Anda di halaman 1dari 15

PERMASALAHAN KOPERASI BERBASIS AGRIBISNIS DI RIAU

PERMASALAHAN KOPERASI BERBASIS AGRIBISNIS DI RIAU

I.

PENDAHULUAN

Koperasi sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan


hukum koperasi, dalam melakukan kegiatannya berdasarkan pada prinsip
koperasi, seperti tertuang dalam UU Republik Indonesia, Nomor 25 Tahun 1992,
Tentang Perkoperasian. Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun
sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju,
adil dan makmur dalam tata perekonomian nasional.

Koperasi adalah perkumpulan otonomi dari orang-orang yang berhimpun secara


sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasiaspirasi ekonomi,
sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan
mereka kendalikan secara demokratis;Nilai-nilai. Koperasi mendasarkan diri pada
nilai-nilai menolong diri sendiri, tanggung jawab sendiri, demokratis, persamaan,
kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap orang
lain;

Perkembangan ekonomi dunia saat ini merupakan saling pengaruh dua arus
utama, yaitu teknologi informasi dan globalisasi. Teknologi informasi secara
langsung maupun tidak langsung kemudian mempercepat globalisasi. Berkat
teknologi informasi, perjalanan ekonomi dunia makin membentuk dirinya yang
baru, menjadi Kapitalisme Baru berbasis Globalisasi (Capra 2003; Stiglitz 2005;
Shutt 2005). Banyak sudah program-program prestisius pengembangan koperasi.
Koperasi juga tak kunjung selesai dibicarakan, didiskusikan, direkayasa,

diupayakan pemberdayaan dan penguatannya. Pendekatan yang dilakukan mulai


dari akademis (penelitian, pelatihan, seminar-seminar, sosialisasi teknologi).

Pengembangan koperasi dalam dimensi pembangunan nasional yang


berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan, tidak hanya ditujukan untuk
mengurangi masalah kesenjangan pendapatan antar golongan dan antar pelaku,
ataupun penyerapan tenaga kerja. Lebih dari itu, pengembangan koperasi
diharapkan mampu memperluas basis ekonomi dan dapat memberikan
kontribusi dalam mempercepat perubahan struktural, yaitu dengan
meningkatnya perekonomian daerah, dan ketahanan ekonomi nasional.
Pertumbuhan koperasi diberbagai sektor hendaknya dapat
mengimplementasikan dan menumbuhkembangkan prakarsa dari semua pihak
yang terkait, terutama yang menyangkut aspek penciptaan investasi dan iklim
berusaha yang kondusif, kerjasama yang harmonis dan sinergi antara
pemerintah, dunia usaha dan masyarakat pada tingkat pusat, propinsi, dan
kabupaten/kota. Mengingat peran koperasi yang dapat bertahan terhadap krisis
ekonomi, prakarsa berbagai pihak terkait diharapkan dapat terus meningkatkan
peran koperasi dalam mewujudkan ekonomi kerakyatan. Dalam rangka
peningkatan kinerja koperasi, melalui pencapaian sasaran dan tujuan, baik untuk
meningkatkan pelayanan kepada anggota maupun meningkatkan kemampuan
koperasi untuk memperoleh sisa hasil usaha, maka koperasi sebagai lembaga
ekonomi perlu meningkatkan daya saingnya, agar dalam menjalankan usahanya
selalu berpedoman pada efisiensi dan efektifitas usaha. Cara terbaik untuk
melaksanakan usaha yang berdasar kepada unsur-unsur efisiensi dan efektifitas
usaha adalah melalui pelaksanaan sistem manajemen yang baik

