significantly negatively related to commitment to independence
of Inspectorate officers.
Keywords: internal auditing, role conflict, role ambiguity, commitment to
independence.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh konflik peran dan
ambiguitas peran terhadap komitmen independensi auditor internal pemerintah
daerah. Secara operasional variabel penelitian dielaborasi dalam beberapa
dimensi. Variabel komitmen independensi dielaborasi kedalam tiga dimensi, yaitu
keyakinan kuat atas nilai-nilai, kemauan untuk berusaha keras seperti yang
diharapkan, dan keinginan individu yang kuat. Variabel konflik peran dielaborasi
kedalam tiga dimensi, yaitu inter-role conflict, intra-sender role conflict, serta
personal role conflict. Variabel ambiguitas peran dielaborasi kedalam enam
dimensi, yaitu garis-garis pedoman (guidelines), tugas (task), wewenang
(authorithy), tanggung jawab (responsibilities), standar-standar (standards), dan
waktu (time).
Populasi penelitian ini adalah aparat Inspektorat Kota Semarang, yang
turut melakukan pemeriksaan regular sebagai auditor internal pemerintahan, yang
berjumlah 52 orang di mana seluruh personil aparat Inspektorat dijadikan
responden penelitian. Data diambil dari kuesioner yang telah dibagikan kepada
seluruh responden. Data dianalisis menggunakan analisa regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) konflik peran berpengaruh
negatif signifikan terhadap komitmen independensi aparat Inspektorat dan (2)
ambiguitas peran berpengaruh negatif signifikan terhadap komitmen independensi
aparat Inspektorat.
Kata kunci: audit internal,
independensi.
konflik
peran,
ambiguitas
peran,
komitmen
KATA PENGANTAR
karyawan
Tata
Usaha
Fakultas
Ekonomi
Universitas
dukungannya baik secara materi dan non-materi, serta segala hal yang
tidak dapat dituliskan dengan kata-kata dan disebutkan satu per satu.
8. Kakak dan adikku tersayang, Mas Adi dan Dik Dayu, yang selalu
memberikan dukungan dan doa kepada penulis setiap saat.
9. Keluarga besar Febru Hartono dan Kamal Bei Widaserana yang telah
mendoakan dan mendukung penulis.
10. Teman-teman satu bimbingan (Vita, Adi, Ganesh, Ayu, Dwiki Rino)
yang telah berjuang bersama-sama.
11. Teman-teman Executive Board 2010/2011 AIESEC UNDIP: Erje,
Dimas, Ridwan, Ardian, Risti, dan Ade ayu. Terima kasih atas
persahabatan seumur hidup serta canda, tawa, dan perjuangan yang
telah kita lalui bersama. See you at the TOP in the future!
12. Teman-teman Executive Board 2009/2010 AIESEC UNDIP: mas
Khaleed, Mba Rima, Mba Eka, Mba Kiky, Andina, dan Sophia. Terima
kasih atas pembelajaran yang diberikan dan motivasi yang tidak pernah
putus walaupun sudah terpisah jarak.
13. Teman-teman KKN Desa Dukun: Boim, Nova, Dyah, Tezar, Rainer,
Lugas, Danny, Taufan, Tika, Yeni, dan Wildan. Terimakasih atas 1,5
bulan yang menyenangkan di lereng gunung Merapi, sungguh
pengabdian sosial yang tak terlupakan bersama kalian semua.
14. Teman-teman Tosite Corner: Bagus, Oyon, Lia, Ucup, Ulum, Mba
Anggit, Mba Dyan, Toyx, dan Mas Yoga. Semoga bisnis ini semakin
berkembang dan kita semua sejahtera dunia akhirat.
15. Fahma Ilmaya dan Afhita Dias sebagai teman sejati yang telah
membantu penulis dari memulai hingga menyelesaikan skripsi ini.
16. Sahabat-sahabat selama kuliah, Keluarga Sinyo: Wenty, Fani, Rizka,
Icha Pemalang, Mira, Enggar, Icha Madiun, Netty, Dewi, dan Dita yang
selalu memberikan doa, semangat, canda, dan tawa di tengah
kesibukan masing-masing.
17. Teman-teman seperjuangan selama kuliah di Akuntansi 2007 kelas A
Reguler II (rekan-rekan HABENK): vita, wulan, iwan, citra, ega, randy,
barkah, dewa, budi, ayu, koyui, siska, memey, etha, yani, tito, jati, aat,
manda, trias, ana, dan lain lain yang selama kurang lebih 4 tahun ini
telah berbagi suka dan duka selama kuliah dan menjadi teman gilagilaan di saat kebosanan melanda dan darah muda bergejolak.
18. Keluarga besar AIESEC UNDIP, para pemimpin muda masa depan,
terimakasih atas pelajaran hidup dan dukungan yang telah diberikan.
19. Teman-teman di Fakultas Ekonomi, seperti: lina, karin, fahma, adin,
nina, ganesh, adi, linda, hana, nimas, zia, nasim, ayu, imam, fadil, anto,
dan lain-lain. Terima kasih karena telah memberikan warna kehidupan
dan pembelajaran selama penulis menimba ilmu di Fakultas Ekonomi.
