Anda di halaman 1dari 45

DITERBITKAN OLEH:

DIREKTORAT JENDERAL KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL


Ditjen KPI/BI/94/XI/2011

Susunan Redaksi
Buletin
Kerja Sama Perdagangan Internasional

Alamat Redaksi

Pengarah
Direktur Jenderal
Kerja Sama Perdagangan
Internasional

Sekretariat
Direktorat Jenderal
Kerja Sama Perdagangan
Internasional

Penanggung Jawab
Sekretaris Ditjen
Kerja Sama Perdagangan
Internasional

Gedung Utama Lantai 8


Jl. M.I. Ridwan Rais No.5 Jakarta
Pusat

Koordinator

Telp: (021) 23528601,


Ext. 36341

Haryono Sarpini

Penyunting

Fax : (021) 23528611

Eddy Sofyan
Andi Sahman
Latifah Muniri
Ratih Sintya Suly

Website:
http://ditjenkpi.kemendag.go.id

Tim Redaksi

Email Redaksi:

Riza Rosandy
Arif Wiryawan
Jerry Sobri S
Theresia Sinaga

kumlap-setkpi@kemendag.go.id

Pengutipan diizinkan
dengan menyebutkan
sumber
i

Pengantar Redaksi,

Para Pembaca,
Buletin Kerja Sama Perdagangan Internasional edisi ke-003 tahun 2011 ini
menyajikan 5 (lima) artikel, yaitu:
Artikel pertama, Program Kerja Penghapusan Hambatan Non-Tarif (NTBs) di
ASEAN: Menyongsong Komunitas Ekonomi ASEAN 2015. Artikel ini
memaparkan uraian tentang Kebijakan Non-Tarif (NTMs) dan Hambatan
Non-Tarif (NTBs) pada negara anggota ASEAN yang perlu dikurangi.
Artikel kedua, Pengaruh Pelaksanaan Harmonisasi Produk-Produk Komestik
di ASEAN. Artikel ini memaparkan uraian tentang harmonisasi produk
kosmetik yang harus diterapkan produsen kosmetik di Indonesia.
Artikel ketiga, Peluang, Tantangan, dan Implikasi Trans Pacific Partnership.
Artikel ini membahas mengenai peluang dan implikasi dari perjanjian
tersebut jika sudah diterapkan.
Artikel keempat, Brasil Sebagai Mitra Strategis Perdagangan Indonesia.
Artikel ini membahas tentang peluang terbukanya perdagangan dengan
Brasil.
Artikel kelima, Tinjauan Umum Potensi Kerja Sama Ekonomi Indonesia
Turki. Artikel ini membahas mengenai perkembangan terbaru dari hubungan
perdagangan kedua negara.
Akhir kata, tim redaksi menyampaikan terima kasih kepada para
penyumbang artikel dan selamat membaca kepada para pecinta Buletin
Kerja Sama Perdagangan Internasional.
Semoga bermanfaat.

Redaksi

ii

DAFTAR ISI
Halaman
Redaksi ....

Pengantar Redaksi ..

ii

Daftar Isi .

iii

Program Kerja Penghapusan Hambatan Non-Tarif (NTBs) di ASEAN:


Menyongsong Komunitas Ekonomi ASEAN 2015

Pengaruh Pelaksanaan Harmonisasi Produk-Produk Kosmestik di ASEAN

Peluang, Tantangan, dan Implikasi Trans Pacific Partnership ..

17

Brasil Sebagai Mitra Strategis Perdagangan Indonesia ..

27

Tinjauan Umum Potensi Kerja Sama Ekonomi Indonesia Turki ...

33

iii

PROGRAM KERJA
PENGHAPUSAN HAMBATAN
NON-TARIF (NTBs) DI ASEAN:
MENYONGSONG KOMUNITAS
EKONOMI ASEAN 2015
Oleh: Iffah Saaidah

Masyarakat ASEAN pada tahun


2015.
Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) 2015 merupakan salah
satu yang menjadi perhatian
utama dunia saat ini. Dalam
pelaksanaan pembentukan MEA
didukung oleh Cetak Biru MEA
yang berfungsi sebagai rencana
induk yang koheren. Cetak Biru
tersebut
mengidentifikasikan
karakteristik dan elemen MEA
dengan target dan batas waktu
yang jelas untuk pelaksanaan
berbagai
tindakan
serta
fleksibilitas yang disepakati
untuk
mengakomodasi
kepentingan seluruh negara
anggota ASEAN. MEA memiliki
karakteristik utama sebagai
berikut: (i) pasar tunggal dan
basis produksi; (ii) kawasan
ekonomi yang berdaya saing
tinggi; (iii) kawasan pengembangan ekonomi yang merata;
dan (iv) kawasan yang secara
penuh terintegrasi ke dalam
perekonomian global.

A. PENDAHULUAN
Pada tahun ini ASEAN telah
menginjak usia ke-44 tahun dan
tumbuh
sebagai
organisasi
regional yang dinamis di tengah
tumbuh
pesatnya
gagasan
integrasi ekonomi regional di
kawasan lain. ASEAN sebagai
organisasi internasional telah
memiliki landasan hukum/legal
based dengan ditandatanganinya
Piagam ASEAN (ASEAN Charter).
Piagam ASEAN juga telah
memberikan legal personality
yang
dibutuhkan
untuk
menjadikan ASEAN sebagai
entitas hukum yang diakui. Lebih
lanjut, saat ini ASEAN sedang
melaksanakan Cetak Biru di
bidang politik-keamanan, ekonomi, dan sosial-budaya menuju

Untuk mewujudkan terbentuknya pasar tunggal dan basis


produksi, negara anggota ASEAN
melakukan serangkaian aksi
antara lain melakukan kodifikasi
perjanjian-perjanjian perdagangan barang yang selama ini telah
disepakati ke dalam perjanjian
yang
komprehensif
dan

Kepala Seksi Perdagangan Barang,


Direktorat Kerja Sama ASEAN, Ditjen
Kerja Sama Perdagangan Internasional,
Kementerian Perdagangan. Isi artikel
sebagian dan seluruhnya bukan dan tidak
dapat dianggap sebagai representasi
atau pandangan resmi dari Ditjen KPI,
maupun Kementerian Perdagangan.

didasarkan pada international


best
practices
sehingga
terbentuklah ASEAN Trade in
Goods
Agreement
(ATIGA).
ATIGA ditandatangani pada
tanggal 26 Pebruari 2009 di Chaam, Thailand dan mulai berlaku
sejak 17 Mei 2010. ATIGA
merupakan pengganti Agreement on the Common Effective
Preferential Tariff Scheme for
ASEAN Free Trade Area (CEPTAFTA) dan sebagai kerangka
hukum untuk mewujudkan arus
barang yang bebas (free flow of
goods) yang merupakan salah
satu elemen inti pasar tunggal
dan basis produksi ASEAN.
Cakupan ATIGA tidak hanya
terkait liberasisasi tarif namun
lebih
komprehensif
seperti
aturan asal barang, disiplin
penerapan Non-Tariff Measures
(NTMs), penghapusan Non-Tariff
Barriers (NTBs), program kerja
fasilitasi perdagangan, prosedur
kepabeanan,
standar
dan
kesesuaian serta SPS.

untuk Cambodia, Lao PDR,


Myanmar, dan Vietnam (CLMV)
baru akan mencapai 0% pada
tahun 2015 dengan fleksibiltas
sampai dengan 2018. Perlakuan
spesial dan berbeda diberlakukan bagi CLMV.
Seiring dengan telah dicapainya
liberalisasi tarif untuk intra
ASEAN, saat ini negara ASEAN
mulai menfokuskan pada bidang
fasilitasi perdagangan, disiplin
NTMs, dan penghapusan NTBs
guna mencapai arus bebas
barang yang merupakan salah
satu elemen pembentuk MEA
2015.
NTMs
dan
NTBs
merupakan isu penting dalam
pencapaian MEA 2015.
B. KEBIJAKAN NON-TARIF (NTMs)
DAN HAMBATAN NON-TARIF
(NTBs)
Penggunaan kebijakan non-tarif
(NTMs) oleh negara-negara di
dunia meningkat tajam seiring
dengan banyaknya kerja sama
ekonomi di bidang liberalisasi
tarif. NTMs didefinisikan sebagai
langkah-langkah kebijakan yang
memiliki
efek
membatasi
perdagangan tanpa melanggar
hukum
perdagangan
internasional sedangkan hambatan
non-tarif (NTBs) didefinisikan
sebagai instrumen kebijakan

Pada bulan Januari 2010 tingkat


tarif ASEAN-6 yaitu Brunei
Darussalam, Indonesia, Malaysia,
Philippines,
Singapore,
dan
Thailand telah mencapai 0%
untuk produk yang masuk dalam
Inclusion List (IL) atau 99% dari
total tariff lines yang harus
dihapuskan tarifnya. Sedangkan

yang
melanggar
hukum
2
perdagangan
internasional.
NTMs
dapat
mencakup
persyaratan dokumentasi dan
biaya
kepabeanan
serta
pengaturan kebijakan seperti
penerapan standar. Sedangkan
klasifikasi kebijakan non-tarif
menurut
OECD
adalah
mencakup, para tariff measures,
price control measures, finance
measures, automatic licensing
measures,
quantity
control
measures,
monopolistic
measures, technical measures,
dan miscellaneous measures.

domestik, tidak berdasar pada


prinsip-prinsip standar, dan
diimplementasikan
secara
diskriminatif
maka
NTMs
tersebut dikategorikan menjadi
NTBs.
Dengan
kata
lain
hambatan
non-tarif
adalah
kebijakan
non-tarif
yang
menyebabkan unfair impediments pada perdagangan. Jenisjenis hambatan non-tarif antara
lain mencakup kuota impor,
subsidi
pemerintah,
SPS,
hambatan teknis, larangan, dan
lain-lain.
Kebijakan non-tarif digunakan
oleh negara-negara dengan
tujuan
untuk
mencapai
effectiveness,
consistency,
predictability dan trade defense.
Namun pada kenyataannya
seringkali NTMs disalahgunakan
oleh
suatu
negara
yang
bertujuan untuk melindungi
ekonomi
suatu
negara
khususnya
perusahaanperusahaan tertentu yang tidak
efisien dan kompetitif. NTMs
dapat diterapkan oleh suatu
negara sepanjang sifat kebijakan
tersebut tidak diskriminatif,
informasi mengenai kebijakan
dimaksud dapat diakses dengan
mudah dan sesuai dengan
standar global.

Penerapan kebijakan non-tarif


diizinkan
menurut
hukum
perdagangan
internasioanal
dengan catatan ditujukan untuk
melindungi kesehatan, keamanan, keselamatan, sanitasi, nutrisi,
keagamaan,
atau
untuk
melindungi sumber daya alam
yang tidak dapat diperbaharui
dan
tidak
menciptakan
unnecessary barriers. Apabila
NTMs yang diterapkan tidak
berdasarkan scientific basis serta
melanggar hukum perdagangan
internasional, sebagai contoh
hanya
untuk
memberikan
manfaat
pada
produsen

Menurut
Organization
for
Economic Cooperation Development
(OECD).

C. PROGRAM KERJA PENGHAPUSAN


NTBS DI ASEAN

karena bersifat transparan, nondiskriminasi , atas dasar scientific


basis, alasan kesehatan dan
keselamatan, religi dan keamanan nasional, konsisten
dengan kriteria WTO yang
reasonable seperti penerapan
SPS dan regulasi lingkungan.

