Anda di halaman 1dari 9

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Triwulan I-2013

Boks 2 MANGENTE POLA


PERDAGANGAN BAWANG MERAH DI
MALUKU
Boks 1 Komoditas Penyumbang Inflasi Ambon Triwulan I-2013 menjabarkan bahwa
bawang putih, bawang merah, cakalang asap, dan pisang merupakan komoditas yang
memberikan andil inflasi cukup tinggi baik secara tahunan maupun kumulatif. Terkait dengan
bawang merah, maka boks 2 akan mangente (mengintip) lebih jauh pola perdagangan
komoditas ini di Maluku yang disarikan dari penelitian berjudul Kajian Pangan di Maluku :
Analisis Ketahanan, Perdagangan Antar Daerah, Disparitas Harga, dan Implikasi Kebijakan.
Pedagang Bawang Merah
Bawang merah merupakan sayuran yang daun dan umbinya digunakan secara luas
dalam masakan. Umbi bawang merah merupakan komoditas bernilai jual tinggi yang dapat
diubah menjadi bawang goreng yang lezat. Bawang merah dihasilkan di Buru dan Maluku
Tenggara Barat, namun jumlahnya belum memadai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Hal ini membuat banyak bawang merah yang didatangkan dari luar Maluku yaitu dari Surabaya.
Pola perdagangan bawang merah di Maluku dapat diperoleh dari pedagang bawang
merah. Pedagang bawang merah yang disurvei sebagian besar berdomisili di Ambon dan hanya
sedikit saja yang berdagang di Buru dan SBB.
Status dan Permodalan
Mencermati bentuk badan hukum

Bentuk Badan Hukum Usaha

usaha pedagang bawang merah di Maluku,


maka sebanyak 61,1% responden merupakan
perusahaan perorangan yang belum memiliki
badan hukum. Sedangkan sebanyak 33,3%

33,3%

responden berbentuk UD (Firma) dan sisanya


5,6% merupakan CV.

Perorangan/Belum
BerbadanHukum
61,1%

CV
UD(firma)

5,6%

Terkait permodalan, 61,1% pedagang


bawang merah menggunakan modal sendiri

Sumber : survei Bank Indonesia

untuk menjalankan usaha, sementara itu 27,8% memakai kombinasi modal sendiri dan
pinjaman bank.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Triwulan I-2013


Sementara itu untuk omset usaha tahun 2011, sekitar 72,2% responden pedagang
bawang merah memiliki omset usaha <Rp250 juta. Selanjutnya responden dengan omset usaha
Rp5 miliar Rp 10 miliar sebesar 11,1%. Sementara itu responden dengan omset Rp1,5 miliar
Rp3 miliar dan omset >Rp 10 milair masing-masing sebesar 5,6%.
Permodalan

Omset UsahaTahun 2011

Modalsendiri
5,6%

5,6%

0,0%
5,6%

<Rp250jt

0,0%

Rp250jt Rp500jt

11,1%

Pinjamanbank

27,8%

0,0%

Rp500jt Rp1M

5,6%

Rp1M Rp1,5M

61,1%

72,2%

Modalsendiridanbank

Rp1,5M Rp3M
Rp3M Rp5M

5,6%

Rp5M Rp10M

Modalsendiridan
pinjamandari
teman/keluarga

>Rp10M

Sumber : survei Bank Indonesia

Sumber : survei Bank Indonesia

Distribusi dan Pemasaran


Distribusi dan pemasaran merupakan aspek yang harus dilihat dalam rangka
mengetahui alur perjalanan bawang merah dari petani sampai ke konsumen akhir. Dalam riset
ini, hanya pedagang bawang merah saja yang disurvei yang berlokasi di Ambon, Buru, dan SBB.
Peta Perdagangan Bawang Merah Maluku
dengan Provinsi Lain

