1 MATA MERAH)
Dewi Arika H.
110 2011 075
I.
ANATOMI MATA
Makroskopik
Dewi Arika H.
110 2011 075
LENSA
Terdapat di belakang iris.
Dengan merubah bentuknya, lensa memfokuskan cahaya ke retina :
- Jika mata memfokuskan pada objek yang dekat, maka otot silier akan berkontraksi, sehingga lensa
menjadi lebih tebal dan lebih kuat.
- Jika mata memfokuskan pada objek yang jauh, maka otot silier akan mengendur dan lensa menjadi
lebih tipis dan lebih lemah.
Sejalan dengan pertambahan usia, lensa menjadi kurang lentur, kemampuannya untuk menebal menjadi
berkurang sehingga kemampuannya untuk memfokuskan objek yang dekat juga berkurang. Keadaan ini
disebut presbiopia.
RETINA
mengandung saraf-saraf cahaya dan pembuluh darah.
Bagian retina yang paling sensitif adalah makula, yang memiliki ratusan ujung saraf. Banyaknya ujung
saraf ini menyebabkan gambaran visuil yang tajam. Retina mengubah gambaran tersebut menjadi
gelombang listrik yang oleh saraf optikus dibawa ke otak.
SARAF OPTIKUS
menghubungkan retina dengan cara membelah jalurnya.
Sebagian serat saraf menyilang ke sisi yang berlawanan pada kiasma optikus (suatu daerah yang berada
tepat di bawah otak bagian depan). Kemudian sebelum sampai ke otak bagian belakang, berkas saraf
tersebut akan bergabung kembali.
Dewi Arika H.
110 2011 075
Saraf optikus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam retina ke otak
Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata
Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain dan merangsang otot pada tulang
orbita.
Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata kanan, sedangkan darah
dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena retinalis. Pembuluh darah ini masuk dan keluar melalui mata
bagian belakang.
STRUKTUR PELINDUNG
Struktur di sekitar mata melindungi dan memungkinkan mata bergerak secara bebas ke segala arah.
Struktur tersebut melindungi mata terhadap debu, angin, bakteri, virus, jamur dan bahan-bahan berbahaya
lainnya, tetapi juga memungkinkan mata tetap terbuka sehingga cahaya masih bisa masuk.
Orbita adalah rongga bertulang yang mengandung bola mata, otot-otot, saraf, pembuluh darah,
lemak dan struktur yang menghasilkan dan mengalirkan air mata.
Kelopak mata merupakan lipatan kulit tipis yang melindungi mata. Kelopak mata secara refleks
segera menutup untuk melindungi mata dari benda asing, angin, debu dan cahaya yang sangat
terang.
Ketika berkedip, kelopak mata membantu menyebarkan cairan ke seluruh permukaan mata dan ketika
tertutup, kelopak mata mempertahankan kelembaban permukaan mata. Tanpa kelembaban tersebut, kornea
Dewi Arika H.
110 2011 075
bisa menjadi kering, terluka dan tidak tembus cahaya. Bagian dalam kelopak mata adalah selaput tipis
(konjungtiva) yang juga membungkus permukaan mata.
Bulu mata merupakan rambut pendek yang tumbuh di ujung kelopak mata dan berfungsi membantu
melindungi mata dengan bertindak sebagai barrier (penghalang).
Kelenjar kecil di ujung kelopak mata menghasilkan bahan berminyak yang mencegah penguapan air
mata.
Kelenjar lakrimalis terletak di puncak tepi luar dari mata kiri dan kanan dan menghasilkan air mata
yang encer.
Air mata mengalir dari mata ke dalam hidung melalui 2 duktus lakrimalis; setiap duktus memiliki lubang
di ujung kelopak mata atas dan bawah, di dekat hidung. Air mata berfungsi menjaga kelembaban dan
kesehatan mata, juga menjerat dan membuang partikel-partikel kecil yang masuk ke mata. Selain itu, air
mata kaya akan antibodi yang membantu mencegah terjadinya infeksi.
Bola mata mempunyai 3 lapis dinding yang mengelilingi rongga bola mata adalah sebagai berikut (dari luar
kedalam) :
Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat dengan serat yang kuat; berwarna putih buram (tidak tembus cahaya),
kecuali di bagian depan bersifat transparan, disebut kornea. Konjungtiva adalah lapisan transparan yang
melapisi kornea dan kelopak mata. Lapisan ini berfungsi melindungi bola mata dari gangguan.
Koroid
Koroid berwarna coklat kehitaman sampai hitam merupakan lapisan yang berisi banyak pembuluh darah
yang memberi nutrisi dan oksigen terutama untuk retina. Warna gelap pada koroid berfungsi untuk
mencegah refleksi (pemantulan sinar). Di bagian depan, koroid membentuk badan siliaris yang berlanjut ke
depan membentuk iris yang berwarna. Di bagian depan iris bercelah membentuk pupil (anak mata). Melalui
pupil sinar masuk. Iris berfungsi sebagai diafragma, yaitu pengontrol ukuran pupil untuk mengatur sinar
yang masuk. Badan siliaris membentuk ligamentum yang berfungsi mengikat lensa mata. Kontraksi dan
relaksasi dari otot badan siliaris akan mengatur cembung pipihnya lensa.