20. Bapak Drs. Cahyo Bintarum, M.Si selaku Inspektur dan Bapak M.
Zaenudin, SH, M.Si selaku Kepala Sub-Bagian Perencanaan Inspektorat
Kota Semarang yang telah memberikan ijin dan meluangkan waktu
untuk membantu penulis melakukan penelitian.
21. Seluruh Aparat Inspektorat Kota Semarang selaku responden penelitian.
Terima kasih atas waktu dan kesediannya untuk mengisi kuesioner
penelitian.
22. Semua pihak yang telah membantu dan berkontribusi baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
kepada para pembaca dan dapat memberikan sumbangsih akademis bagi
Universitas Diponegoro.
Gartiria Hutami
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................
ii
ABSTRAK .......................................................................................................... vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI
................................................................................................... xi
BAB II
PENDAHULUAN ..............................................................................
PENUTUP ....................................................................................... 65
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 65
5.2 Implikasi ...................................................................................... 65
5.2.1 Implikasi Praktis ................................................................ 65
5.2.2 Implikasi Teoritis ............................................................... 66
5.2 Keterbatasan dan Saran ............................................................... 66
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 21
Tabel 3.1 Variabel Penelitian .............................................................................. 34
Tabel 4.1 Rincian Pendistribusian dan Penerimaan Kuesioner .......................... 46
Tabel 4.2 Profil Responden ................................................................................. 47
Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian............................................... 49
Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas............................................................................... 51
Tabel 4.5 Hasil Uji Reliabilitas ........................................................................... 52
Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Data ................................................................... 54
Tabel 4.7 Hasil Uji Multikolinieritas .................................................................. 55
Tabel 4.8 Hasil Uji Glejser ................................................................................. 56
Tabel 4.9 Hasil Analisis Regresi Berganda ........................................................ 57
Tabel 4.10 Hasil Uji Koefisien Determinasi ......................................................... 58
Tabel 4.11 Hasil Uji Statistik F ............................................................................. 59
Tabel 4.12 Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis ................................................. 60
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran .......................................................................... 30
Gambar 4.1 Uji Normalitas Data .......................................................................... 53
Gambar 4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas ............................................................ 56
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A Kuesioner Penelitian ................................................................. 72
LAMPIRAN B Statistik Deskriptif .................................................................... 80
LAMPIRAN C Uji Validitas .............................................................................. 81
LAMPIRAN D Uji Reliabilitas .......................................................................... 86
LAMPIRAN E
LAMPIRAN F
LAMPIRAN J
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
yang sangat penting dan mendalam demi tercapainya tujuan organisasi. Sorotan
masyarakat terhadap profesi auditor sangatlah besar sebagai dampak beberapa
skandal perusahaan besar dunia seperti Enron dan WorldCom (Verrechia, 2003).
Sorotan tajam diarahkan pada perilaku auditor dalam berhadapan dengan klien
yang dipersepsikan gagal dalam menjalankan perannya sebagai auditor
independen.
Independensi adalah cara pandang yang tidak memihak di dalam
pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit
perusahaan (Arens et al., 1996). Dalam buku Standar Profesional Akuntan Publik
(2001) seksi 220 PSA No 04 Alinea 02 disebutkan bahwa auditor harus bersikap
independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan
pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal berpraktik sebagai
auditor intern). Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada
kepentingan siapapun, sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis seorang
auditor, jika ia kehilangan sikap tidak memihak, maka ia tidak dapat
mempertahankan kebebasan pendapatnya.
Dalam lingkup Pemerintahan Daerah, independensi auditor internal sangat
dibutuhkan untuk menjalankan fungsi pengawasan serta fungsi evaluasi terhadap
pemeriksaan berbicara dalam bahasa dan menggunakan istilah yang asing bagi
pemahaman auditor internal.
Ambiguitas peran mengurangi tingkat kepastian apakah informasi yang
diperoleh dalam pemeriksaan telah objektif dan relevan. Ambiguitas peran dapat
menyebabkan auditor internal mengalami tekanan (Schuller et al. dalam
Koustelios, 2004) dan penurunan kepuasan kerja (Jackson dan Schuller, Perreault,
Beehr et al. dalam Koustelios, 2004). Maka dapat disimpulkan bahwa, ambiguitas
peran juga dapat mengurangi kemampuan auditor internal untuk tetap bersikap
independen (Ahmad dan Taylor, 2009).
Kedua, peran auditor internal mengandung konflik (Ahmad dan Taylor,
2009). Menurut Mohr dan Puck (2003) konflik peran merupakan suatu pikiran,
pengalaman, atau persepsi dari pemegang peran (role incumbent) yang
diakibatkan oleh terjadinya dua atau lebih harapan peran (role expectation) secara
bersamaan, sehingga timbul kesulitan untuk melakukan kedua peran tersebut
dengan baik dalam waktu yang bersamaan.