Peta Perdagangan Bawang Merah di


Ambon
Bawang merah
ke Fak-fak

Fak-fak
Bawang merah
dari Surabaya

Ambon
Surabaya

Pola distribusi bawang merah di Ambon berawal dari pengepul dan pedagang besar di
Surabaya yang mengrimkan pasokan bawang merah ke Ambon melalui kapal laut. Dari survei
diketahui bahwa pengepul di Surabaya biasanya mengirimkan bawang merah untuk pedagang
besar dan pedagang grosir di Ambon. Sedangkan pedagang besar di Surabaya mengirimkan
bawang merah untuk pedagang grosir bahkan pedagang eceran. Hal ini tentu saja tergantung
dari relasi bisnis masing-masing. Setelah masuk ke Ambon, bawang merah akan mengikuti
rantai distribusi yang relatif bebas. Dari pedagang besar bisa di Ambon saja menjual langsung

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Triwulan I-2013


ke pedagang eceran dan konsumen akhir tanpa melewati pedagang grosir, tergantung dari
kemampuan dan kuantitas yang disanggupi si pembeli.
Ambon merupakan sentra pasar induk terberas bawang merah yaitu tepatnya di Pasar
Mardika. Selain sebagai kota pemasaran utama bawang merah, Ambon juga menjadi kota
transit bawang merah untuk dijual ke kabupaten dan kota di luar provinsi. Dari Ambon,
pedagang besar dan pedagang grosir mengirimkan bawang merah ke Piru, Masohi, Saparua,
Leksula, Buru, dan Namrole. Meskipun di Buru terdapat petani bawang merah namun pasokan
lokal yang belum mampu memenuhi permintaan membuat diperlukan bawang merah dari luar
kabupaten. Untuk penjualan ke luar provinsi, didapatkan informasi bahwa pedagang besar di
Ambon mengirimkan bawang merah ke Fakfak, Papua.
Pola Distribusi Pedagang Bawang Merah di Ambon
Pola Distribusi
Bawang Merah

luar provinsi

dalam kota/ luar kota/


kabupaten kabupaten

luar negeri

Petani
Pengepul
Pedagang besar
Pedagang grosir
Pedagang eceran
Konsumen akhir

Pola distribusi bawang merah di SBB berpusat pada pedagang besar bawang merah.
Sebagian besar pedagang besar bawang merah di SBB mendapatkan pasokan bawang merah
dari pedagang besar di Ambon. Namun terdapat pula pedagang besar di SBB yang mampu
mendatangkan pasokan langsung dari petani di Surabaya. Setelah bawang merah berada di
pedagang besar SBB, maka bawang merah disalurkan ke pedagang grosir, pedagang eceran,
sampai ke konsumen akhir.
Pola Distribusi Pedagang Bawang Merah di SBB
Pola Distribusi
Bawang Merah

luar provinsi

dalam kota/ luar kota/


kabupaten kabupaten

luar negeri

Petani
Pengepul
Pedagang besar
Pedagang grosir
Pedagang eceran
Konsumen akhir

Sementara itu pola distribusi bawang merah di Buru cukup unik. Ternyata beberapa
pedagang eceran mampu mendapatkan pasokan langsung bawang merah dari Makassar,
Sulawesi Selatan. Ditengarai bahwa beberapa pedagang eceran ini bersama-sama melakukan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Triwulan I-2013


pemesanan dalam jumlah besar. Kemudian antar sesama pedagang eceran juga terjadi
dsitribusi bawang merah dengan pola kerjasama. Selanjutnya bawang merah disalurkan dari
pedagang eceran ke konsumen akhir.
Pola Distribusi Bawang Merah di Buru
Pola Distribusi
Bawang Merah

luar provinsi

dalam kota/ luar kota/


kabupaten kabupaten

luar negeri

Petani
Pengepul
Pedagang besar
Pedagang grosir
Pedagang eceran
Konsumen akhir

Sistem pembelian barang yang paling populer adalah tunai dengan persentase
mencapai 50,0%, diikuti oleh konsinyasi 40,0%, dan kontrak 10,0%.
Sebanyak 70% pedagang yang menggunakan sistem tunai menyatakan bahwa mereka
mendapatkan harga yang lebih murah dari harga pasar, sedangkan 30% pedagang lainnya
mendapatkan harga sama dengan harga pasar. Sementara itu untuk pedagang yang
menggunakan sistem konsinyasi, ternyata sebagian besar juga mendapatkan harga yang lebih
murah daripada harga pasar yaitu sekitar 62,5% pedagang. Sedangkan untuk pedagang yang
menggunakan sistem kontrak, seluruh pedagang menyatakan mendapatkan harga yang lebih
mruah daripada harga pasar.
Sistem Pembelian Barang

