Tidak berubah
Digoxin
Kodein
Labetalol
Simetidin
Siprofloksasin
Sulfametoksazol
Trimetoprim
Meningkat
Bufuralol
D-propoksifen
Dihidrokodein
Eritromisin
Oksprenolol
Propanolol
Takrolimus
tolamolol
dan penyesuaian dosis obat tidak cukup dengan mengukur serum kreatinin
atau klirens kreatinin seperti yang berlaku saat ini, sebab klirens kreatinin
hanya mengukur fungsi ginjal saja. Penurunan metabolisme di hati tidak
hanya terjadi pada gagal ginjal kronik, tetapi juga pada gagal ginjal akut.
(Hakim, 2011)
4. Ekskresi
Ekskresi adalah parameter farmakokinetika yang paling terpengaruh oleh
gangguan ginjal.
maka klirens obat yang terutama tereliminasi melalui mekanisme ini akan
menurun dan waktu paruh obat dalam plasma menjadi lebih panjang.
Penderita dengan ginjal yang tidak berfungsi normal dapat menjadi lebih
peka terhadap beberapa obat, bahkan jika eliminasinya tidak terganggu.
Anjuran dosis didasarkan pada tingkat keparahan gangguan ginjal, yang
biasanya dinyatakan dalam istilah laju filtrasi glomeruler (LFG). Perubahan
dosis yang paling sering dilakukan adalah dengan menurunkan dosis atau
memperpanjang interval pemberian obat, atau kombinasi keduanya.
Berdasarkan Dipiro (2008), obat-obatan yang tidak boleh diberikan pada
kondisi gagal ginjal kronik karena dapat memperberat kerja ginjal dan
memperparah GGK, beberapa diantaranya yaitu:
1. Antibiotik golongan Aminoglikosida
2. Antibiotik golongan penisilin
3. Antibiotik ciprofloxacin
4. Antibiotik golongan sulfonamida
5. Antibiotik amphotericin
6. AINS (Antiinflamasi Non-steroid)
7. Analgesik
8. ACE inhibitor
9. Digoxin
10. Metronidazole
11. Phenobarbital
12. Phenytoin
13. Theophylline
14. N-acetylprocainamide
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, L. 2011. Farmakokinetik Klinik. Yogyakarta: Bursa Buku
Dipiro T. Joseph. 2008. Pharmacotheraphy seventh edition. The McGraw-Hill
Companies, Inc. United State