Retina
Lapisan ini peka terhadap sinar. Pada seluruh bagian retina berhubungan dengan badan sel-sel saraf
yang serabutnya membentuk urat saraf optik yang memanjang sampai ke otak. Bagian yang dilewati urat
saraf optik tidak peka terhadap sinar dan daerah ini disebut bintik buta.
Adanya lensa dan ligamentum pengikatnya menyebabkan rongga bola mata terbagi dua, yaitu bagian
depan terletak di depan lensa berisi carian yang disebut aqueous humor dan bagian belakang terletak di
belakang lensa berisi vitreous humor. Kedua cairan tersebut berfungsi menjaga lensa agar selalu dalam
bentuk yang benar. Kotak mata pada tengkorak berfungsi melindungi bola mata dari kerusakan. Selaput
transparan yang melapisi kornea dan bagian dalam kelopak mata disebut konjungtiva. Selaput ini peka
terhadap iritasi. Konjungtiva penuh dengan pembuluh darah dan serabut saraf. Radang konjungtiva disebut
konjungtivitis.
Untuk mencegah kekeringan, konjungtiva dibasahi dengan cairan yang keluar dari kelenjar air mata
(kelenjar lakrimal) yang terdapat di bawah alis. Air mata mengandung lendir, garam, dan antiseptik dalam
jumlah kecil. Air mata berfungsi sebagai alat pelumas dan pencegah masuknya mikroorganisme ke dalam
mata.
Normalnya, sinar sinar sejajar yang masuk ke dalam bola mata akan dibiaskan oleh sistem optis
bolamata dan terfokus dalam satu titik yang jatuh tepat pada retina. Kondisi ini disebut emmetropia.
Dewi Arika H.
110 2011 075
Pada beberapa orang, titik fokus dari sinar jatuh di depan retina, atau di belakang retina. Bahkan, dapat
terjadi sistem optis bola mata membiaskannya tidak saja menjadi satu titik fokus, tetapi malah dua atau
bahkan lebih. Kondisi inilah yang disebut ammetropia, dan menyebabkan mata tidak dapat melihat dengan
sempurna, bahkan kabur sama sekali. Ammetropia ini terdiri dari beberapa jenis, diantaranya yaitu myopia.
Mikroskopik
BOLA MATA
Terdiri dari :
Dinding bola mata
Cairan humor aqueous
Cornea
Lensa
Corpus vitreus
Apparatus
dioptik
(media
Dewi Arika H.
110 2011 075
Subs. Propria
(stroma)
Gambar 4. kornea
Membrana
descemet
Endotel cornea (epitel selapis gepeng)
Epitel
Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis
sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap
dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat berikatan erat dengan sel
basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan
mengakibatkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ektoderm permukaan
Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur
seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada
permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian perifer serat kolagen ini bercabang;
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio
atau sesudah trauma.
Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel
dan merupakan membran basalnya
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 m.
Endotel
Dewi Arika H.
110 2011 075
Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40 m. Endotel melekat pada
membran descement melalui hemi desmosom dan zonula okluden
Cornea avascular
Difusi dari jaringan kapiler didalam limbus disekeliling kornea
Difusi dari humor aqueous di camera oculi anterior
Oksigen diperoleh dari udara luar & humor aqueous
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf
V. saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Boeman
melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi samapai kepada kedua lapis terdepan
tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi
saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu
sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunya daya regenerasi (H.
Sidarta Ilyas, 2004).
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan
sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea
dilakukan oleh kornea (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Sclera
- Opaque (putih)
- Meliputi 5/6 poterior bola mata
Episclera :
- Terdiri dari jaringan fibroelastis
Substansia propria :
- Terdiri dari berkas-berkas kolagen tebal
Lamina fusca :
- Terdiri dari jaringan penyambung jarang,
mengandung serat elastis & melanocyte
Gambar 5. Sclera
Limbus
- Daerah peralihan antara cornea dengan sclera
Dewi Arika H.
110 2011 075
Gambar 6. Limbus
2 Tunica vasculosa (uvea) (vaskuler)
Choroid
- Terdapat diantara sclera dengan retina
- Dianterior berlanjut menjadi corpus ciliaris
- Diposterior berlanjut menjadi N. Opticus (II)
-
Lamina suprachoroidea
Choriocapillaris
Gambar 7. Choroid
Corpus ciliaris
- Lanjutan dari choroid dibagian anterior
- Berorigo Zonula zinii
- Processus ciliaris : mensekresi humor aqueous
- Struktur utama : M. ciliaris yang berfungsi untuk akomodasi lensa
mata : lensa
Kontraksi
mencembung
Relaksasi lensa
Dewi Arika H.