Break Down Sistem Pembelian Barang

10,0%

70,0%

Tunai

50,0%

Lebihmahaldariharga
pasar

Kontrak
40,0%

Konsinyasi

30,0%

Konsinyasi

12,5%

62,5%

25,0%

Tunai

Samadenganhargapasar
100,0%

Kontrak

0%
Sumber : survei Bank Indonesia

Lebihmurahdariharga
pasar

50%

100%

Sumber : survei Bank Indonesia

Kondisi infrastruktur yang baik akan mendukung proses distribusi bawang merah. Oleh
sebab itu pada survei ini juga dimintakan pendapat pedagang mengenai kondisi infrastruktur.
Secara umum penilaian pedagang terhadap kondisi infrastruktur meliputi bandara, pelabuhan,
dan jalan dalam kondisi baik. Untuk bandara dan pelabuhan seluruh pedagang menyatakan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Triwulan I-2013


kondisi dalam keadaan baik. Sedangkan untuk jalan, sekitar 88,9% menyatakan dalam kondisi
baik.
Penilaian Terhadap Kondisi Infrastruktur

Kondisi Jalan Beraspal untuk Distribusi


dan Pemasaran
0,0%
0,0%

Kondisibandara

0,0%

100,0%

16,7%
0%beraspal

Kondisipelabuhan

1%25%beraspal

Baik

100,0%

25%49%beraspal

Sedang
Rusak
Kondisijalan

20%

40%

60%

50%80%beraspal
>80%beraspal

88,9%
0%

83,3%

11,1%

80%

100%

Sumber : survei Bank Indonesia

Sumber : survei Bank Indonesia

Lebih dalam lagi untuk kondisi jalan, sebanyak 83,3% pedagang menyatakan bahwa
mereka sudah menikmati jalan beraspal >80%. Hanya 16,7% saja pedagang yang
menggunakan jalan dengan kondisi aspal 50%-80%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jalan
dengan kondisi prima sudah digunakan oleh para pedagang bawang merah.
Masih terkait dengan distribusi dan

Hambatan Utama

pemasaran,

maka

sangat

menarik

bila

diidentifikasi hambatan utama yang dihadapi


11,1%
Ketersediaanbahanbaku
yangbersifatmusiman
44,4%

Faktoralam
38,9%
Biayapengangkutan yang
tinggi
Lainnya
5,6%

para pedagang dalam mendapatkan bawang


merah. Sebanyak 44,4% pedagang bawang
merah menyatakan faktor lainnya meliputi
kualitas bawang merah yang kurang baik
serta risiko bawang merah yang mudah rusak.

Sumber : survei Bank Indonesia

Sedangkan

sebanyak

38,9%

pedagang bawang merah menyatakan bahwa faktor alam merupakan hambatan utama dalam
hal mendapatkan pasokan bawang merah. Sedangkan hambatan menyangkut ketersediaan
bahan baku yang besifat musiman dan biaya pengangkutan yang tinggi masing-masing
diutarakan oleh 11,1% dan 5,6% pedagang bawang merah.
Stok dan Pergudangan
Stok dan pergudangan merupakan hal yang terkait erat dengan manajemen risiko
pedagang dalam menghadapi fluktuasi penawaran dan permintaan. Sebanyak 55,6%
pedagang bawang merah ternyata tidak menggunakan gudang dalam menjalankan
aktivitasnya. Sedangkan 44,4% pedagang bawang merah lainnya menggunakan gudang dalam
pengelolaan stok.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Triwulan I-2013