Konflik peran dalam lingkungan auditor internal dapat berasal dari
pertentangan yang berasal dari peran dalam melakukan audit dan peran dalam
memberikan jasa konsultasi. Dalam peran audit, auditor internal harus menjaga
independensi dengan tidak mendasarkan pertimbangan auditnya pada objek
pemeriksaan. Namun dalam peran konsultasi, auditor internal harus bekerja sama
dan membantu objek pemeriksaan (Ahmad dan Taylor, 2009).
Konflik peran yang dijumpai oleh auditor internal berhubungan dengan
kedudukan auditor internal itu sendiri dalam organisasi profesinya. Dengan
organisasi.
Instrumen
pengukuran
komitmen
organisasi
yang
dikembangkan oleh Porter et al. (1974, dalam Ahmad dan Taylor, 2009)
merupakan basis untuk pengembangan ukuran konsep komitmen independensi.
Sedangkan fokus penelitian sekarang adalah menguji kembali variabelvariabel tersebut dengan menggunakan instrumen pengukuran komitmen
independensi yang sama, namun dalam lingkup kerja yang berbeda, yaitu auditor
internal
Pemerintah
Daerah.
Tujuan
dari
penelitian
ini
adalah
untuk
1.2
Rumusan Masalah
Banyaknya skandal akuntansi, seperti dalam kasus Enron, WorldCom, dan
lain-lain, disebabkan karena auditor internal hanya bertindak secara pasif dan
berorientasi pada audit kepatuhan sehingga kurang mempertimbangkan sistem
pengendalian internal perusahaan. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu peran yang
memungkinkan auditor dapat bertindak sebagai konsultan bisnis yang berfungsi
sebagai pemberi deteksi dini dalam mengidentifikasi risiko usaha dan berorientasi
pada kinerja perusahaan secara keseluruhan (Sardjono, 2007). Peran tersebut
dilakukan oleh suatu fungsi auditor internal yang membantu pihak manajemen
untuk memastikan bahwa sistem pengendalian internal perusahaan telah
dikembangkan dengan tepat dan seluruh operasi perusahaan telah dilakukan
secara efektif, efisien, dan ekonomis (Haron et al., 2004).
Akan tetapi, kedudukan mendasar dari peran auditor internal cenderung
menimbulkan suatu tantangan bagi mereka dalam menjaga komitmen untuk
bersikap independen (Ahmad dan Taylor, 2009). Pertama, peran auditor internal
mengandung konflik. Konflik peran dapat berasal dari pertentangan yang berasal
dari peran mereka ketika melakukan jasa audit dan jasa konsultasi manajemen
yang keduanya mengandung perbedaan antara peraturan yang berasal dari profesi
auditor internal dan harapan dari manajemen perusahaan. Konflik peran juga
aparat
mengindikasikan
pemerintahan
rendahnya
di
Indonesia
komitmen
secara
independensi
tidak
langsung
auditor
internal
menemukan bukti empiris tentang pengaruh dari konflik peran dan ambiguitas
peran terhadap komitmen independensi auditor internal Pemerintah Daerah
dengan melakukan studi empiris pada Inspektorat Kota Semarang. Inspektorat
Kota Semarang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijadikan sebagai
percontohan di antara Inspektorat Pemerintah Daerah lainnya terkait pengawasan
dan peningkatan kualitas pelayanan publik pemerintahan, hal ini dibuktikan
dengan berbagai undangan yang diterima Inspektorat Kota Semarang untuk
memberikan paparan pada Rapat Evaluasi Supervisi Peningkatan Pelayanan
Publik dan Seminar Anti Korupsi yang diselenggarakan di Sulawesi Utara, DKI
Jakarta, Sulawesi Selatan, serta Kalimantan Timur (Cahyo Bintarum 2011,
komunikasi personal, 8 September). Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian
ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah konflik peran berpengaruh terhadap komitmen independensi
aparat Inspektorat?
2. Apakah
ambiguitas
peran
berpengaruh
terhadap
komitmen
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh
ambiguitas peran beserta dimensinya terhadap komitmen independensi
aparat Inspektorat.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi
mahasiswa atau pembaca lain yang berminat untuk membahas
masalah yang sama dan juga untuk menambah pengetahuan bagi
yang membacanya.
1.4.2
Diharapkan
Pemerintah
Kota
Semarang dapat
1.5
Sistematika Penulisan
Penelitian ini dibagi menjadi 5 bagian dengan sistematika penulisan
sebagai berikut:
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
dan saran-saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
dokter, mahasiswa, orang tua, wanita, dan lain sebagainya, diharapkan agar
seseorang tadi berperilaku sesuai dengan peran tersebut. Mengapa seseorang
mengobati orang lain, karena dia adalah seorang dokter. Jadi karena statusnya
adalah dokter maka dia harus mengobati pasien yang datang kepadanya dan
perilaku tersebut ditentukan oleh peran sosialnya.
