Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
B. Definisi
TB paru adalah penyakit infeksi saluran nafas bawah yang terjadi di jaringan
paru akibat dari mikrobakterium tuberculosis. Penyakit ini biasanya ditularkan
melalui inhalasi, percikan ludah (droplet) orang ke orang dan mengkolonisasi
bronkiolus atau alveolus. Apabila bakteri tuberculin berhasil menembus
mekanisme pertahanan sistem pernafasan dan berhasil menempati saluran
pernafasan bawah maka penjamu akan melakukan respon imun dan peradangan
yang kuat. Karena respon yang hebat ini yang terutama diperantarai oleh sel T
maka hanya sekitar 5% orang yang terpajan basil tersebut menderita tuberculosis.
Yang bersifat menular bagi orang lain adalah mereka yang mengidap infeksi
tuberculosis aktif dan hanya pada masa infeksi aktif.
C. Etiologi
TB paru disebabkan oleh mikrobakterium tuberculosis. Yaitu sejenis kuman
berbentuk batang. Penyebab TB paru ini didukung juga oleh pola hidup yang
tidak sehat seperti sering merokok, makan makanan yang kurang gizi, pola
istirahat tidak teratur atau juga karena lingkungan yang tidak sehat.

D. Klasifikasi
1. Pembagian secara patologis
TB primer (childhood TB)
TB post primer (Adult TB)
2. Pembagian secara aktivitas radiologis

TB paru aktif
TB paru non aktif
Quiescent
Betuk aktif yang mulai menyembuh.
3. Pembagian secara radiologis
TB minimal
Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada 1 paru atau keduanya tapi
jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
TB tahap menengah
Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari sepertiga bagian 1 paru.
TB tahap lanjut
Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada TB tahap
menengah
Menurut American Thoracic Society ada 4 klasifikasi:
1. Kategori 0: tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak tidak
ada, tes tuberculin negatif.
2. Kategori I: terpajan TB, tapi tidak terbukti ada infeksi. Disini riwayat
kontak positif, tes tuberculin negatif
3. Kategori II: terinfeksi tuberculosis, tapi tidak sakit, tes tuberculin positif,
radiologist dan sputum tidak ada
4. Kategori III: terinfeksi tuberculosis dan sakit.

Berdasarkan kelainan klinis, radiologist dan mikrobiologis:


1.

TB paru

2.

Bekas tuberculosis paru

3.

TB paru tersangka yang terbagi dalam:

TB paru tersangka yang diobati: disini sputum BTA negatif tetapi


tanda-tanda lain positif

TB paru tersangka yang tidak diobati: disini sputum BTA negatif dan
tanda-tanda lain juga meragukan

Menurut WHO membagi berdasarkan terapi:


1. Kategori I ditujukan terhadap:
Kasus baru dengan sputum positif
Kasus baru dengan bentuk TB berat
2. Kategori II ditujukan terhadap:

Kasus kambuh

Kasus gagal dengan sputum BTA positif

3. Kategori III ditujukan terhadap:


Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
Kasus TB ekstra paru selain dengan yang tersebut dalam kategori I
4. Kategori IV ditunjukan terhadap TB kronik
E. Manifestasi Klinis
Pada penderita TB paru biasanya dijumpai tanda-tanda sebagai berikut:
1. Tanda-tanda infiltrat (redup, bronchial, ronkhi basah, dll)
2. Tanda-tanda penarikan paru, diagfrahma dan mediastinum
3. Sekret di saluran nafas dan bronki
4. Suara nafas unforit karena adanya kavitas yang berhubungan langsung pada
bronkus.
Penderita TB paru akan menunjukkan gejala klinis seperti batuk lebih dari 4
minggu dengan atau tanpa sputum, malaise, demam, berkeringat, nyeri dada, dan
sesak nafas.