ASEAN telah mencanangkan


program penghapusan hambatan non-tarif sejak tahun 1992
melalui ketentuan pada Article 5
Agreement on the Common
Effective
Preferential
Tariff
Scheme for the ASEAN Free trade
Area
(CEPT-AFTA),
yang
mengharuskan dihapuskannya
quantitative restriction dan jenis
hambatan non-tarif lainnya pada
produk dalam kerangka skim
CEPT. Untuk memulai melaksanakan penghapusan NTBs,
pertemuan AFTA Council ke-19
telah
mensahkan
kriteria
klasifikasi NTM sebagai berikut:
(i) Red Box, yaitu NTMs yang
harus segera dihapuskan karena
mempunyai sifat yang tidak
transparan, diskriminasi, tidak
scientific basis, alternative dan
kurang
tersedianya
aturan
restriction; (ii) Amber Box, yaitu
NTMs
yang
tidak
dapat
dijustifikasi atau diidentifikasi
sebagai hambatan serta perlu
negosiasi karena kebijakannya
bersifat
transparan
namun
diskriminasi dalam pelaksanaannya, mencakup sektor /produk
highly traded dalam sektor
prioritas; (iii) Green Box, adalah
NTMs yang dapat dibuat
justifikasinya dan dipertahankan

Pada pertemuan AFTA Council


ke-20 tanggal 21 Agustus 2006 di
Kuala Lumpur, Malaysia. Negaranegara
anggota
ASEAN
menyepakati program kerja
penghapusan hambatan nontarif (NTBs) dalam kerangka
AFTA. Adapun isi dari program
tersebut adalah bahwa NTBs
harus dihapuskan dalam 3 tahap
(tranches), yaitu untuk ASEAN-5
(Brunei Darussalam, Indonesia,
Malaysia,
Singapura
dan
Thailand) dimulai pada 1 Januari
2008 (tahap I), 1 Januari 2009
(tahap II) dan 1 Januari 2010
(tahap III), sedangkan untuk
Filipina
dimulai
2
tahun
berikutnya yaitu 1 Januari 2010
sementara CLMV akan dimulai 5
tahun berikutnya yaitu pada 1
Januari 2013 sampai dengan
tahun 2015 dengan fleksibiltas
sampai dengan tahun 2015.
Berdasarkan kriteria klasifikasi
yang
sudah
disepakati
sebelumnya, Sekretariat ASEAN
menyusun daftar NTMs yang
diterapkan di masing-masing

negara anggota ASEAN dengan


sumber data dari UNCTAD.
Daftar NTMs tersebut kemudian
diverifikasi oleh negara-negara
anggota ASEAN. Pada pertemuan
CCCA ke-52 tanggal 23-25
Oktober 2008 di Vientiane, Lao
PDR, negara anggota ASEAN
sepakat
untuk
tidak
menyebutkan green-box, redbox atau amber-box dalam
kriteria klasifikasi NTMs, namun
langsung menyebutkan peraturan yang digunakan seperti
automatic
import
permit/
licensing,
non-automatic
licensing/permit, quota, prohibition, monopolistic (selected
importer),
quantity
control
measure/quantitative restriction
dan Tariff Rate Quota (TRQ).
Berdasarkan
data
terakhir
Sekretariat ASEAN, jumlah NTMs
Indonesia adalah 1.142 items (HS
4 digit), terdiri atas 135 items
terkait dengan automatic import
permit/licensing, 108 items
terkait dengan non-automatic
permit/licensing, 162 items
terkait dengan prohibition, 34
items
terkait
dengan
monopolistic (selected importer)
dan 703 items terkait dengan
quantity
control
measure/
quantitative restriction.

dalam Cetak Biru MEA, yaitu


bahwa negara anggota ASEAN
sepakat memberikan fokus
utama pada implementasi penuh
penghapusan NTBs menuju
ASEAN 2015. Adapun sejumlah
aksi yang dicantumkan dalam
Cetak Biru MEA dalam rangka
implementasi
penuh
penghapusan NTBs adalah: (1)
meningkatkan
transparansi
dengan berdasar pada Protocol
on Notification Procedure 1998
dan menciptakan pengawasan
yang efektif; (2) Komitmen
Standstill
and
Roll-back
mengenai NTBs; (3) menghapuskan semua NTBs pada
tahun 2010 bagi ASEAN-5, tahun
2012 untuk Philippines dan 2015
bagi CLMV dengan fleksibilitas;
(4) meningkatkan tranparansi
NTMs; dan (5) menciptakan
regulasi regional dan konsisten
dengan standar yang berlaku
secara internasional.
Untuk lebih memberikan dasar
hukum penghapusan hambatan
non-tarif Selain dicantumkan
dalam
Cetak
Biru
MEA,
ketentuan
mengenai penghapusan hambatan non-tarif
juga tercantum dalam ATIGA.
ATIGA secara khusus mengatur
kebijakan non-tarif yaitu pada
Bab IV, Pasal 40-44, yang
meliputi pengaturan mengenai

Penghapusan terhadap hambatan non-tarif juga tercantum

Penerapan Kebijakan Non-tarif,


Penghapusan Umum terhadap
Pembatasan Kuantitatif, Penghapusan Hambatan Non-tarif
Lainnya, Pembatasan Valuta
Asing, dan Prosedur Perijinan
Impor. ATIGA juga secara khusus
mengatur perihal penghapusan
hambatan non-tarif dalam tiga
tranches bagi negara ASEAN
yaitu pada Pasal 42 (2).

D. PERKEMBANGAN
IMPLEMENTASI
PENGHAPUSAN HAMBATAN NONTARIF
Saat ini, baru Malaysia dan
Thailand yang telah mengidentifikasi dan menghapuskan
hambatan non-tarif dalam tiga
tranches. Thailand juga telah
menghapus Tariff Rate Quotas
(TRQ) atas produk kopi, teh,
susu, dan tariff rate dalam
kerangka ATIGA untuk masingmasing produk tersebut adalah:
0-5%, 0%, 0%. Sedangkan,
negara anggota ASEAN lain
mengindikasikan bahwa kebijakan non-tarif tidak ada yang
tergolong hambatan non-tarif
dan telah sesuai dengan aturan
baik dalam ATIGA serta WTO.

Kecuali
diatur
sebaliknya
sebagaimana disepakati oleh
Dewan AFTA, NTBs yang telah
diidentifikasi wajib dihapus
dalam tiga tahapan sebagai
berikut: (a) Brunei, Indonesia,
Malaysia,
Singapura
dan
Thailand wajib menghapuskan
dalam tiga tahapan dimulai pada
tanggal 1 Januari 2008, 2009 dan
2010;
(b)
Filipina
wajib
menghapuskan
dalam
tiga
tahapan dimulai pada tanggal 1
January 2010, 2011 dan 2012; (c)
Kamboja, Laos, Myanmar dan
Vietnam wajib menghapuskan
dalam tiga tahapan dimulai pada
tanggal 1 Januari 2013, 2014 dan
2015 dengan flexibilitas hingga
2018.

Guna
lebih
memberikan
penekanan arti penting program
kerja penghapusan hambatan
non-tarif sebagaimana mandat
dalam ATIGA dan AEC Blueprint
serta
untuk
mendukung
peningkatan perdagangan intraASEAN terutama dengan telah
dihapuskannya hambatan tarif
oleh
ASEAN-6,
Pertemuan
Dewan AFTA ke-25 menginstruksikan CCA melalui SEOM
untuk memberi perhatian pada
high-impact sectors yang telah
membentuk regional production
base di ASEAN, yakni otomotif,
eletronik, tekstil, dan produk

tekstil. CCA diharapkan dapat


mulai berdialog dengan private
sectors, guna mengidentifikasi
hambatan
non-tarif
yang
diterapkan pada tiga sektor
prioritas tersebut. Lebih lanjut
juga diharapkan CCA melalui
SEOM dapat membuat stocktaking dan update hambatan
perdagangan yang diterapkan
oleh negara anggota ASEAN.

hampir seluruh pos tarif dalam


kerangka ATIGA telah mencapai
0%, untuk itu ASEAN lebih
menekankan
arti
penting
penghapusan hambatan nontarif
dan
mengedepankan
kebijakan non-tarif yang lebih
fasilitatif terhadap perdagangan
yang pada akhirnya mendukung
terwujudnya single market and
production based. Program kerja
penghapusan hambatan nontarif di ASEAN secara legal
tercantum
dalam
ASEAN
Economic Community Blueprint
dan ASEAN Trade in Goods
Agreement
yang
dilakukan
melalui tiga tahapan.

Selain menginstruksikan beberapa


kegiatan
terkait
penghapusan hambatan nontarif di ASEAN, Dewan AFTA juga
telah mensahkan Guidelines on
Import Licensing Procedures
(ILPs) dalam rangka mendisiplinkan kebijakan non-tarif
yang diterapkan di ASEAN.
Guidelines on ILPs merupakan
panduan
bagi
penerapan
kebijakan prosedur perijinan
impor yang fasilitatif di ASEAN
dan bertujuan menghilangkan
atau mengurangi komponen
hambatan dalam kebijakan nontarif yang diterapkan di ASEAN.

Pelaksanaan program kerja


penghapusan hambatan nontarif dipandang tidak maksimal.
Beberapa negara ASEAN hanya
menghapuskan hambatan nontarif yang tidak bersifat high
impact terhadap perdagangan
intra ASEAN dan negara-negara
anggota
ASEAN
lainnya
mengindikasikan
bahwa
kebijakan
non-tarif
yang
diterapkan tidak melanggar
ketentuan WTO. Guna mendorong pelaksanaan program
kerja NTBs, Dewan AFTA
menginstruksikan agar relevant
working group untuk berdialog
dengan private sector di tiga
sektor yang telah membangun

E. PENUTUP
Dalam rangka mewujudkan
Masyarakat Ekonomi ASEAN
2015, ASEAN telah membuat
program kerja yang tidak hanya
menyangkut penurunan tarif bea
masuk namun juga penghapusan
hambatan non-tarif. Saat ini,

regional production based di


ASEAN
yaitu,
elektronik,
otomotif, serta tekstil dan
produk tekstil. Sementara dalam
upaya untuk mendisiplinkan
penerapan perijinan impor di
ASEAN, Dewan AFTA juga telah
mensahkan ILPs Guidelines.

saat ini menjadi fokus para


Pemimpin ASEAN mengingat
ASEAN tidak lagi menitikberatkan pada liberalisasi namun
lebih kepada fasilitasi perdagangan untuk mendorong
perdagangan
intra-ASEAN.
Penerapan kebijakan non-tarif
yang fasilitatif dan tidak bersifat
restriktif
diharapkan
dapat
mendorong terbentuknya single
market and production based di
ASEAN pada tahun 2015.

Terkait
dengan
identifikasi
kebijakan non-tarif pada tiga
sektor tersebut, pemerintah
sebaiknya
mulai
menginventarisir NTMs yang telah
diterapkan di Indonesia beserta
justifikasi
sehingga
apabila
kebijakan
tersebut
dipertanyakan oleh negara anggota
ASEAN
lainnya,
dapat
dipertanggungjawabkan
baik
secara legal dan rasional.
Pemerintah juga perlu duduk
bersama dengan sektor swasta
untuk memetakan NTBs yang
diterapkan oleh negara ASEAN
lain atas ketiga sektor tersebut.
Dengan demikian Indonesia
disamping berkontribusi dalam
pemenuhan komitmen dalam
kerangka
pencapaian
dari
Masyarakat Ekonomi ASEAN juga
telah membantu sektor swasta
dalam mengembangkan usahanya ke negara ASEAN lainnya.

Referensi:
www.aseansec.org;
Summary of Discussion of
ASEAN Meeting (CCA, SEOM
dan AFTA Council).

