Anda di halaman 1dari 2

Pondok Pesantren

Kitab at-Tauhid
Kamis, 09 Juli 2009

Kitab at-Tauhid

Dalam ranah Ilmu Kalam, al-Maturidi adalah nama yang sudah tidak asing lagi. Ia adalah pendiri aliran Maturidiyyah
yang diketegorikan sebagai representasi teologi ahli sunnah, di samping Asy’ariyyah yang digawangi Abu al-
Hasan al-Asy’ari. Al-Maturidi dikenal sebagai seorang teolog, dan faqih dari Madzhab Hanafi, bahkan seorang
ahli tafsir.

Nama lengkap al-Maturidi adalah Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi. Ia dilahirkan di
Maturid, sebuah desa (qaryah) yang masuk ke dalam wilayah Samarqand. Ia acap kali dijuluki Imam al-Mutakallimin
(Imam Para Teolog) dan masih banyak lagi yang kesemuanya menunjukkan kelas intelektual dan jihadnya dalam
membela sunnah, akidah, dan menghidupkan syari’at Islam.

Tak ada penjelasan pasti dari para sejarawan tentang tahun kelahiran al-Maturidi. Tetapi menurut Dr. Ayyub Ali, al-
Maturidi lahir sekitar tahun 238 H / 852 M. Alasan yang dikemukakannya adalah bahwa salah satu murid al-Maturidi,
yaitu Muhammad bin Muqatil ar-Razi wafat pada tahun pada tahun 248 H / 862 M. [Ayyub Ali, A History of Muslim
Philosophy, vol. I, h. 260].

Jika pandangan Dr. Ayyub Ali itu benar, maka al-Maturidi kurang lebih hidup selama seratus tahun. Sebab, para
sejarawan sepakah bahwa al-Maturidi wafat pada tahun 333 H / 944 M dan dimakamkan di Samarqand. Salah satu guru
al-Maturidi adalah Abu Nash al-'Ayyadhi yang merupakan teman seperguruannya di majlis yang diselenggarakan oleh
Abu Bakr Ahmad al-Jauzani. Nama al-Maturidi memang tidak sementereng al-Asy’ari, tetapi kendatipun demikian
ia banyak mewariskan karya-karya bermutu. Di antara peninggalannya adalah Kitab at-Tauhid.

Al-Maturidi mengawali kitabnya dengan pembahasan tentang pembatalan taklid dan keniscayaan mengetahui agama
dengan dalil. Dalam bagian ini al-Maturidi tidak menerima apapun alasan taqlid. Sebab taqlid bisa menimbulkan adanya
pandangan yang berbeda dengan orang yang di-taqlid-i. Pada bagian selanjutnya al-Maturidi menjelaskan bahwa dasar
yang dijiadikan untuk mengetahui agama adalah as-sam’ (wahyu) dan al-‘aql. [H. 3-4].

Pandangan teologi yang kembangkan al-Maturidi pada dasarnya adalah sama dengan al-Asy’ari. Metodologi
yang digunakan keduanya adalah moderatisme. Dengan kata lain, pendekatan mereka adalah pendekatan yang berdiri
di antara kelompok tekstualis -seperti kalangan Hasywiyyah, Musyabbihah, dan Mujassimah- dan kelompok rasionalis
seperti Mu’tazilah.

Misalnya, ketika al-Asy’ari membicang tentang atribut-atribut (shifat) Allah. Kalangan Mu’tazilah
menegasikan atribut-atribut tersebut. Mereka mengatakan: “Tidak ada (atribut, penerjemah) ilmu, kuasa,
mendengar, melihat, hidup, kekal, dan kehendak bagi Allah”. Sedang kalangan Hasywiyyah dan Mujassimah
mengatakan: “Allah memiliki ilmu sebagaimana ilmu-ilmu lainya, pendengaran sebagaimana pendengaran-
pendengaran lainya, dan penglihatan sebagaimana penglihatan-penglihatan lainnya”.