110 2011 075
M. Sphincter pupilae
(parasimpatis)
Kontraksi mengecilkan pupil
M. Dilator pupilae
(simpatis)
Kontraksi melebarkan
3 Tunica interna
Retina
- Bagian anterior : NON-photosensitive
-
Dewi Arika H.
110 2011 075
Cone
-
( sel kerucut) :
Pigmen visual iodopsin
Terkonsentrasi di fovea centralis
Membutuhkan intensitas cahaya
lebih banyak (untuk melihat siang &
warna)
Sel amacrine :
- Inti terletak pada 2/3 baris sel disebelah dalam lapisan inti dalam
Gambar 14. Fovea centralis
Dewi Arika H.
110 2011 075
Lensa :
- Transparans, elastis
Gambar 15. Discus Opticus
- Media refraktif
- Permukaan cembung (konvek) & cekung (konkaf)
- Nutrisi dari humor aqueous
- Avascular
- Tergantung pada corpus ciliari melalui Zonula zinii
- Proses akomodasi terjadi karena kontraksi & relaksasi m. ciliaris
FISIOLOGI MATA
Mata adalah struktur sferis (bentuk bola) yang berisi cairan dengan 3 lapisan protektif :
Sklera/ Kornea
Jaringan ikat yang kuat dimana merupakan struktur protektif terluas. Secara visual sklera dapat terlihat
sebagai elemen putih, sedangkan bagian depan (anterior) terdapat lapisan yang bening/ transparan sebagai
tempat lewatnya berkas cahaya, sebut saja kornea
Koroid/ badan siliar/ iris
Struktur ini terletak di bawah sklera, merupakan struktur yang kaya akan pembuluh darah. Pembuluh darah
ini sebagai sumber nutrisi bagi sel sel retina. Seperti halnya sklera, koroid di bagian anterior juga mengalami
spesialisasi menjadi badan siliar dan juga iris.
Retina
Terletak di bawah koroid merupakan lapisan kaya akan pigmen di bagian luar dan kaya akan jaringan saraf
(neuron) disebelah dalam retina. Retina mengandung sel batang, sel kerucut serta fotoreseptor yang
berfungsi untuk mengubah suatu rangsangan cahaya menjadi suatu energi listrik yang dapat menimbulkan
potensial aksi.
Fungsi pigmen di dalam koroid dan retina bagian luar :
Sebagai penyerap cahaya sehingga tidak terjadi pantulan ataupun penghamburan cahaya.
AQUEOUS HUMOR & VITREOUS HUMOR
1. Aqueous Humor
Dewi Arika H.
110 2011 075
Jadi, sferis mata terdapat dua bagian yang dipisahkan oleh lensa mata, anterior dan posterior. Di anterior
(antara kornea dan lensa) terisi oleh cairan jernih yang memungkinkan cahaya masuk menuju retina, sebut
saja aquous humor.
Fungsi aquos humor
pada bagian kornea dan lensa tidak terdapat pembuluh darah (avaskuler) sehingga tidak mendapat pasokan
nutrisi langsung dari pembuluh darah, karena itu aquous humor mengandung zat nutrisi bagi kedua struktur
ini. Kornea dan lensa avascular karena, jika ada struktur pembuluh darah yang ada pada kedua bagian ini,
lewatnya cahaya yang menuju fotoreseptor akan terganggu.
Produksi aqueous humor
Tempat produksi adalah struktur terdekatnya, yaitu oleh jaringan kapiler di dalam korpus siliaris (spesialisasi
dari badan korois). Kecepatan pembentukan aquos humor adalah 5 ml/ hari. Secara berkala cairan ini akan
di ganti sehingga aquos humor selalu mengalir ke tepi kornea memasuki kanal schlemm dan akhirnya masuk
ke pembuluh darah.
Jika terjadi sumbatan di kanal drainase aquos humor Sumbatan pada kanal drainase aquos humor
ke depan akan membuat tekan intraokuler meningkat (glaukoma) dan dorongan ke dalam akan mendorong
lensa Lensa akan mendorong vireous humor Vitreus akan mendorong retina sehingga dapat
menyebabkan kerusakan sel optikus yang akan menyebabkan kebutaan jika tidak segera diatas.
2. Vitreous Humor
Sedikit berbeda dengan aqous, vitreus lebih mirip dengan gel transparan karena fungsi utamanya adalah
mempertahankan bentuk bola mata (sferis).
COLOR REGULATOR IN EYES IS IRIS
Iris merupakan otot polos berpigmen sebagai pengatur jumlah cahaya yang dapat masuk mencapai
fotoreseptor.warna pigmen itu sendiri tergantung dari genetik dan faktor lingkungan. Iris bentuknya seperti
cincin yang ditengahnya terdapat lubang/pupil.