Ketertinggalan pada sektor pertanian khususnya di pedesaan disebabkan


kebijakan masa lalu yang melupakan sektor pertanian sebagai dasar keunggulan
komparatif maupun kompetitif. Sesungguhnya pemberdayaan ekonomi
masyarakat pedesaan bukan hanya bermanfaat bagi masyarakat pedesaan itu
sendiri, tetapi juga membangun kekuatan ekonomi Indonesia berdasarkan

kepada keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki (Basri. Y.Z, 2003). Di
daerah pedesaan bentuk usaha masyarakat pada umumnya pengolahan dari
hasil pertanian mereka dalam bentuk usaha kecil atau industri rumah tangga.
Dari sisi proses produksi mereka sangat terbatas dalam penguasaan teknologi
dan kekurangan modal untuk pengembangan skala usahanya. Begitu juga
kekuatan tawar menawar dari hasil produknya sangat rendah. Slah satu untuk
meningkatkan kekuatan tawar menawar masyarakat pedesaan adalah melalui
lembaga ekonomi pedesaan yaitu koperasi. Pemberdayaan masyarakat
pedesaan juga harus mampu memberikan perlindungan yang jelas terhadap
masyarakat. Upaya perlindungan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
persaingan yang tidak seimbang akibat berlakunya mekanisme pasar dan
eksploitasi yang kuat terhadap yang lemah. Dalam hal ini, tampaknya sulit
diterapkan mekanisme pasar. Masyarakat desa jelas akan kalah bersaing. Mereka
tidak punya apa-apa selain tenaga-tenaga yang pada umumnya kurang terlatih.
Dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan, sektor pertanian harus
menjadi sasaran utama. Sektor ini harus dijadikan pijakan yang kokoh sehingga
di pedesaan bisa tercapai swasembada berbagai produk 3 pertanian, terutama
pangan, sebelum memasuki era industrialisasi. Lebih spesifik, ketahanan pangan
lokal harus tercapai lebih dahulu (Basri. M, 2007).

II.

IDENTIFIKASI, BATASAN DAN RUMUSAN MASALAH

Koperasi dan usaha kecil-menengah merupakan bentuk dan jenis usaha yang
digolongkan dalam ekonomi kerakyatan karena sifatnya mandiri dan merupakan
usaha bersama. Ketahanan ekonomi daerah tergantung pada pelakupelaku
ekonomi, termasuk kinerja koperasi dan usaha kecil-menengah. Untuk itu,
kekuatan ekonomi akan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik apabila
kekuatan sinergi kolektif yang dinaungi oleh koperasi berjalan sebagaimana
mestinya.
Kegiatan ini memfokuskan pada pengembangan kerangka berfikir untuk mencari
alternatif pengembangan koperasi dalam era otonomi daerah, dikaitkan dengan

penyusunan model-model pemusatan pengembangan koperasi di bidang


pembiayaan dilakukan terhadap beberapa potensi daerah yang dapat dilayani
koperasi dibidang pembiayaan, sentra-sentra produksi rakyat yang dapat
dikembangkan dan analisis terhadap daya dukung SDM, modal, lembaga
keuangan dan teknologi.
Secara kuantitatif pelaksanaan pembangunan di daerah Riau telah mencapai
hasil yang cukup baik seperti yang terlihat dari data tingkat pertumbuhan
ekonomi. Selama periode 2002-2007 pertumbuhan ekonomi Riau sebesar
8,40%, pertumbuhan yang tinggi ini ditopang oleh sektor pertanian khususnya
subsektor perkebunan.
Guna memacu pertumbuhan ekonomi khususnya di pedesaan, Pemerintah
Daerah Riau mencanangkan pembangunan melalui program pemberantasan
kemiskinan, kebodohan dan pembangunan infrastruktur (lebih dikenal dengan
program K2I). Program K2I ini mengacu kepada Lima Pilar Utama pembangunan
Daerah Riau sebelumnya, yaitu:

1. pembangunan ekonomi berbasiskan kerakyatan;


2. pembinaan dan pengembangan sumberdaya manusia;
3. pembangunan kesehatan/olahraga;
4. pembangunan/kegiatan seni budaya; dan

5. pembangunan dalam rangka meningkatkan iman dan taqwa. Pembangunan


ekonomi kerakyatan difokuskan kepada pemberdayaan petani terutama di
pedesaan, nelayan, perajin, dan pengusaha industri kecil.