Kedua pandangan di atas saling bertabrakan satu sama lainnya. Lantas al-Asy’ari mengajukan sebuah
pandangan yang berdiri di tengah-tengah. Ia mengatakan: “Sesunguhnya Allah memilik ilmu tetapi tidak sama
dengan ilmunya makhluk, kekuasaan tetapi tidak sama dengan kekuasaanya makhluk, pendengaran tetapi tidak sama
dengan pendengaran makhluk, dan penglihatan tetapi tidak sama dengan penglihatan makhluk”. [Ibn
‘Asakir, Tabyin Kidzb al-Muftari, H. 149].

Sikap al-Asy’ari mengenai atribut-atribut di atas juga diikuti oleh al-Maturidi. Hal ini terlihat dalam Kitab at-Tauhid-
nya: “Kemudian ditetapkan atribut (shifat) bagi Allah, yaitu Yang Mampu, Mengetahui, Hidup, Mulia, dan Yang
Dermawan. Penamaan dengan atribut atribut tersebut adalah hak baik menurut sam’ (wahyu) dan akal
sekaligus….hanya saja ada suatu kelompok yang melekatkan nama-nama tersebut kepada selain Allah karena
menyangka bahwa penetapan nama-nama tersebut mengandung tasyabuh (keserupaan) antara Allah dengan setiap
yang diberi nama…akan tetapi kami telah menjelaskan ketiadaan tasyabuh dengan Allah karena kesuaian nama.
Sebab, Allah dinamai dengan nama yang Ia buat sendiri dan diatributi dengan atribut yang Ia berikan sendiri”. [H.
44].

Dari semua yang dibicarakan al-Maturudi dalam Kitab at-Tauhid-nya hemat saya ada satu hal yang menarik. Yaitu
pembahasan mengenai nadhariyah al-ma’rifah (teori ilmu pengetahuan). Dalam hal ini, al-Maturidi mendiskusikan
tentang nilai pengetahuan dan parameter kebenaran dalam pengetahuan yang sampai kepada kita melaui indera,
khabar, dan akal. Menurutnya, indera, khabar, dan akal merupakan jalan atau sumber bagi kita untuk mengetahui
hakikat segala sesuatu. [H. 7].

http://www.pondokpesantren.net/ponpren _PDF_POWERED _PDF_GENERATED 2 March, 2010, 16:08


Pondok Pesantren

Untuk memperoleh pengetahuan kita tidak mungkin bisa lepas dari salah satu ketiga sumber di atas. Misalnya, dengan
indera kita bisa merasakan rasa enak, sakit dan lain-lain. Dengan khabar kita bisa mengetahui nama-nama kita, nasab,
dan kejadian-kejadian masa lalu. Sedang dengan akal kita bisa memahami apa yang diperintahkan Allah.

Sepanjang yang saya ketahui, kitab-kitab yang membincang mengenai Ilmu Kalam yang ditulis oleh para ulama sebelum
al-Maturidi tidak menyinggung persoalan nadhariyyah al-ma’rifah. Jadi, hemat saya hal ini menjadi satu kelebihan
tersendiri bagi al-Maturidi.

Kitab ini merupakan salah satu rujukan primer bagi pendangan teologi Sunni. Karenanya harus dibaca dan dikaji secara
mendalam. Dengan membaca kitab ini, kita akan merasakan bagaimana akrobatik teologis al-Maturidi dalam
mempertahankan keyakinan teologi kalangan Sunni. Salam…

Tentang Kitab
Judul
:
Kitab at-TauhidPenulis
: Abu Manshur al-MaturidiPenerbit
: Bairut-Dar al-Masyriq Cet
: Ke-3 tahun 1986 MTebal : 411

http://www.pondokpesantren.net/ponpren _PDF_POWERED _PDF_GENERATED 2 March, 2010, 16:08

Anda mungkin juga menyukai