Cara iris mengatur jumlah cahaya yang masuk
Iris merupakan otot polos dimana dapat melakukan kontriksi, ada 2 macam otot didalam iris : otot sirkuler
dan radial. Otot sirkuler (mengelilingi) iris dan ada di dalam otot iris sendiri, sedangkan radial berjalan keluar
menuju pupil seperti jari jari roda sepeda ontel.
- Kerja dari otot sirkuler (kontriktor) : ketika cahaya terlalu terang secara otomatis jumlah cahaya
yang akan masuk terlalu banyak sehingga perlu dibatasi, sebagai akibatnya otot sirkuler berkontriksi
dan pupil pun akan membentuk cincin yang lebih kecil.
- Kerja dari otot radial (dilator) : ketika cahaya yang masuk terlalu sedikit sehingga pupil di lebarkan
agar cahaya yang masuk banyak.
Otot yang ada di iris merupakan
otot involunter yang di atur oleh saraf otonom. Saraf simpatis
mempersarafi otot radial, dan parasimpatis mempersarafi otot sirkuler.
Dewi Arika H.
110 2011 075
Semakin besar perbedaan sudut kedua medium, semakan besar pembelokan cahaya
Semakin cembung (konveks) semakin konvergen (menyatu), sebaliknya semakin cekung (konkaf)
akan semakin divergen (memancar)
Dewi Arika H.
110 2011 075
Terdapat 2 bagian mata yang berperan dalam pembelokan cahaya, yaitu : kornea dan lensa. Kornea
merupakan berperan paling besar dalam pembiasan cahaya karena perbedaan densitas udara dan kornea
jauh lebih besar daripada cairan aquos humor dan lensa.
Ketika otot siliaris melemas berarti ligamentum suspensorium akan menegang sehingga menarik
ujung ujung lensa, terbentukkan lensa yang gepeng dengan kekuatan refraksi minimal.
Seperti iris juga, rangsangan saraf simpatis menyebabkan otot siliar relaksasi dan sebaliknya
parasimpatis menyebabkan kontraksi otot siliar sehingga berguna untuk penglihatan dekat
Dewi Arika H.
110 2011 075
Miopi/penglihatan dekat
Melihat dekat lebih jelas dibanding melihat jauh karena bola mata terlalu panjang atau lensa yang
terlalu kuat sehingga penglihatan jauh jatuh di depan retina, penglihatan dekat di fokuskan ke retina
tanpa akomodasi. Karena terlalu melengkung sehingga harus di koreksi dengan kacamata yang dapat
membuat berkas cahaya lebih divergen, yaitu lensa konkaf.
RETINA
Perbedaan sel retina dari sistem saraf pusat
Waktu perkembangan mudighah retina sedikit mundur sehingga secara anatomi retina itu berjalan dari
bagian paling belakang ke bagian paling depan. Bagian paling belakang retina adalah foto reseptor (sel
batang dan sel kerucut). Lapisan retina di antaranya (dari luar ke dalam) :
1. Fotoreseptor : sel batang dan sel kerucut.
2. Lapisan tengah / neuron bipolar
3. Lapisan dalam : sel ganglion akan menyatu membentuk nervus optikus dan akan keluar dari
retina bersama pembuluh darah melalui diskus optikus/ bintik buta.
Dewi Arika H.
110 2011 075
Dari gambar diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa cahaya yang masuk harus melewati sel ganglion
dan neuron bipolar sebelum mencapai fotoreseptor, kecuali di daerah fovea , yaitu suatu celah
sebesar jarum pentul tepat di belakang retina tanpa di lapisi lapisan ganglion dan neuron bipolar
sehingga cahaya langsung sampai di fotoreseptor dengan sel kerucut lebih dominan. Makula lutea
adalah daerah di sekitar fovea yang mempunyai banyak sel kerucut juga namun sudah terlapisi oleh
lapisan ganglion dan neuron bipolar sehingga tingkat ketajaman penglihatan tertajam terletak di
fovea dan di susul oleh makula
TRANSDUKSI
Fotoreseptor mengandung 3 lapisan :
1. Lapisan luar : Sel batang dan sel kerucut terletak dekat dengan koroid,
2. Lapisan tengah
: Mengandung perangkat metabolit sel,
3. Lapisan dalam
: Merupakan terminal sinap.
Setiap fotoreseptor mengandung jutaan fotopigmen yang akan mengalami perubahan kimia jika dirangsang
oleh cahaya. Fotopigmen mengandung protein enzimatik yang disebut dengan opsin yang nantinya akan
berikatan dengan retinen (derivat vitamin A). Terdapat 4 macam fotoreseptor, 1 di sel batang dan 3 di sel
kecucut.
Rodopsin : Fotopigmen yang terdapat di sel batang dan menyerap semua panjang gelombang,
sehingga sel batang tidak dapat membedakan warna tetapi hanya menggambarkan bayangan abu
abu.