Program kerja penghapusan


NTBs
dan
pendisiplinan
penerapan
perijinan
impor
merupakan salah satu hal yang

pentingnya memasukkan Mutual


Recognition Arrangements (MRA)
dan mengharmonisasikan standar
dan peraturan teknis untuk
memfasilitasi
perdagangan
barang di wilayah ASEAN.

PENGARUH PELAKSANAAN
HARMONISASI PRODUK-PRODUK
KOMESTIK DI ASEAN
Oleh: Dina Kurniasari

Terkait dengan sektor kosmetik,


pada bulan Juli 1997, ASEAN
Cosmectic Association meminta
Sekretariat ASEAN dan ASEAN
Consultative
Committee
for
Standards and Quality (ACCSQ)
untuk menghapus hambatan di
sektor
komestik,
khususnya
dengan melakukan harmonisasi
peraturan teknis yang mengatur
industri kosmetik di ASEAN.
Bahkan pada tahun 1998, ASEAN
berusaha untuk menyelesaikan
masalah ini dengan menandatangani Framework Agreement on
Mutual Recognition Arrangements.

A. PENDAHULUAN
ASEAN saat ini merupakan
pemain utama dalam perdagangan global, dan pasar
potensial dengan 500 juta lebih
penduduk. Dengan dibentuknya
integrasi ekonomi regional maka
diharapkan dapat meningkatkan
liberalisasi dan fasilitasi perdagangan serta meningkatkan
daya saing regional. Namun,
market integration tidak hanya
berupa
penghapusan
dan
pengurangan tarif, namun juga
termasuk penghapusan NonTarrif
Barriers
termasuk
penghapusan hambatan teknis
karena
adanya
perbedaan
standar, peraturan teknis, dan
penilaian kesesuaian. Oleh karena
itu, ASEAN telah menyadari

Langkah tersebut bisa dikatakan


sebagai langkah besar bagi para
pembuat peraturan di bidang
industri kosmetik dan juga para
pelaku industri kosmetik di
ASEAN. Semenjak itu para
pembuat peraturan di bidang
industri kosmetik dan juga para
pelaku industri kosmetik di
ASEAN bekerja bersama untuk
menyelesaikan segala hambatan
di bidang kosmetik.

Kepala Seksi Fasilitasi Perdagangan


Barang pada Direktorat Kerja Sama
ASEAN, Direktorat Jenderal Kerja Sama
Perdagangan Internasional, Kementerian
Perdagangan. Isi artikel sebagian dan
seluruhnya bukan dan tidak dapat
dianggap sebagai representasi atau
pandangan resmi dari Ditjen KPI, maupun
Kementerian Perdagangan.

Sebagai hasil dari kolaborasi


tersebut, Perjanjian tentang
ASEAN Harmonized Cosmetic
Regulatory Scheme (AHCRS) telah
ditandatangani oleh para Menteri
Ekonomi ASEAN pada ASEAN
Economic Ministers Meeting ke35 tanggal 2 September 2003.
Perjanjian ini meliputi: (i) ASEAN
Mutual Recognition Arrangement
of Product Registration Approval
for Cosmetics; dan (ii) ASEAN
Cosmetic Directive.

B. ASEAN HARMONIZED COSMETIC


REGULATORY SCHEME (AHCRS)
AHCRS
mengatur
tentang
persyaratan
produk-produk
kosmetik untuk seluruh negara
ASEAN sejak tanggal 1 Januari
2008. Semua produk yang
diproduksi,
dipasarkan,
dan
memenuhi persyaratan AHCRS
diperbolehkan untuk memasuki
pasar ASEAN lainnya. Selain itu,
aspek terpenting dari skema
harmonisasi ini adalah seluruh
negara ASEAN akan berpindah
dari traditional approach premarket approval menjadi post
market
surveillance
yang
dianggap lebih efektif.

Selain itu di bawah ACCSQ juga


telah didirikan ASEAN Cosmetic
Committee (ACC) untuk memonitor perkembangan dari
implementasi ASEAN Cosmetic
Directive (ACD) dan menyelesaikan segala permasalahan yang
timbul dan kesenjangan antar
negara ASEAN dalam pelaksanaan ACD.

Adapun seperti yang sudah


disebutkan sebelumnya, ruang
lingkup dari AHCRS terdiri dari:
(i) Schedule A: Mutual
Recognition Arrangement of
Product Registration
Approval

Adapun kerja sama ASEAN


tentang standar dan penilaian
kesesuaian
bertujuan
memfasilitasi penghapusan hambatan
teknis perdagangan dalam rangka
realisasi ASEAN Free Trade Area
(AFTA). Beberapa tahun terakhir,
fokus dari kerja sama ini adalah
pada
penyelarasan
standar
nasional
dengan
standar
internasional yang relevan dan
pelaksanaan dari MRAs.

Pendaftaran untuk produkproduk


kosmetik
yang
disetujui di salah satu negara
ASEAN akan diakui oleh
negara ASEAN lainnya, di
mana Mutual Recognition
Arrangement (MRA) telah
disepakati
sebelumnya.
Schedule A adalah langkah
persiapan untuk mencapai
Schedule
B,
walaupun

10

negara-negara ASEAN dapat


memilih untuk langsung
melaksanakan Schedule B.

mulai
mengimplementasikan
skema tersebut dan persyaratan
domestik
yang
berlaku
sebelumnya akan diganti dengan
persyaratan ASEAN. Persyaratan
ASEAN tersebut termasuk ASEAN
Technical Document on Cosmetic
Product Registration Requirements, ASEAN Cosmetic Labeling
Requirements, ASEAN Cosmetic
Claim Guidelines and Cosmetic
GMP and Annexes of prohibited
and restricted ingredients.

(ii) Schedule B: ASEAN Cosmetic


Directive: Product
Notification
Pabrik atau pengusaha yang
ingin
memasarkan
atau
mengimpor produk-produk
kosmetik di salah satu negara
ASEAN, harus melakukan
notifikasi kepada badan
pemerintah yang berwenang
di bidang kosmetik masingmasing
negara
ASEAN,
sebelum
produk-produk
kosmetik tersebut masuk ke
negara tujuan. Di kebanyakan
negara ASEAN, aturan ini
merupakan perpindahan dari
sistem pre-market approval
(registration) menjadi postmarket surveillance. Dengan
berlakunya
ACD
maka
product notification scheme
di negara ASEAN tidak
membutuhkan pendaftaran
(registration).

Selain itu, jika ada perubahan


terhadap materi dari pembungkus produk kosmetik yang
sudah ada dipasaran maka tidak
diperlukan pendaftaran produk
baru, jika produk tersebut sudah
ada dalam schedule A. Namun jika
belum ada dalam schedule A,
maka harus mengacu pada
peraturan pendaftaran yang
berlaku di negara di mana produk
tersebut
akan
dipasarkan.
Sebaliknya jika ada perubahan
nama merek terhadap produk
kosmetik yang sudah beredar di
pasaran di negara yang sudah
melaksanakan schedule A maka
dibutuhkan
amendment
application.

Jika ada satu negara ASEAN telah


melaksanakan schedule A-MRA,
maka produk-produk kosmetik
yang dipasarkan di negara ini
harus sejalan dengan ASEAN
Cosmetic Product Registration
Requirement saat negara tersebut

Perlu digarisbawahi, bahwa untuk


negara-negara
ASEAN
yang
memilih untuk mengimplementasikan schedule A, maka ASEAN
Cosmetic Product Registration

11

Requirement
hanya
berlaku
terhadap seluruh produk-produk
kosmetik yang dipasarkan di
negara-negara tersebut. Sedangkan untuk negara-negara yang
memilih
untuk
melanjutkan
langsung ke schedule B, namun
belum
mengimplementasikan
ACD, maka peraturan terkait
dengan requirement yang ada
tetap berlaku, walaupun jika ACD
sudah dapat diimplementasikan
maka otomatis sistem notifikasi
yang akan berlaku.

harus melakukan langkah-langkah


penting untuk menyesuaikan
dengan semua persyaratan yang
ada di dalam ACD serta bekerja
sama dengan cosmetic regulatory
authority dan asosiasi industri
kosmetik untuk mengimplementasikan ACD ini.
Selain itu, karena perusahaan
yang bertanggungjawab penuh
terhadap keamanan dan kualitas
produk-produk kosmetik yang
ditawarkan maka ada beberapa
langkah penting yang harus
dilakukan yaitu:

Jadi dengan berlakunya ACD,


maka product registration system
akan diganti dengan product
notification system yang akan
mencakup dokumen upfront
declaration of compliance dari
perusahaan yang bertanggungjawab
memasarkan
produk
kosmetik tersebut. Sehingga, bisa
dikatakan bahwa ACD ingin agar
tanggung
jawab
terhadap
keamanan dari produk-produk
kosmetik yang dipasarkan ditanggung oleh perusahaan yang
memasarkan produk kosmetik
tersebut. Self regulation dari para
pelaku industri kosmetik untuk
memastikan kesesuaian produkproduk kosmetiknya dengan
kualitas dan keamanan yang
disyaratkan dalam ACD menjadi
komponen
terpenting.
Oleh
karena itu, perusahaan tersebut

(a) Mengetahui seluruh persyaratan yang terdapat di


dalam ACD dan Annex-nya
mengenai daftar bahan (yang
dilarang, dibatasi, dan diperbolehkan);
(b) Memastikan telah mematuhi
persyaratan yang terdapat di
dalam ACD dan dokumen
teknis, khususnya mengenai
persyaratan
mengenai
keamanan,
dan
kualitas
produk kosmetik;
(c) Mendaftarkan
notifikasi
kepada cosmetic regulatory
authority di negara ASEAN
yang akan menjadi tujuan
pemasaran
produk-produk
kosmetiknya serta membayar
biaya
notifikasi
jika
dipersyaratkan;

12

(d) Memastikan
informasi
keamanan dan teknis dari
produk-produk
kosmetik
tersebut siap kapan saja untuk
diperiksa
oleh
cosmetic
regulatory authority;

sanksi dan menarik produkproduk tersebut dari peredaran


untuk melindungi kesehatan
konsumen
pengguna
dan
masyarakat secara luas.

(e) Memonitor
produk-produk
yang
dipasarkan
untuk
menjaga
kualitas
dan
menghindari
beredarnya
produk-produk kosmetik yang
berbahaya. Serta melaporkan
ke badan yang berwenang jika
ada
produk
kosmetik
berbahaya yang beredar.

C. PELAKSANAAN
HARMONISASI
PRODUK-PRODUK KOSMETIK DI
INDONESIA
Walaupun seluruh negara ASEAN
berkomitmen untuk melaksanakan ACD, paling lambat bulan
Januari 2008, sehingga seluruh
produk-produk kosmetik yang
dipasarkan di ASEAN harus
sejalan
dengan
aturan
persyaratan di dalam ACD pada 1
Januari 2008, Indonesia baru siap
mengimplementasikan
semua
ketentuan ACD efektif tanggal 1
Januari 2011 dengan on-line
notification system.