F. Komplikasi
Bila tidak ditangani dengan benar TB paru dapat mengakibatkan komplikasi.
Komplikasi ini dibedakan menjadi:
1. Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, emfisema, laryngitis dan menjalar ke
organ lain.
2. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafas, kerusakan parenkim berat (fibrosis
paru dan cor pulmonal), Ca paru, dan ARDS.
G. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M. Tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit.
Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC) terjadi melalui udara, yaitu
melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas perantara sel. Sel efektorya adalah makrofag, sedangkan
limfosit ( biasanya sel T ) adalah sel imunoresponsifnya. Basil
tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi
sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil ; gumpalan
yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang
besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada
dalam ruang alveolus, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut
dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut.
Setelah hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli
yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala
pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat
juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang-biak
di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke
kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel
tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini
membutuhkan waktu 10 20 hari .
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat
dan seperti keju, isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini
disebut dengan lesi primer. Daerah yang mengalami nekrosis
kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel

epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan


granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang
akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer
dinamakan kompleks Ghon. Respon lain yang dapat terjadi pada
daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam
bronkhus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalam percabangan
trakheobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain di
paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah,
atau usus. Lesi primer menjadi rongga-rongga serta jaringan nekrotik
yang sesudah mencair keluar bersama batuk. Bila lesi ini sampai
menembus pleura maka akan terjadi efusi pleura tuberkulosa.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen
bronkhus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang
terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan, dan
lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini
dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi
hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai
aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini
dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh
sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut
yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila
fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme
masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada TB paru meliputi:
1. Anamnesis dan pemeriksaan
2. Pemeriksaan laboratorium
Dengan memeriksa dahak (SPS). Jika dua dari SPS dahak hasilnya positif
didiagnosa sebagai penderita TB BTA positif.

3. Tes tuberculin, foto thorak AP lateral


Tes tuberculin, hasil pemeriksaan akan terlihat dalam 48-72 jam, diameter
indurasi (pengerasan) diukur, dianggap positif jika > 10mm. Pada lansia
menunjukkan reaktivasi lambat selama hampir seminggu atau bahkan tak
menunjukkan reaksi. Tes kulit kedua diulang dalam 1 sampai dengan 2
minggu.
A. Pemeriksaan Diagnostik dan Pengobatan TB Paru .
a. Pemeriksaan Diagnostik.
1. Kultur sputum
Positif jika ditemukan mikobakterium tuberkulosis dalam
stadium aktif pada perjalanan penyakit.
2. Ziehl-Neelsen (pewarnaan terhadap sputum)
Positif jika ditemukan bakteri tahan asam.
3. Skin test (PPD, Mantoux, Tine, Vollmer patch)
Reaksi positif (area indurasi > 10 mm timbul 48 72 jam
setelah injeksi antigen intra kutan) menunjukkan telah
terjadinya infeksi dan dikeluarkannya antibodi tetapi tidak
menunjukkan aktifnya penyakit.
4. Elisa/Western Blot
Dapat menunjukkan adanya virus HIV.
5. Rontgen dada
Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas,
timbunan kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan.
Perubahan yang menunjukkan perkembangan tuberkulosis
meliputi adanya kavitas dan area fibrosa.
6. Pemeriksaan histologi/kultur jaringan
Positif bila terdapat mikobakterium tuberkulosis.
7. Biopsi jaringan paru
Menampakkan
adanya
sel-sel
mengindikasikan terjadinya nekrosis.
8. Pemeriksaan elektrolit

yang

besar

yang

Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi,


misalnya hipernatremia yang disebabkan retensi air mungkin
ditemukan pada penyakit tuberkulosis kronis.
9. Analisa gas darah (BGA)

Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa


kerusakan jaringan paru.
10. Pemeriksaan fungsi paru
Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang rugi,
meningkatnya rasio residu udara pada kapasitas total paru, dan
menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat infiltrasi
parenkim/fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura
(akibat dari tuberkulosis kronis).
Tanda dan gejala.
Pada stadium dini penyakit TBC biasanya tidak tampak adanya tanda
dan gejala yang khas. Biasanya keluhan yang muncul adalah :
1. Demam : sub fibril, fibril ( 40 410C ) hilang timbul.
2. Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini
membuang / mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk
kering sampai batuk purulent ( menghasilkan sputum ).
3. Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang
sampai setengah paru.
4. Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi
radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit
kepala, nyeri otot dan keringat di waktu di malam hari.
PENGOBATAN
Sejak ditemukannya obat-obat anti TB dan dimulainya dengan monotherapi,
kemudian mulai timbul masalah resistensi terhadap obat-obat tersebut, maka
pengobatan secara paduan beberapa obat ternyata dapat mencapai tingkat
kesembuhan yang tinggi dan memperkecil jumlah kekambuhan.
Paduan obat jangka pendek 6 9 bulan yang selama ini dipakai di Indonesia dan
dianjurkan juga oleh WHO adalah 2 RHZ/4RH dan variasi lain adalah 2 RHE/4RH,
2 RHS/4RH, 2 RHZ/4R3H3/ 2RHS/4R2H2, dan lain-lain. Untuk TB paru yang
berat ( milier ) dan TB Ekstra Paru, therapi tahap lanjutan diperpanjang jadi 7 bulan
yakni 2RHZ/7RH. Departemen Kesehatan RI selama ini menjalankan program
pemberantasan TB Paru dengan panduan 1RHE/5R2H2.
Bila pasien alergi/hipersensitif terhadap Rifampisin, maka paduan obat jangka
panjang 12 18 bulan dipakai kembali yakni SHZ, SHE, SHT, dan lain-lain.
Beberapa obat anti TB yang dipakai saat ini adalah :