Penggunaan Gudang

Alasan Tidak Menggunakan Gudang

20,0%

44,4%

Barangdagangan
langsungdijual

40,0%

Menggunakangudang

55,6%
40,0%

Tidakmenggunakan
gudang

Barangdagangan tidak
perludisimpan
Lainnya

Sumber : survei Bank Indonesia

Sumber : survei Bank Indonesia

Pedagang yang tidak menggunakan gudang memiliki berbagai alasan antara lain
barang dagangan langsung dijual, barang dagangan tidak perlu disimpan, dan lainnya.
Sebanyak 40% pedagang bawang merah berpendapat bahwa barang dagangan tidak perlu
disimpan, di mana 20% pedagang bawang merah lainnya menyatakan bahwa barang
dagangan bisa langsung dijual. Sementara itu, terdapat juga 40% pedagang bawang merah
yang tidak menggunakan gudang beralasan faktor lainnya meliputi barang dagangan hanya
sedikit dan barang dagangan masih disimpan di toko.
Pertimbangan Memilih Lokasi Gudang

0,0%
0,0%

Durasi Penyimpanan

0,0%

0,0%

Mendekatipasar

11,1%

0,0%

0,0%

12,5%
<1bulan

Mendekatitempat
produksi

13bulan

Beradadikawasan
pergudangan
88,9%

36bulan
87,5%

Beradadijalur
transportasiutama

612bulan
>12bulan

Lainnya

Sumber : survei Bank Indonesia

Sumber : survei Bank Indonesia

Sementara itu pedagang bawang merah yang menggunakan gudang sangat


mempertimbangkan lokasi yang mendekati pasar. Pemilihan gudang mendekati pasar ini
dipedomani oleh 88,9% pedagang bawang merah. Sedangkan sebesar 11,1% pedagang yang
menggunakan gudang memilih lokasi yang berada di kawasan pergudangan.
Pembentukan Harga
Harga beli bawang merah sangat mungkin mengalami fluktuasi. Hal ini tentu akan
membuat pedagang mengambil keputusan untuk menyesuaikan harga jualnya. Sebanyak
72,2% pedagang mengaku menaikkan harga jual sebagai strategi menghadapi harga beli yang
meningkat. Sedangkan 27,8% pedagang menurunkan marjin keuntungan dari harga jual ketika

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Triwulan I-2013


harga beli meningkat. Hal ini menggambarkan hanya sedikit saja pedagang yang rela marjin
keuntungannya tergerus saat harga beli meningkat.
Strategi Saat Harga Beli Meningkat

Marjin Setahun Terakhir

27,8%

33,3%

Menurunkanmargin
keuntungan
72,2%

Tetap
66,7%

Menaikkanharga

Sumber : survei Bank Indonesia

Bervariasi

Sumber : survei Bank Indonesia

Dalam setahun terakhir sebagian besar pedagang bawang merah tepatnya 66,7%
menerapkan marjin bervariasi. Sedangkan 33,3% yang lain memilih marjin tetap.
Berbicara tentang marjin maka penting untuk diketahui juga besaran marjin yang
diperoleh pedagang. Sebanyak 61,1% pedagang mengambil marjin <10% ketika menjual
bawang merah. Sedangkan pedagang yang menetapkan marjin 11-20% sebanyak 33,3%.
Sementara itu jumlah pedagang yang mengambil marjin besar sebanyak >50% tetapi
jumlahnya sangat sedikit yaitu hanya 5,6%.
Persentase Marjin

Faktor Penentu Marjin

5,6%

Hargapesaing/penjual
lain

0,0%
30,4%

33,3%

30,4%

Biayahidup

<10%
61,1%

Biayaproduksi(HPP)

11 20%

8,7%

>50%

30,4%

Kenaikanharga
(ekspektasiinflasi)
Lainnya

Sumber : survei Bank Indonesia

Sumber : survei Bank Indonesia

Dalam penentuan marjin, terdapat berbagai faktor penentu dari kaca mata pedagang.
Harga pesaing/penjual lain, biaya hidup, dan kenaikan harga (ekspektasi inflasi) masing-masing
dipilih oleh 30,4% responden pedagang bawang merah. Sementara itu 8,7% sisanya
berpendapat bahwa biaya produksi (HPP) menetukan marjin bawang merah.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Triwulan I-2013