Terkait
dengan
kesesuaian
pelaksanaan ACD, badan yang
berwenang di bidang kosmetik di
masing-masing negara ASEAN
mempunyai kewenangan untuk
melakukan
post-marketing
surveillance
dengan
mengunjungi
perusahaan/pabrik
kosmetik kapan saja, dengan atau
tanpa menginformasikan sebelumnya untuk melakukan: (i)
audit
terhadap
dokumendokumen yang berisi informasi
mengenai
produk-produk
kosmetik; (ii) mengambil contoh
produk untuk dilakukan tes
analisa. Jika ditemukan terdapat
pelanggaran
terhadap
ACD
khususnya terhadap keamanan
dari produk-produk kosmetik
tersebut, maka badan yang
berwenang dapat menjatuhkan

Implementasi ASEAN Cosmetic


Product Registration Registration
Requirements
dilaksanakan
melalui skema notifikasi antar
negara
anggota
ASEAN,
sedangkan
Indonesia
masih
menganut
sistem
registrasi
produk.
Sehingga
untuk
ketentuan regulasi nasional harus
diubah supaya bisa sejalan
dengan ketentuan di tingkat
regional. Dalam hal ini ASEAN
juga telah bekerjasama dengan
EU
(Europe
Union)
untuk

13

meningkatkan kemampuan UKM


ASEAN agar dapat memenuhi
persyaratan yang diatur dalam
ASEAN Cosmetic Directive.

ekspor
pada
tahun
2007
mencapai US$ 106,2 juta yang
didominasi
oleh
produk
kecantikan. Namun selain itu
angka impor untuk produk
kosmetik masih cukup tinggi
misalnya pada tahun 2006
mencapai US$ 58,7 juta dan pada
2007 hingga US$ 76,9 juta.

Terkait dengan hal tersebut,


Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) sebagai badan
yang berwenang dalam pengawasan pemasaran produkproduk kosmetik di Indonesia,
saat ini sedang mempersiapkan
infrastruktur yang mendukung
sistem online-notification system,
sosialisasi kepada dunia usaha
dan pelatihan kepada stakeholder
terkait. Bahkan BPOM juga
sedang membuat rancangan
Permenkes, revisi Kepala BPOM
agar selaras dengan ketentuan
ACD.
Sampai saat ini, industri jamu dan
kosmetika Indonesia didominasi
industri skala kecil sehingga
memerlukan pembinaan khusus,
mengingat sektor ini sangat
tergantung dengan penggunaan
teknologi modern, penyedian
bahan baku, dan pemasaran yang
baik. Hingga kini tercatat sekitar
1.100 industri jamu terdiri dari
130 industri kategori besar dan
sisanya skala kecil. Untuk industri
kosmetika terdapat 630 produsen
dimana 85% adalah usaha kecil
menengah.
Ekspor
produk
kosmetika sebesar US$ 79,5 juta
pada tahun 2006, sedangkan

Selain itu, dalam ACD, adanya


keharusan dalam penerapan good
manufacturing practices untuk
jamu atau cara produksi obat
tradisional yang (CPOTB) dan cara
produksi kosmetika yang baik
(CPKB) bagi kosmetika ditingkat
ASEAN. Sehingga, kedepannya
produk-produk
jamu
dan
kosmetika Indonesia memiliki
tantangan dalam persaingan yang
ketat termasuk di pasar ASEAN
maupun pasar internasional
karena ada persyaratan untuk
memproduksi dengan standar
mutu yang baik sangat penting.
D. PENUTUP
AHCRS merupakan skema standar
tunggal yang telah disepakati di
bidang kosmetik di ASEAN. AHCRS
dapat memindahkan seluruh
hambatan teknis perdagangan
dengan
mengharmonisasikan
seluruh aturan dan persyaratan
teknis di antara negara-negara
ASEAN, dengan menomorsatukan

14

kualitas dan keamanan produkproduk kosmetik tersebut. Tentu


saja hal ini dapat meningkatkan
arus perdagangan kosmetik di
negara-negara
ASEAN
dan
meningkatkan daya saing produkproduk tersebut dengan produkproduk kosmetik di luar wilayah
ASEAN.

Selain
itu,
dengan
mengimplementasikan ACD yang hanya
mensyaratkan
product
notification, rantai perdagangan
produk-produk kosmetik menjadi
lebih pendek, hasil riset dan
teknologi baru dapat dinikmati
oleh konsumen lebih cepat dan
pada
akhirnya
konsumen
mempunyai pilihan yang beragam
terhadap
produk-produk
kosmetik yang beredar serta juga
membantu membangun data
base bahan-bahan kosmetik yang
aman untuk dikonsumsi.

Selain itu, harmonisasi dari


peraturan kosmetik di wilayah
ASEAN dapat menguntungkan
seluruh pemegang kepentingan di
sektor ini yaitu konsumen
(dengan memiliki pilihan yang
luas terhadap produk-produk
kosmetik yang aman), badan
pembuat peraturan (dengan
adanya penyederhanaan sistem
peraturan), dan industri kosmetik
ASEAN
(dengan
membuka
wilayah ASEAN sebagai pasar
tunggal untuk produksi dengan
lebih 500 juta konsumen).

Harmonisasi kosmetik di tingkat


negara-negara Asia Tenggara
cenderung merugikan Indonesia
jika tidak diantisipasi segera
dengan peningkatan kualitas dan
keamanan produk-produk yang
dihasilkan. Hal ini disebabkan
kualitas kosmetik di Indonesia
masih sangat rendah dan belum
siap berkompetisi dengan merek
kosmetik
internasional
dan
pabrik-pabrik
kosmetik
di
Indonesia kebanyakan masih
berupa industri kecil dengan
modal, teknologi dan SDM
terbatas.

Operasi Skema Harmonis ASEAN


Cosmetic
Regulatory
tidak
diragukan
lagi
membantu
regulator
untuk
melakukan
praktik terbaik dan menjamin
keamanan
bagi
konsumen
pengguna. Ini akan membantu
industri
kosmetik
dalam
mengurangi biaya melakukan
bisnis dan mendapatkan akses
pasar untuk produk di pasar
ASEAN dan internasional.

15

Referensi:
ASEAN Secretariat
(www.aseansec.org)
ASEAN Cosmetic Association
(www.ASEANcosmetics.org)
ASEAN Harmonized Cosmetic
Regulatory Scheme (AHCRS)

16

PELUANG, TANTANGAN, DAN


IMPLIKASI
TRANS PACIFIC PARTNERSHIP
Oleh: Angga Handian Putra

kawasan sebagai salah satu


agenda utama. Hal tersebut dapat
dilihat dari berbagai upaya dan
dorongan dari APEC untuk
mewujudkan Free Trade Area of
the Asia-Pacific (FTAAP) sejak
tahun 2006. Walaupun masih
terjadi perbedaan pandangan,
APEC melalui pertemuan APEC
Economic Leaders' Meeting
(AELM) tahun 2010 telah
menyepakati FTAAP sebagai salah
satu opsi integrasi ekonomi
kawasan. Pembentukan FTAAP
akan dilakukan di luar APEC,
sedangkan APEC akan berperan
sebagai
inkubator
dalam
pembentukan FTAAP. Selanjutnya, APEC juga telah membahas
opsi-opsi pathway pembentukan
FTAAP yang diantaranya dapat
dilakukan melalui Trans-Pacific
Partnership (TPP).

A. LATAR BELAKANG
Perkembangan arsitektur regional
di kawasan Asia Pasifik dalam
beberapa
dekade
terakhir
bergulir dengan pesat. Bahkan
kawasan ini dinilai sebagai
forefront pembentukan Free
Trade
Agreements
(FTAs)/
Regional Trade Agreements
(RTAs). Tercatat hingga tahun
2010, kurang lebih 111 FTAs/RTAs
telah dibentuk di kawasan, dan
diperkirakan jumlah tersebut
akan terus bertambah sejalan
dengan
semakin
kuatnya
dorongan
negara-negara
di
kawasan untuk semakin mengintegrasikan ekonomi kawasan.

Dapat dikatakan bahwa TPP telah


menjadi euforia pembahasan
APEC dalam dua tahun terakhir.
TPP yang sebelumnya dikenal
sebagai Pacific 4/P-4 (Singapura,
Brunei Darussalam, Chile dan
Selandia Baru) kini semakin
menarik
perhatian
berbagai
negara di kawasan sejalan dengan
bergabungnya beberapa anggota
APEC
lainnya,
seperti
AS,
Australia, Peru, Vietnam, dan
Malaysia.
Bahkan,
sejumlah
ekonomi anggota APEC lainnya

APEC,
sebagai
salah
satu
prominent forum kerja sama
ekonomi di kawasan Asia Pasifik,
menjadikan isu integrasi ekonomi
1

Staf pada Direktorat Kerja Sama APEC &


OIL, Ditjen Kerja Sama Perundingan
Internasional, Kementerian Perdagangan.
Isi artikel sebagian dan seluruhnya bukan
dan tidak dapat dianggap sebagai
representasi atau pandangan resmi dari
Ditjen
KPI,
maupun
Kementerian
Perdagangan.

17

seperti Jepang, Filipina, dan


Kanada juga mulai berancangancang untuk bergabung. Dapat
dibayangkan bahwa jika blok ini
terbentuk, dipastikan TPP akan
memilki leverage yang cukup
diperhitungkan dalam proses
pembentukan arsitektur regional
dan global.

dikenal sebagai P-4 Agreement


(Persetujuan P-4), terdiri dari
Selandia Baru, Singapura, Chile
dan
Brunei
Darussalam.
Perundingan Persetujuan P-4
pertama kali diluncurkan pada
APEC Leaders' Summit 2002.
Perundingan ini pada mulanya
disebut sebagai persetujuan
Pacific Three Closer Economic
Partnership (P3 CEP) yang
beranggotakan Chile, Selandia
Baru dan Singapura, serta Brunei
sebagai observer pada beberapa
putaran perundingan ini, dan
akhirnya menyatakan bergabung
sebagai founding member.

Evolusi TPP lahir pada akhir 1990an, ketika beberapa ekonomi


APEC kecewa dengan kemajuan
liberalisasi
APEC.
Muncul
pemikiran dari 5 (lima) ekonomi
(P5) yaitu Australia, Selandia
Baru, Amerika Serikat, Singapura,
dan Chile mulai membahas untuk
mencari pathway keberlanjutan
liberalisasi. Sementara AS dan
Australia keluar, 3 (tiga) negara
(P3) lainnya melakukan empat
putaran negosiasi pada 20022005
dan
mengumumkan
Persetujuan
Trans
Pacific
Strategic Economies Partnertship
agreement
(TPSEP)
pada
APEC/MRT tahun 2005.
B. TRANS
(TPP)

PACIFIC

Persetujuan P-4 ditandatangani


oleh Selandia Baru, Chile, dan
Singapura pada tanggal 18 Juli
2005, dan Brunei pada tanggal 2
Agustus 2005 bersamaan dengan
konklusi perundingan pada Juni
2005. Persetujuan mulai berlaku
pada tanggal yang berbeda pada
tahun 2006. Persetujuan P-4
merupakan persetujuan perdagangan bebas FTA pertama
yang terdiri dari banyak kawasan
yang
menghubungkan
Asia,
Pasifik, dan Amerika Latin.
Dengan keberagaman geografi
wilayah
negara
anggota,
Persetujuan P-4 sangat menarik,
oleh karena ruang lingkup
perjanjian lebih komprehensif
dan mendalam. Tidak seperti

PARTNERSHIP

Pada tanggal 3 Juni 2005, diselasela pertemuan APEC Ministers


Responsible for Trade (MRT) di
Jeju (Korea), 4 (empat) negara
menyepakati perjanjian Strategic
Economic Partnership Agreement,

18

kebanyakan FTA, Persetujuan P-4


hampir memberikan liberalisasi
total pada semua barang
termasuk pertanian. Hal ini
mengakibatkan Chile, Selandia
Baru dan Singapura untuk
menurunkan tarif sampai nol
pada semua barang tahun 2017,
dan untuk Brunei menurunkan
tarif sampai nol % pada semua
produk kecuali produk handful.