1.

Obat anti TB tingkat satu

Rifampisin ( R ), Isoniazid ( I ), Pirazinamid ( P ), Etambutol ( E ), Sterptomisin


( S ).
2.
Obat anti TB tingkat dua
Kanamisin ( K ), Para-Amino-Salicylic Acid ( P ),Tiasetazon ( T ), Etionamide,
Sikloserin, Kapreomisin, Viomisin, Amikasin, Ofloksasin, Sifrofloksasin,
Norfloksasin, Klofazimin dan lain-lainl. Obat anti TB tingkat dua ini daya
terapeutiknya tidak sekuat yang tingkat satu dan beberapa macam yang teakhir yaitu
golongan aminoglikosid dan quinolon masih dalam tahap eksperimental.
Belakangan ini WHO menyadari bahwa pengobatan jangka pendek tersebut baru
berhasil bila obat-obat yang relatif mahal ( R & Z ) tersedia sampai akhi masa
pengobatan. Di beberapa negara berkembang, pengobatan jangka pendek ini banyak
yang gagal mencapai angka kesembuhan yang ( cure rate ) ditargetkan yakni 85 %
karena :
Program pemberantasan kurang baik
-

Buruknya kepatuhan berobat

Hal ini menyebabkan :


Populasi TB semakin meluas

Timbulnya resistensi terhadap bermacam obat

Adanya epidemi AIDS akan lebih mengobarkan kembali aktifnya TB.


Menyadari bahaya tersebut di atas, WHO pada tahun 1991 mengeluarkan
pernyataan baru dalam pengobatan TB Paru sebagai berikut :
Pengobatan tetap dibagi dalam dua tahap yakni
1.
Tahap intensif ( initial ), dengan memberikan 4 5 macam obat anti TB per hari
dengan tujuan :
-

Mendapatkan konversi sputum dengan cepat ( efek bakterisidal )

Menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih lanjut


- Mencegah timbulnya resistensi obat

2.

Tahap lanjutan ( continuation phase ), denga hanya memberikan 2 macam obat


per hari atau secara intermitten dengan tujuan :
- Menghilangkan bakteri yang tersisa (efek sterilisasi )
- Mencegah kekambuhan
Pemberian dosis diatur berdasarkan berat badan yakni kurang dari 33 kg, 33 50 kg
dan lebih dari 50 kg.
Pengobatan dibagi atas 4 katagori yakni :