Iodopsin : Fotopigmen yang terdapat di sel kerucut yang merupakan penyerap panjang gelombang
berbeda sehingga sel ini mampu membedakan warna tertentu. Warna selain merah hijau dan biru
merupakan stimulasi kombinasi dari ke tiga fotopigmen tersebut.
Ketika cahaya datang mengenai fotoreseptor, fotopigmen akan pecah menjadi opsin dan retinen. Retinen
akan menginduksi reaksi enzimatik dari opsin sehingga menimbulkan hiperpolarisasi potensial reseptor.
Mekanisme Biokimia
Ketika cahaya datang Penutupan saluran na diluar sel cGMP siklik (Guanosin Monofosfat siklik)
menurun, dalam keadaan gelap/tidak ada rangsangan GMP meninggi untuk menjaga kanal na tetap terbuka
Dewi Arika H.
110 2011 075
III.
KONJUNGTIVITIS
Definisi
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva. Peradangan konjuntiva selain memberi keluhan
yang khas pada anamnesis seperti gatal, pedih, seperti ada pasir, seperti klilipen, rasa panas juga memberi
gejala yang khas di konjuntiva, ada tahi lalat. Jika meluas ke kornea timbul silau dan ada air mata nrocos
(epifora). Gejala objektif paling ringan adalah hiperemi dan berair sampai berat dengan pembengkakan
bahkan nekrosis. Bangunan yang sering tampak khas lainnya adalah folikel, flikten dan sebagainya.
(Al-Ghozie, M., Handbook of Ophthalmology : A Guide to Medical Examination, FK UMY, Yogyakarta, 2002)
(Wijana, N., Konjungtiva dalam Ilmu Penyakit Mata, 1993, hal: 41-69)
Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, konjungtivitis dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Bakterial:
-
Konjungtivitis Blenore
Konjungtivitis Gonorre
Konjungtivitis Difteri
Konjungtivitis Folikuler
Konjungtivitis kataral
Blefarokonjungtivitis
Dewi Arika H.
110 2011 075
2. Viral :
-
Keratokonjungtivitis epidemika
Demam Faringokonjungtivitis
3. Jamur
4. Alergi :
- Konjungtivitis vernal
- Konjungtivitis flikten
-
(Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah., Buku Pedoman Kesehatan Mata Telinga dan Jiwa, 2001)
Manifestasi Klinis
a. Hiperemi
-
Merupakan gejala yang paling umum pada konjuntivitis. Terjadi karena pelebaran pembuluh darah
sebagai akibat adanya peradangan. Hiperemi mengakibatkan adanya kemerahan pada konjuntiva.
Makin kuat peradangan itu makin terlihat merah konjuntiva.
Biasa terjadi pada mata yang terkena benda asing dan meradang. Adanya hiperemi yang berat,
terjadi transudasi pembuluh darah dan menambah cairan air mata tersebut. eksudat adalah produksi
dari peradangan konjuntiva.
c. Peradangan
-
pada infeksi lebih banyak eksudat ketimbang peradangan alergi. Jenis eksudat akan berbeda pada
infeksi dengan Neisseria Gonokokken , eksudat akan berupa nanah. Sedang infeksi koken lain akan
memberi getah radang mukus.
d. Kemosis
-
Sembab pada konjuntiva bulbi yang meradang. Biasanya menunjukkan adanya peradangan yang
berat, baik di dalam maupun diluar.
e. Follikel,
-
Merupakan bangunan khas sebagai benjolan kecil pada konjuntiva palpebra atau fornicis. Terdapat
pada semua infeksi virus, klamidian, alergi dan konjuntivitis akibat obat-obatan, berwarna pucat atau
abu-abu.
f.
Granula
g. Flikten
-
Bangunan khas berbentuk benjolan seperti gunung. Dilereng terlihat hiperemi dipuncak menguning
pucat. Ini merupakan manifestasi alergi bakteri.
Merupakan hasil proses koagulasi protein di permukaan konjuntiva. Pada pseudomembran koagulum
hanya menempel di permukaan, sedang sekret membran koagulumnya menembus keseluruh tebal
epitel.Pengelupasan membran akan menimbulkan perdarahan hebat, sedang pada pseudomembran
tidak menimbulkan perdarahan.
KONJUNGTIVITIS VERNAL
Definisi
Merupakan suatu peradangan konjungtiva kronik, rekuren bilateral, atopi, yang mengandung secret
mucous sebagai akibat reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit ini juga dikenal sebagai catarrh
musim semi.