Meskipun
Persetujuan
P-4
memiliki ruang lingkup yang
komprehensif khususnya perundingan jasa keuangan, dan
investasi, namun kekhususan ini
lebih ditujukan sebagai atribut
dari
struktur
persetujuan
dibandingkan dengan isinya.
Pertama, meskipun semua negara
peserta merupakan anggota
APEC,
Persetujuan
P-4
menggabungkan negara dari
berbagai belahan dunia. Hal ini
menciptakan strategi jaringan
yang mencakup wilayah Pasifik,
Amerika Latin, Asia Tenggara, dan
Oseania. Negara-negara ini tidak
termotivasi dengan meningkatkan
akses ke pasar lainnya. Misalnya
Singapura
yang
sudah
memberikan akses bebas cukai
pada semua barang kecuali
alkohol dan tembakau. Dengan
begitu, para pihak serius dalam
membentuk persetujuan yang
berstandar tinggi yang dapat
dijadikan model broader APECwide agreement dan dapat
diterima oleh anggota APEC.

Persetujuan P-4 mencakup trade


in goods, rules of origin, trade
remedies, sanitary and phytosanitary (SPS) measures, technical
barriers to trade (TBT), trade in
services, government procurement,
customs
procedures,
intellectual property, temporary
entry of persons, competition,
institutional
provisions
dan
dispute settlement. Juga Bab yang
mengatur kerja sama di sektorsektor
seperti
pendidikan,
industri primer, budaya, ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Persetujuan P-4 tidak mencakup
jasa keuangan atau investasi,
namun
akan
dinegosiasikan
setelah dua tahun Persetujuan P4 berlaku. Secara substansi,
perundingan ini telah dinyatakan
lengkap.
Bagi
Singapura
Persetujuan P-4 merupakan FTA
pertama yang dimiliki Singapura
dengan negara Amerika Latin.

Untuk memfasilitasi potensi


Persetujuan P-4 sebagai model
APEC wide atau template bagi
Free Trade Area of the AsiaPacific (FTAAP), para pihak telah
memasukkan sejumlah ketentuan
mengenai terbukanya aksesi
dalam P-4. Persetujuan P-4

19

mengatur bahwa terbuka untuk


aksesi yaitu this Agreement is
open to accession by any APEC
Economy, or by any other country,
provided that the signatories to
the Trans-Pacific SEP agree to this
accession. Secara teori, FTA
tanpa ketentuan aksesi dapat
diperluas keanggotaanya dengan
persetujuan dari semua anggota.
Dalam konteks Persetujuan P-4,
ketentuan terbuka untuk aksesi
sangat penting, karena tujuan
awal adalah untuk memperluas
keanggotaan persetujuan.

dikenal sebagai Trans-Pacific


Partnership atau TPP.
Pada September 2008, perundingan TPP yang komprehensif mulai diluncurkan secara
informal.
Putaran
pertama
perundingan formal diselenggarakan pada tanggal 15-18
Maret 2009 di Australia, dengan
Vietnam diharapkan bergabung
sebagai observer, dan Australia
dan Peru ikut berpartisipasi. Pada
Perundingan Putaran ketiga TPP
Agreement yang dilaksanakan
pada tanggal 7-8 Oktober 2010 di
Brunei Darussalam, Malaysia
mencapai
konsensus
untuk
bergabung dengan TPP. Sehingga,
TPP saat ini meliputi kerja sama
kemitraan 9 (sembilan) negara
yang berkeinginan membentuk
suatu new millennium model for
trade dengan negara-negara
anggotanya yaitu AS, Selandia
Baru, Australia, Chile, Brunei,
Singapura, Peru, Vietnam, dan
Malaysia. Jepang menyatakan
ketertarikan bergabung dengan
TPP, sementara 3 (tiga) negara
ASEAN: Indonesia, Philipina, dan
Thailand belum tertarik untuk
bergabung.

Dua tahun setelah berlakunya


Persetujuan
P-4,
berarti
menandakan telah dimulainya
perundingan mengenai investasi
dan jasa keuangan. Amerika
Serikat
menunjukkan
ketertarikannya
bergabung
pada
perundingan
ini,
dengan
perhatian lebih pada aksesi
Persetujuan P-4.
Pada tahun 2008, AS mengikuti
perundingan negara anggota P-4
dan berpikir untuk mengaksesi
persetujuan.
Secara
singkat
setelah perundingan ini, Australia
dan Peru mengumumkan bahwa
mereka juga akan bergabung
pada Persetujuan P-4, kemudian
diikuti oleh Vietnam sebagai
partisipan tambahan. Sejak AS
menunjukkan keinginan untuk
bergabung, persetujuan menjadi

C. PELUANG TPP FTA


Pada tanggal 4 Februari 2008,
United
States
Trade
Representative (USTR) meng-

20

inisiasi aksesi Persetujuan P-4,


mengumumkan
AS
akan
bergabung
dalam
negosiasi
mengenai investasi dan jasa
keuangan yang dimulai pada
Maret antara Singapura, Chile,
Selandia Baru dan Brunei
Darussalam. Pada tanggal 22
September 2008, perundingan
yang
komprehensif
tentang
bergabungnya AS pada Trans
Pacific Agreement diluncurkan.
Putaran pertama perundingan
dijadwalkan Maret 2009, dengan
Australia, Peru, dan Vietnam yang
turut pula berpartisipasi. AS
dengan jelas melihat peluang
pada 9 (sembilan) negara anggota
TPP, dan lebih jauh AS
mengharapkan akan banyak
negara lain berminat untuk
bergabung dengan TPP. Meskipun
anggota TPP lainnya bukan
merupakan
mitra
utama
perdagangan AS namun APEC
secara keseluruhan merupakan
pasar yang bersar. AS melihat
jangka panjang dari FTA di Asia
Pasifik,
alasannya
termasuk
komponen
geopolitik
yang
signifikan. Secara khusus, AS
memandang
bahwa
TPP
merupakan kendaraan terbaik
bagi AS untuk memajukan
kepentingan ekonomi di wilayah
Asia Pasifik. Mengembangkan
ekspor yang sangat penting bagi
recovery ekonomi dan penciptaan

lapangan pekerjaan di AS. Dengan


pertumbuhan yang pesat dan
pasar yang besar, tidak ada
wilayah lain yang lebih vital dalam
pengembangan
perdagangan
selain Asia Pasifik. Dengan kata
lain, TPP merupakan kendaran
bagi integrasi ekonomi AsiaPacific
wide,
yang
akan
memperkuat kepentingan AS
terhadap ekonomi regional ini.
Singapura memandang dibawah
Persetujuan P-4 FTA, para
eksportir
Singapura
akan
memperoleh manfaat dengan
negara di wilayah Amerika Latin.
Pada perdagangan barang, Chile
yang memiliki tarif 89.3 persen
ekspor domestik akan diturunkan
hingga 9.57 persen selama tiga
tahun dan nol persen setelah 6
tahun berlakunya persetujuan.
Sementara
itu,
Pemerintah
Australia mengejar keuntungan
dari TPP yaitu pada penghapusan
atau setidaknya secara subsatansi
mengurangi
hambatan
perdagangan dan investasi. Bagi
Australia, TPP lebih dari suatu
persetujuan perdagangan tradisional, TPP juga merupakan
persetujuan yang berhubungan
dengan hambatan perdaganggan
dan investasi behind the border.
Keputusan Australia untuk turut
berpartisipasi dalam TPP pada
2008 telah melalui proses intensif

21

konsultasi
publik.
Secara
keseluruhan ada kepentingan
yang besar, dan dukungan
partisipasi Australia pada TPP.
Hal-hal pokok yang menarik dan
manfaat yang akan diambil
Australia pada TPP yaitu:
1. TPP
memiliki
potensi
membentuk building block
bagi
integrasi
ekonomi
wilayah Asia Pasifik. Australia
tertarik
terlibat
dalam
membentuk arahan inisiatif
TPP.

sama dengan Peru, negara


dimana
Australia
tidak
memiliki
kerja
sama
perdagangan
bilateral.
Khususnya, ada potensi untuk
akses yang lebih baik untuk
produk
susu
dan
jasa
pertambangan ke Peru.
D. IMPLIKASI EKSPANSI TPP
Ekspansi TPP mencerminkan
suatu perbedaan pathway dalam
integrasi ekonomi Asia, jika
ekspansi TPP menjadi dasar bagi
Free Trade Area of the Asia Pacific
(FTAAP). Integrasi ekonomi Asia
akan berkembang sejalan dengan
pandangan ini sebagai aspirasi
dari ekonomi APEC. Hal ini
menjadi pertimbangan dalam
konteks ekspansi ASEAN. Ekspansi
TPP akan berpengaruh terhadap
negara
APEC
yang
bukan
merupakan anggota TPP.

2. Regional rules of origin akan


memberikan peluang baru
bagi
eksportir
Australia
menyediakan global supply
chain.
3. TPP
dapat
memberikan
tambahan akses pasar untuk
barang dan jasa kedalam
pasar anggota TPP FTA saat ini
dan anggota baru dimasa
mendatang.

1. Implikasi terhadap ASEAN

4. Inklusi bab mengenai Investasi


dan Jasa Keuangan didalam
TPP dapat meningkatkan
peluang
penyedia
jasa
keuangan Australia dengan
hambatan mitigasi, seperti
larangan aliran dana dan
investasi asing.

Ekspansi TPP mungkin akan


mengurangi peranan ASEAN
sebagai asosiasi regional di
Asia
Tenggara. Hal ini
dikarenakan Singapura dan
Brunei telah menjadi bagian P4, dan Vietnam serta Malaysia
mengikuti perundingan TPP
sejak awal. Thailand memiliki
FTA dengan Selandia Baru,
Australia dan Peru, sehingga

5. TPP
memberikan
suatu
kerangka untuk menjalin kerja

22

belum
tertarik
untuk
bergabung. Di lain pihak,
Philipina
dan
Indonesia
memiliki beberapa institusi
yang terkait dengan negara P4 selain dari hubungan kerja
sama ASEAN. Sebagai Asosiasi,
ASEAN menghadapi tekanan
dari beberapa anggotanya
untuk
menunda
jadwal
pelaksanaan ASEAN Free
Trade Agreement karena krisis
ekonomi global.

pihak, perkembangan TPP


dapat memberikan pengaruh
positif bagi Putaran Doha.
Menurut Ambassador USTR
yang mengindikasikan bahwa
TPP dipercaya akan bersifat
melengkapi
perundingan
WTO.
E. TANTANGAN
FTA
TPP
(SUBSTANSI PERSETUJUAN)
Pada kebanyakan perundingan
FTA ada sejumlah isu yang terkait
dengan cakupan substansi yang
menghadapi tantangan untuk
diselesaikan. Meskipun setiap
anggota mencari manfaat dari
akses pasar liberalisasi tindakan
yang diambil oleh mitra dagang,
setiap
anggota
menghadapi
perlawanan
didalam
negeri
terhadap
liberalisasi
hasil
produksi atau pasokan barang
dan jasa dengan kebutuhan
konsumsi domestik. Ada sejumlah
isu substansi yang potensial
dalam
dalam
perundingan
Persetujuan P-4 diantaranya
mengenai
Pertanian
dan
Kekayaan Intelektual.

2. Implikasi terhadap WTO


Jika TPP melakukan ekspansi
dimasa depan hingga menjadi
persetujuan yang lebih besar
maka dapat memberikan
persentase secara signifikan
terhadap perdagangan Trans
Pacific. Hal ini mungkin akan
berpengaruh terhadap kemampuan
anggota
WTO
untuk menyelesaikan perundingan Putaran Doha.
Pengaruh ini bisa dianggap
negatif jika AS dan anggota
TPP
lainnya
dapat
menjelaskan bahwa ekspansi
TPP ialah cara paling mudah
dan lebih menggiurkan dalam
pengembangan
liberalisasi
perdagangan
yang
baru
dibandingkan kerangka kerja
sama
multilateral.
Dilain

1. Pertanian
AS memiliki sejarah dalam
menolak untuk meliberalisasi
aspek perdagangan mengenai
pertanian di forum WTO.
Untuk itu negara anggota P-4

23

telah menyepakati dengan


komprehensif
mengenai
penghapusan
tarif
pada
produk pertanian. Seberapa
banyak sektor pertanian AS
yang dapat dimasukkan dalam
komitmen TPP, merupakan isu
yang paling signifikan.