1.
-

Katagori I
Ditujukan terhadap :
Kasus baru dengan sputum negatif

Kasus baru dengan bentuk TB berat seperti meningitis, TB diseminata,


perikarditis, peritonitis, pleuritis, spondilitis dengan gangguan neurologis, kelainan
paru yang luas dengan BTA negatif, TB usus, TB genito urinarius.
Pengobatan tahap intensif adalah dengan paduan 2RHZS ( E ). Bila setelah dua
bulan BTA menjadi negatif, diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila setelah dua
bulan masih positif, tahap intensif diperpanjang lagi selama 2 4 minggu dengan 4
macam obat. Pada populasi dengan resistensi primer terhadap INH rendah pada
tahap intensif cukup diberikan 3 macam obat yakni RHZ.
Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 4 RH atau 4R3H3. Pasien dengan
TB berat ( meningitis, TB diseminata, spondilitis dengan kelainan neurologis ), R
dan H harus diberikan setiap hari selama 6 7 bulan. Paduan obat alternatif adalah
6 HE ( T ).
2.
Kategori II
Ditujukan terhadap :
- Kasus kambuh
- Kasus gagal dengan sputum BTA positif
Pengobatan tahap intensif selama 3 bulan dengan 2 RHZE/1RHZE. Bila setelah
tahap intensif BTA menjadi negatif, maka diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila
setelah 3 bulan tahap intensif BTA tetap positif, maka tahap intensif tersebut
diperpanjang lagi 1 bulan dengan RHZE. Bila setelah 4 bulan BTA masih juga
positif pengobatan dihentikan selama 2 3 hari, lalu diperiksa biakan dan resistensi
terhadap BTA dan pengobatan diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila pasien masih
mempunyai data resistensi BTA dan ternyata BTA masih sensitif terhadap semua
obat dan setelah tahap intensif BTA menjadi negatif, maka tahap lanjutan harus
diawasi dengan ketat di RS rujukan. Kemungkinan konversi sputum masih cukup
besar. Bila data menunjukkan resiten terhadap R dan H, maka kemungkinan
keberhasilan menjadi kecil.
Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 5 RHE atau paduan 5 R3H3E3
yang perlu diawasi dengan ketat. Bila sputum BTA masih tetap positif setelah
selesai tahap lanjutan, maka pasien tidak perlu diobati lagi.

3.

Kategori III
-

Ditujukan terhadap :
Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas.

Kasus TBC ekstra paru selain yang disebut dalam kategori I

Pengobatan tahap intensif dengan panduan 2 RHZ atau 2 R3H3Z3


Pengobatan tahap lanjutan dengan panduan 2RH atau 2 R3H3. Bila kelainan paru
lebih luas dari 10 cm2 atau pada TB ekstra paru yang belum remisi sempurna, maka
tahap lanjutan diperpanjang lagi dengan H saja selama empat bulan lagi. Paduan
obat alternatif adalah 6 HE ( T )
4.

Kategori IV

Ditujukan terhadap kasus TB kronik.


Prioritas pengobatan disini rendah, terdapat resistensi terhadap obat-obat anti TB
(sedikitnya R dan H), sehingga masalahnya jadi rumit. Pasien mungkin perlu
dirawat beberapa bulan dan diberikan obat-obat anti TB tingkat dua yang kurang
begitu efektif, lebih mahal dan lebih toksis.
Di negara yang maju dapat diberikan obat-obat anti TB eksperimental sesuai dengan
sensitivitasnya, sedangkan di negara yang kurang mampu cukup dengan pemberian
H seumur hidup dengan harapan dapat mengurangi infeksi dan penularan.
Departemen Kesehatan RI dalam program baru pemberantasan TB paru telah mulai
dengan paduan obat : 2 RHZE/4 R3HE ( kategori I ), 2 RHZSE/1 RHZE/5 R3H3E3
( kategori II ), 2 RHZ/2 R3H3 ( kategori IV ).
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis

Untuk TB usila dengan BTA positif, terapi diberikan paduan 2 RHZE /


4RH (rifampisin, INH, pirazinamid dan etambutol), kategori 1 (WHO,
1991)

Untuk TB usila dengan BTA negatif, terapi paduan 2RHZ / 4RH, kategori
3 (WHO, 1991)

Selain variasi pemberian obat secara harian (seperti di atas, dapat juga
diberikan secara intermitten 3x seminggu.
Bila salah satu obat di atas tidak dapat diberikan, diganti dengan
streptomisin

2. Penatalaksanaan keperawatan

Fisioterapi dada

Pemberian nutrisi yang tepat: diet tinggi protein dan kalori

Pembatasan aktivitas

Berikan motivasi untuk minum obat secara teratur pada pasien dan
keluarga (PMO)

J. Pengkajian
Rangkaian tehnik pengkajian pada TB paru adalah inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.

Inspeksi
Pada saat melakukan inspeksi kita melihat bagaimana bentuk dan kesimetrisan
dada, karakteristik kulit, irama dan frekuensi pernapasan. Pada hasil inspeksi
terlihat barrelchest.
Palpasi
Dengan melakukan palpasi kita dapat mengetahui:
Kesejajaran trakeal, karakteristik umum dinding dada, ekspansi thorakal, fremitus
taktil. Pada TB paru, didapatkan hasil adanya pembesaran nodus limpe
dibelakang telinganya.
Perkusi
Kita lakukan perkusi pada dinding dada posteror, lateral dan anterior. Pada
pemeriksaan dengan perkusi didapat bunyi pekak.
Auskultasi
Kita lakukan auskultasi untuk mendengar bunyi nafas, meliputi kualitas,
kekuatan, intensitas, durasi dan frekuensi. Auskultasi ini dilakukan pada dinding
dada posterior, lateral dan anterior. Bunyi nafas menghilang, bunyi bronkial atau
bronkovesikuler, crakles, fremitus, dan egofoni.
Pemeriksaan fisik:
1. TTV

Ukur suhu, biasanya penderita TB mengalami demam tingkat rendah.