Kemudian, sosiolog yang bernama Elder (1975) dalam Mustofa (2006)
membantu memperluas penggunaan teori peran dengan menggunakan pendekatan
yang dinamakan life-course yang artinya bahwa setiap masyarakat mempunyai
harapan kepada setiap anggotanya untuk mempunyai perilaku tertentu sesuai
dengan kategori-kategori usia yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
Contohnya, sebagian besar warga Amerika Serikat akan menjadi murid sekolah
ketika berusia empat atau lima tahun, menjadi peserta pemilu pada usia delapan
belas tahun, bekerja pada usia tujuh belas tahun, mempunyai istri/suami pada usia
dua puluh tujuh, pensiun pada usia enam puluh tahun. Di Indonesia berbeda, usia
sekolah dimulai sejak usia tujuh tahun, punya pasangan hidup sudah bisa sejak
usia tujuh belas tahun, dan pensiun pada usia lima puluh lima tahun. Urutan tadi
dinamakan tahapan usia (age grading). Dalam masyarakat kontemporer
kehidupan manusia dibagi ke dalam masa kanak-kanak, masa remaja, masa
dewasa, dan masa tua, di mana setiap masa mempunyai bermacam-macam
pembagian lagi.
Selain itu, Kahn et al. (dalam Ahmad dan Taylor, 2009) juga mengenalkan
teori peran pada literatur perilaku organisasi. Mereka menyatakan bahwa sebuah
lingkungan organisasi dapat mempengaruhi harapan setiap individu mengenai
tekanan atau lebih yang terjadi secara bersamaan yang ditujukan pada diri
individu tersebut. Konflik pada setiap individu disebabkan karena individu
tersebut harus menyandang dua peran yang berbeda dalam waktu yang sama.
Teori peran juga menyatakan bahwa ketika perilaku yang diharapkan oleh
individu tidak konsisten, maka mereka dapat mengalami stress, depresi, merasa
tidak puas, dan kinerja mereka akan kurang efektif daripada jika pada harapan
tersebut tidak mengandung konflik. Jadi, dapat dikatakan bahwa konflik peran
dapat memberikan pengaruh negatif terhadap cara berpikir seseorang. Dengan
kata lain, konflik peran dapat menurunkan tingkat komitmen independensi
seseorang (Ahmad dan Taylor, 2009).
Adapun ambiguitas peran merupakan sebuah konsep yang menjelaskan
ketersediaan informasi yang berkaitan dengan peran. Pemegang peran harus
mengetahui apakah harapan tersebut benar dan sesuai dengan aktivitas dan
tanggung jawab dari posisi mereka. Selain itu, individu juga harus memahami
apakah aktivitas tersebut telah dapat memenuhi tanggung jawab dari suatu posisi
dan bagaimana aktivitas tersebut dilakukan (Ahmad dan Taylor, 2009).
Sama halnya dengan konflik peran Kahn et al. (dalam Ahmad dan Taylor,
2009) mengemukakan bahwa ambiguitas peran juga dapat meningkatkan
kemungkinan seseorang menjadi merasa tidak puas dengan perannya, mengalami
kecemasan, memutarbalikkan fakta, dan kinerjanya menurun. Selain itu, Kahn et
al. (dalam Ahmad dan Taylor, 2009) juga menjelaskan bahwa ambiguitas peran
dapat meningkat ketika kompleksitas organisasi melebihi rentang pemahaman
seseorang. Oleh sebab itu, aparat Inspektorat yang menghadapi ambiguitas peran
umum ini tidak jauh berbeda dengan makna independensi yang dipergunakan
secara khusus dalam literatur pengauditan.
Arens, et al. (2000) mendefinisikan independensi dalam pengauditan
sebagai "Penggunaan cara pandang yang tidak bias dalam pelaksanaan pengujian
audit, evaluasi hasil pengujian tersebut, dan pelaporan hasil temuan audit".
Sedangkan Mulyadi (1992) mendefinisikan independensi sebagai "keadaan bebas
dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang
lain" dan akuntan publik yang independen haruslah akuntan publik yang tidak
terpengaruh dan tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar
diri akuntan dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam
pemeriksaan.
Standar Profesi Audit Internal (2004) juga menyatakan bahwa auditor
internal harus mempunyai objektivitas yang tinggi. Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (1998) mengartikan obyektivitas sebagai bebasnya seseorang
dari pengaruh pandangan subyektif pihak-pihak lain yang berkepentingan
sehingga dapat mengemukakan pendapat apa adanya. Auditor internal harus
memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak, dan menghindari
kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan. Objektivitas mensyaratkan
bahwa auditor internal tidak menundukkan penilaian mereka dalam masalahmasalah audit terhadap pihak-pihak lain. Dengan demikian, independensi dapat
menghindarkan hubungan yang mungkin mengganggu obyektivitas auditor.
Independensi
pada
Inspektorat
Kota
Semarang
berbeda
dengan
independensi yang dimiliki oleh BPK dan Akuntan Publik dikarenakan secara
organisasi, BPK dan Akuntan Publik berada di luar Pemerintah Kota Semarang.