(Staff
Ilmu
Penyakit
Mata
FK
http://www.tempo.com.id/medika/042002.htm)
UGM,
Keratokonjungtivitis
Vernalis
dalam
(Wijana, N., Konjungtiva dalam Ilmu Penyakit Mata, 1993, hal: 41-69)
(Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah., Buku Pedoman Kesehatan Mata Telinga dan Jiwa, 2001)
(Vaughan, D.G, Asbury, T., Eva, P.R., General Ophthalmology, Original English Language edition, EGC,
1995)
(Ilyas, S., Konjungtivitis Vernalis dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, Cetakan I, Fakultas Kedokteran UI,
Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2004)
Klasifikasi
Bentuk Palpebra
Pada tipe palpebral ini terutama mengenai konjungtiva tarsal superior, terdapat pertumbuhan papil
yang besar atau cobble stone yang diliputi secret yang mukoid. Konjungtiva bawah hiperemi dan
edema dengan kelainan kornea lebih berat disbanding bentuk limbal. Secara klinik, papil besar ini
tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan uang rata dan dengan kapiler di
tengahnya.
Bentuk Limbal
Hipertrofi pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatine. Dengan
trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea,
terbentuknya panus dengan sedikit eosinophil
(Wijana, N., Konjungtiva dalam Ilmu Penyakit Mata, 1993, hal: 41-69)
(Ilyas, S., Konjungtivitis Vernalis dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, Cetakan I, Fakultas Kedokteran UI,
Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2004)
Patofisiologi
Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang interstitial yang banyak
didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemi dan
vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang
menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh
hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran
cobblestone.
Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva
tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe
disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang
mengakibatkan ptosis mekanik
Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertofi yang
menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering menimbulkan
gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun kuantitas stem cells.
Tahap awal konjungtivitis vernalis ini ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan ini, akan tampak
pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan
degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta pseudomembran milky white. Pembentukan
papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel- sel PMN, eosinofil, basofil dan sel mast.
Tahap berikutnya akan dijumpai sel- sel mononuclear lerta limfosit makrofag. Sel mast dan eosinofil
yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak superficial. Dalam hal ini hampir 80% sel mast dalam
kondisi terdegranulasi. Temuan ini sangat bermakna dalam membuktikan peran sentral sel mast
terhadap konjungtivitis vernalis. Keberadaan eosinofil dan basofil, khususnya dalam konjungtiva
sudah cukup menandai adanya abnormalitas jaringan.
Fase vascular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase,
peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara keseluruhan.
Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit stone
yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasi jaringan ikat meluas ke atas
membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Horner- Trantas dots yang
terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri dari eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun
masih ada sel PMN dan limfosit
(Staff
Ilmu
Penyakit
Mata
FK
http://www.tempo.com.id/medika/042002.htm)
Diagnosis
Diagnosis konjungtivitis vernalis ditegakan berdasarkan :
Gejala klinis
Keluhan utama adalah gatal yang menetap, disertai oleh gejala fotofobia, berair dan rasa mengganjal
pada kedua mata. Adanya gambaran spesifik pada konjungivitis ini disebabkan oleh hiperplasi
jaringan konjungtiva di daerah tarsal, daerah limbus atau keduanya. Selanjutnya gambaran yang
tampak akan sesuai dengan perkembangan penyakit yang memiliki bentuk yaitu palpebral ataupun
bentuk limbal.
Bentuk palpebral hamper terbatas pada konjungtiva tarsalis superior dan terdapat cobble stone. Ini
banyak terjadi pada anak yang lebih besar. Cobble stone ini dapat demikian berat sehingga timbul
pseudoptosis.
Bentuk limbal disertai hipertrofi limbus yang dapat disertai bintik- bintik yang sedikit menonjol
keputihan dikenal sebagai Horner- Trantas dots. Ini banyak terjadi pada anak- anak yang lebih kecil.
Penebalan konjungtiva palpebra superior akan menghasilkan pseudomembran yang pekat dan
lengket, yang mungkin bias dilepaskan tanpa timbul perdarahan.
Eksudat konjungtiva sangat spesifik, berwarna putih susu kental, lengket, elastic dan fibrinous.
Peningkatan sekresi mucus yang kental dan adanya peningkatan jumlah asam hyaluronat,
mengakibatkan eksudat menjadi lengket. Hal ini memberikan keluhan adanya sensasi seperti ada tali
atau cacing pada matanya.
(Staff
Ilmu
Penyakit
Mata
FK
http://www.tempo.com.id/medika/042002.htm)
UGM,
UGM,
Keratokonjungtivitis
Keratokonjungtivitis
Vernalis
Vernalis
dalam
dalam
(Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah., Buku Pedoman Kesehatan Mata Telinga dan Jiwa, 2001)
(Ilyas, S., Konjungtivitis Vernalis dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, Cetakan I, Fakultas Kedokteran UI,
Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2004)
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva untk mempelajari gambaran
sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak eosinofil dan granula- granula bebas eosinofilik. Di
samping itu, terdapat basofil dan granula basofilik bebas.