Nadi

Tekanan darah

2. Kondisi umum klien:

Status kesadaran

Gaya berjalan

Adanya keletihan, anoreksia

Status mental klien lansia, biasanya mengalami penurunan status mental


(delirium).

Berat badan: adanya penurunan berat badan.

3. Dada
a. kiposis, peningkatan diameter anteroposterior, bentuk barrelchest
b. Karakteristik nyeri dada:

Lokasi nyeri dada

Awitan nyeri dada: saat batuk atau tidak

Distribusi nyeri dada

4. Respiratori sistem:
1. Respiratori rate (RR): meningkat atau menurun
2. Usaha nafas: penggunaan otot bantu
3.

Karakteristik sputum dan batuk: pertama-tama batuk


nonproduktif

kemudian

berkembang

ke

pembentukan

mikopurulen, jumlah, warna, batuk produktif atau tidak


4.

Suara nafas: wheezing, ronkhi, cracles.

Selain hal-hal diatas kita juga perlu mengkaji hal-hal berikut:

Riwayat kesehatan:
a. Anggota keluarga pernah menderita TB

sputum

b. Pernah sakit TB ketika kecil / dewasa


c. Gaya hidup: merokok, pola makan dan kebersihan
Aktifitas atau istirahat
Gejala: kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja, sulit tidur
pada malam hari, menggigil dan berkeringat
Tanda: takikardi, takipnea, dispnea pada saat kerja, kelelahan otot, nyeri dan
sesak (tahap lanjut).
Integritas ego
Gejala: adanya faktor-faktor stres lama, perasaan tidak berdaya atau tidak ada
harapan, masalah keuangan, rumah.
Tanda: menyangkal (khususnya selama tahap dini, ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung).
Makanan dan cairan
Gejala: kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan BB
Tanda: turgor kulit buruk, kering atau bersisik, kehilangan otot/lemak
subkutan.
Nyeri atau kenyamanan
Gejala: nyeri dada meningkat karena batuk berulang
Tanda: berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah
Pernapasan
Gejala: Batuk produktif/tidak produktif, nafas pendek, riwayat TB/terpajan
pada individu terinfeksi
Tanda: Peningkatan frekuensi napas, pengembangan dada tidak simetris,
karakteristik sputum: hijau purulent, mukoid, kuning atau bercak darah.
Keamanan
Gejala: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS dan kanker
Tanda: demam rendah/ sakit panas akut

Interaksi sosial
Gejala: ada perasaan isolasi atau penolakan karena penyakit menular,
perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik
untuk melaksanakan peran
Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala: Riwayat keluarga TB, kemampuan umum/ status kesehatan buruk,
gagal untuk membaik/ kambuhnya TB, tidak berpartisipasi dalam terapi
Pertimbangan: Menunjukkan rencana dirawat 6 hari
Rencana pemulangan: Memerlukan bantuan dengan/ bantuan dalam terapi
obat dan bantuan perawatan diri dan pemeliharaan/ perawatan rumah
K. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d kongesti pulmonal
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia dan peningkatan
metabolisme tubuh
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, peningkatan
metabolisme
4. Nyeri b.d peregangan otot saat batuk
5. Gangguan pertukaran gas b.d suplai oksigen kurang
.
L. Asuhan Keperawatan
Diagnosa: Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d kongesti pulmonal
Definisi: individu tidak mampu untuk mengeluarkan sekret atau obstruksi saluran
nafas untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas.
Hasil pengkajian:
1. Abnormal suara nafas: ronchi, wheezing
2. Perubahan respiratori rate/kedalaman
3. Batuk dengan/tanpa produksi sputum

4. Sianosis
5. Dispnea
Kriteria hasil:
1. Lansia mampu mengeluarkan sputum
2. Lansia kembali ke fungsi semula dan mampu melakukan aktivitas fisik
3. Lansia dan keluarga mengetahui tanda dan gejala sehingga dapat melaporkan
kepada dokter jika tanda dan gejala muncul
4. Lansia dan keluarga memahami jadual medikasi dan efek samping

Intervensi

Rasional

Mandiri:
Kaji perubahan suara nafas seperti Perubahan
ronchi, wheezing.

penurunan

tersebut
status

mengindikasikan
pasien.