Inspektorat bertindak sebagai auditor internal Pemerintah Daerah, sebagaimana
diatur dalam Peraturan Daerah Kota Semarang No 13 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Badan Pelayanan
Perijinan Terpadu Kota Semarang, disebutkan bahwa Inspektorat adalah
merupakan unsur pengawas penyelenggaraan pemerintah daerah yang dipimpin
oleh seorang Inspektur yang bertanggung jawab langsung kepada Walikota dan
secara teknis administratif mendapat pembinaan dari Sekretaris Daerah. Hasil
pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat Inspektorat dilaporkan langsung kepada
Walikota untuk kemudian dilakukan tindakan lebih lanjut atas hasil laporan
tersebut. Berdasarkan Undang-Undang No 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan, disebutkan juga bahwa hasil pemeriksaan Inspektorat harus
dilaporkan ke BPK serta, di lain pihak, hasil pemeriksaan BPK terhadap
Pemerintahan Daerah wajib ditindaklanjuti oleh Inspektorat terkait.
Meskipun di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang
Organisasi Perangkat Daerah dinyatakan bahwa kepala inspektorat secara teknis
administratif mendapat pembinaan dari sekretaris daerah, namun kepala
inspektorat tetap bertanggung jawab secara langsung dan melaporkan hasil
pengawasannya kepada kepala pemerintah daerah (gubernur, bupati, atau
walikota).
Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara, 2007).
Tim Penyusun Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor
Publik Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (2007) membagi independensi fungsi
pengawasan inspektorat menjadi tiga kategori, yaitu:
1) Independensi program kerja pengawasan
Bebas dari pihak-pihak yang dapat mempengaruhinya dalam penyusunan
program kerja pengawasan dan prosedur audit.
2) Independensi pengujian audit:
Bebas dari berbagai usaha yang dapat melanggar dari judgmentnya sebagai
auditor profesional.
Mautz (1974) dalam Supriyono (1988) mengutip pendapat Carman
yang objektif dan tidak memihak terhadap semua hal yang terkait dalam
pelaksanaan dan pelaporan hasil pemeriksaan, sehingga menurut William dan
Walter (2002) publik dapat mempercayai fungsi audit karena auditor bersikap
tidak memihak yang berarti mengakui adanya kewajiban untuk bersikap adil.
2.2
Penelitian Terdahulu
Koo dan Sim (1999) melakukan penelitian mengenai konflik peran yang
dialami oleh auditor di Korea. Dari basis teoritis, konflik peran disebabkan oleh
perbedaan yang terjadi akibat adanya ketidakkonsistenan dalam peran yang
dilakukan oleh auditor. Free engagement system merupakan salah satu jenis
sistem pasar bebas audit yang mengakibatkan timbulnya perjanjian antara auditor
dan klien dan perbedaan harapan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa auditor di
Korea menghadapi konflik peran yang substansial. Konflik tersebut terjadi akibat
auditor mencoba untuk menjaga norma-norma profesional mereka, dan pada saat
yang sama mereka harus mempertimbangkan harapan atau keinginan dari klien.
Penyebab utama konflik peran adalah ketidakkonsistenan struktural dari peran
tersebut, free engagement system, dan perbedaan harapan. Dampak negatif yang
timbul adalah adanya ketidakpuasan kerja dan ketidakmampuan auditor untuk
menjalankan peran sosialnya dengan baik.
Lubis (2004) di Medan melakukan penelitian tentang persepsi auditor dan
user tentang independensi akuntan sebagai perilaku profesional dan pengaruhnya
terhadap opini audit, dengan hasil penelitian sebagai berikut:
1.
Tidak terdapat perbedaan persepsi secara signifikan antara akuntan publik dan
akuntan BPK mengenai independensi akuntan.
2.
3.
Tapi
Sari
(2004)
Anda
Lubis
Ahmad
dan
Taylor (2009)
Siregar (2009)
Judul
Penelitian
On The
Conflict
Auditors
Korea
Role
of
in
Variabel
Penelitian
Penyebab
dampak
konflik
auditor
dan
dari
peran
Persepsi Auditor
dan
User
Tentang
Independensi
Akuntan
Sebagai
Perilaku
Profesional dan
Pengaruhnya
terhadap Opini
Audit
Commitment to
Independence
by
Internal
Auditors: The
Effect of Role
Ambiguity and
Role Conflict
Dependen: Opini
Audit
Pengaruh
Gangguan
Pribadi, Ekstern,
dan Organisasi
terhadap
Independensi
Pemeriksa
(Studi Empiris
Dependen:
Independensi
Pemeriksa
Independen:
Independensi
Akuntan
Moderating:
Persepsi Akuntan
Publik, BPK, dan
User.
Dependen:
Komitmen
Independensi
Independen:
Ambiguitas Peran
dan Konflik Peran
Independen:
Gangguan
Pribadi,
Gangguan
Hasil Penelitian
Auditor di Korea mengalami konflik peran
secara signifikan. Penyebab utama konflik
peran adalah ketidakkonsistenan struktural
dari peran tersebut, free engagement
system, dan perbedaan harapan. Dampak
negatif yang timbul adalah adanya
ketidakpuasan kerja dan ketidakmampuan
auditor untuk menjalankan peran sosialnya
dengan baik.
Tidak terdapat perbedaan persepsi secara
signifikan antara akuntan publik dan
akuntan BPK mengenai independensi
akuntan. Terdapat perbedaan persepsi
secara signifikan antara akuntan publik
dengan pemakai jasa akuntan publik
mengenai
independensi
akuntan.