Berdasarkan informasi dan data yang ada pada Dinas Koperasi Propinsi Riau,
rataan umur koperasi sekitar 10,2 tahun dengan rentangan 5,21 tahun sampai
16,4 tahun. Apabila dibandingkan dengan perusahaan bisnis lainnya, maka
koperasi
di Propinsi Riau cukup matang dalam perkembangannya dan tentu akan
memperlihatkan dampak terhadap kesejahteraan anggotanya. Secara sinerji
kemajuan koperasi itu seharusnya sudah memperlihatkan kontribusinya
terhadap pertumbuhan perekonomian terutama di daerah pedesaan. Hal ini
disebebakan sebagian besar koperasi itu berada di daerah pedesaan, khususnya
di daerah-daerah sentra produksi pertanian.
Guna memacu pertumbuhan dan perkembangan ekonomi kerakyatan
di masa datang, maka pemerintah Daerah Riau melalui Dinas Koperasi dan
UKM menetapkan arah kebijakan pembangunan bidang Koperasi dan UKM
(Dinas Koperasi dan UKM Propinsi Riau, 2007), antara lain: Mengembangkan
koperasi dan usaha kecil-menengah melalui pembinaan pengembangan koperasi
dan UKM secara umum dalam pelaksanaan ekonomi kerakyatan guna
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan serta kegiatan-kegiatan produktif
yang
mempunyai nilai tambah; Meningkatkan dan mengembangkan ekonomi
produktif

dan efisien dalam bentuk koperasi dan UKM melalui perluasan wawasan
pengetahuan, organisasi, manajemen usaha, dan pengalaman untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kepada anggota masyarakat sehingga dapat
meningkatkan keyakinan masyarakat dan dunia usaha lainnya untuk
menanamkan investasi pada koperasi dan UKM

III.

Permasalahan Umum Koperasi Pedesaan di Indonesia

Mubyarto (2002) menjelaskan ekonomi saat ini juga tidak harus dikerangkakan
pada teori-teori Neoklasik versi Amerika yang agresif khususnya dalam
ketundukannya pada aturan-aturan tentang kebebasan pasar, yang keliru
menganggap bahwa ilmu ekonomi adalah obyektif dan bebas nilai, yang
menunjuk secara keliru pada pengalaman pembangunan Amerika, dan yang
semuanya jelas tidak dapat menjadi obat bagi masalah-masalah masyarakat
Indonesia dewasa ini.

Ekonomi rakyat yang sejatinya dicoba untuk menjadi pola bebas dari substansi
intermediasi dan dikotomi privat sphere dan publik sphere, seperti Koperasi,
malah menjadi representasi kooptasi globalisasi dan neoliberalisme dan secara
tidak sadar mematikan dirinya sendiri secara perlahan-lahan. Istilah ekonomi
kerakyatan atau demokrasi ekonomi, misalnya dijelaskan Mubyarto (2002)
bukanlah kooptasi dan pengkerdilan usaha mayoritas rakyat Indonesia, tetapi
merupakan kegiatan produksi dan konsumsi yang dilakukan oleh semua warga

masyarakat dan untuk warga masyarakat, sedangkan pengelolaannya dibawah


pimpinan dan pengawasan anggota masyarakat.

Secara khusus kelemahan koperasi di pedesaan antara lain:

1)

pada penentuan kepengurusan dan manajemen koperasi masih dipengaruhi

oleh rasa tenggang rasa sesama masyarakat bukan didasarkan pada kualitas
kepemimpinan dan kewirausahaan;

2)

budaya manajemen masih bersifat feodalistik paternalistik (pengawasan

belum berfungsi). Ini disebabkan karena terbatasnya kualitas sumberdaya


manusia yang dimiliki (khususnya untuk level manajemen). Masih lemahnya jiwa
kewirausahaan dan rendahnya tingkat pendidikan pengurus;

3)

anggota koperasi di pedesaan pada umumnya sangat heterogen, baik dari

sisi budaya, pendidikan, maupun lingkungan sosial ekonominya;

4)

usaha yang dilakukan tidak fokus, sehingga tingkat profitabilitas koperasi

masih rendah. Akibatnya pengembangan aset koperasi sangat lambat dan


koperasi sulit untuk berkembang;

5)

masih rendahnya kualitas pelayanan koperasi terhadap anggota maupun

non anggota. Ini berakibat rendahnya partisipasi anggota terhadap usaha


koperasi;

6)

masih lemahnya sistem informasi di tingkat koperasi, terutama informasi

harga terhadap komoditas pertanian sehingga akses pasar produk pertanian dan
produklainnya masih relatif sempit;

7)

belum berperannya koperasi sebagai penyalur sarana produksi pertanian di

pedesaan dan sebagai penampung hasil produksi pertanian.