2. Kekayaan Intelektual
Isu kedua yang menarik
adalah perlindungan kekayaan
intelektual. AS secara umum
memasukkan
ketentuan
didalam FTA yang disebut
sebagai TRIPS-plus yang
lebih
tinggi
tingkat
perlindungannya
dibanding
yang
diisyaratkan
oleh
perjanjian serupa di WTO. Hal
ini tidak menjadi masalah bagi
negara yang telah mempunyai
FTA, termasuk ketentuan
TRIPS-plus. Dengan AS, seperti
Australia
dan
Singapura.
Sebagai contoh perlindungan
terhadap parallel importation.
Didalam AS-Australia FTA
melarang parallel importation,
namun di dalam AS-Singapura
FTA dilindungi dengan tidak
melarang parallel importation.
Untuk
negara
dengan
ekonomi
kecil,
seperti
Selandia
Baru,
perijinan
parallel import membuat baik
ekonomi,
namun
belum
memiliki ketentuan domestik
yang mengijinkan parallel
import.
Diasumsikan
AS
menginginkan TPP untuk
mencantumkan
ketentuan
pengetatan parallel import,
yang mana akan ditentang
oleh Selandia Baru dan
Singapura.

Sebagian ekspor Selandia Baru


ke AS adalah produk pertanian
yang
merupakan
produk
sensitif AS: primarily dairy,
lamb, and beef. Industri susu
AS telah bereaksi terhadap
kemungkinan produk susu
Selandia Baru masuk pasar AS,
dan tiga puluh senator
mengirimkan surat kepada
USTR menunjukkan perhatian
mereka terhadap hal tersebut.
Selandia
Baru
memiliki
penawaran yang rendah bagi
AS untuk memasukkan susu
didalam persetujuan. Fakta,
AS hanya mendapatkan sedikit
keuntungan dari hubungan
kerja sama dengan Selandia
Baru. Pasar Selandia Baru
sudah sangat liberal, jadi
hanya akan memberikan
keuntungan minimal dalam
pengembangan akses pasar.
Selandia Baru merupakan
pasar yang kecil, dengan
kontribusi ekspor yang kecil.

24

F. PERKEMBANGAN PERUNDINGAN
TPP AGREEMENT

serta hal yang terkait lainnya


seperti: trade and investment
pada semua sektor jasa, dari
telekomunikasi
dan
jasa
keuangan hingga energi, dan
jasa
penyaluran
tenaga
profesional serta akses pasar
secara
reciprocal
pada
pengadaan barang pemerintah.
Amerika
Serikat
mengusulkan text mengenai
tenaga kerja dan BUMN.

Sejak bergabungnya Amerika


Serikat dengan TPP pada tahun
2008, kemudian diikuti oleh
Vietnam, Australia, dan Peru pada
Putaran Pertama Perundingan
TPP Agreement tahun 2009,
Perundingan telah dilaksanakan
delapan Putaran. Putaran delapan
dilaksanakan pada tanggal 10-15
September 2011 di Chicago, AS.
Hasil
perundingan
putaran
delapan yaitu:

3. Kerangka dasar agreement


akan selesai pada pelaksanaan APEC Leaders Meeting di
Honolulu.

1. Kemajuan pada penyusunan


legal text TPP agreement
dengan membahas lebih dari
20 Bab yang meliputi:
Customs, Technical Barriers to
Trade, Telecommuni-cations,
Government
Procurement,
dan isu-isu horizontal seperti
small-and
medium-sized
enterprises,
regulatory
coherence, competitiveness,
and development, Intellectual
Property and Investment.
2. Kemajuan mengenai packages
akses pasar terhadap pasar
produk-produk
industri,
pertanian,
TPT
serta
pengadaan
pemerintah.
Perundingan
rinci
ini
membutuhkan kesepakatan
tiap negara pada 11.000 tariff
lines, dan rules of origin (RoO)

4. Pada
putaran
ini,
AS
memaparkan makalah dengan
judul Trade Enhancing Access
to Medicines (TEAM). TEAM
dirancang untuk menjelaskan
kebijakan perdagangan untuk
mempromosikan dan mengurangi hambatan akses
terhadap obat-obatan generik
dan
inovatif,
serta
mendorong inovasi untuk
mengembangkan obat baru
dan terobosan medis lainnya.
G. PENUTUP
Persetujuan TPP memiliki potensi
untuk bertindak sebagai building
block terhadap liberalisasi dimasa
mendatang, dan memultilateralisasi beberapa fragmentasi yang

25

dihasilkan FTA saat ini. FTA dalam


kerangka TPP memiliki peluang
bagi negara anggota untuk
meningkatkan
akses
pasar,
mengurangi
hambatan
perdagangan, dan investasi. Implikasi
FTA terhadap ASEAN dan
Perundingan Putaran Doha WTO
perlu diantisipasi, TPP dalam hal
ini dapat digunakan sebagai FTA
yang melengkapi FTA yang sudah
ada di regional Asia Tenggara dan
mendukung
penyelesaian
Perundingan
Putaran
Doha.
Secara substansi ketentuan yang
menjadi isu menarik adalah
ketentuan mengenai pertanian
dan kekayaan intelektual. Dengan
FTA TPP, hambatan terhadap
perdagangan produk pertanian
dengan negara maju, setidaknya
hubungan perdagangan dengan
AS dapat dikurangi dengan
mengaturnya di dalam FTA TPP.

Peluang dan Tantangan Bagi


Indonesia", di Jakarta.

Referensi:
-

Carrow, Marri, 3 December


2010. Trans-Pacific Partnership
will
Create
New
Millennium Model for Trade.

Kementerian Luar Negeri.


Press release Focus Group
Discussion (FGD), 6 Desember
2010 "Trans-Pacific Partnership Sebagai Opsi Integrasi
Ekonomi Kawasan Asia Pasifik:

26

Lewis, Meredith Kolsky. 2011


The Trans-Pacific Partnership: New Paradigm or Wolf In
Sheep's Clothing?, Boston
College Law School.

Lewis,
Meredith
Kolsky.
September, 2009. Expanding
the P-4 Trade Agreement into
a
Broader
Trans-Pacific
Partnership:
Implications,
Risks and Opportunities,
Asian Journal of WTO &
International Health Law and
Policy.

Ministry of Trade and Industry


Singapore. Media Info-Note.
18 Juli 2005. Trans-Pacific
Strategic Economic Partnership Agreement (Trans-Pacific
SEP).

Yamazawa, 22-23 September


2011 New IAP Peer Review
Process toward FTAAP, APEC
Study Center Consortium
Conference, San Francisco.

http://www.ustr.gov/aboutus
/TPP.

http://www.dfat.gov.au/fta/t
pp/index.html.

BRASIL SEBAGAI MITRA


STRATEGIS PERDAGANGAN
INDONESIA
Oleh: Andri Gilang Nugraha

stabil pada total perdagangan


hingga saat ini.
Di samping kesamaan wilayah
yang luas dan jumlah penduduk
yang besar, Indonesia memandang Brasil sebagai negara
yang
memiliki
kesamaan
pandangan dalam berbagai isu
regional, dan multilateral, di
mana Brasil merupakan salah
satu anggota berpengaruh di
forum multilateral WTO dan
forum regional MERCOSUR
(pakta kerja sama perdagangan
bebas Amerika Latin, yang
anggotanya
terdiri
dari
Argentina, Paraguay, Uruguay,
Bolivia, Chile, dan Venezuela).

A. LATAR BELAKANG
Brasil merupakan salah satu
negara dengan luas wilayah dan
ekonomi terbesar di Amerika
Latin, dengan tingkat produksi
industri terbesar ke-8 di dunia.
Brasil sering dikenal sebagai
salah satu negara pada akronim
BRIC (Brasil, Rusia, India,
China) yang dipopulerkan oleh
Jim ONiell melalui penelitiannya
pada tahun 2001 dan dipercaya
sebagai kelompok negara-negara
berkembang yang diperkirakan
dapat
melampaui
ekonomi
negara G-7 pada tahun 2027.

Adapun
sebaliknya,
Brasil
menilai Indonesia sebagai negara
yang memiliki peranan sangat
penting baik dalam bidang
ekonomi maupun bagi stabilitas
politik di kawasan Asia Tenggara
dan kawasan Asia Pasifik. Oleh
karena itu, dapat dikatakan
kemitraan Selatan-Selatan yang
terjalin antara kedua negara
diharapkan dapat menciptakan
kerja sama yang strategis dan
saling menguntungkan serta
membawa
dampak
positif
terhadap
perkembangan
ekonomi kedua negara, terlebih
dalam menghadapi ancaman
krisis keuangan global di

Indonesia
sendiri
telah
melakukan hubungan bilateral
dengan Brasil pada bulan Maret
tahun 1953 yang secara umum
berlangsung dengan baik dan
mengalami tren peningkatan
1

Staf pada Sekretariat Ditjen Kerja Sama


Perdagangan Internasional, Kementerian
Perdagangan. Isi artikel sebagian dan
seluruhnya bukan dan tidak dapat
dianggap sebagai representasi atau
pandangan resmi dari Ditjen KPI, maupun
Kementerian Perdagangan.

27

kawasan Eropa dan Amerika


Serikat.

tujuan pasar bagi produk-produk


Brasil.

Pada awal Oktober 2011 di


Jakarta,
telah
dilakukan
B. PEMBAHASAN
kunjungan
resmi
oleh
Kinerja Perdagangan IndonesiaUndersecretary General for
Brasil
Political Affairs II, Ministry of
Foreign Affairs of Brazil dan para
(dalam ribuan US$)
delegasi
kepada
Ekspor
Impor
Neraca Perdagangan
Wakil
Menteri
Perdagangan
RI,
yang dimaksudkan
2.000,00
1.500,00
untuk
meningkat1.000,00
kan
hubungan
500,00
perdagangan
bilateral
antara
(500,00)
Indonesia dan Brasil.
Pada
kunjungan
tersebut pihak Brasil
menyampaikan
keinginannya
untuk
dapat
meningkatkan
kinerja
perdagangan antar kedua negara
dan melakukan diversifikasi
terhadap produk dan pasar
tujuan ekspor.

Sumber: Kemendag, 2011


Selama periode Januari-Juli 2011
neraca perdagangan Indonesia
dengan Brasil mengalami surplus
US$ 218 juta meningkat 48,13%
dibandingkan periode yang sama
tahun 2010. Neraca tahun 2011
terdiri dari surplus komoditi non
migas sebesar US$ 216 juta dan
migas US$ 1.9 juta.

Kunjungan tersebut tentunya


menggambarkan
semakin
strategis dan kuatnya posisi
Indonesia sebagai mitra kerja
sama
perdagangan
untuk
negara-negara
berkembang
seperti Brasil. Namun hal ini
perlu dicermati dengan baik agar
Indonesia tidak hanya dijadikan

Laju pertumbuhan rata-rata


perdagangan
Indonesia-Brasil
selama lima tahun terakhir
(2006-2010) sebesar 26,92%.
Sedangkan nilai perdagangan
Januari-Juli tahun 2011 adalah

28

sebesar US$ 1,8 miliar atau


meningkat 29,40% dibandingkan
dengan periode Januari-Juli
tahun 2010 yaitu sebesar US$
1,4 miliar.

dalam waktu yang tidak terlalu


lama dengan terus memperkuat
hubungan bilateral perdagangan
kedua negara dan fokus di
hubungan perdagangan dan
investasi jangka panjang.