Independensi akuntan sebagai perilaku
profesional berpengaruh terhadap opini
audit yang diberikan oleh akuntan tersebut.
Ambiguitas peran dan konflik peran
berpengaruh negatif signifikan terhadap
komitmen independensi auditor internal.
Dimensi yang berpengaruh paling besar
terhadap komitmen independensi adalah
konflik antara nilai personal auditor
dengan persyaratan dan ekspektasi
manajemen dan profesi audit internal
(dimensi konflik peran) serta wewenang
dan tekanan waktu yang dialami auditor
internal (dimensi ambiguitas peran).
gangguan pribadi, gangguan ekstern, dan
gangguan organisasi secara simultan
berpengaruh
signifikan
terhadap
independensi pemeriksa. Secara parsial
gangguan pribadi, gangguan ekstern, dan
gangguan organisasi juga berpengaruh
signifikan
terhadap
independensi
pemeriksa dan yang memiliki pengaruh
pada Inspektorat
Kabupaten Deli
Serdang)
Ekstern,
Gangguan
Organisasi
dan
2.3
2.3.1
peran
terjadi
saat
munculnya
peran-peran
yang
saling
bertentangan yang harus dilakukan oleh individu sebagai anggota dalam sebuah
organisasi (Koo dan Sim, 1998). Hal itu mengakibatkan individu yang mengalami
konflik peran tidak dapat membuat keputusan yang tepat mengenai bagaimana
peran-peran tersebut akan dilakukan dengan baik.
Pada umumnya, konflik peran dipandang sebagai suatu peristiwa
multidimensional yang terbagi atas tiga jenis konflik (Mohr dan Puck, 2003).
Ketiga jenis konflik tersebut adalah: inter-role conflict, intra-role conflict, dan
person-role conflict.
Pertama, individu akan mengalami inter-role conflict ketika harapan
pengirim peran tidak sesuai dengan peran yang dilakukan oleh individu, misalnya:
harapan seorang pegawai kantoran ketika bekerja lembur akan bertentangan
dengan harapan dari keluarga pegawai tersebut.
Kedua, intra-role conflict terjadi apabila elemen-elemen yang berbeda
dalam satu peran individu bertentangan dengan yang lain. Kahn et al. serta
Pandey dan Kumar (dalam Mohr dan Puck, 2003) membagi lagi konflik ini
menjadi dua tipe, yaitu: intra-sender role conflict dan inter-sender role conflict.
Intra-sender role conflict timbul saat satu pengirim peran mempunyai harapan
yang tidak sesuai dengan harapan pemegang peran. Contoh dari konflik ini adalah
ketika seorang supervisor menyuruh seorang bawahan untuk memberikan suatu
informasi yang spesifik tetapi di lain pihak terdapat larangan untuk menggunakan
suatu alat yang memungkinkan bawahan tersebut dapat mengakses informasi yang
diinginkan tersebut (Kahn et al. dalam Mohr dan Puck, 2003). Tipe kedua dari
intra-role conflict, yaitu inter-sender role conflict, adalah konflik yang timbul
ketika harapan dari dua pengirim peran yang berbeda berbenturan dengan harapan
pemegang peran. Contoh dari konflik ini adalah ketika manajer diharuskan untuk
mengikuti suatu instruksi dari, dan melaporkannya kepada, dua atau lebih manajer
yang mempunyai kegiatan yang berbeda.
Ketiga, individu dapat mengalami person-role conflict apabila harapan
yang berkaitan dengan seorang pemegang peran tidak sesuai dengan kebutuhan,
Konflik peran yang dialami oleh auditor dapat merusak independensi dan
kemampuan auditor untuk melakukan audit yang wajar (Koo dan Sim, 1999).
Apabila auditor mencoba untuk tetap mempertahankan sikap etis profesional
mereka, maka akan membahayakan posisi auditor internal tersebut, sehingga
auditor menjadi rentan terhadap tekanan dari manajemen dan mengakibatkan
menurunnya komitmen independensi (Koo dan Sim, 1999).
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1: Konflik peran berpengaruh negatif terhadap komitmen independensi
aparat Inspektorat.
2.3.2
penerima mandat. Dapat disimpulkan bahwa ambiguitas peran dapat timbul pada
lingkungan kerja saat seseorang kurang mendapat informasi yang cukup mengenai
kinerja yang efektif dari sebuah peran.
Ahmad dan Taylor (2009) mengembangkan enam dimensi dari ambiguitas
peran auditor internal sebagai berikut:
1) Pedoman (Guidelines)
Berdasarkan ISPPIA (dalam Ahmad dan Taylor, 2009) salah satu tugas
penting auditor internal adalah memberikan bantuan dalam menemukan
kecurangan melalui pemeriksaan kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian
internal untuk menentukan tingkat pemeriksaan atau risiko pada berbagai segmen
kegiatan operasional organisasi. Untuk memenuhi tanggung jawab tersebut,
auditor internal sebaiknya menentukan apakah kebijakan yang ada telah ditulis
dengan jelas dan terdapat pedoman dan kebijakan yang jelas mengenai sistem
operasi dan pengujian. Selain itu, kebijakan otorisasi setiap transaksi juga harus
dikembangkan dan dijaga. Di sisi lain, sangat penting juga untuk menciptakan
kejelasan kebijakan tertulis yang menggambarkan aktivitas dan tindakan yang
dilarang ketika terjadi penyimpangan.