IV.

PERKOPERASIAN DI PROVINSI RIAU

Berdasarkan informasi dan data yang ada pada Dinas Koperasi Propinsi Riau,
rataan umur koperasi sekitar 10,2 tahun dengan rentangan 5,21 tahun sampai
16,4 tahun. Apabila dibandingkan dengan perusahaan bisnis lainnya, maka
koperasi
di Propinsi Riau cukup matang dalam perkembangannya dan tentu akan
memperlihatkan dampak terhadap kesejahteraan anggotanya. Secara sinerji
kemajuan koperasi itu seharusnya sudah memperlihatkan kontribusinya terhadap
pertumbuhan perekonomian terutama di daerah pedesaan. Hal ini disebebakan
sebagian besar koperasi itu berada di daerah pedesaan, khususnya di daerahdaerah sentra produksi pertanian.
Guna memacu pertumbuhan dan perkembangan ekonomi kerakyatan
di masa datang, maka pemerintah Daerah Riau melalui Dinas Koperasi dan
UKM memetapkan arah kebijakan pembangunan bidang Koperasi dan UKM
(Dinas Koperasi dan UKM Propinsi Riau, 2007), antara lain: Mengembangkan

koperasi dan usaha kecil-menengah melalui pembinaan pengembangan koperasi


dan UKM secara umum dalam pelaksanaan ekonomi kerakyatan guna
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan serta kegiatan-kegiatan produktif
yang
mempunyai nilai tambah; Meningkatkan dan mengembangkan ekonomi
produktif
dan efisien dalam bentuk koperasi dan UKM melalui perluasan wawasan
pengetahuan, organisasi, manajemen usaha, dan pengalaman untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kepada anggota masyarakat sehingga dapat
meningkatkan keyakinan masyarakat dan dunia usaha lainnya untuk
menanamkan investasi pada koperasi dan UKM

Dinas Koperasi dan Usaha kecil Menengah (UKM) Provinsi Riau mencatat, dari
4.865 unit koperasi yang ada di Riau, sekitar 30 persen di antaranya kini berlabel
tak aktif. Masih banyaknya koperasi di Riau yang tidak aktif harus segera dicari
jalan keluarnya. Untuk itu harus diberikan pembinaan dan pelatihan agar
mendorong yang tidak aktif kembali aktif lagi, ujar Wakil Gubernur Riau,
Mambang Mit, saat membuka acara Sosialisasi dan Pembinaan Perkoperasian
Bagi Camat se-Riau di Pekanbaru, Selasa (29/11/2011).
koperasi di Riau jika diberdayakan punya potensi besar. Dia mencontohkan
beberapa koperasi besar di Riau yang mampu memberikan kesejahteraan kepaa
para anggotanya. Yakni KUD Sawit Jaya di Kampar yang punya aset Rp 20 milar
dengan opmzet mencapai Rp 131 miliar. KUD Tani Bahagia di Indragiri Hulu
asetnya Rp 19 miliar dengan omzet Rp 60 miliar. Dan KUD Langgeng di Kuantana
Singingi yang asetnya tembus Rp 215 miliar dengan omzet mencapai Rp 261
miliar.
Sekarang saja jumlah anggota koperasi mencapai 600 ribu orang. Artinya
sekitar 10 persen penduduk di Riau merupakan anggota koperasi. Jika ini
diberdayakan maka bisa menimbulkan efek yang besar utamanya dalam