Lansia

melakukannya sebagai dekompensasi.


Kaji adanya tanda sekunder ancietas: Ancietas dapat menyebabkan gangguan
adanya blokade jalan nafas atau fungsi respiratori.
hipoksia.
Ajarkan pasien dan keluarga tentang Pengetahuan tentang penyakit dan terapi
medikasi
dapat
meningkatkan
proses penyakit dan terapi medikasi.
perkembangan.
Kaji beberapa efek dari medikasi
seperti tremor, takikardi, dan fatigue.

Pengkajian

yang

tepat

dapat

mengidentifikasi beberapa efek dengan


cepat

sehingga

dapat

dilakukan

intervensi.
Dorong batuk dan nafas dalam setiap
2 sampai dengan 4 jam. Suction bila
perlu.

Batuk dan nafas dalam membantu untuk


membersihkan jalan nafas dan suction
membantu mengeluarkan sputum jika
pasien tidak mampu mengeluarkannya.

Kolaborasi:

Berikan

Terapi steroid menekan proses inflamasi


terapi

steroid

dengan sehingga produksi sputum menurun dan


menurunkan bronchospasme.

kombinasi bronchodilator.

Diagnosa: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia dan
peningkatan metabolisme tubuh.
Kriteria hasil: menunjukkan peningkatan berat badan.
Intervensi
Rasional
Catat status nutrisi pada penerimaan, Berguna

dalam

catat turgor kulit, berat badan dan derajat/luasnya


derajat

kekurangan

integritas

berat

mukosa

mendefinisikan

masalah

dan

pilihan

badan, intervensi yang tepat.


oral,

kemampuan/ketidakmampuan menelan,
adanya

tonus

usus,

riwayat

mula/muntah atau diare.


Pastikan pola diet biasa pasien, yang Membantu
disukai/tak disukai.

dalam

mengidentifikasi

kebutuhan/kekuatan

khusus.

Pertimbangkan keinginan individu dapat


memperbaiki masukan diet.
Awasi masukan/pengeluaran dan berat Berguna dalam mengukur keefektifan
badan secara periodik.

nutrisi dan dukungan cairan.

Selidiki anoreksia, mual, dan muntah Dapat mempengaruhi pilihan diet dan
area
pemecahan
dan catat kemungkinan hubungan mengidentifikasi
untuk
meningkatkan
dengan obat. Awasi frekuensi, volume, masalah
pemasukan/penggunaan nutrien.
konsistensi feses.
Dorong dan berikan periode istirahat Membantu menghemat energi khususnya

sering.

bila kebutuhan metabolik meningkat saat


demam.

Dorong makan sedikit dan sering Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa


dengan makanan tinggi protein dan kelemahan yang tak perlu/kebutuhan
energi dari makan makanan banyak dan

karbohidrat.

menurunkan iritasi gaster.


Diagnosa: Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah,
peningkatan metabolisme.
Kriteria hasil: menunjukkan perbaikan ventilasi dan perbaikan oksigenasi.
Intervensi
Kaji
dispnea,

takipnea,

normal/menurunnya
peningkatan

bunyi

Rasional
tak TB paru menyebabkan efek luas pada
nafas, paru daari bagian kecil bronkopneumonia

pernafasan, sampai inflamasi difus luas, nekrosis,

upaya

terbatasnya ekspansi dinding dada, dan efusi pleural, dan fibrosis luas. Efek
pernapasan dapat dari ringan sampai

kelemahan.

dispnea berat sampai distres pernapasan.


Evaluasi
kesadaran.

perubahan
Catat

pada

sianosis

tingkat Akumulasi sekret/ pengaruh jalan napas


dan/atau dapat mengganggu oksigenasi organ vital

perubahan pada warna kulit, termasuk dan jaringan.


membran mukosa dan kuku.
Tingkatkan

tirah

baring/batasi Menurunkan

konsumsi

oksigen/

aktivitas dan bantu aktivitas perawatan kebutuhan selama periode penurunan


pernafasan dapat menurunkan beratnya
diri sesuai keperluan.
gejala.

Anda mungkin juga menyukai