2) Tugas (Tasks)
Tugas auditor internal meliputi penilaian sistem pengendalian internal,
mendeteksi kecurangan, serta melaporkan pelanggaran (ISPPIA dalam Ahmad
dan Taylor, 2009). Untuk melakukan tugas tersebut, auditor internal harus
mengetahui dengan jelas mengenai apa yang harus dinilai dan tindakan apa yang
dibutuhkan ketika ditemukan ketidakberesan, kelemahan, dan pelanggaran.
3) Wewenang (Authority)
Tugas auditor internal secara jelas mewajibkan mereka untuk bersikap
independen. Elemen penting yang harus ada agar tercapainya independensi adalah
auditor internal harus memiliki tingkat wewenang yang tepat serta memiliki
keyakinan akan wewenang mereka. Tanpa adanya keyakinan dan atau tidak
adanya kejelasan atas tingkat wewenang yang mereka miliki, auditor internal akan
dapat dipengaruhi oleh tekanan manajemen (Van Peursem dalam Ahmad dan
Taylor, 2009). Oleh sebab itu, dimensi wewenang memastikan bahwa auditor
internal memahami dengan benar mengenai wewenang mereka untuk memeriksa
dan mengulas laporan dari berbagai tingkat manajer dalam perusahaan yang
bertanggung jawab atas otorisasi pembiayaan, memeriksa transaksi yang disetujui
pada tingkat eksekutif, dan menilai aktivitas dewan direksi (Sawyer dan
Dittenhofer dalam Ahmad dan Taylor, 2009).
4) Tanggung Jawab (Responsibilities)
Auditor internal harus memahami dengan jelas mengenai tanggung jawab
mereka. Tanggung jawab auditor internal meliputi penilaian sistem pengendalian
internal dan pendeteksian akan adanya kecurangan (ISPPIA dalam Ahmad dan
Taylor, 2009).
5) Standar (Standards)
Tujuan dari disusunnya standar adalah untuk menggambarkan prinsipprinsip dasar yang menunjukkan praktik auditor internal dan untuk menetapkan
dasar bagi evaluasi kinerja audit internal (ISPPIA dalam Ahmad dan Taylor,
2009). Oleh karena standar bertindak sebagai referensi dalam pelaksanaan tugas
auditor internal, maka sangat penting untuk menyusun standar sejelas mungkin
sehingga tidak menimbulkan berbagai interpretasi.
6) Waktu (Time)
Batasan waktu merupakan faktor mendasar dalam lingkungan audit,
termasuk audit internal. Peran auditor internal akan mengakibatkan mereka
menghadapi adanya pembatasan waktu baik berasal dari tekanan akibat anggaran
waktu atau tekanan tenggat waktu tugas. Azad (1994) membuktikan bahwa
ketidakpastian pengalokasian waktu dapat memberikan pengaruh buruk bagi
pekerjaan auditor internal.
Oleh karena itu, adanya ambiguitas peran dalam seluruh aspek diatas dapat
mempengaruhi sikap dan persepsi aparat Inspektorat. Dalam penelitian Schuller et
al., Beehr et al., dan Babin (dalam Koustelios, 2004), ditemukan bahwa
ambiguitas peran mengakibatkan kepuasan kerja yang rendah, absenteeism, low
involvement, dan tekanan kerja. Ambiguitas peran dapat menyebabkan aparat
Inspektorat rentan terhadap ketidakpuasan kerja hingga kejenuhan sehingga
mengakibatkan turunnya komitmen independensi aparat Inspektorat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2: Ambiguitas peran berpengaruh negatif terhadap komitmen independensi
aparat Inspektorat.
Berdasarkan uraian pengembangan hipotesis di atas, kerangka pemikiran
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Konflik Peran
(-)
Komitmen
Independensi
Aparat Inspektorat
(-)
Ambiguitas Peran
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
3.1.1
Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan suatu atribut atau sifat yang mempunyai
variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 1999). Penelitian ini menggunakan dua macam
variabel penelitian.
1. Variabel Terikat
Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah
komitmen independensi aparat Inspektorat.
2. Variabel Bebas
Variabel bebas (independent variable) dari penelitian ini adalah
ambiguitas peran (role ambiguity) dan konflik peran (role conflict).
3.1.2
Definisi Operasional
Untuk mempermudah pemahaman dan memperjelas apa yang dimaksud
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
diperoleh
dari
ukuran
Konflik Peran
Ambiguitas Peran
3.2
Pengukuran
3 dimensi.
3 item pernyataan dikodekan terbalik.
Skala likert 7 poin (1=rendah, 7=tinggi)
3 dimensi.
Skala likert 7 poin (1=rendah, 7=tinggi)
6 dimensi.