Ekspor Indonesia ke Brasil


selama lima tahun terakhir
(2006-2010) rata-rata sebesar
US$ 964,2 juta per tahun dengan
tren positif 26,92%. Pada
Januari-Juli tahun 2011 ekspor
Indonesia ke Brasil sebesar US$
1,03 miliar atau naik 31,15%
dibandingkan dengan periode
yang sama tahun 2010 yaitu
sebesar US$ 788,32 juta.

Indonesia mempunyai prospek


ekspor yang besar ke Brasil
karena untuk beberapa produk
ekspor utama, Indonesia berada
pada peringkat 1 (satu). Hal ini
berarti bahwa untuk beberapa
jenis
produk
Indonesia
merupakan pemasok utama
bahan baku industri Brasil,
seperti: biji kakao, pala, minyak
kelapa sawit, benang tekstil
polyester, dan benang tekstil
fiber.

Impor Indonesia dari Brasil


selama lima tahun terakhir
(2006-2010) rata-rata sebesar
US$ 1,07 miliar per tahun. Pada
periode Januari-Juli tahun 2011
impor Indonesia dari Brasil
sebesar US$ 815,62 juta atau
naik
27,25%
dibandingkan
periode yang sama tahun 2010
yaitu sebesar US$ 640,96 miliar.

Untuk produk karet alam


Indonesia merupakan pemasok
utama kedua sesudah Thailand,
sedangkan untuk produk asam
lemak
monokarboksilat,
Indonesia merupakan pemasok
keempat sesudah Jerman, AS
dan Malaysia.
Untuk aparatus aksesori dengan
HS 8519 sampai dengan 8521
Indonesia menjadi pemasok
ketiga sesudah China dan Korea,
diikuti oleh Malaysia, Jepang,
dan China Hongkong. Peluang
pasar yang bagus ini harus terus
ditingkatkan atau paling tidak

Profil Ekspor Impor


Indonesia sebagai mitra dagang
potensial bagi Brasil di kawasan
Asia setelah RRT diharapkan
dapat
meningkatkan
nilai
perdagangan yang semula pada
tahun 2010 hanya mencapai US$
3,2 miliar menjadi US$ 10 Miliar

29

dipertahankan
agar
tidak
dimanfaatkan oleh negara lain.

regional di ASEAN yang semakin


pesat di mana Indonesia
diharapkan
dapat
menjadi
pemimpin
pembentukan
kerangka kerja sama regional
khususnya
ASEAN+1
yang
diharapkan dapat lebih terbuka.

Komoditi ekspor Indonesia ke


Brasil dari sektor pertanian
adalah biji kakao, CPO dan
minyak sawit lainnya, serta karet
alam, sedangkan dari sektor
industri adalah: benang tesktil
poliester, benang serat poliester,
benang serat artifisial, dan spare
parts kendaraan.

Beberapa bidang kerja sama


yang dibahas secara mendalam
pada kunjungan pihak Brasil ke
Indonesia antara lain membahas
kerja sama di bidang pertanian
dan peternakan (daging sapi);
pertambangan dan energi (bio
diesel);
dan
transportasi
(pesawat udara). Kerja sama
bilateral yang diharapkan tidak
hanya
diwujudkan
dalam
kegiatan perdagangan secara
fundamental, namun dapat
berupa peningkatan utilisasi
proses produksi dan penghasilan
nilai tambah dalam pengelolaan
produk potensial yang dapat
diterapkan di Indonesia.

Komoditi impor Indonesia dari


sektor pertanian adalah ekstrak
minyak
kacang
kedelai,
tembakau, dan gula. Dari sektor
industri adalah biji besi, pulp,
kayu kimia, soda & sulfat, turbo
jet, dan mesin untuk kain
selulosa, sedangkan dari sektor
sumber alam adalah kapas yang
belum disisir.
Bentuk Kerja Sama Strategis
Kerja sama strategis yang
diharapkan antar kedua negara
sekiranya dapat ditingkatkan
tidak hanya pada tingkat teknis
namun juga pada tingkat
strategis yang lebih mendasar.

Sebagai contoh potensi kerja


sama teknis yang dilakukan
dapat
berupa
peningkatan
jumlah investasi teknologi dan
mesin pertanian yang dapat
memberikan nilai tambah akan
hasil produk pertanian yang
dapat dijadikan biodiesel sebagai
bahan energi alternatif.

Hal ini tergambar dalam rencana


Brasil yang akan mengaksesi
Treaty of Amity and Cooperation
(TAC) pada bulan November
2011 untuk meningkatkan kerja
sama dengan ASEAN, mengingat
perkembangan
kerja
sama

Pihak Brasil juga menyampaikan


informasi terkait 3 (tiga)

30

perusahaan Brasil yang tertarik


untuk menanamkan investasinya
melalui transfer ilmu pengetahuan
terkait
pengembangan
cement, embrio, dan feed
stock produk peternakan agar
meng-hasilkan output yang lebih
produktif, dengan melatih para
pengusaha-pengusaha terkait di
Indonesia yang dapat diwujudkan
melalui
kerangka
Partnership in Food Security
antar kedua negara.

perbankan masing-masing
negara yaitu Indonesia Exim
Bank dan BNDES (Bank
Pembangunan Brasil) dapat
bertemu dan menjajaki
kemungkinan kerja sama
pembiayaan ekspor.
c.

Hambatan Perdagangan
Indonesia mengharapkan agar
berbagai
peraturan
yang
menghambat ekspor Indonesia
ke negara tersebut dapat
ditinjau atau dicarikan jalan
keluarnya,
sehingga
nilai
perdagangan
yang
dialami
Indonesia dapat terus tumbuh
dan investasi dapat ditingkatkan,
antara lain melalui:
a.

b.

Tingginya kasus tuduhan


dumping dan safeguard
terhadap
produk-produk
yang berasal dari perusahaan Indonesia. Hal ini
tentunya
dapat
menghambat akses pasar dan
mengurangi daya saing
produk Indonesia dikarenakan pemberlakuan tarif yang
tinggi.

C. PENUTUP
Terkait
dengan
kondisi
perdagangan bilateral kedua
negara maka tentunya perlu
dilakukan upaya-upaya untuk
meningkatkan
hubungan
perdagangan bilateral tersebut
antara lain dengan:

Merintis jalur perdagangan


langsung antara kedua
negara karena selama ini
jalur perdagangan dilakukan
melalui
negara
ketiga
seperti
Singapura,
Hongkong, dan Amerika
Serikat.
Mengatasi faktor keterbatasan
fasilitas
pembiayaan (financing). Dapat
diusulkan agar perwakilan

31

1.

Meningkatkan perdagangan
Brasil Indonesia melalui
kemungkinan dilakukannya
Joint Study Group (JSG)
MERCOSUR Indonesia atau
MERCOSUR - ASEAN.

2.

Rencana penandatanganan
MoU Between The Ministry

of Trade of The Republic of


Indonesia and The Ministry
of Development, Industry
And Foreign Trade of The
Federative Republic of Brazil
on Enhancing The Promotion
of Trade And Investment.
3.

Melakukan secara rutin misi


dagang
dan
pameran
produk unggulan kedua
negara.

Referensi:
Pusat Data dan Informasi,
Kementerian Perdagangan;
Forum for East Asia Latin
America
Cooperation
(http://fealac.kemlu.go.id);
The Jakarta Post. Oktober
2011.

32

TINJAUAN UMUM POTENSI


KERJA SAMA EKONOMI
INDONESIA TURKI
Oleh: Jefrey Zakharia

menunjukan tren positif. Nilai


total
perdagangan
bahkan
mencapai di atas US$ 2 miliar
pada tahun 2008. Angka
tersebut tercatat dalam Sidang
Komisi Bersama (SKB-7) pada
tahun 2008 dan sebagai tindak
lanjut
pada
tahun
2010,
Kementerian
Perdagangan
membentuk suatu tim Joint
Study Group (JSG) yang dipimpin
oleh
Profesor
Djisman
Simandjuntak. Tim JSG tersebut
bertugas untuk mengkaji secara
mendalam
mengenai
kemungkinan dibentuknya suatu
kerja sama ekonomi antara
Indonesia dan Turki.

A. PENDAHULUAN
Kerja sama ekonomi baik dalam
format Free Trade Area (FTA)
atau
dalam
format
Comprehensive
Economic
Partnership Agreement (CEPA)
serta dalam format lainnya,
bertujuan untuk meningkatkan
hubungan perdagangan dan
investasi antara dua negara atau
lebih. Mengingat perkembangan
perundingan multilateral melalui
putaran doha di WTO berjalan
cukup lambat, maka sekarang ini
banyak negara yang mengambil
jalan pintas melalui kerja sama
ekonomi secara bilateral.

Kondisi perekonomian global


dan situasi domestik Turki juga
menjadi faktor penting dalam
langkah yang diambil Turki
dalam melakukan pendekatan ke
Indonesia. Setelah pukulan krisis
finansial global pada tahun 2008
yang
menjatuhkan
negaranegara maju di Amerika Utara
dan Eropa, Turki tampaknya
mencari kawasan yang dapat
dijadikan motor pembangunan
ekonomi, dan kawasan Asia
Timur terutama Asia Tenggara
(ASEAN) yang dapat memenuhi
kepentingan Turki.

Latar belakang dari kerja sama


ekonomi antara Indonesia dan
Turki
adalah
nilai
total
perdagangan kedua negara yang
terus
berkembang
dan

Staf pada Direktorat Kerja Sama


Bilateral, Ditjen Kerja Sama Perdagangan
Internasional, Kementerian Perdagangan.
Isi artikel sebagian dan seluruhnya bukan
dan tidak dapat dianggap sebagai
representasi atau pandangan resmi dari
Ditjen KPI, maupun Kementerian
Perdagangan.

Terkait dengan perkembangan


yang telah diinformasikan di
atas, maka berikut ini adalah

33

informasi-informasi yang dapat


mengambarkan secara umum
potensi-potensi kerja
sama
ekonomi antara Indonesia dan
Turki.

banyak didominasi oleh sektor


industri yang lebih kompleks
yang terletak di kota-kota besar
di Turki (terkonsentrasi di
wilayah bagian barat Turki).
Selain sektor industri, sektor jasa
yang terus berkembang juga
mendukung
peningkatan
perekonomian Turki. Pada tahun
2009, sektor pertanian telah
memberikan kontribusi 9,4% dari
GDP sementara sektor industri
telah memberikan kontribusi
sebesar 25,9% dari GDP. Sektor
jasa telah memberi kontribusi
sebesar 64,37 % dari GDP Turki.

B. SEKILAS TENTANG
PEREKONOMIAN TURKI
Turki
memiliki
sistem
perekonomian yang dinamis, di
mana adanya percampuran
industri modern dan perdagangan secara bersama-sama
dengan
sektor
pertanian
tradisional yang masih dipergunakan bagi sekitar 30 persen
lapangan kerja untuk penduduk
Turki.