Cara Penentuan Harga Jual

Mengikutihargapasar
tertinggilokaldanatau
internasional

16,7%

5,6%

Perlakuan Penetapan Harga Jual

16,7%

Mengikutiharga
pesaing/penjuallain

5,6%
72,2%

Samauntuksemua
pembeli

22,2%

Tergantungpadajumlah
pembelian

61,1%

Ditentukanolehpembeli

Bervariasi

Biayapembelian
ditambahdenganmargin
Sumber : survei Bank Indonesia

Sumber : survei Bank Indonesia

Harga merupakan besarnya uang yang dibayar oleh pembeli untuk mendapatkan
barang. Terkait dengan harga, sekitar 72,2% pedagang bawang merah mengikuti harga pasar
tertinggi lokal/internasional. Sedangkan sekitar 16,7% pedagang menentukan harga jual
melalui biaya pembelian ditambah dengan marjin. Dan cara lain yang dipakai sebagian kecil
pedagang

bawang

merah

untuk

menetapkan

harga

jual

adalah

mengikuti

harga

pesaing/penjual lain atau harga ditentukan oleh pembeli.


Perlakuan penetapan harga jual oleh pedagang ke pembeli secara garis besar terbagi
tiga yaitu sama untuk semua pembeli, tergantung pada jumlah pembelian, atau bervariasi.
Sekitar 61,1% pedagang bawang merah memperlakukan harga yang sama untuk pembeli.
Sedangkan 22,2% pedagang bawang merah memperlakukan penetapan harga jual tergantung
pada jumlah pembelian. Sisanya 16,7% pedagang menetapkan perlakuan harga jual yang
bervariasi.
Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual

Tingkat Persaingan

5,6%

23,5%

Hargabelikomoditas
dagangandari
petani/pedagangbesar
76,5%

Sumber : survei Bank Indonesia

5,6%

27,8%

SangatTinggi
CukupTinggi

Ketersediaan
supply/pasokan

61,1%

KurangTinggi
TidakTinggi

Sumber : survei Bank Indonesia

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi harga jual. Sebanyak 76,5% pedagang
bawang merah mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi harga jual adalah harga beli
komoditas dagangan dari petani/pedagang besar. Sementara itu sebanyak 23,5% responden
menyatakan bawa ketersediaan supply/pasokan merupakan faktor yang mempengaruhi harga
jual.

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Triwulan I-2013


Mencermati tingkat persaingan di pasar bawang merah, sebagian besar pedagang
bawang merah atau tepatnya 61,1% menyatakan bahwa persaingan cukup tinggi. Sedangkan
27,8% pedagang berpendapat bahwa tingkat persaingan kurang tinggi. Sementara itu
sebagian kecil pedagang beropini bahwa tingkat persaingan sangat tinggi dan tidak tinggi.
Pengaruh Operasi Pasar

Peraturan Daerah

0,0%

11,1%
TidakadaPerda
pembatasanpasokan
barangtertentu

Operasipasar
mempengaruhiharga
88,9%

Operasipasartidak
mempengaruhiharga

Sumber : survei Bank Indonesia

100,0%

AdaPerdapembatasan
pasokanbarangtertentu

Sumber : survei Bank Indonesia

Intervensi Pemerintah dibutuhkan untuk membuat harga yang bergejolak kembali stabil.
Ternyata menurut 88,9% pedagang bawang merah, operasi pasar tidak mempengaruhi harga.
Sedangkan hanya sebanyak 11,1% pedagang saja yang meyakini bahwa operasi pasar
mempengaruhi harga bawang merah.
Mencermati jenis intervensi pemerintah yang dapat timbul dari penetapan Perda, maka
coba ditanyakan apakah terdapat Perda pembatasan pasokan bawang merah. Seluruh
pedagang bawang merah menyatakan bahwa tidak ada Perda mengenai hal tersebut.

Anda mungkin juga menyukai