Semua pernyataan dikodekan terbalik.
Skala likert 7 poin (1=tinggi, 7=rendah)
3.3.1
Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer
merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber asli yang berkaitan dengan
variabel yang menjadi tujuan penelitian (Sekaran, 2003). Data primer ini meliputi
identitas responden dan juga informasi-informasi atau jawaban-jawaban yang
telah diberikan terhadap kuesioner yang telah disebarkan.
3.3.2
Sumber Data
Sumber data berasal dari skor total yang diperoleh dari pengisian
3.4
3.5
Metode Analisis
Sebelum memasuki tahap analisis data, kuesioner yang telah kembali akan
disortir kembali terlebih dahulu. Hanya kuesioner yang diisi oleh responden yang
tepat serta semua item dalam kuesioner telah terisi dengan lengkap yang akan
diproses ke tahap analisis. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan software SPSS 17.
dari penggunaan instrumen penelitian dapat dievaluasi melalui uji reliabilitas dan
validitas. Uji reliabilitas dan uji validitas tersebut digunakan untuk mengetahui
konsistensi dan akurasi data yang dikumpulkan dari penggunaan instrumen. Data
yang tidak valid dan tidak reliabel harus dibuang dan tidak dimasukkan dalam
proses analisis data selanjutnya. Sementara data yang telah dinyatakan reliabel
dan valid dapat digunakan untuk proses analisis data selanjutnya.
3.5.2.1 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur kehandalan suatu kuesioner.
Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban responden terhadap
pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Suatu alat ukur
dikatakan reliabel jika nilai Cronbach Alpha > 0,60 untuk masing-masing variabel
(Nunnally dalam Ghozali, 2006).
3.5.2.1 Uji Validitas
Uji validitas dimaksudkan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu
kuesioner. Pengujian ini dilakukan dengan analisis uji faktor yang bertujuan untuk
memastikan bahwa masing-masing pertanyaan akan terklasifikasi pada variabelvariabel yang telah ditentukan. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pernyataan
pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner
tersebut (Ghozali, 2006). Uji validitas dilakukan dengan cara mengkorelasikan
antara skor masing-masing item dan skor totalnya. Jenis korelasi yang digunakan
di sini adalah korelasi Pearson antara skor setiap pernyataan dengan skor total
item. Apabila tingkat signifikansinya kurang dari 0,05 maka tidak valid.
Pertanyaan yang tidak valid harus dikeluarkan dari kuesioner dan kemudian
dihitung lagi.
3.5.3
pengembalian
tidak
seperti
yang
diharapkan.
Hal
ini
menyebabkan
yang
baik
adalah
yang
homoskedastisitas
atau
tidak
terjadi
X2 = ambiguitas peran
= error of estimation
3.5.6 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis untuk penelitian ini menggunakan analisis regresi
dengan menggunakan Software SPSS Statistics versi 17 di mana metode yang
dipilih adalah metode analisis regresi. Untuk mengetahui apakah suatu persamaan
regresi yang dihasilkan baik untuk mengestimasi nilai variabel dependen atau
tidak, dilakukan dengan melakukan Uji Koefisien Determinasi (R2), Uji
Signifikansi Simultan (Uji Statistik F), dan Uji Signifikansi Parameter Individual
(Uji Statistik t) (Ghozali, 2005).
3.5.6.1 Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien Determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi
adalahantara nol dan satu. Nilai (R2) yang kecil berarti kemampuan variabelvariabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas.
Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen (Ghozali, 2005).
Setiap tambahan satu variabel maka R2 pasti meningkat tidak peduli
apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen. Oleh sebab itu, banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan
nilai adjusted R2 saat mengevaluasi model regresi yang terbaik. Tidak seperti R2,
nilai adjusted R2 dapat naik atau turun apabila suatu variabel independen
ditambahkan ke dalam model (Ghozali, 2005).
3.5.6.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Hasil uji signifikansi simultan menunjukkan apakah semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersamasama terhadap variabel dependen. ANOVA (Analysis of Variance) dapat
digunakan untuk melakukan uji signifikansi simultan (Ghozali, 2005).
Uji F digunakan untuk melihat apakah semua variabel independen yang
digunakan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikansi () 0,05 atau 5% untuk
menguji apakah hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima atau ditolak
berdasarkan Uji F. Kriteria suatu hipotesis diterima jika nilai Fhitung > Ftabel.
Sementara itu untuk melihat variabel independen yang paling berpengaruh
terhadap variabel dependen dapat dilihat dari nilai koefisien regresinya. Nilai yang
lebih besar adalah variabel yang paling berpengaruh (Ghozali, 2005).
3.5.6.3 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Hasil uji signifikansi parameter individual digunakan untuk mengetahui
apakah variabel independen yang terdapat dalam persamaan regresi secara
individual berpengaruh terhadap nilai variabel dependen (Ghozali, 2005). Kriteria
pengujian yang didasarkan atas probabilitas adalah sebagai berikut:
1. Jika probabilitas (signifikansi) > dari () 0,05, maka variabel independen
secara individual tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.