Sektor
kunci
dalam
perekonomian Turki ialah perbankan,
konstruksi,
home
appliances, tekstil, oil refining,
produk petrokimia, makanan,
pertambangan, besi dan baja,
industri otomotif dan mesin.
Turki memiliki industri otomotif
yang
besar
dan
terus
berkembang, di mana pada
tahun 2006 Turki berhasil
memproduksi 1,024,987 kendaraan bermotor. Hal tersebut
membuat Turki berada pada
urutan ke-6 atas produseN
terbesar di Eropa dan urutan ke
15 atas produseN terbesar di
dunia. Turki juga merupakan
salah satu negara yang menonjol
dalam industri pembangunan
galangan kapal. Pada tahun 2007

Turki juga memiliki sektor swasta


yang
kuat
dan
terus
berkembang, meskipun demikian negara tetap berperan
utama pada industri-industri
yang bersifat basic seperti
perbankan, transportasi, dan
komunikasi. Sektor industri yang
paling besar di Turki adalah
sektor tekstil dan pakaian. Kedua
sektor
tersebut
mampu
menyerap tenaga kerja sebanyak
sepertiga
dari
industrial
employment.
Kini perekonomian Turki tidak
lagi didominasi oleh aktivitas
pertanian tradisional di daerah
pedalaman, namun kini lebih

34

Turki berada pada urutan


keempat di dunia (setelah China,
Korea Selatan, dan Jepang)
dalam hal jumlah pesanan kapal
dan juga berada pada urutan
keempat di dunia (setelah Italia,
Amerika Serikat, dan Kanada)
dalam hal pesanan mega yachts.

akan berlaku setelah proses


ratifikasi internal.
C. KONDISI MAKRO-EKONOMI
INDONESIA DAN TURKI
Secara
makro
ekonomi,
Indonesia dan Turki termasuk
negara middle power dengan
kondisi makro ekonomi yang
cenderung
stabil.
Kinerja
pertumbuhan ekonomi dari
kedua negara pada 10 tahun
terakhir (2001-2010) menunjukan tren positif meskipun krisis
keuangan global yang menghantam Turki pada periode
2008-2009.

Salah satu kelebihan Turki di


mata dunia internasional adalah
Turki
memiliki
populasi
mencapai 70 juta jiwa dengan
iklim investasi dan perdagangan
yang liberal dan disertai dengan
bilateral FTA dengan berbagai
negara dan Custom Union
dengan
EU.
Turki
juga
merupakan kandidat untuk
anggota Uni Eropa. Selain itu
Turki juga memiliki hubungan
perdagangan yang erat dengan
negara-negara di kawasan Timur
Tengah, dan Asia Tengah.

Indonesia merupakan negara


dengan
status
emerging
economy dengan Gross Domestic
Product (GDP) mencapai 1% dari
nilai total GDP dunia (3.000 USD
GDP/perkapita
pada
tahun
2010), share dalam perdagangan
barang mencapai 0,95% dari nilai
total perdagangan barang dunia,
share dalam perdagangan jasa
mencapai 0,64% dari nilai total
perdagangan jasa, 0,28% dari
arus Foreign Direct Investment
(FDI) dunia dan 0,74% dari
cadangan
devisa
dunia.
Perhitungan nilai dan angka
tersebut menunjukan peran
Indonesia dalam perekonomian
dunia sebagai anggota dari G20.

Terkait dengan bilateral FTA,


Turki telah menandatangani
bilateral FTA dengan negaranegara di kawasannya, antara
lain adalah Israel, Macedonia,
Krosia,
Bosnia-Herzegovina,
Palestina, Tunisia, Maroko, Siria,
Mesir, Albania, Georgia, dan
Serbia
and
Montenegro.
Sementara FTA dengan Chile dan
Yordania akan berlaku pada
bulan
Maret
2011
lalu,
sedangkan FTA dengan Lebanon

35

Sedangkan Turki yang juga


anggota dari G20 memililki GDP
yang mencapai 1,12% dari total
nilai GDP dunia dunia (8.723 USD
GDP/perkapita
pada
tahun
2009), share 1% dari total nilai
perdagangan barang dunia,
share 0,7% dari perdagangan
jasa dunia, 0,3% dari arus FDI
dunia, dan memiliki 0,8%
cadangan devisa dunia.

Selama periode 2002-2007, GDP


Turki tumbuh dengan rata-rata
tahunan
sebesar
6,8%.
Dikarenakan
dampak
krisis
finansial global terhadap Turki,
maka GDP Turki terkontraksi 7%
di kuartal terakhir 2008 sehingga
pertumbahan GDP turun ke
angka 0,9% pada tahun 2008 dan
beranjak negatif di tingkat 4,7%
pada tahun 2009. Namun pada
tahun
2010
diperkirakan
perekonomian
Turki
akan
tumbuh di angka 6%.

The Comparison of Economic


Growth between Indonesia and
Turkey, 2000-2010

Sementara
perekonomian
Indonesia bertumbuh dengan

P e rc e nt
12
9.4
T urke y
8

6.8

6.2

4.9

4.5

3.6

8.4
6.1

6.9
6.3

5.3
4.8

5.0

5.7

6.1
4.5

4.7
5.5

6.0
Indone sia

0.9

0
2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

-4
-4.7

-5.7
-8

*) T urkis h figure is es timated

fluktuasi yang cukup stabil


apabila dibandingkan dengan
Turki. Pada periode 2000-2009
perekonomian
Indonesia
tumbuh dengan rata-rata 5,1%
pertahun. Walaupun angka
tersebut melambat pada tahun
2008, pertumbuhan ekonomi

Source: Statistics Indonesia and


Turkish Statistical Institute

36

2010*

tercatat positif di tahun 2009


dan mencapai angka 4,5%.
Dampak krisis finansial global
dapat diredam karena struktur
perekonomian Indonesia lebih
mengandalkan
domestic
demand.

memainkan
peranan
yang
signifikan dalam perekonomian
dunia, mengingat kedua negara
merupakan anggota G20 dan
OKI. Hal ini mengindikasikan
potensi dari kedua negara untuk
mempengaruhi perkembangan
perekonomian
dunia.
Perkembangan
menunjukan
pihak pemerintah dari kedua
negara juga semakin aktif dalam
meningkatkan peranan mereka
dalam Fora Internasional.

D. PERAN KEDUA NEGARA DALAM


FORA INTERNASIONAL
Indonesia dan Turki memiliki
banyak kesamaan dan seringkali
mengambil posisi yang sama
dalam
berbagai
fora
internasional, dan selain dalam
bidang makro ekonomi, kedua
negara juga memiliki kesamaan
dalam hal budaya dimana
Indonesia dan Turki merupakan
negara
dengan
penduduk
mayoritas beragama islam. Hal
ini turut berpengaruh dalam
arah
kebijakan
ekonomi
internasional kedua negara,
keanggotaan Indonesia dalam
Organsasi Konferensi Islam (OKI)
merupakan perwujudan dari hal
ini. Status Indonesia dan Turki
sebagai
sesama
negara
berkembang juga membentuk
kerja sama kedua negara dalam
grup Developing 8 (D8).
Pasca
yang
maju,
Turki

Terkait kerja sama ekonomi,


Indonesia dan Turki memiliki
persamaan sebagai negara yang
memiliki ekonomi terbuka dan
merupakan negara anggota
WTO, Indonesia dan Turki juga
menunjukan komitmen dalam
mengikuti prinsip dan ketentuan
WTO, terutama Artikel XXIV
tentang Regional Economic
Integration, dengan contoh
Indonesia dengan ASEAN-nya,
dan Turki dengan UE-Turkey
Custom Union.
E. KERJA SAMA DAN HUBUNGAN
PERDAGANGAN KEDUA
NEGARA
Indonesia sebagai kekuatan
ekonomi yang besar di kawasan
Asia Tenggara memiliki tempat
penting di dalam sudut pandang
Turki. Hal ini dibuktikan dengan

krisis global di tahun 2008


banyak memukul negara
maka baik Indonesia dan
memandang perlu untuk

37

fakta
beberapa
perjanjian
bilateral di bidang ekonomi
dengan Indonesia - Turki antara
lain:

Kawasan mitra dagang terbesar


Indonesia adalah Asia Timur
dengan share mencapai 70,3%
diikuti dengan Eropa 12,5% dan,
Amerika 11,6%. Sedangkan
kawasan mitra dagang Turki
adalah: Eropa, Timur Tengah,
Asia Tengah, serta Afrika. Seperti
yang telah disebutkan di atas,
pada saat ini Turki sedang
mencari jalur penetrasi baru
untuk mengembangkan pasarnya di Asia Timur, sedangkan
Indonesia sedang berupaya
mengembangkan
pasar-pasar
non tradisional-nya di Asia
Tengah, Afrika, dan Timur
Tengah.

1. Trade Agreement (1959),


2. Technical and Economic
Cooperation
Agreement
(1982),
3. Agreement on Reciprocal
Promotion and Protection of
Investments (1997),
4. Agreement on Avoidance of
Double Taxation (1997).
Pada
Joint
Study
Group
Indonesia Turki, kedua negara
memandang
bahwa
perlu
dibentuknya suatu kerja sama
ekonomi berupa perjanjian
perdagangan komprehensif yang
dapat meningkatkan nilai total
perdagangan
antara
kedua
negara.

F. PENUTUP
Perdagangan adalah bidang
utama
yang
membangun
hubungan
ekonomi
antara
Indonesia - Turki, dan nilai
perdagangan tersebut diharapkan dapat terus bertambah
setiap
tahunnya.
Namun
demikian hubungan perdagangan antara Indonesia dan Turki
dapat
dikatakan
belum
mencapai tingkat optimal dalam
potensi nilai total perdagangan
dan keberagaman produk yang
diperdagangkan.

Sebagai catatan, nilai perdagangan


Indonesia
Turki
mencapai 0,6% dari total
perdagangan Indonesia pada
tahun 2010, sementara dari sisi
Turki
nilai
perdagangan
mencapai 0,6% pada tahun
2010, dengan cakupan produk
terbatas antara lain produk karet
dan tekstil sebagai komoditas
ekspor Indonesia ke Turki serta
produk
wheat
flour
dan
petrokimia sebagai komoditas
ekspor Turki ke Indonesia.

Banyak
argumen
yang
menyebabkan hubungan per-

38

dagangan kedua negara berada


di bawah tingkat optimal, jarak
dan letak geografis juga menjadi
salah satu alasan penyebab.
Namun
memandang
perkembangan teknologi yang ada
telah memperpendek jarak,
maka jarak dan letak geografis
tersebut akan dapat diubah
menjadi
suatu
keuntungan
karena seperti yang kita ketahui
kawasan mitra dagang Indonesia
umumnya berada di kawasan
Asia Timur, sedangkan negara
mitra Turki adalah Uni Eropa,
maka terdapat potensi untuk
mengoptimalkan
keuntungan
dari hubungan perdagangan
kedua
negara
dengan
menjadikan Indonesia atau Turki
sebagai gerbang pintu masuk ke
target kawasan mitra dagang.

mitra lain yang tidak begitu


terpengaruh krisis ekonomi
seperti Indonesia.
Terkait dengan investasi, kerja
sama investasi antara kedua
negara masih cukup kecil
dibandingkan investasi dengan
negara lain, namun terdapat
beberapa
peluang
untuk
meningkatkan investasi terutama dalam bidang industri
pertahanan, teknologi manufaktur, elektronik, otomotif,
energi terbarukan, serta dalam
sektor-sektor
jasa
seperti
tourism,
kesehatan,
dan
pendidikan.
Mengingat Indonesia dan Turki
adalah anggota dari G20 dan
OKI,
maka
pertukaran
pandangan mengenai isu-isu
global dalam berbagai negosiasi
multilateral dan kerja sama
ekonomi antara keduanya dapat
membangun suatu pondasi
konsesus bersama di dunia
internasional.

Kondisi
dan
situasi
perekonomian global juga dapat
menjadi faktor pendorong bagi
Turki untuk lebih berupaya
mendakati Indonesia, mengingat
pada saat ini krisis di zona euro
yang menyebabkan perekonomian negara-negara anggota EU
melemah dan Turki sebagai
anggota dari EU Custom Union
akan secara langsung terpukul
oleh krisis ini. Oleh karena hal
tersebut Turki perlu melakukan
diversifikasi
neraca
perdagangannya ke negara-negara

39

Anda mungkin juga menyukai