mengentaskan kemiskinan dan mengurangi angka pengangguran di Riau, kata


Mambang.
Sementara Deputi Bidang Penguatan Kelembagaan Kementerian Kopetasi dan
UKM RI, Untung Tri Basuki, menilai selain lemahnya SDM dalam menjalankan
koperasi, sulitnya menembus akses pasar jadi masalah utama koperasi di
Indonesia.
Selain itu soal pembiayaan juga jadi masalah utama. Memang ini persoalan
klasik yang dari dulu masih terjadi, maka harus dicarikan solusinya secara
kontinyu lewat program pembinaan yang berkelanjutan dan menjalin kemitraan
dengan lembaga pembiayaan, ungkapnya.
Untuk menutupi lemahnya akses pembiayaan, Untung berharap, dukungan
perbankan kepada dunia koperasi lewat pinjaman lunak dan proses yang mudah.
Pasalnya, selama ini koperasi masih banyak yang kesulitan menembus akses
perbankan karena terbentur syarat yang ketat dari bank.
Secara nasional ada sekitar 53 juta orang yang tergabung dalam kopperasi,
jumlah yang cukup besar jika diberdayakan tentunya punya multiplier effect
yang besar. Untuk itu kita harap dukungan perbankan memberi kemudahan bagi
koperasi mendapat akses pembiayaan dan memperbaiki manajerialnya,
jelasnya.
Kepala Dinas Koperasi&UKM Provinsi Riau, Raja Indra Bangsawan,
mengungkapkan acara sosialisasi dan pembinaan koperasi bagi camat se-Riau
sebagai bentuk pembinaan untuk mendorong masyarakat daerah sadar akan
pentingnya koperasi. Sekitar 157 camat ikut pembekalan perkoperasian
tersebut.

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

Konsep kemandirian, kompetensi inti kekeluargaan dan sinergi produktifintermediasi-retail merupakan substansi pengembangan koperasi sesuai realitas
masyarakat Indonesia yang unik. Meskipun perkembangannya saat ini banyak
tereduksi intervensi kebijakan dan subordinasi usaha besar. Diperlukan
kebijakan, regulasi, supporting movement (bukannyaintervention movement),
dan strategic positioning (bukannya sub-ordinat positioning) berkenaan
menumbuhkan kembali konsep kemandirian, kekeluargaan dan sinergi produktifintermediasi-retail yang komprehensif. Paling penting adalah menyeimbangkan
kepentingan pemberdayaan ekononomi koperasi berbasis pada sinergi produktifintermediasi-retail sesuai Ekonomi Natural model Hatta. Sinergi produktifintermediasi-retail harus dijalankan dalam koridor kompetensi inti kekeluargaan.
Artinya, pengembangan keunggulan perusahaan berkenaan inovasi teknologi
dan produk harus dilandasi pada prinsip kekeluargaan. Individualitas anggota
koperasi diperlukan tetapi, soliditas organisasi hanya bisa dijalankan ketika
interaksi kekeluargaan dikedepankan.

Dengan berlakunya otonomi daerah, dunia usaha khususnya koperasi di daerah


akan menghadapi suatu perubahan besar yang sangat berpengaruh terhadap
iklim berusaha atau persaingan di daerah. Oleh sebab itu, setiap pelaku bisnis di
daerah dituntut dapat beradaptasi menghadapi perubahan tersebut. Dalam
pembangunan koperasi untuk percepatan ekonomi daerah, sangat perlu adanya
kemitraan. Kemitraan yang dimaksud adalah dalam bentuk partisipasi dari
semua unsur yang terkait untuk pengembangan koperasi. Pembangunan
koperasi didasari oleh adanya potensi di daerah yang dapat 13mendukung
berjalannya koperasi, antara lain: masyarakat, pengusaha (kecil dan menengah),
industri rumah tangga, dan untuk daerah pedesaan adanya masyarakat petani.

Alternatif pemberdayaan koperasi di daerah adalah melalui konsep


mekanisme kerjasama atau keterkaitan dengan perusahaan besar dalam
bentuk kemitraan usaha. Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk mempersempit

kesenjangan yang terjadi antara usaha kecil menengah yang sebagian besar
memayungi masyarakat miskin dengan BUMN dan BUMS. Dalam pembangunan
koperasi untuk percepatan ekonomi daerah, sangat perlu adanya kemitraan.
Kemitraan yang dimaksud adalah dalam bentuk partisipasi dari semua unsur
yang terkait untuk pengembangan koperasi. Pembangunan koperasi didasari
oleh adanya potensi di daerah yang dapat mendukung berjalannya koperasi,
antara lain: masyarakat, pengusaha (kecil dan menengah), industri rumah
tangga, dan untuk daerah pedesaan adanya masyarakat petani.