(Staff
Ilmu
Penyakit
Mata
FK
http://www.tempo.com.id/medika/042002.htm)
Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada umumnya tidak sulit, kecuali yang dihadapi penderita dewasa muda, karena
mungkin suatu konjungtivitis atopik. Kelainan mata pada konjungtivitis atopik berupa kelopak mata
yang tebal, likenisasi, konjungtiva hiperemi dan kemosis disertai papil- papil di konjungtiva tarsalis
inferior. Kadang- kadang papil ini bias besar mirip cobble stone dan dapat dijumpai pada konjungtiva
tarsalis superior. Trantas dots juga bias dijumpai pada konjungtivitis atopik meskipun tidak sesering
pada konjungtivitis vernalis.
Selain konjungtivitis atopik, perlu juga dipikirkan kemungkinan adanya Giant Papillary conjungtivitis
pada pemakaian lensa kontak, baik yang hard maupun yang soft. Gejalanya mulai dengan gatal
disertai banyak mucus serta timbulnya atau ditemukannya papil raksasa di knjungtiva tarsalis
superior. Kelainan ini dapat timbul baik satu minggu sesudah pemakaian lensa kontak maupun
setelah lama pemakaian. Pada kelainan ini tidak ada pengaruh musim. Pemeriksaan sitologi hanya
menunjukkan sedikit eosinofil. Dengan dilepasnya kontak lens, gejala- gejalanya akan berkurang.
Konjungtivitis vernalis kadang- kadang perlu di diagnosis banding dengan trachoma stadium II yang
disertai folikel- folikel yang besar mirip cobble stone.
(Staff
Ilmu
Penyakit
Mata
FK
http://www.tempo.com.id/medika/042002.htm)
Penatalaksanaan
Seperti halnya semua penyakit alergi lainnya, terapi konjungtivitis vernalis bertujuan untuk
mengidentifikasi allergen dan bahkan mungkin mengeliminasi atau menghindarinya. Untuk itu,
anamnesis yang teliti baik pada pasien maupun orang tua akan dapat membantu menggambarkan
aktivitas dan lingkungan mana yang harus dihindari. Dengan demikian, penatalaksanaan pada pasien
ini akan terbagi dalam tiga bentuk yang saling menunjang untuk dapat memberikan hasil yang
optimal. Ketiga bentuk pelaksanaan tersebut meliputi : Tindakan umum; (2) Terapi medikasi; (3)
Pembedahan.
UGM,
UGM,
Keratokonjungtivitis
Keratokonjungtivitis
Vernalis
Vernalis
dalam
dalam
Tindakan Umum
Dalam hal ini mencakup tindakan- tindakan konsultatif yang membantu mengurangi keluhan pasien
berdasarkan informasi hasil anamnesis tersebut diatas. Beberapa tindakan tersebut antara lain :
Menggunakan kacamata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan allergen di udara
terbuka. Pemakaian lensa kontak dihindari karena dapat membantu resistensi allergen.
Kompres dingin di daerah mata
Pengganti air mata (artificial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi protektif karena
membantu menghalau allergen.
Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering juga disebut climato-therapy. Cara ini
memang kurang praktis, mengingat tingginya biaya yang dibtuhkan. Namun, efektivitasnya yang
cukup dramatis patut diperhitungkan sebagai alternative bila keadaan memungkinkan
Menghindari tindakan menggosok- gosok mata dengan tangan atau jari tangan, karena telah terbukti
dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator- mediator sel mast.
Terapi Medik
Dalam hal ini, terlebih dahulu perlu dijelaskan kepada pasien dan orang tua pasien tentang sifat
kronis serta self limiting dari penyakit ini. Selain itu perlu juga dijelaskan mengenai keuntungan dan
kemungkinan komplikasi yang dapat timbul dari pengobatan yang ada, terutama dalam pemakaian
steroid. Salah satu factor pertimbangan yang penting dalam mengambil langkah untuk memberikan
obat- obatan adalah eksudat yang kental dan lengket pada konjungtivitis vernalis ini, karena
merupakan indicator yang sensitive dari aktivitas penyakit, yang pada gilirannya akan memainkan
peran penting dalam timbulnya gejala.
Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline steril dan mukolitik seperti asetil
sistein 10%-20% tetes mata. Dosisnya tergantung pada kuantitas eksudat serta beratnya gejala.
Dalam hal ini, larutan 10% lebih dapat ditoleransi daripada larutan 10%. Larutan alkaline seperti
sodium karbonat monohidrat dapat membantu melarutkan atau mengencerkan musin, sekalipun
tidak efektif sepenuhnya.
Satu-satunya terapi yang dipandang paling efektif untuk pengobatan konjungtivitis vernalis ini adalah
kortikosteroid, baik topical maupun sistemik. Namun untuk pemakaian dalam dosis besar harus
diperhitungkan kemungkinan timbulnya resiko yang tidak diharapkan.
Untuk Konjungtivitis vernal yang berat, bias diberikan steroid topical prednisolone fosfat 1%, 6- 8 kali
sehari selama satu minggu. Kemudian dilanjutkan dengan reduksi dosis sampai dosis terendah yang
dibutuhkan oleh pasien tersebut. Pada kasus yang lebih parah, bias juga digunakan steroid sistemik
seperti prednisolon asetet, prednisolone fosfat atau deksametason fosfat 2- 3 tablet 4 kali sehari
selama 1-2 minggu. Satu hal yang perlu diingat dalam kaitan dengan pemakaian preparat steroid
adalah gnakan dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin.
Antihistamin, baik local maupun sistemik dapat dipertimbangkan sebagai plihan lain karena
kemampuannya untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien. Apabila dikombinasi dengan
vasokonstriktor, dapat memberikan control yang memadai pada kasus yang ringan atau
memungkinkan reduksi dosis. Bahkan menangguhkan pemberian kortikosteroid topical. Satu hal yang
tidak disukai dari pemakaian antihistamin adalah efek samping yang menimbulkan kantuk. Pada
anak- anak, hal ini dapat juga mengganggu aktivitas sehari- hari.
Emedastine adalah antihistamin paling poten yang tersedia di pasaran dengan kemampuan
mencegah sekresi sitokin. Sementara olopatadine merupakan antihistamin yang berfungsi sebagai
inhibitor degranulasi sel mast konjungtiva.
Sodium kromolin 4% terbukti bermanfaat karena kemampuannya sebaga pengganti steroid bila
pasien sudah dapat dikontrol. Ini juga berarti dapat membantu mengurangi kebutuhan akan
pemakaian steroid. Sodium kromolin berperan sebagai stabilisator sel masi, mencegah terlepasnya
beberapa mediator yang dihasilkan pada reaksi alergi tipe I, namun tidak mampu menghambat
pengikatan IgE terhadap sel maupun interaksi sel IgE dengan antigen spesifik. Titik tangkapnya,
diduga sodium kromolin memblok kanal kalsium pada membrane sel serta menghambat pelepasan
histamine dari sel mast dengan cara mengatur fosforilasi.
Lodoksamid 0,1% bermanfaat mengurangi infiltrate radang terutama eosinofil dalam konjungtiva.
Levokabastin tetes mata merupakan suatu antihistamin yang spesifik terhadap konjungtivitis
vernalis, dimana symptom konjungtivitis vernalis hilang dalam 14 hari.
Terapi pembedahan
Berbagai terapi pembedahan, krioterapi dan diatermi pada papil raksasa konjungtiva tarsal kini
sudah ditinggalkan mengingat banyaknya efek samping dan terbukti tidak efektif, karena dalam
waktu dekat akan tumbuh lagi. Apabila segala bentuk pengobatan telah dicoba dan tidak
memuaskan, maka metode dengan tandur alih membrane mukosa pada kasus konjungtivitis vernalis
tipe palpebra yang parah perlu dipertimbangkan. Akhirnya perlu dipetekankan bahwa konjungtivitis
vernalis biasanya berlangsung selama 4- 6 tahun dan bisa sembuh sendiri apabila anak sudah
dewasa.
(Staff
Ilmu
Penyakit
Mata
FK
http://www.tempo.com.id/medika/042002.htm)
(Wijana, N., Konjungtiva dalam Ilmu Penyakit Mata, 1993, hal: 41-69)
(Vaughan, D.G, Asbury, T., Eva, P.R., General Ophthalmology, Original English Language edition, EGC,
1995)
(Ilyas, S., Konjungtivitis Vernalis dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, Cetakan I, Fakultas Kedokteran UI,
Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2004)
UGM,
Keratokonjungtivitis
Vernalis
dalam
sorces : http://sanirachman.blogspot.com/2010/09/konjungtivitis-vernalis.html#ixzz2t25Lxc9U
- Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial
V.
GANGGUAN MATA YANG BERKAITAN DENGAN VISUS
Mata merah visus tidak turun
-
Prinsip : mengenai struktur yang bervaskuler (konjungtiva atau sklera) yang tidak menghalangi media
refraksi.
Contoh: konjungtivitis murni, trakoma, mata kering, xeroftalmia, pterigium, pinguekula, episkleritis,
dan skleritis.
Prinsip : mengenai struktur bervaskuler yang mengenai media refraksi (kornea, uvea, atau seluruh
mata).
Contoh: Uveitis posterior, perdarahan vitreous, ablasio retina, oklusi arteri atau vena retinal, neuritis
optik, neuropati optik akut karena obat (misalnya etambutol), migrain, dan tumor otak.
Contoh: Katarak, glaukoma, retinopati penyakit sistemik, retinitis pigmentosa, dan kelainan refraksi.
Trauma mata
-
COntoh
: Trauma fisik (tumpul dan tajam), trauma kimia (asam dan basa), trauma radiasi
(ultraviolet dan infrared).
VI.
-