5.1. Kesimpulan

1.

Identifikasi tersebut belum mewakili seluruh kondisi pelaksanaan

pengendalian anggota pada koperasi. Namun demikian, tidak dipungkiri


pengendalian anggota ini merupakan kondisi ideal yang diperlukan untuk
mendukung pengembangan koperasi.

2.

Pengendalian anggota pada koperasi, tetap dapat digunakan sebagai bahan

masukan untuk menyusun kebijakan pembangunan koperasi. Disadari hasil


kajian ini kurang memadai untuk menyusun suatu kebijakan, dan juga tidak
lepas dari berbagai kekurangan. Tetapi sumbangsih yang kecil ini diharapkan
dapat bermanfaat untuk hal-hal besar.

3.

Pengendalian anggota pada koperasi melalui rapat anggota dapat terlaksana

dengan baik, apabila setiap anggota menyimak dengan baik materi laporan
pengurus. Namun dalam kenyataannya pelaksanaan rapat anggota belum

mengindikasikan pengendalian anggota terhadap koperasi, kehadiran anggota


pada umumnya hanya sekedar memenuhi qorum agar rapat anggota dapat
dilakukan.

5.2

1.

Saran

Perangkat organisasi koperasi yaitu rapat anggota, pengurus, pengawas,

manajer, dan karyawan memiliki tugas untuk mengembangkan koperasi. Oleh


sebab itu18 disarankan agar ditumbuhkan kerjasama yang baik dan harmonis
agar hubungan timbal balik antara ketiga unsur dapat menumbuhkan sinergi
yang efektif.

2.

Anggota sebagai pemilik harus terlibat secara aktif dalam perumusan tujuan

koperasi, agar yang ditetapkan jelas, rasional, managable, dan terukur, serta
mampu mengawasi jalannya koperasi dengan megacu pada koridor nilai, norma,
dan prinsip koperasi, serta selalu mengutamakan kepentingan anggota. Program
dan kegiatan yang ditetapkan juga harus sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan anggota. Dilain pihak anggota sebagai pengguna diharapkan
berpartisipasi aktif dalam segala kegiatan usaha koperasi.

3.

Pengelola koperasi dalam melaksanakan operasional koperasi harus terarah

dan terinci, agar pelaksanaan kegiatan koperasi dapat dipertanggungjawabkan


dengan baik kepada anggota. Demikian juga pengurus dan pengawas harus
menjalankan manajemen koperasi, program kerja, dan tugas-tugas yang
diemban dengan baik sesuai dengan keinginan anggota.

DAFTAR PUSTAKA

Basri. Y.Z., 2003, Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, dalam


Usahawan Indonesia No 03/TH.XXXII Maret 2003, Lembaga Manajemen
FE-UI, Jakarta: halaman 49-55.
Basri M, 2007., Desa dan Kemiskinannya,
http://www.kompas.com/kompascetak/0703/30/Jabar/11719. htm,

Capra, Fritjof. 2003. The Hidden Connections: A Science for Sustainable Living.
Flamingo.
Dekopin. 2006. Program Aksi Dekopin. Jakarta.
Mubyarto. 2002. Ekonomi Kerakyatan dalam era globalisasi. Jurnal Ekonomi
Rakyat. Tahun I No. 7. September.
Mubyarto. 2003.Dari Ilmu Berkompetisi ke Ilmu Berkoperasi. Jurnal Ekonomi
Rakyat. Th. II. No. 4. Juli.

Anonymus, (2007). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 25 Tahun 1992,


Tentang
Perkoperasian. Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Mengah R.I.
Jakarta

-------------, (1995). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 9 Tahun 1995,


Tentang Usaha Kecil. Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil,.
Ditjen Pembinaan
Koperasi Perkotaan. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai