Anda di halaman 1dari 45

ASPEK MEDIKOLEGAL

PENGGUNAAN ALKOHOL DI INDONESIA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Dalam Menempuh


Program Pendidikan Profesi Dokter
Disusun oleh:
Rini Resmina (11-2013-304)
Ain Nabila Zulkufli (11-2014-030)
Mellyana Fransisca Tamirin (11-2014-051)
Angela Yosephine Theodora (11-2014-032)

Konsulen Penguji: dr. Santosa, Sp. F, MH


Residen Pembimbing: dr. Erni H. Situmorang, MH
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
RSUP DR. KARIADI SEMARANG
Periode: 3 Agustus 29 Agustus 2015

Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan ke hadrat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat ini dalam waktu yang diberikan. Adapun
pembuatan referat ini merupakan salah satu tugas dalam masa kepaniteraan sabagai prasyarat
untuk mengikuti ujian pada Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal di RSUP
Dr. Kariadi Semarang, selain untuk memperluas wawasan dalam bidang Ilmu Kedokteran
Forensik.
Penulisan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan kepada pembaca tentang
alkohol, khususnya mengenai intoksikasi alkohol serta kaitannya dalam kedokteran forensik, dan
aspek medikolegalnya terutama di Indonesia. Prevalensi penduduk peminum alkohol yang
semakin meningkat menyebabkan pentingnya untuk dibahas dalam ranah kedokteran forensik
sehingga perlu diteliti dan ditelusuri lebih lanjut.
Penulis berharap agar referat ini dapat menjadi bahan rujukan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan. Penulis juga berharap agar referat ini dapat membantu pada akademisi lain dan
semua pembaca yang ingin mendalami tentang intoksikasi alkohol dan kaitannya dalam
kedokteran forensik.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai
pihak yang telah membantu dan mendukung penulis, baik secara moral maupun material. Ucapan
terima kasih terutama disampaikan kepada:
1. dr. Santosa, Sp. F, MH (Kes), selaku penguji referat ini,
2. dr. Erni H. Situmorang, MH (Kes), selaku pembimbing referat ini
3. Semua pihak yang telah mendukung penulis.
Demikian penulis menyadari bahwa penulisan referat ini masih jauh belum sempurna. Kritik,
saran dan masukan bagi kesempurnaan referat ini sangat dihargai. Semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Semarang, 19 Agustus 2015
Penulis

Daftar Isi
Judul................................................................................................i
Kata Pengantar..............................................................................ii
Daftar Isi.........................................................................................1
1. BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang........................................................................2
1.2. Rumusan Masalah...................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan.....................................................................3
1.4. Manfaat Penulisan...................................................................3
2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Alkohol
2.1.1. Definisi.......................................................................4
2.1.2. Kegunaan Alkohol dan Jenis-jenisnya.......................7
2.1.3. Farmakokinetik...........................................................9
2.1.4. Farmakodinamik.......................................................11
2.1.5. Mekanisme Adiksi....................................................12
2.2. Intoksikasi Alkohol
2.2.1. Tanda dan Gejala Intoksikasi Alkohol.....................16
2.2.2. Kelainan pada Organ................................................18
2.2.3. Alkohol dan Berbagai Dampak negatif lainnya.......22
2.2.4. Sebab dan Mekanisme Kematian.............................26
2.3. Pemeriksaan Kedokteran Forensik pada Keracunan Alkohol
2.3.1. Pemeriksaan Postmortem.........................................27
2.3.2. Pemeriksaan Luar.....................................................28
2.3.3. Pemeriksaan Dalam..................................................29
2.3.4. Pemeriksaan Penunjang...........................................31
2.4. Aspek Medikolegal..............................................................38
3. BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan............................................................................41

BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan
psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran. Penyalahgunaan minuman
keras ini merupakan permasalahan yang cukup berkembang di dunia remaja dan menunjukkan

kecenderungan yang meningkat dari tahun ke tahun, yang akibatnya dirasakan dalam bentuk
perkelahian, munculnya geng-geng remaja dan perbuatan asusila pada kalangan remaja. Di
berbagai negara, penjualan minumanberalkohol dibatasi ke sejumlah kalangan saja,umumnya
orang-orang yang telah melewati batas usia tertentu.1
Perilaku minum alkohol, dalam jumlah sedikit walau mungkin bersifat protektif terhadap
penyakit kardiovaskuler, tetap meningkatkan risiko untuk mengalami kecelakaan. Konsumsi
dalam jumlah banyak dan lama dapat menyebabkan sirosis hati, gangguan pankreas, kanker,
penyakit kardiovaskuler, gangguan kognitif dan bunuh diri.alkohol juga mengakibatkan efek
teratogenik terhadap janin dalam kandungan.
Konsumsi dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan intoksikasi akut yang bisa
memicu kecelakaan dan kriminalitas, selanjutnya ketergantungan terhadap alkohol bersama zat
psikoktif lainnya akan menimbulkan masalah disrupsi keluarga, disintegrasi sosial dan
penurunan produktifitas,sehingga mengakibatkan kerugian sosial ekonomi bagi masyarakat dan
negara. Ketersediaan informasi merupakan prasyarat yang penting untuk mengembangkan
program intervensi yang terarah. Dalam hal ini, walaupun masalah minum alkohol telah menjadi
isu umum di sejumlah daerah, data tentang peminum alkohol di Indonesia, seperti di banyak
negara sedang berkembang lainnya, masih sangat terbatas.2

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan intoksikasi alkohol.
2. Pada pemeriksaan forensik, apakah yang dapat ditemukan pada intoksikasi alkohol.
3. Apakah aspek medikolegal terhadap penyalahgunaan alkohol.

1.3. TUJUAN PENULISAN


1.

Tujuan umum: Menambahkan pengetahuan mengenai pemeriksaan forensik pada intoksikasi


alkohol dan aspek medikolegalnya di Indonesia

2.

Tujuan khusus:

a) Mengetahui jenis-jenis alkohol dan kegunaannya.


b) Mempelajari farmakokinetik dan farmakodinamik alkohol di dalam tubuh.
c) Mengenali tanda dan gejala intoksikasi alkohol.

1.4. MANFAAT PENULISAN


1. Ilmiah
a) Memperkaya pengetahuan khusunya mengenai faktor-faktor yang berperan terhadap
intoksikasi alkohol
b) Memperkaya pengetahuan dalam aspek medikolegal pada penggunaan alkohol di
Indonesia
2. Pengembangan Penulisan
a) Memberikan informasi yang diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
peneliti mengenai intoksikasi alkohol, khusunya pada penemuan pemeriksaan forensik
dan aspek medikolegalnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ALKOHOL
2.1.1. DEFINISI
Istilah alkohol berasal dari bahasa arab al-Kohl, yang berarti suatu zat yang mudah
menguap, dapat didihkan, dan diembunkan. Alkohol atau alkanol merupakan senyawa karbon
yang mengandung gugus hidroksil (-OH) dan mempunyai rumus CnH2n+1OH.
Alkohol merupakan senyawa seperti air yang satu hidrogennya diganti oleh rantai atau
cincin hidrokarbon. Sifat fisis alkohol, alkohol mempunyai titik didih yang tinggi dibandingkan
alkana-alkana yang jumlah atom C nya sama. Hal ini disebabkan antara molekul alkohol
membentuk ikatan hidrogen. Rumus umum alkohol R OH, dengan R adalah suatu alkil baik
alifatis maupun siklik. Dalam alkohol, semakin banyak cabang, semakin rendah titik didihnya.
Sedangkan dalam air, metanol, etanol, propanolol mudah larut dan hanya butanol yang sedikit
larut. Alkohol dapat berupa cairan encer dan mudah bercampur dengan air dalam segala
perbandingan. (Brady, 1999)
Alkohol ada 2 jenis : 4

Etil alkohol / Etanol (C2H5OH)

Metil alkohol / Metanol (CH3OH)


Alkohol yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah etanol. Etanol

berkadar 70% digunakan sebagai zat antiseptik, pembersih luka, serta pensteril alat-alat
kedokteran dan industri. Etanol berkadar 95%-96% digunakan sebagai pelarut dalam industri
parfum, obat-obatan, zat warna dan kosmetik. Etanol 95%-96% ini dihasilkan melalui proses
distilasi sehingga masih mengandung 4%-5% air. Hal ini terjadi karena campuran air dan alkohol
membentuk campuran azeotrop, yaitu campuran zat cair yang terdiri atas dua atau lebih senyawa
yang bersifat seperti satu senyawa. Etanol berkadar 100% (etanol absolut) dapat diperoleh
dengan cara memekatkan etanol hasil distilasi dengan menggunakan zat pengikat air, seperti
kalsium oksida (CaO).

Penggunaan alkohol pada zaman sekarang dapat berguna di dalam penerimaan di


lingkungan sosial dan memberi keuntungan di bidang kedokteran. Alkohol yang digunakan
dilingkungan masyarakat paling banyak memberikan dampak terhadap perubahan suasana
perasaan dan meringankan rasa ketidaknyamanan. Dan hal ini disebut dengan ketergantungan
(addictive drugs).
Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2007, yang menggunakan nama Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) meliputi indikator prevalensi, frekuensi, preferensi dan intensitas
tentang perilaku minum alkohol sampai level kabupaten kota. Didapatkan prevalensi penduduk
laki-laki umur 15 tahun ke atas yang minum alkohol adalah 4,5% di perkotaan dan 5,2% di
perdesaan. Frekuensi minum alkohol adalah 11,7% hampir tiap hari, 24,4% hampir tiap minggu
dan 35,8% hampir tiap bulan. Ada 7 provinsi dengan prevalensi di perkotaan lebih tinggi secara
bermakna dari perdesaan, dan 7 provinsi dengan prevalensi di perdesaan lebih tinggi secara
bermakna dari perkotaan. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat prevalensi minum alkohol
berdasarkan perkotaan dan perdesaan di Indonesia.2
Tabel 1. Prevalensi penduduk laki-laki yang minum alkohol menurut
provinsi di Indonesia pada 2007.2

Secara nasional prevalensi penduduk laki-laki yang minum alkohol relatif rendah, namun
sejumlah provinsi di luar Jawa ternyata merupakan kluster spasial, yakni daerah dengan
prevalensi lebih besar secara sangat bermakna dari angka nasional. Prevalensi beberapa provinsi
malah sudah menyamai sejumlah negara tetangga yang mengalami masalah minum alkohol.
Perbedaan prevalensi minum alkohol antar provinsi dipengaruh oleh ketersediaan, aksesibilitas,
kemampuan membeli dan akseptablitas masyarakat. Faktor-faktor ini meliputi antara lain sejarah
minum alkohol di suatu daerah, iklim, pemasaran oleh produsen, alkohol tradisional produksi
rumahan, penerapan hukum, kultur, pengaruh teman, nilai keluarga, tingkat sosial ekonomi, tipe
kepribadian, faal tubuh dan tingkat kesadaran.
SKRT 1995, 2001 dan 2007 mengungkapkan hal yang sama yaitu rendahnya prevalensi
minum alkohol pada perempuan. Prevalensi ini juga ditemukan pada perilaku minum kopi dan
merokok yang dipengaruhi oleh faktor sosial budaya dan tingkat ekonomi.2

Definisi keracunan alkohol


Seseorang dapat dikatakan menderita keracunan alkohol ketika kuantitas alkohol yang
dikonsumsi orang tersebut melebihi batas toleransi individual terhadap alkohol dan
menyebabkan abnormalitas pada prilaku dan fisik seseorang. Dengan kata lain, kemampuan
mental dan fisik seseorang terganggu. Seseorang tersebut tidak bisa berfungsi dan tentunya tidak
boleh mengemudikan kendaraan.4
Keracunan alkohol merupakan keadaan yang dihasilkan oleh pemakaian alkohol
berlebihan, khususnya etanol. Kadar alkohol dalam darah yang dapat menimbulkan keracunan
berbeda-beda pada tiap orang. Tanda-tanda awal keracunan dapat terlihat saat kadar alkohol
darah mencapai 60mg/dl. Menurut penelitian yang dilakukan oleh sydney kaye, dari 94 orang
yang mengalami keracunan alkohol akut, kadar alkohol dalam darahnya bervariasi dari 180
mg/dl hingga 600 mg/dl. Di Amerika kadar keracunan alkohol yang didapatkan rata-rata 80
hingga 100 mg/dl. Dan kadar letalnya mencapai 400 mg/dl.5
2.1.2. KEGUNAAN ALKOHOL DAN JENIS-JENISNYA
Alkohol umumnya berarti etanol atau etil alkohol yang biasa digunakan dalam minuman
beralkohol seperti bir, anggur, dan minuman keras. Spiritus yang digunakan untuk pembedahan,
kandungan utamanya adalah etanol dengan sedikit methanol. Etanol juga digunakan dalam
sediaan obat, pencuci mulut, antiseptic, desinfektan, dan kosmetika seperti aftershave, parfum
dan cologne. Beberapa kegunaan yang lebih penting dari beberapa alkohol sederhana seperti
metanol, etanol, dan propan-2-ol.
1. Minuman
Alkohol yang terdapat diminuman beralkohol adalah etanol. Etanol biasanya dijual
sebagai spirit (minuman keras) bermetil yang diproduksi dalam skala industri yang
sebenarnya merupakan sebuah etanol yang telah ditambahkan sedikit metanol dan
kemungkinan beberapa zat warna. Metanol beracun, sehingga spirit bermetil dalam skala
industri tidak cocok untuk diminum. Penjualan dalam bentuk spirit dapat menghindari
pajak tinggi yang dikenakan untuk minuman beralkohol (khususnya di inggris).
2. Sebagai bahan bakar

Etanol dapat dibakar untuk menghasilkan karbon dioksida dan air serta bisa digunakan
sebagai bahan bakar baik sendiri maupun dicampur dengan petrol (bensin). "Gasohol"
adalah sebuah petrol/ campuran etanol yang mengandung sekitar 10 20% etanol.
Karena etanol bisa dihasilkan melalui fermentasi, maka alkohol bisa menjadi sebuah cara
yang bermanfaat bagi negara-negara yang tidak memiliki industri minyak untuk
mengurangi import petrol mereka.
3. Sebagai pelarut
Etanol banyak digunakan sebagai sebuah pelarut. Etanol relatif aman, dan bisa digunakan
untuk melarutkan berbagai senyawa organik yang tidak dapat larut dalam air. Sebagai
contoh, etanol digunakan pada berbagai parfum dan kosmetik.5
Terdapat dua alkohol paling sederhana, yaitu; metanol dan etanol (nama umumnya metil
alkohol dan etil alkohol) yang strukturnya sebagai berikut:

Gambar 1. Struktur metanol dan alkohol6


Dalam peristilahan umum, "alkohol" biasanya adalah etanol atau grain alcohol. Etanol
dapat dibuat dari fermentasi buah atau gandum dengan ragi. Etanol sangat umum digunakan, dan
telah dibuat oleh manusia selama ribuan tahun. Etanol adalah salah satu obat rekreasi (obat yang
digunakan untuk bersenang-senang) yang paling tua dan paling banyak digunakan di dunia.
Dengan meminum alkohol cukup banyak, orang bisa mabuk. Semua alkohol bersifat toksik
(beracun), tetapi etanol tidak terlalu beracun karena tubuh dapat menguraikannya dengan cepat.
Alkohol bersifat racun bagi otak. Alkohol murni berupa cairan bening, yang mudah
menguap dan mempunyai aroma yang khas. Alkohol terdapat pada berbagai jenis minuman,
meisalnya; Alkohol absolut: 99,9%, rectified spirit (alkohol yang dimurnikan): 90%, methylated
8

spirit (alkohol denaturasi): 95%, rum dan minuman keras lainnya: 50-60%, whisky, gin dan
brandy: 40-45%, port dan sherry: 20%, anggur (wines): 10-15%, bir: 4-8%, berbagai jenis
minuman keras daerah: 5-10%.
2.1.3. FARMAKOKINETIK
Proses mulai dari masuknya obat ke dalam tubuh sampai dikeluarkan kembali disebut
farmakokinetik. Termasuk dalam proses farmakokinetik ialah absorpsi, distribusi, metabolisme
dan eksresi obat. Untuk mencapai tempat kerja, suatu obat harusmelewati berbagai membran di
sel tubuh.
Absorbsi
Sejak di dalam mulut, alkohol diabsorbsi oleh selaput lendir mulut. Karena mudah
menguap, alkohol juga masuk ke dalam tubuh melalui paru-paru walaupun dalam jumlah sedikit.
Absorbsi alkohol selanjutnya terjadi di saluran cerna, terutama pada usus halus.
Kecepatan alkohol sampai ke aliran darah bergantung pada beberapa faktor, antara lain
banyak dan macam makanan yang ada dalam lambung, jenis dan kadar alkohol dalam minuman
tersebut, serta faktor konstitusi peminum. Makanan dalam lambung, terutama makanan
campuran, akan memperlambat absorbsi. Alkohol bila diminum bersama air atau air soda akan
mempercepat absorbsi. Bila kadar alkohol dalam perut terlalu tinggi, akan terjadi hipersekresi
mukus (lendir) pada lambung dan pilorus menutup. Keadaan yang demikian itu akan
memperlambat absorbsi dan menghalangi pengaliran alkohol ke dalam usus. Di dalam usus tidak
ada lagi hambatan yang berarti terhadap proses absorbsi alkohol oleh dinding usus ke dalam
darah. Kadar tertinggi alkohol dalam darah dicapai 30-90 menit setelah minum alkohol terakhir.
Distribusi Alkohol
Setelah sampai di darah, alkohol akan diedarkan ke seluruh tubuh, mencapai semua
jaringan dan sel. Oleh karena alkohol larut dalam air, jaringan yang mengandung banyak air akan
mendapat bagian alkohol yang banyak pula.
.
Metabolisme alkohol
9

Alkohol dimetabolisasi dalam hepar menjadi karbon dioksida, air, dan asetldehid, yang
selanjutnya menjadi asetat. Alkohol yang dikomsumsi 90%, diantaranya akan dimetabolisme
oleh tubuh terutama hati oleh enzim alkoholdehirogenase (ADH) dan koenzim nikotinamidadenin-dinokleotida (NAD) menjadi asetaldehid dan kemudian oleh enzim aldehida
dehidrogenase (ALDH) diubah menjadi asam asetat. Asam asetat dioksidasi menjadi CO 2 dan
H2O. Piruvat, levulosa (fruktosa), gliseraldehida dan alanin akan mempercepat metabolism
alcohol.Metabolisme alkohol dalam hepar oleh hepatosit melalui tiga jalur metabolisme, yang
masing-masing terletak pada struktur hepar yang berlainan.
1. Jalur pertama adalah jalur alkohol dehidrogenase (ADH) yang terletak pada sitosol atau
bagian cair dari sel. Dalam keadaan normal, ADH memetabolisasi alkohol yang berasal
dari fermentasi dalam saluran cerna dan juga untuk proses dehidrogenasi steroid serta
omega oksidasi asam lemak. ADH memecah alkohol menjadi hidrogen dan asetaldehid,
yang selanjutnya akan diuraikan menjadi asetat. Asetat akan diurai lebih lanjut menjadi
H2O dan CO2..
2. Jalur kedua adalah melalui microsomal ethanol oxydizing system (MEOS) yang terletak
dalam retikulum endoplasma. Dengan pertolongan tiga komponen mikrosom, yaitu
sitokrom P-450, reduktase, dan lesitin, alkohol akan diurai menjadi asetaldehid.
3. Jalur ketiga ialah melalui enzim katalase yang terdapat dalam peroksisom. Hidrogen yang
dihasilkan dari metabolism alkohol dapat mengubah keadaan redoks, dan pada
pemakaian

alkohol yang lama dapat mengecil. Perubahan ini dapat

menimbulkan

perubahan metabolisme lemak dan karbohidrat, yang menyebabkan bertambahnya


jaringan kolagen dan dalam keadaan tertentu dapat menghambat sintesa protein.3

1
0

Ekskresi
Alkohol yang dikonsumsi 10% akan dikeluarkan dalam bentuk utuh melalui
urin,keringat dan udara napas. Dari jumlah ini sebagian besar dikeluarkan melalui urin(90%).
2.1.4. FARMAKODINAMIK
Alkohol menyebabkan presipitasi dan dehidrasi sitoplasma sel sehingga bersifat astringet.
Makin tinggi kadar alkohol makin besar efek tersebut. Pada kulit, alkohol menyebabkan
penurunan temperatur akibat penguapan, sedangkan pada mukosa, alkohol menimbulkan iritasi
dan lebih hebat lagi dapat mengakibatkan inflamasi.
Alkohol sangat berpengaruh pada SSP dibandingkan pada sistem lain. Pengaruh alkohol
terhadap aktivitas susunan saraf pusat adalah melalui reseptor GABA dan reseptor asam glutamat
terutama subtipe NMDA (N-Metil-D-Aspartat). Alkohol mempengaruhi ion channel pada
reseptor tersebut. Dalam konsentrasi rendah, alkohol menghambat ion channel yang diaktivasi
oleh NMDA. Sebaliknya, penggunaan alkohol yang akut akan meningkatkan aktivitas ion
channel yang diaktivasi oleh 5-HT3 dan GABA. Pada penggunaan alkohol yang kronis akan

1
1

terjadi perubahan pada fungsi ion channel. Hal ini dapat menjelaskan terjadinya toleransi dan
ketergantungan.
Alkohol juga berpengaruh pada resptor opioida dan pengaruh ini merupakan salah satu
faktor penting mengapa alkohol mempunyai potensi menyebabkan terjadinya ketergantungna.
Penelitian pada tikus yang diberi alkohol menunjukkan hasil yang tidak konsisten terhadap kadar
beta endorfin, mer- dan leu-enkefalin, yaitu ada penelitian yang hasilnya menunjukkan
penurunan, peningkatan, atau tidak ada perubahan kadar ketiga opioida endogen tersebut.
Perbedaan hasil penelitian itu mungkin disebabkan oleh faktor genetik, jumlah yang dikonsumsi,
cara dan lamanya alkohol telah dikonsumsi, daerah otak yang diteliti, saat penelitian dilakukan,
yaitu pada saat alkohol sedang dikonsumsi atau sesudahnya.
Alkohol hanya sedikit berpengaruh pada sistem kardiovaskular. Nadi mungkin lebih
cepat tetapi hal ini biasanya disebabkan oleh aktivitas muskular atau stimulasi refleks. Depresi
kardiovaskular tejadi pada keracunan akut alkohol yang berat, terutama akibat faktor vasomotor
sentral dan depresi pernapasan. Alkohol dalam takaran sedang menyebabkan vasodilatasi
terutama pada pembuluh darah kulit sehingga menimbulkan rasa hangat pada kulit.
Terhadap ginjal, alkohol menambah efek diuresis. Sebagai larutan 10% alkohol dapat
diberikan sebagai obat somnifacient atau anestetik dengan suntikan intravena.
Takaran alkohol untuk menimbulkan gejala keracunan bervariasi tergantung dari
kebiasaan minum dan sensitisasi genetik perorangan, umumnya 35 gram alkohol menyebabkan
penurunan kemampuan untuk menduga jarak dan kecepatan serta menimbulkan euforia. Alkohol
sebanyak 75-80 gram akan menimbulkan gejala keracunan akut dan 250-500 gram alkohol dapat
merupakan takaran fatal.3
2.1.5. MEKANISME ADIKSI
Menurut Caroll (2000), adiksi dapat didefinisikan sebagai penggunaan obat-obatan secara
kompulsif dimana perilaku pengguna sebagian besar dikontrol oleh substansi individu tersebut
dan mempunyai efek psikoaktif yang dapat merusak individu atau masyarakat. Penggunaan
substansi tersebut menjadi sangat penting bagi pecandu karena substansi tersebut merupakan
prioritas dalam hidup pecandu. Definisi umum dari penyalahgunaan (abuse) adalah penggunaan

1
2

zat atau obat-obatan dengan cara yang menyimpang dari pola medis atau sosial. Kecanduan
berarti tindakan penggunaan yang tidak dapat secara sukarela berhenti, dan kehilangan kontrol
atau ketidakmampuan untuk menghentikan minum dianggap sebagai fitur penting dari
kecanduan alkohol. Menurut DSM-IV: penggunaan obat kompulsif meskipun terjadinya
konsekuensi yang merugikan.
Senyawa kimia etanol relevan untuk pemahaman tentang neurbiologi kecanduan alkohol.
Etanol adalah molekul organik yang kecil terdiri dari dua rangka karbon dikelilingi atom
hidrogen dengan kumpulan hidroksil yang melekat pada salah satu karbon. Kumpulan hidroksil
memberikan etanol sifat larut air sementara rangka hidrokarbon memberikan etanol sifat larut
lipid. Komposisi membuat etanol dapat larut dalam air dan lemak. Sehingga etanol dapat
berinteraksi dengan lipid membran sel. Ukuran molekul yang kecil dan kekurangan karbon
isometrik membuat etanol tidak hanya diekspresikan pada reseptor khusus etanol. Etanol
memodifikasi aktivitas fungsional banyak reseptor dan kanal ion, termasuk reseptor NMDA,
kainate, serotonin 5-HT3, GABA, dan reseptor glisin, serta kanal ion kalsium dan kalium.
Dalam kebanyakan kasus, alkohol mempengaruhi target ini hanya pada konsentrasi
tinggi. Namun, beberapa reseptor GABA sangat peka terhadap alkohol sehingga efek fungsional
dapat terjadi pada konsentrasi dalam kisaran memabukkan. Mekanisme ketergantungan alkohol
kurang dipahami dengan baik. Adpatasi kompensasi dari reseptor GABA terhadap paparan etanol
telah lama memainkan peranan penting dalam ketergantungan alkohol.
Neurotransmitter utama yang sejauh ini diduga terlibat dalam penyalahgunaan zat dan
ketergantungan adalah dopamin dan GABA. Neuron dopaminergik spesifik di area tegmental
ventral otak, yang memproyeksikan ke daerah kortikal dan limbik- terutama nucleus accumbens.
Jalur otak khusus ini diduga terlibat dalam sensasi reward dan menjadi mediator utama dari efek
penyalahgunaan sebagian besar zat.
Selama beberapa dekade terakhir, penelitian atas dasar biologis dari ketergantungan
kimia telah menetapkan beberapa daerahotak dan neurotransmitter yang terlibat dalam
mekanisme penghargaan pusat. Secara khusus, tampak bahwa ketergantungan pada alkohol,
opiat dan kokain bergantung pada mekanisme biokimia umum. Sebuah sirkuit saraf jauh di
dalam otak yang melibatkan sistem limbik, dan dua daerah yang disebut nucleus accumbens dan

1
3

globus pallidus tampaknya menjadi penting dalam ekspresi hadiah untuk orang yang memakai
obat penyalahgunaan. Meskipun masing-masing substansi penyalahgunaan muncul untuk
bertindak pada bagian yang berbeda dari rangkaian ini, hasil akhirnya adalah sama: dopamin
dilepaskan dalam accumbens inti dan hippocampus.
Dopamin tampaknya merupakan neurotransmiter utama pada situs-situs penguatan.
Meskipun sistem neurotransmiter yang terlinat dalam biolohi penghargaankompleks, setidaknya
tiga neurotransmiter lain yang dikenal terlibat di beberapa situs di otak: serotonin di hipotalamus,
peptida opioid di daerah tegmental ventral danini accumbens, dan neurotransmitter GABA
menghambat di daerah tegmental dan inti accumbens. Menariknya, reseptor glukosa merupakan
link penting antara sistem serotonergik dan peptida opioid di hipotalamus. Jalur alternatif hadiah
melibatkan pelepasan norepinefrin di hipokampus dari serat saraf yang berasal dari lokus
coerulus.
Alkohol diketahui mengaktifkan sistem norepinefrin di sirkuit limbik melalui kaskade
antarsel yang mencakup serotonin, peptida opioid dan dopamin. Alkohol juga dapat
menyebabkan efek langsung melalui produksi neuroamines yang berinteraksi dengan reseptor
opioid atau dengan sistem dopaminergik. Dalam teori kaskade penghargaan, mendalilkan bahwa
anomali genetik, stress berkepanjangan atau penyalahgunaan jangka panjangdari alkohol dapat
menyebabkan pola mengidam abnormal pada hewan dan manusia.
Sindroma ketergantungan alkohol; jika tiga atau lebih kriteria terpenuhi dalam satu tahun
terakhir dan secara bersamaan.
1. Keinginan kuat atau perasaan untuk mengkonsumsi alkohol
2. Ketidakmampuan untuk mengontrol minum alkohol
3. Adanya efek withdrawal dari penguranganatau pemutusan konsumsi alkohol
4. Ketergantungan dengan alkohol, yang ditandai dengan kesenangan atau ketertarikan
lain yang berkurang karena alkohol. Atau banyak waktu yang digunakan untuk
beraktivitas untuk memperoleh mendapatkan atau sembuh dari efek alkohol

1
4

5. Penggunaan alkohol yang terus menerus memiliki efek yang buruk yang menganggu
dalam hubungan sosial dan kehidupan sehari-hari
6. Tetap menggunakan zat tersebut walapun sudah diketahui zat tersebut tidak baik untuk
kesehatan.3

2.2. INTOKSIKASI ALKOHOL4,5,6


Seseorang dikatakan mengalami intoksikasi alkohol apabila jumlah alkohol yang
dikonsumsi melebihi toleransi individu dan menimbulkan gangguan fisik dan mental. Takaran
alkohol untuk menimbulkan gejala keracunan bervariasi begantung dari kebiasaan minum dan
sensitifitas genetik perorangan. Umumnya 35 gram alkohol menyebabkan penurunan kemapuan
untuk menduga jarak dan kecepatan serta menimbulkan euphoria. Alkohol sebanyak 75-80 gram
akan menimbulkan gejala keracunan akut dan 250-500 gram alkohol dapat merupakan takaran
fatal.
Sebagai gambaran dapat dikemukan di sini kadar alkohol darah dari konsumsi 35 gram
alkohol dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
a=cxpxr
a = jumlah alkohol yang diminum
c = kadar alkohol darah (mg%)
p = berat badan (kg)
r = konstanta (0,007)

Intoksikasi alkohol kronik adalah hasil dari konsumsi cairan yang mengandung etanol
secara reguler. Merupakan faktor utama yang bertanggungjawab terhadap ketergantungan
alkohol dan perilaku adiktif. Proses biokimia dan neurologi pada SSP, yang menandakan awal
ketergantungan alkohol, berkaitan dengan intensitas dari metabolisme etanol dan mono amin.
Produk dari metabolisme alkohol yang lebih toksik adelah asetaldehid. Ini penting karena
asetaldehid dapat berinterkasi dengan monoamin dan bisa menjadi jalur dalam sintesis dopamin
sendogen dan oleh karena itu mempengaruhi aktivitas neurotransmiter monoaminergik di otak.

1
5

2.2.1. TANDA GEJALA INTOKSIKASI ALKOHOL4,5,6


Penggunaan alkohol pada seseorang yang tidak ketergantungan alkohol, tidak minum
obat dan dalam kondisi jasmani yang sehat, alkohol mengurangi risiko untuk menderita penyakit
jantung koroner. Bila alkohol diminum dalam jumlah yang layak, perubahan-perubahan
patologik yang mungkin terjadi masih bersifat revensibel. Sebaliknya, bila alkohol
disalahgunakan, dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan fisik seperti yang sudah
disebutkan sebelumnya, termasuk gangguan pada susunan saraf pusat, serta menimbulkan
ketergantungan fisik dengan segala akibatnya. pada pemakaian alkohol yang lama, teratur, dan
dalam jumlah banyak, dapat timbul ketergantungan, baik fisik maupun psikis.
Toleransi yang terjadi disebabkan meningkatkannya aktivitas MEOS (toleransi
farmakodinamik) dan toleransi behavioral. Pada pemakaian alkohol yang berlebihan dapat terjadi
intoksifikasi alkohol dengan gejala muka merah, gangguan koordinasi motorik, jalannya tak
stabil, bicara cadel, pelo), nistagmus, perubahan pada alam perasaan, mudah tersinggung, banyak
bicara, dan gangguan dalam memusatkan perhatian. Pada beberapa orang dapat dijumpai
intoksikasi idiosinkratik alkohol, yaitu timbul gejala intoksikasi walaupun ia hanya minum
alkohol dalam jumlah yang pada kebanyakan orang tidak akan menimbulkan intoksikasi.
Pada kadar yang rendah (10-20 mg%) sudah menimbulkan gangguan berupa penurunan
keterampilan tangan dan perubahan tulisan tangan. Pada kadar 30-40 mg% telah timbul
penyempitan lapangan pandang, dan penurunan ketajaman penglihatan. Sedangkan pada kadar
80 mg% telah terjadi gangguan penglihatan tiga demensi dan gangguan pendengaran, selain itu
tampak pula gangguan pada kehidupan psikis, yaitu penurunan kemampuan memusatkan
perhatian, konsentrasi, asosiasi dan analisa.
Keterampilan mengemudi mulai menurun pada kadar alkohol darah 30-50 mg% dan lebih
jelas lagi pada kadar 150 mg%. alkohol dengan kadar dalam darah 200 mg% menimbulkan
gejala banyak bicara, refleks menurun. Inkoordinasi otot-otot kecil, kadang-kadang nistagmus
dan sering terdapat pelebaran pembuluh darah kulit. Dalam kadar 250-300 mg% menimbulkan
gejala penglihatan kabur, tidak dapat mengenali warna, konjungtiva merah, dilatasi pupil (jarang
konstriksi, diplopia, sukar memusatkan pandangan/penglihatan dan nistagmus. Bila kadar dalam
darah dan otak semakin meningkat akan timbul pembicaraan kacau, tremor tangan dan bibir,

1
6

keterampilan menurun, inkoordinasi otot dan tonus otot muka menghilang. Dalam kadar 400-500
mg% aktifitas motorik hilang sama sekali., timbul stupor atau koma, pernapasan perlahan dan
dangkal, suhu tubuh menurun.
Beberapa gejala dan tanda yang menjadi kriteria diagnosis dan gambaran klinis dari
penyalahgunaan alkohol.
a. Ketidakmampuan untuk memutuskan atau berhenti minum alkohol
b. Usaha berulang untuk mengontrol atau menurunkan minum yang berlebihan dengan tidak
minum minuman keras, atau membatasi minum pada waktu tertentu
c. Pesta minuman keras (tetap keracunan sepanjang hari atau minimal 2 hari)
d. Menkonsumi lima takaran minuman keras
e. Periode lupa ingatan untuk peristiwa yang terjadi selama terintokasi
f. Terus minum walaupun ada gangguan fisik yang telah diketahui akibat penggunaan alkohol
yang berlebihan
g. Minum alkohol yang bukan minuman seperti bahan bakar
h. Gangguan dalah fungsi sosial dan pekerjaannya akibat penggunaan alkohol.
Beberapa gejala Intoksikasi alkohol
a. Baru saja menggunakan alkohol
b. Perilaku psikologis yang bermakna secara klinis, contoh perilaku seksual atau agresif yang
tidak tetap
c. Satu atau beberapa tanda yang berkembang selama penggunaan alkohol
d. Bicara cadel
e. Inkoordinasi
f. Gaya berjalan tidak mantap

1
7

g. Nistagmus
h. Gangguan atensi atau daya ingat
i. Stupor atau koma.
Beberapa gejala efek balik alkohol
a. Mual dan muntah
b. Agitasi dan cemas
c. Sakit kepala, gemetar atau kejang
d. Gangguan halusinasi baik suara maupun penglihatan
e. Nadi Cepat atau tekanan darah tinggi
f. Meningkatnya temperature tubuh
g. Penurunan kesadaran
2.2.2. KELAINAN PADA ORGAN4,5,6
Alkohol menyebabkan presipitasi dan dehidrasi sitoplasma sel sehingga bersifat sebagai
astringen. Makin tinggi kadar alkohol makin besar efek tersebut. Pada kulit alkohol
menyebabkan penurunan temperatur akibat penguapan, sedangkan pada mukosa, alkohol akan
menyebabkan iritasi dan inflamasi.
a. Susunan saraf pusat
Alkohol sangat berpengaruh pada SSP dibandingkan pada sistem-sistem lain. Efek stimulasi
alkohol terhadap SSP masih diperdebatkan mungkin stimulasi tersebut timbul akibat
aktivitas berbagai bagian otak yang tidak terkendalikan karena bebas dari hambatan seagai
akibat penekanan mekanisme control penghambat. Alkohol bersifat anastetik (menekan
SSP), sehingga kemampuan berkonsentrasi, daya ingat, dan kemampuan mendiskriminasi
terganggu dan akhirnya hilang.

1
8

b. Sistem kardiovaskuler
Alkohol hanya sedikit berpengaruh pada sistem kardiovaskuler. Depresi kardiovaskuler
terjadi pada keracunan akut alkohol yang berat, terutama akibat factor vasomotor sentral dan
depresi pernapasan. Alkohol dalam takaran sedang menyebabkan vasodilatasi terutama
pembuluh darah kulit, sehingga menimbulkan rasa hangat pada kulit.
c. Ginjal
Minum alkohol secara akut meningkatkan ekskresi amonium melalui ginjal. Alkohol sendiri
tidak menimbulkan perubahan pada keseimbangan asam dan basa. Pasien yang mengalami
gangguan dalam asidifikasi ginjal akan cenderung mengalami koma hepatikum. Ini
disebabkan karena meningkatnya pembentukan amonia dalam ginjal dan meningkatnya
amonia ke dalam pembuluh darah balik. Asidosis tubulus renalis terjadi karena kekurangan
fosfat, zat putih telur atau karena sirosis hepatis. Alkohol menyebabkan terjadinya
hiperventilasi sehingga bisa terjadi alkalosis respiratorik. Emesis pada putus alkohol dapat
menyebabkan terjadinya alkalosis metabolik dan hipokalemia.
Alkohol dapat menyebabkan terjadinya diuresis. Pengaruh alkohol pada manusia antara lain
mengubah respon hipotalamus terhadap perubahan osmolalitas plasma. Dalam keadaan
normal, bila osmolalitas plasma meningkat maka hormon antidiuretik dalam plasma
meningkat pula sehingga mengurangi produksi urine. Kadar alkohol yang meningkat secara
akut akan memperbanyak urine, sedangkan pada waktu putus alkohol akan bekerja pengaruh
antidiuretik. Pada penyalahgunaan alkohol yang kronis di mana terjadi kerusakan pada hepar
dapat terjadi retensi air karena tingginya ADH (Anti Diuretik Hormon) sehingga terjadi
keracunan air.
d. Pankreas
Penyalahgunaan alkohol baik secara akut maupun kronis dapat menimbulkan perubahanperubahan pada struktur dan fungsi pankreas, yaitu perubahan pada membran sel,
meningkatkan fluiditasnya dan mengubah permeabilitasnya terhadap ion, asam amino, dan
senyawa lain yang penting untuk metabolisme sel. Melalui mekanisme neurohumoral,
alkohol mengubah sekresi kelenjar eksokrin pankreas. Alkohol dapat menyebabkan nekrosis

1
9

akut, edema akut, pankreatitis akut, kronik maupun asimtomatik, mungkin melaui aktivasi
zimogen yang tidak memadai.
e. Saluran Cerna
Alkohol secara akut mempengaruhi motilitas esofagus, memperburuk refluks esofagus
sehingga dapat terjadi pneumonia karena aspirasi. Alkohol merupakan predisposisi
terjadinya sindroma Barrett dan kanker esofagus. Sejauh ini tidak ada bukti bahwa alkohol
mempengaruhi sekresi asam lambung, tetapi alkohol jelas merusak selaput lendir lambung
sehingga dapat menimbulkan gastritis dan pendarahan lambung. Tidak ada bukti bahwa
alkohol menyebabkan ulkus peptikum. Alkohol secara akut maupun kronis mengubah
morfologi dan stuktur intraseluler makanan dengan akibat terjadinya kondisi kurang gizi.
Perubahan intraseluler itu juga dapat menyebabkan diare. Alkohol mempunyai kaitan dengan
insidensi kanker sepanjang saluran pencernaan.
f. Otot
Miopatia alkoholika akut adalah suatu sindroma nekrosis otot secara tiba-tiba pada seorang
yang secara terus-menerus minum alkohol (binges drinking). Ditandai dengan adanya rasa
nyeri pada otot, mioglobinuria, dan meningkatnya serum kreatin kinase. Miopatia alkoholika
kronis ditandai dengan adanya kelemahan otot-otot proksimal dan atrofi otot-otot. Miopatia
alkoholika ini mungkin disebabkan gangguan keseimbangan elektrolit, yaitu turunya kadar
kalium, turunnya kadar fosfat dalam darah, serta adanya defisiensi magnesium.3
g. Darah
Alkohol secara langsung merusak sumsum tulang, terutama prekursor eritrosit dan prekursor
leukosit, sehingga menimbulkan anemia dan leukopenia. Pada pemakaian alkohol yang
kronis, anemia disebabkan kurang gizi dan anemia hemolitika yang terjadi karena kerusakan
pada hepar. Alkohol juga secara langsung menghambat pembentukan trombosit serta
mempengaruhi fungsinya sehingga memperpanjang waktu pendarahan. Hal ini diperhebat
apabila ada defisiensi asam folat dan splenomegalia. Pada pemakaian alkohol yang kronis,
defisiensi vitamin K dan faktor koagulasi terjadi sebagai akibat sirosis hepatis, bukan
semata-mata karena alkohol itu sendiri.1

2
0

h. Kelenjar Endokrin
Efek alkohol terhadap kelenjar endokrin yang paling jelas ialah terjadinya hipogonadisme
pada pria. Alkohol melalui pengaruhnya pada testes dan hipotalamus mengurangi produksi
testeron. Feminisasi pada pemakai alkohol kronis disebabkan hipogonadisme tersebut di atas
dan juga karena terganggunya fungsi hepar akibat alkohol, yaitu terganggunya kemampuan
untuk memecah hormon estrogen. Pada beberapa peminum alkohol kronis dapat dijumpai
gejala mirip sindroma Cushing. Hal tersebut kemungkinan disebabkan efek stimulasi alkohol
terhadap sekresi cortisol pada waktu intoksikasi maupun waktu putus alkohol, yang bekerja
melaui ACTH atau langsung pada kelenjar adrenalis. Aksis hipofisis paling kurang mendapat
pengaruh dari alkohol. Tetapi, pada penyakit hepar karena alkohol, konversi T4 ke T3
menurun, sedangkan konversi T3 ke T4 meningkat. Thyroid binding protein juga berkurang.
Kedua hal tersebut di atas menyebabkan perubahan pada pemeriksaan darah tetapi secara
klinis tidak sampai menimbulkan hipotiroidisme. Hormon pertumbuhan dan prolaktin
rupanya juga dipengaruhi oleh alkohol tetapi data mengenai hal ini belum banyak.
i. Sistem Imunitas
Kemungkinan menderita penyakit infeksi pada peminum alkohol bertambah besar karena
beberapa faktor, antara lain:
1. Terhalangnya daya tahan mekanik terutama pada sistem pernafasan. Menurunnya kesadaran,
terganggunya penutupan glotis, dan berkurangnya gerakan pernafasan karena sirosis
hepatitis pada peminum alkohol yang kronis merupakan faktor predisposisi terjadinya
pneumonia.
2. Menurunnya daya tahan tubuh karena faktor makanan.
3. Daya tahan tubuh, terganggunya produksi imunoglobulin, dan berkurangnya sintesa
komplemen C. di samping menurunkan imunitas humoral, pemakaian alkohol dalam jumlah
banyak dan lama juga menurunkan imunitas seluler karena terjadinya leukopenia,
menimbulkan cacat pada kemotaksis, menghambat mobilitas daya ikat leukosit
polimorfonuklear, menghambat mitogenesis sel T, menghambat kerja makrofag alveoler
sehingga pulmonary clearance terganggu.

2
1

2.2.3. ALKOHOL DAN BERBAGAI DAMPAK NEGATIF LAINNYA4,5,6


a. Penyakit Machiavava-Bignami
Penyakit Machiavava-Bignami sangat jarang terjadi yaitu adanya demielinisasi pada korpus
kalosum. Pada keadaan ini, dijumpai keterlibatan kedua lobus frontalis dan disfusi kedua
hemisferium serebri. Secara klinis, pasien memperlihatkan gejala disartria, afasia, gangguan
langkah kaki dan gerakan halus, tonus otot meningkat, perseverasi, inkontinensia urine,
timbulnya kembali refleks primitif (menggenggam, menyedot), kesadaran berkabut,
gangguan orientasi, agitasi, halusinasi, dan kadang-kadang kejang umum. Oleh karena gejala
tersebut mirip dengan gejala keracunan sianida, diperkirakan ada hubungannya dengan
intoksikasi endogen karena sianida yang berasal dari vitamin B12. hal tersebut mungkin
disebabkan oleh pengaruh langsung alkohol, di samping karena faktor makanan.
b. Ambliopia Tembakau Alkohol
Ambliopia tembakau-alkohol sering juga disebut sebagai ambliopia nutrisional, dan
merupakan gangguan pada penglihatan yang paling sering dijumpai pada peminum alkohol.
Ditandai dengan adanya penglihatan yang kabur dan redup secara berangsur dan adanya
skotoma sentralis bilateral dan simetris terutama untuk warna merah dan hijau. Fundi
biasanya normal.
c. Demensia Alkoholika
Berkurangnya kemampuan kognitif yang difus disebabkan oleh atrofi korteks serebri akibat
penggunaan alkohol yang kronis dan banyak. Pada beberapa peminum alkohol muda usia,
kelainan ini bersifat reversibel bila pemakaian alkohol dihentikan. Pada suatu penelitian,
ditemukan bahwa setiap pasien dengan demensia alkoholika dijumpai adanya riwayat
ensefalopatia Wernick subakut maupun kronis yang tidak berkembang penuh. Diduga
demensia alkoholika disebabkan oleh ensefalopatia Wernick, akibat toksik alkohol itu
sendiri, dan neuron yang kekurangan zat gizi.

2
2

d. Stroke dan Alkohol


Minum alkohol secara berlebihan dapat meningkatkan risiko mendapat serangan stroke (3
kali lebih besar) terutama pada anak muda. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan
sebagai penyebab ialah rebound thrombocytosis, perubahan otoregulasi aliran darah ke otak,
aritmia kordis, hipertensi, dan hiperlipidemia.
e. Hipotermia pada Peminum Alkohol
Penyalahgunaan alkohol merupakan penyebab yang paling umum dari accidental
hypothermia. Suhu badan peminum turun bersamaan dengan turunnya kesadaran. Di
samping itu, pupil mengalami miosis dan reaksinya melambat, refleks tendo berkurang,
sedangkan tonus otot meningkat. Mortalitas accidental hypothermia sebesar 30-80%
disebabkan efek vasodilatasi dan depresi pernafasan.
f. Status Epileptikus
Putus alkohol, trauma kapitis, dan gangguan metabolisme adalah faktor-faktor utama yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya status epileptikus pada pasien onepileptik.
g. Fetal Alcohol Syndrome (FAS)
Minum alkohol dalam jumlah banyak pada waktu hamil dapat menimbulkan kelainan pada
janin. Pengaruh tadi beraneka ragam bergantung pada banyaknya dan waktu minuman
beralkohol itu dikonsumsi. Diperkirakan efek tersebut pada muka berupa fisura palpebra
yang pendek, bibir atas yang hipoplastik dengan vermilion yang tipis, filtrum yang
berkurang atau menghilang, gagguan pertumbuhan, defek pada jantung dan tulang.
h. Pengaruh Alkohol terhadap Peri Laku Seksual
Dalam jumlah sedikit alkohol dapat meningkatkan secara tidak langsung kemampuan
seksual seseorang karena efek alkohol yang menekan pusat inhibsi (pengendalian diri).
Walaupun demikian, harus diingat bahwa efek alkohol terhadap perilaku seksual tidak hanya
ditentukan oleh jumlah alkohol yang dikonsumsi tetapi juga oleh kondisi mental dan
emosional si pemakai, kondisi fisik, serta suasana dan harapan si pemakai alkohol. Dalam
jumlah banyak, alkohol justru menghambat perilaku seksual. Pada peminum alkohol kronis

2
3

dalam jumlah berlebihan dapat terjadi efek merugikan fungsi seksual dirinya sendiri, mitra
perkawinannya, maupun keturunannya. Alkohol sering disalahgunakan dalam kejahatan
nonseksual maupun kejahatan seksual seperti perkosaan dan insest.
i. Alkohol dan Kriminalitas
Menurut penelitian di Amerika Serikat terhadap para narapidana, 80% daripadanya
melakukan kejahatan di bawah pengaruh alkohol. Ini disebabkan alkohol mempunyai sifat
menekan pusat pengendalian diri yang terdapat pada korteks serebri. Dengan demikian, yang
bersangkutan menjadi lebih berani dan agresif. Walaupun demikian, jahat tidaknya
seseorang tidak hanya ditemukan oleh konsumsi alkohol tetapi juga faktor kepribadian dan
lingkungan.
j. Alkohol dan Keselamatan Lalu Lintas
Mengendarai kendaraan bermotor atau menjalankan mesin setelah minum alkohol dapat
membahayakan diri sendiri maupun orang lain, karena kecermatan penglihatan seseorang
berkurang apabila ia minum alkohol. Juga kemampuan membedakan warna terganggu,
misalnya membedakan warna lampu lalu lintas merah atau hijau yang sedang menyala.
Koordinasi motorik juga terganggu oleh alkohol sehingga keterampilan memegang kemudi,
menginjak rem, kopling, dan menggerakkan perseneling terganggu. Karena hambatan pada
pusat inhibisi oleh alkkohol, orang menjadi lebih berani dan nekat.akhirnya perlu disebutkan
di sini bahwa alkohol memperlambat waktu reaksi terhadap rangsang cahaya maupun suara.
Oleh karena bahaya-bahaya tersebut di atas, maka ada ketentuan bagi pengendara
kendaraan bermotor agar pada waktu mengemudi kadar alkohol dalam darah tidak lebih tinggi
daripada batas maksimal yang diperbolehkan. Batas kadar alkohol tertinggi dalam darah yang
masih diperbolehkan tidak sama untuk setiap negara, tetapi umumnya berkisar antara 0,05
0,08% Minuman keras memiliki kadar alkohol yang berbeda-beda. Untuk meminumnyapun
biasanya dipakai gelas model tertentu. Begitu pula bentuk dan besar botol kemasnya berbedabeda. 1 standar Unit minuman beralkohol adalah ekivalen dengan 1 cc (= 10 gram alkohol
absolut). Itu kira-kira sama dengan 1/2 pint bir = 1 tot spiris = 1 gelas sherry = 1 gelas anggur. 1
botol anggur kurang lebih sama banyak dengan 7 gelas anggur. 1 botol sherry kira-kira sama
banyak dengan 12 gelas sherry dan 1 botol spiris sama dengan 28 tot spiris. Minum alkohol

2
4

sampai batas 30 gram alkohol sehari akan melindungi terhadap infark jantung. Royal College of
Psychiatriss menentukan batas 60-80 gram alkohol sehari tidak membahayakan kesehatan.
Keracunan Kronik Alkohol4,5
a. Saluran pernapasan
Alkohol takaran tinggi dalam waktu lama akan menimbulkan kelainan pada selaput lendir
mulut, kerongkongan dan lambung berupa gastritis kronis dengan aklohidria, gastritis
erosive hemoragik akut serta pengkreatitis hemoragik dan dapat pula terjadi malabsorpsi.
Timbulnya tumor ganas di mulut dan kerongkongan dihubungkan dengan iritasi kronik pada
pencandu alkohol.
b. Hati
Terjadi penimbunan lemak dalam sel hati, kadar SGOT, trigliserida, dan asam urat
meningkat. Hepatitis pada alkoholisme dapat menyebabkan hepatitis alkoholik yang
kemudian dapat berkembang menjadi sirosis dan hepatoma.
c. Jantung
Dapat terjadi kardiomiopati alkoholik dengan payah jantung kiri atau kanan dengan distensi
pembuluh balik leher nadi lemah dan edema perifer. Bila korban meninggal pada jantung
mungkin dijumpai hipertrofi kedua ventrikel, fibrosis endokard, dengan tanda trombi mural
pada otot jantung. Pada pemeriksaan histologi akan dijumpai fibrosis interstitial, hipertropi,
vakuolisasi, dan edema serat-serat otot jantung.
d. Sistem musculoskeletal
Dapat ditemukan miopati alkoholik. Pada pemeriksaan histopatologi dijumpai atropi serat
dan perlemakan jaringan otot.
e. Sistem saraf
Dapat terjadi polyneuritis atau neuropati perifer akibat degenerasi serabut saraf dan myelin.
Selain itu mungkin pula tejadi sindroma Marchiavafa Bignami dengan kerusakan terutama
pada korpus kalosum, komisura anterior, traktus optikus, masa putih subkortikal dan

2
5

pedunkulus serebeli. Pada alkoholisme akroik sering terjadi gangguan nutrisi akibat
kebiasaan makanan yang kurang baik, sehingga timbul kelainan dengan gejala-gejala seperti
defisiensi vitamin B1 (beri-beri), asam nikotinat, riboflavin, vitamin B.
2.2.4. SEBAB DAN MEKANISME KEMATIAN
Mekanisme kematian pada alkoholisme kronik terutama akibat gagal hati dan rupture
varises esophagus akibat hipertensi portal. Selain itu dapat disebabkan secara sekunder oleh
pneumonia dan tuberkulosa. Peminum alkohol sering terjatuh dalam keadaan mabuk dan
meninggal pada autopsi dapat ditemukan memar korteks serebri, hematoma subdural akut atau
kronik. Depresi pusat pernapasan terjadi pada kadar alkohol dalam darah 450 mg%. pada kadar
500-600 mg% dalam darah penderita biasanya meninggal dalam 1-4 jam, setelah koma selama
10-16 jam.5,6

2.3. PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK PADA KERACUNAN


ALKOHOL
Pada orang hidup, bau alkohol yang keluar dari udara pernafasan merupakan petunjuk
awal yang harus dibuktikan dengan pemeriksaan kadar alkohol darah, baik melalui pemeriksaan
udara pernafasan, urine, maupun darah vena. Kelainan yang ditemukan seperti pada tanda-tanda
asfiksia. Seluruh organ menunjukkan tanda bendungan dengan darah yang lebih terdilusi dan
berwarna merah gelap. Mukosa lambung menunjukkan tanda bendungan kemerahan, dan tanda
inflamasi. Namun bisa saja tak ada kelainan.
Organ-organ termasuk otak dan darah berbau alkohol. Pada pemeriksaan histopatologis
dapat dijumpai edema dan pelebaran pembuluh darah otak dan selaputnya, degenerasi edema
keruh pada parenkim organ dan inflamasi mukosa saluran cerna. Pada kasus keracunan kronis
yang meninggal, jantung dapat memperlihatkan fibrosis interstitial, hipertrofi serabut otot
jantung, sebaran sel radang kronis, gambaran serat lintang otot jantung menghilang, hialinisasi,
edema, dan vakuolisasi serabut otot jantung.
Diagnosis pasti harus ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif kadar alkohol darah
atau dapat pula digunakan pemeriksaan kadar alkohol udara ekspirasi dan urine. Pada korban
meninggal dapat dilakukan pula pemeriksaan kadar alkohol dalam otak, hati atau organ lain

2
6

seperti cairan serebrospinal yang memiliki kadar air yang tinggi. Pemeriksaan hati tidak
direkomendasikan karena hati sangat mudah diinvasi oleh mikroorganisme dan dapat
menyediakan glikogen, bahan yang dapat digunakan untuk fermentasi dalam pembuatan etanol.7
Penentuan kadar alkohol semikuantitatif dengan menggunakan mikrodifusi (conway)
adalah sebagai berikut:7
1. Letakan 2 ml reagen anti ke dalam ruang tengah. Reagen anti dibuat dengan melarutkan
3,70 mg kalium dikronat kedalam 150 ml air. Kemudian tambahkan 280 ml asam sulfat
dan terus diaduk. Encerkan dengan 500 ml aquades.
2. Sebarkan 1 ml darah atau urine yang akan diperiksa dalam ruang sebelah luar dan
masukkan 1 ml kalium karbonat jenuh dalam ruang sebelah luar pada sisi berlawanan.
3. Tutup sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati-hati supaya darah/urine bercampur dengan
larutan kalium karbonat.
4. Biarkan terjadi difusi selama 1 jam pada temperatur ruang. Kemudian angkat tutup dan
amati perubahan warna pada reagen anti.
5. Warna kuning kenari menunjukkan hasil negatif. Perubahan warna kuning kehijauan
menunjukkan kadar etanol sekitar80 mg% sedangkan warna hijau kekuningan sekitar 300
mg%.
2.3.1. PEMERIKSAAN POSTMORTEM
Pada toksikologi postmortal sampel yang sering digunakan adalah darah dan substansi
yang paling sering diusut adalah alkohol. Rincian teknik dan prosedur dalamn mengukur kadar
etanol dalam darah dan cairan tubuh jenazah sama dengan cara mengukur kadar etanol pada
tubuh hidup. Pada otopsi dapat ditemukan beberapa kesulitan seperti berkurangnya
homogenisitas sampel darah, produksi alkohol mikroba postmortem, difusi alkohol dari residu
gaster dan saluran nafas, minimalnya informasi klinis seseorang sebelum meninggal. Di sisi lain,
otopsi memberikan banyak keuntungan sehingga sampel berupa cairan tubuh dan jaringan
mudah diakses, tidak seperti pada yang masih hidup. Sampel yang digunakan adalah darah dari
banyak situs vaskularisasi, cairan vitrus mata, isi lambung, hematoma, empedu, otak, otot skelet,
cairan serebrospinal, dan hati. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kadar etanol dalam
tubuh, antara lain:8,9
1. Trauma

2
7

2. Nutrisi
3. Metabolisme serotonin
4. Mikroorganisme
2.3.2. PEMERIKSAAN LUAR
Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi dua golongan, yang sejak
semula sudah dicurigai kematian akibat keracunan dan kasus yang sampai saat sebelum autopsi
dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap kemungkinan keracunan. Harus dipikirkan
kemungkinan kematian akibat keracunan bila pada pemeriksaan setempat (scene investigation)
terdapat kecurigaan akan keracunan. Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu
dilakukan beberapa pemeriksaan penting, yaitu:
Pemeriksaan di tempat kejadian

Perlu dilakukan untuk membantu penentuan penyebab kematian dan menentukan cara
kematian. Mengumpulkan keterangan sebanyak mungkin tentang saat kematian.

Mengumpulkan barang bukti.


Pemeriksaan luar.

Segera. Pemeriksa harus segera berada di samping mayat dan harus menekan dada mayat dan
menentukan apakah ada suatu bau yang tidak biasa keluar dari lubang hidung dan mulut.
Bau. Dari bau yang tercium dapat diperoleh petunjuk racun yang kiranya ditelan oleh korban.
Segera setelah pemeriksa berada di samping mayat ia harus menekan dada mayat untuk
menentukan apakah ada suatu bau yang tidak bisa keluar dari lubang-lubang hidung dan mulut.
Pada orang hidup, bau alkohol yang keluar dari udara pernapasan merupakan petunjuk awal.
Pakaian. Pada pakaian dapat ditemukkan bercak-bercak yang disebabkan tercecernya racun
yang ditelan atau oleh muntahan.
Kaku mayat. Pada keracunan alkohol didapatkan kaku mayat dan pembusukan lebuih lambat
terjadi. Mayat penderita bisa bertahan lama.
Konjungtiva. Pada keracunan alkohol akut didapatkan kongesti pada konjungtiva sangat jelas.10
2.3.2. PEMERIKSAAN DALAM FORENSIK7,10

2
8

Pembedahan Jenazah
Segera setelah rongga dada dan perut dibuka, tentukan apakah terdapat bau yang tidak
biasa (bau racun). Bila pada pemeriksaan luar tidak tercium bau racun maka sebaiknya rongga
tengkorak dibuka terlebih dahulu, agar bau vicera perut tidak menyelubungi bau tersebut,
terutama bila dicurigai adalah sianida. Bau sianida, alkohol, kloroform, dan eter akan tercium
paling kuat pada rongga tengkorak. Perhatikan warna darah. Bila terjadi keracunan yang cepat
menimbuilkan kematian, misalnya sianida, alkohol, kloroform maka darah dalam jantung dan
pembuluh darah besar tetap cair dan tidak terdapat bekuan darah.
Pada keracunan alkohol akut, akan ditemukan pada pemeriksaan dalam tanda-tanda sebagai
berikut:

Bau alkohol berupa bau asetat yang bisa tercium dari isi lambung dan organ tubuh

lainnya.
Dinding lambung hiperemis, berwarna merah dan isi lambung berwarna coklat.
Organ tubuh lainnya mengalami kongesti.
Edema otak sangat jelas terlihat dari jarak antara girus otak yang semakin sempit dan
pelebaran pembuluh darah otak dan selaput otak, degenerasi bengkak keruh pada bagian
parenkim organ dan inflamasi mukosa saluran cerna.

Sedangkan pada keracunan alkohol kronik akan ditemukan tanda-tanda postmortem, yaitu:

Mukosa lambung tampak menunjukkan hiperemi dan hipertrofi.


Hati dan ginnjal mengalami kongesti. Pada hati terdapat infiltrasi lemak dan prebuhan

sirosis.
Jantung membesar dan menunjukkan adanya infiltrasi lemak.

Kelainan yang ditemukan pada korban mati tidak selalu khas. Mungkin ditemukan gejalagejala yang sesuai dengan asfiksia, dimana seluruh organ menunjukan tanda pembendungan,
darah lebih encer, dan berwarna gelap. Pada mukosa lambung menunjukkan tanda
perbendungan, kemerahan, dan tanda inflamasi, tetapi kadang-kadang tidak ada kelainan.
Ketika menginterpretasikan laporan toksikologi, harus diperhatikan mengenai artefak,
terutama didalam jenazah yang sudah membusuk. Proliferasi bakteri didalam jenazah yang sudah
membusuk akan meningkatkan zat-zat yang mudah menguap, yang paling signifikan adalah

2
9

etanol. Proses fermentasi dapat meningkatkan konsentrasi etanol sekitar 0,05% walaupun ada
laporan yang menyebutkan lebih dari 0,10- 0,20% etanol dihubungkjan semata-mata karena
proses dikomposisi itu sendiri. Kadar etanol lebih dari 0,20% memberi kesan bahwa etanol
dikonsumsi sebelum kematian. Didalam banyak kasus dimana etanol dihubungkan dengan proses
pembusukan kadarnya kan kurang dari 0,07%.
Cairan urine dan vitreous adalah yang memiliki penyerapan terlambat dari bakteri
postmortem. Oleh karena itu, kedua cairan ini biasanya tidak mengandung etanol walaupun
kadar etanol adalm darah positif. Karenanya, jika etanol terdeteksi didalam darah tetapi tidak
terdeteksi diurine dan cairan vitreous mengindikasikan bahwa telah terjadi sintesis etanol
postmortem. Akan tetapi, etanol di dalam urine dapat muncul pada keadaan infeksi traktus
urinarius karena candida atau organisme lain.
Pada orang mati tidak ditemukan tanda yang khas. Mungkin ditemukan tanda-tanda
seperti asfiksia. Seluruh organ menunjukkan tanda perbendungan, warna darah bisa lebih encer
atau gelap. Mukosa lambung menunjukkan tanda perbendungan, kemerahan, dan tanda-tanda
inflamasi tapi terkadang tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan histopatologik dapat dijumpai
edema, dan pelebaran pembuluh dan selaput otak, degenerasi bengkak keruh pada bagian
parenkim organ dan inflamasi mukosas saluran cerna.
Pada kasus keracunan kronik yang meninggal, jantung dapat memperlihatkan fibrosis
interstitial, hipetrofi serabut otot jantung, sel-sel radang kronik pada beberapa tempat, gambaran
serat otot lintang, gambaran serat ototl intang jantung menghilang, hialinisasi, edema, dan
vakuolisasi serabut otot jantung,
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif kadar akohol darah, kadar
alkohol dari udara ekspirasi dan urin dipakai sebagai pilihan kedua. Pada korban yang meninggal
sebagai pilihan kedua dapat diperiksa kadar alkohol dalam otak, hati atau organ lain, atau cairan
tubuh lain seperti cairan serebrospinalis.
Pada mayat alkohol dapat berdifusi dari lambung ke jaringan sekitarnya termasuk ke
dalam jantung, sehingga untuk pemeriksaan toksikologik diambil dari darah purifier (vena
kubitiatau vena femoralis). Salah satu cara pemeriksaan semi kuantitatif kadar alkohol dalam
darah atau urin yang cukup sederhana adalah tehnik mikrodifusi (Conway).

3
0

2.3.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG7


Untuk mengukur kadar alkohol yang dikonsumsi seseorang terdapat beberapa cara
diantaranya adalah dengan mengukur kadar alkohol dalam darah dengan metode sederhana
conway. Pada pemeriksaan conway ini dibutuhkan darah dari pembuluh darah vena perifer
(kubiti atau femoralis).
Selain pemeriksaan conway diatas, juga terdapat metode lain yaitu dengan tes tiup
alkohol. Pada tes ini dibutuhkan alat yang dapat mendeteksi kadar alkohol melalui udara nafas
seseorang. Saat ini terdapat berbagai alat yang sering digunakan polisi untuk mengukur kadar
alkohol pengguna jalan raya. Masing-masing alat memiliki sensitifitas masing-masing dalam
mendeteksi kadar alkohol dalam udara nafas seseorang.
Bagian tubuh yang diperlukan untuk pemeriksaan kimia:

Darah
Paru-paru
Otak

Pada bahan yang diambil tidak boleh ditambahkan zat pengawet dan pemeriksaan dilakukan
sesegera mungkin.
Spesimen untuk analisis alkohol12
Dalam beberapa jam setelah kematian, darah pada sistem pembuluh darah membeku dan
secara spontan bekuan darah tersebut mengalami lisis. Lisis tersebut kemudian dipakai untuk
menentukan sampel yang akan diambil untuk otopsi: seluruhnya mencair atau sebagian saja
mencair.
Serum dan plasma mengandung 10-15% air lebih banyak daripada jumlah sel darah.
Karena etanol terdistribusi dalam darah dalam porsi cairan maka diharapkan konsentrasinya
dalam plasma 10-15% lebih tinggi dari pada konsentrasi seluruh sel darah. Kandungan cairan
pada darah postmortal akan menurun dan arena etanol terdistribusi dalam fase cairan pada tubuh,
hal ini akan menyebabkan BAC menurun. Konsentrasi etanol pada cairan vitreus biasanya 18%
lebih tinggi daripada etanol dalam darah dan kadar etanol urine lebih tinggi 30% atau lebih
dibandingkan konsentrasi pada darah. Bahan-bahan yang perlu diambil untuk pemeriksaan
3
1

toksikologi adalah darah, otak, ginjal, hati, dan urine. Dalam urin dapat ditemukan metil alkohol
dan asam forniat sampai 12 hari setelah keracunan.
a. Blood alcohol concentration (BAC)
Kadar toksik etanol darah berdasarkan laporan kasus kematian manusia dan
eksperimen pada hewan adalah 500 hingga 550 mg/dL. Walaupun demikian, peninjauan
dari kasus nyata menyatakan kadar 250 mg/dL berpotensi mematikan. Dari peninjauan
693 kematian akibat keracunan akut alkohol, rata-rata BAC vena femoralis saat otopsi
adalah 360 mg/dL. Kadar toksik etanol darah yang sering dipakai sebagai acuan (di atas
400 atau 450 mg/dL) hanya dapat berlaku pada kematian tanpa komplikasi selain akibat
intoksikasi alkohol pada peminum yang kurang berpengalaman. Suatu bentuk
penyimpangan

seksual

yang

melibatkan

enema

dengan

kandungan

alkohol

(klezmomania) terbukti fatal dengan BAC 400 mg/dL yang ditemukan pada otopsi.
Kematian yang berkaitan dengan alkohol berhubungan dengan asfiksia dapat
menunjukkan BAC yang lebih rendah dibandingkan keracunan alkohol tanpa komplikasi.
Karena itu penting untuk memperoleh dokumentasi yang akurat mengenai posisi tubuh
ketika ditemukan dan bukti apapun yang menunjukkan aspirasi vomitus di TKP, karena
regurgitasi pasif isi lambung dan kontaminasi saluran nafas dapat terjadi postmortem saat
pemindahan jenazah ke kamar mayat. Dari banyak kematian dengan keterlibatan faktor
asfiksia, alkohol dalam urine juga diperkirakan lebih tinggi daripada alkohol darah,
mengindikasikan mekanisme kematian adalaah koma yang disebabkan tingginya BAC
dan diikuti gangguan sistem pernafasan dan anoksia. Dalam kematian seperti itu, BAC
yang diobservasi pada otopsi tidak selalu sama dengan penyebab kematian, mengingat
metabolime yang terjadi hingga waktu kematian.
Faktor-faktor diagnostik dari asfiksia postural yang tak disengaja adalah posisi
tubuh yang menghambat pernafasan, seperti fleksi leher abnormal atau limitasi gerakan
dada, bersamaan dengan bukti yang menunjukkan posisi tersebut tidak disengaja atau
kecelakaan dan penjelasan terjadinya intoksikasi alkohol yang menyebabkan korban tidak
dapat mengubah posisi dan tak adanya penjelasan lain mengenai kematian tersebut.
Intoksikasi alkohol akut merupakan faktor resiko utama dalam model kematian seperti
ini, terbukti dalam 22 dari 30 kasus dalam sebuah penelitian.
Konsentrasi etanol darah otopsi yang tinggi, meskipun menandakan intoksikasi
kimiawi pada saat kematian, tak selalu menandakan adanya manifestasi klinis nyata

3
2

berupa mabuk seperti pada peminum alkohol kronis. Peminum berat dapat meningkatkan
toleransi terhadap alkohol ke tingkat dapat dipertahankannya konsentrasi etanol darah
yang sangat tinggi, bahkan dalam rentang toksik, dalam tubuh mereka. Toleransi seperti
itu pada peminum kronis terutama merupakan hasil dari adaptasi neuronal. Ketagihan
pada etanol, seperti yang terlihat dengan adanya gejala dan tanda withdrawal pada saat
berenti minum alkohol, dapat menandakan adanya proses adaptasi.
Toleransi terhadap konsentrasi etanol darah yang tinggi seperti yang terdapat pada
alkoholik kronis menyulitkan interpretasi tingginya konsentrasi etanol darah yang didapat
pada otopsi terhadap orang seperti itu. Di lain pihak, kadar etanol yang tidak mematikan
dapat bermakna dalam beberapa tipe kematian. Etanol memiliki pengaruh yang
berkebalikan terhadap regulasi panas tubuh dan bergantung pada perubahan temperatur
regulasi panas tubuh dan bergantung pada perubahan temperatur, dapat menyebabkan
hipotermia atau hipertermia. Dalam kematian yang berkaitan dengan keracunan alkohol
akut, rata-rata BAC 170 mg/dL pada kematian yang tidak berhubungan dengan
hipotermia berlawanan dengan BAC yang jauh lebih tinggi yaitu 360 mg/dL pada
kematian yang tidak berhubungan dengan hipotermia. Konsumsi alkohol mempercepat
kehilangan panas tubuh dengan merangsang dilatasi pembuluh darah perifer dan relaksasi
otot, karena itu menghambat mekanisme menggigil yang menghasilkan panas.
Kehilangan panas lebih jauh difasilitasi dengan efek terhadap perilaku sebagai
konsekuensi perasaan hangat dan nyaman, dan depresi sistem saraf pusat. Disfungsi
kompleks cerebral akibat alkohol juga menyebabkan sindroma kematian mendadak, yang
berkaitan dengan alkohol, dan trauma kranio-fasial. Dalam sindroma ini dari jenazah
ditemukan truma fasial tetapi yanng tidak mematikan bersamaan dengan BAC yang
tinggi tetapi nonlethal.
Adanya obat bersamaan dengan etanol lebih menyulitkan interpretasi dari
konsentrasi yang diukur pada otopsi. Investigasi interaksi obat alkohol sangatlah
kompleks karena interaksi dipengaruhi oleh waktu administrasi alkohol dengan obat dan
dosis-dosis spesifiknya. Selain dioksidasi oleh ADH, etanol jkuga dimetabolisme menjadi
acetildehid oleh enzim mikrosomal, sitokrom P4502E1. Enzim ini juga yang terlibat
dalam metabolisme substansi endogen dan eksogen, termasuk obat therapeutic, dengan
hasilnya mekanisme interaksi obat-alkohol yang melibatkan inhibisi ataupun induksi
enzim tersebut. Setelah menenggak alkohol dalam dosis tinggi secara akut, molekul

3
3

etanol berkompetisi dengan obat lain untuk detoksifikasi. Di lain pihak, konsumsi kronis
sejumlah besar alkohol menyebabkan induksi sistem enzim sehingga alkoholik
mendapatkan tambahan kapasitas untuk metabolisme obat.
Disulfiram (tetraethylthiuram disulfide atau antabuse) menghambat ALDH dan
digunakan untuk terapi aversi untuk pengobatan ketergantungan alkohol, meskipun
efektivitas klinisnya masih diperdebatkan. Saat seseorang meminum obat tersebut,
kemudian menenggak alkohol, maka akan menghasilkan gejala-gejala yang tidak
menyenangkan sebagai hasil dari akumulasi toksik asetaldehida. Kematian dilaporkan
setelah mencapai BAC rendah dan dengan konsentrasi asetaldehida dalam darah antara
12 dan 41 mg/dL.
Konsentrasi etanol darah positif sekitar satu setengah dari semua kematian tidak
wajar sehingga screening rutin untuk etanol dari kematian seperti itu sangat dianjurkan.
Untuk kematian yang alami atau wajar, hasil positif dari screening tidak terlalu
bermakna, kecuali ada riwayat alkoholisme kronis atau ingesti alkohol dalam jangka
waktu dekat. Sampel darah otopsi jangan pernah diambil dari hepar, aorta, atau pembuluh
darah besar lainnya di dada atau abdomen atau dari genangan darah kantung pericardial,
kavitas, pleura, atau kavitas abdominal. Apabila spesimen tersebut merupakan satusatunya yang tersedia, maka diharuskan untuk dinyatakan dengan jelas dan dimasukkan
dalam ingterpretasi hasil analisa. Sampel darah otopsi rutin yang paling pantas untuk
analisa etanol ataupun analisa obat, adalah yang diambil dari vena femoralis atau vena
iliaka eksternus menggunakan jarum atau syringe setelah proksimal pembuluh darah
diikat. Sampel dari vitreus humor dan urine, apabila tersedia, sebaiknya juga diambil.
Interpretasi dari penemuan dalam hasil analisa dari spesimen-spesimen tersebut harus,
apabila diperlukan, dimasukkan dalam penemuan otopsi, dan pertimbangan sebab
kematian. Dalam usaha untuk menginterpretasi kadar alkohol dalam sebuah sampel darah
yang diisolasi tanpa tambahan informasi merupakan sebuah bencana medikolegal.
Berikut adalah rumus menghitung Blood Alcohol Concentration:
BAC = (150/ body weight) (%etanol/50) (ounces consumed) (0.025)
Example : 175 lb man who drinks four 12-oz cans of beer.
BAC = (150/75) (4/50) (48) (0.025)
= 0.86 x 0.08 x 48 x 0.025 = 0.08%.
b. Vitreous Humor Alcohol Concentration (VHAC)
Analisa cairan vitreus berguna untuk mendukung bukti yang ditemukan pada
pemeriksaan BAC dan membantu membedakkan intoksikasi antemortal dan sintesis

3
4

alkohol postmortal. Pemeriksaan cairan vitreus juga merupakan cairan serosa, jernih dan
gampang dianalisis. Secara anatomi, letaknya terisolasi sehingga terlindungi dari bakteri
pembusukkan. Jika dimasukkan dalam persamaan liniear, maka BAC = 3.03 + 0.852
VHAC.
Darah mengandung lebih sedikit air daripada vitreus yang 98-99% adalh air, jadi
rasio BAC: VHAC akan kurang dari satu. Jika rasionya lebih dari satu, menandakan
kematian terjadi sebelum adanya difusi. Dapat diasumsikan bahwa etanol dapat berdifusi
ke dan dari cairan vitreus postmortal. Substansi kimia pada cairan pembusukan dapat
berdifusi ke vitreus humor setelah tubuh mengalami pembusukan. Namun hampir semua
cairan pembusukan tidak mengandung etil alkohol, melainkan metanol. Perbandingan
konsentrasi etanol pada 38 jenazah sebelum dan sesudah mengalami pembusukan
memberi hasil tidak adanya perubahan signifikan pada konsentrasi etanol pada vitreus
humor.
c. Urinary alcohol concentration (UAC)\
Urin pada ureter memiliki konsentrasi alkohol kurang lebih 1.3 kali lebih tinggi
daripada darah. Urin yang biasanya diambil adalah urin pada kandung kemih, namun
tidak diketahui rentang waktu dari urinasi terakhir dan kematian. Oleh karena itu, UAC
tidak mencerminkan BAC pada waktu kematian. Terdapat beberapa penelitian yang
memeriksa tentang rasio antara BAC dan UAC kandung kemih pada otopsi. Salah satu
penelitian menyatakan rasio UAC/BAC adalah 1.28: 1 dengan rentang 0.22-2.66. pada
penelitian lainnya, rasio UAC/BAC adalah 1.2:1 dengan rentang 0.22-2.07. jika
dimasukkan dalam persamaan linear, maka BAC= -5.6 + 0.811 UAC.
Ketika pada saat otopsi didapatkan sampel darah dan urin, rasio UAC/BAC dapat
menjadi nilai interpretatif, dengaan menggambarkan indikasi status absorpsi dan
eliminasi alkohol. Rasio kurang dari satu atau tidak lebih dari 1.2 menggambarkan
adanya peningkatan BAC, meskipun tidak berarti. Jika rasionya 1.3, hal ini
menggambarkan bahwa telah melewati fase post-absorbsi pada saat kematian.
Pada penelitian memeriksan rasio UAC/BAC pada 628 kasus kematian akibat
intoksikasi akut alkohol adalah 1.18, sementara pada 647 kasus kematian akibat
penggunaan kronik alkohol adalah 1.30. Hal ini menandakan kelompok yang meninggal
secara khusus terjadi sebelum absorbsi dan distribusi selesai terjadi pada kasus
intoksikasi akut alkohol. Untuk mengetahui apakah sebelum meninggal, dapat dilakukan
pengambilan sampel lambung. Secara tidak umum, tingginya kadar UAC/BAC

3
5

menggambarkan akumulasi urin dalam waktu yang cukup lama dan rasio yang ekstrim
dikenali pada kasus kematian yang terjadi beberapa lama setelah intoksikasi akut alkohol.
Pada kasus kematian traumatik, UAC dapat membantu menegakkan peran alkohol
dalam kasus tersebut. Etanol urin sebanyak 200 mg/dL, mungkin kadar alkohol pada
darah dapat negatif.
d. Saliva Alcohol Concentration (SAC)
Tes alkohol air liur (saliva) dapat terjamin kualitasnya dengan melakukan
pemeriksaan yang terkontrol, dengan menggunakan Saliva Alcohol Ethanol Control.
Tes saliva dapat digunakan dalam dalam jangka waktu 10-24 jam setelah mengkonsumsi
alkohol. Tes ini dapat mendeteksi konsentrasi alkohol dalam darah sekitar 0.02%.
e. Residu Alkohol di Lambung
Difusi etanol post-mortem dari lambung ke dalam kantong pericardia; dan rongga
pleura kiri sangat signifikan dan dapat mengkontaminasi sampel darah yang melewati
daerah tersebut. Konsentrasi tertinggi ditemukan pada cairan perikardial yang dapat
meningkatkan kadar alkohol terhadap darah yang melewati darah ini. Lima puluh dari
10% alkohol masuk dalam esofagus, setelah ligasi dari hubungan gastro-esofagus
menghasilkan konsentrasi etanol yang sama pada darah aorta setelah penyulingan
lambung. Hal ini memberi kesan bahwa refluks gastroesofageal dan difusi dari esofagus
merupakan salah satu mekanisme dari peningkatan kadar etanol dalam darah.
Alkohol dalam material lambung berdifusi dari saluran nafas ke dalam darah.
Sejumlah kecil etanol trakea dari cadaver dapat diabsorbsi dalam darah di jantung dan
juga terjadi difusi langsung dari trakea ke dalam aorta dan vena cava superior.
f. Pemeriksaan alkohol melalui lambung
Ketika dikonsumsi, opiat, kokain, ganja dan amfetamin dimetabolisme di tubuh
dan pemecahan dari produk masuk secara permanen ke dalam akar rambut. Perbedaan
antara kebanyakan metabolit obat dan metabolit alkohol adalah bagaimana cara
masuknya ke dalam rambut. Fatty Acid Ethyl Ethers (FAEE) masuk ke dalam rambut
melalui keratinosit. Terjadi pembentukkan ethanol pada kelenjar sebasea dan menjadi
perantara bagi FAEE sehingga tejadi akumulasi dari FAEE pada proksimal rambut.
Tabel. Indikasi level FAEE di rambut12

< 0,2
0,21 0,39
0,40 0,79
0,80 0,99

3
6

Indikasi level FAEE di rambut


Bukan peminum
Bukan sampai peminum sedang
Peminum
Sedang sampai peminum berat

>1.0

Peminum berat

g. Pemeriksaan alkohol pada nafas


Pemeriksaan pernafasan bergantung pada :
1. Konsentrasi dari alkohol yang berasal dari mulut
2. Lama alkohol yang tetap ada di mulut
3. Waktu yang berlalu sejak alkohol didalam mulut
Eksperimen menunjukkan bahwa dalam 20 menit residu alkohol dalam mulut dapat
hilang.
Analisa nafas alkohol berdasarkan fakta bahwa terjadi difusi antara alkohol di
sirkulasi darah dan udara di paru-paru sesuai dengan hukum Henry berat jenis dari
setiap gas yang larut dalam volume cairan tertentu berbanding lurus dengan tekanan uap
yang mendesak di atas cairan. Proporsi ini berbeda tegantung pada suhu, tekanan dan
volume tertentu. Hal ini berkaitan dengan adanya equilibrium dari konsentrasi di udara
dan di cairan, dengan menggunakan rumus:
Konsentrasi alkohol dalam udara K (konstanta)
Konsentrasi alkohol dalam udara
Suhu yang digunakkan untuk pemeriksaan nafas alkohol ini sekitar 34c. Rasio
antara jumlah udara dalam paru-paru dan alkohol dalam darah arteri adalah 2100:1, yang
artinya 2100 ml udara diparu-paru = 1ml d. 10

2.4. ASPEK MEDIKOLEGAL


Ketentuan yang mengatur tentang penjual, penyedia, dan gangguan yang disebabkan oleh orang
mabuk diatur dalam: 11
KUHP tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan Pasal 300
Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah:
Ayat 1. Barang siapa dengan sengaja menjual atau memberikan minuman yang memabukkan
kepada seseorang yang telah kelihatan mabuk; Perdagangan wanita dan perdagangan anak lakilaki yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

3
7

KUHP tentang Pelanggaran Kesusilaan Pasal 536


Ayat 1: Barang siapa terang dalam keadaan mabuk berada di jalan umum, diancam dengan
pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah.
KUHP Pasal 538
Ayat 1: Penjual atau wakilnya yang menjual minuman keras yang dalam menjalankan pekerjaan
memberikan atau menjual minuman keras atau arak kepada seorang anak di bawah umur enam
belas tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga minggu atau pidana denda paling
tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
KUHP Pasal 539
Ayat 1: Barang siapa pada kesempatan diadakan pesta keramaian untuk umum atau pertunjukkan
rakyat atau diselenggarakan arak-arakan untuk umum, menyediakan secara cuma-cuma minuman
keras atau arak dan atau menjanjikan sebagai hadiah, diancam dengan pidana kurungan paling
lama dua belas hari atau pidana denda paling tinggi tiga ratus tujuh puluh lima rupiah.
Sedangkan sejak tahun 2015 diberlalukan peraturan pelarangan penjualan alkohol di pengecer,
toko-toko kecil ataupun minimarket, dimana hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan
No 6/15 yang merupakan revisi dari Permendag tahun 2014.
Dalam Pasal 3 ayat 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia No.74 Tahun 2013 tentang
Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol diatur bahwa minuman beralkohol yang
berasal dari produksi dalam negeri atau asal impor dikelompokkan dalam golongan sebagai
berikut: 12
a. Minuman Beralkohol golongan A adalah minuman yang mengandung etil alkohiol atau
etanol (C2H5OH) dengan kadar hanya sampai 5%
b. Minuman Beralkohol golongan B adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau
etanol (C2H5OH) dengan kadar lebih dari 5% sampai dengan 20%
c. Minuman Beralkohol golongan C adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau
etanol (C2H25OH) dengan kadar lebih dari 20% sampai dengan 55%

3
8

Minuman beralkohol hanya dapat diperdagangkan oleh pelaku usaha yang telah memiliki
izin memperdagangkan alkohol sesuai dengan penggolongannya dalam Pasal 3 ayat 1
Perpres 74/2013 dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perdagangan Pasal 4 ayat 4 Perpres 74/2013
Berikut adalah beberapa ketentuan dalam penjualan minuman beralkohol:
1. Minuman beralkohol golongan A, golongan B, dan golongan C hanya dapat dijual di
(Pasal 7 ayat 1 Perpres 74/2013)
a. Hotel, bar, dan restoran yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundangundangan di bidang kepariwisataan
b. Toko bebas bea
c. Tempat tertentu selain huruf a dan b yang ditetapkan Bupati/Walikota dan
Gubernur untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan ketentuan tempat tersebut
tidak berdekatan dengan tempat peribadatan, lembaga peribadatan, dan rumah
sakit.
2. Minuman beralkohol golongan A juga dapat dijual di toko pengecer dalam bentuk
kemasan
3. Penjualan Minuman Beralkohol dilakukan terpisah dengan barang-barang lainnya.

3
9

BAB III PENUTUP


3.1. KESIMPULAN
Alkohol merupakan senyawa yang cukup sering menyebabkan kematian di Indonesia.
Dua senyawa alkohol yang sering menyebabkan intoksikasi adalah etanol dan metanol. 80%
alkohol diabsorpsi di usus halus sementara sisanya di absorpsi di kolon. Kecepatan absorpsi
tergantung dari takaran dan konsentrasi alkohol, atau vaskularisasi, motilitas dan usus halus.
Kadar alkohol darah kemudian akan menurun dengan kecepatan 12 -20 mg%/ jam. Konsentrasi
dalam urin 1,2-1,3kali lebih besar dari darah. Keadaan intoksikasi alkohol adalah ketika jumlah
alkohol yang dikonsumsi melebihi toleransi individu terhadap alkohol dan menyebabkan tingkah
laku atau keadaan fisik yang abnormal dengan kata lain terdapat gangguan mental dan
kemampuan fisik dari seseorang.
Keadaan keracunan akohol kronis terjadi karena meminum alkohol dalam jangka waktu
yang lama. Korban biasanya adalah penderita psikosis atau neurosis, sehingga alkohol digunakan
sebagai pelarian dari kenyataan hidup. korban mati akibta keracunan umumnya dapat dibagi
menjadi dua golongan, yang sejak semula sudah dicurigai kematian akibat keracunan dan kasus
yang sampai saat sebelum di autopsi dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap kemungkinan
keracunan. Harus dipikirkan kemungkinan kematian akibat keracunan bila pada pemeriksaan
setempat (skin investigation) terdapat kecurigaan akan keracunan.
Penyebab pasti kematian akibat penggunaan alkohol secara kronis sulit ditemukan pada
pemeriksaan dalam. Pemeriksaan luar dapat dimulai dari menilai bau yang keluar dari lubang

4
0

hidung dan rongga mulut, lebam mayat, perubahan warna kulit, kuku, rambut, dan sklera. Pada
orang hidup, bau alkohol yang keluar dari udara pernapasan merupakan petunjuk awal. Petunjuk
ini harus dibuktikan dengan pemeriksaan kadar alkohol darah, baik melalui pemeriksaan udara
pernapasan atau urin, maupun langsung dari darah vena.
Kelainan yang ditemukan pada korban mati tidak khas. Mungkin ditemukan gejala-gejala
yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ menunjukkan tanda pembendungan, darah lebih
encer, warna merah gelap. Pada keracunan alkohol akut, akan ditemukan pada pemeriksaan
dalam dengan dinding lambung yang hiperemis, berwarna merah dan isi lambung berwarna
cokelat, organ tubuh lainnya mengalami kongesti. Sedangkan pada keracuanan alkohol yang
kronik, tanda post mortem yang ditemukan adalah mukosa lambung yang menunjukkan
hiperemis dan hipertrofi. Hati dan ginjal mengalami kongesti dengan hati yang terdapat infiltrasi
lemak dan perubahan sirosis, dan jantung membesar dengan menunjukkan adanya infiltrasi
lemak. Pada intoksikasi alkohol dapat dibuktikan dengan pengambilan sampel dari cairan tubuh,
seperti darah, vitreous humor, dan urin.
Pada aspek medikolegal ada beberapa pasal yang mengatur ketentuan-ketentuan tentang
penjualan alkohol, juga penyediaan alkohol di tempat umum. Seperti Pasal 300, Pasal 536, Pasal
538 dan Pasal 539. Pada tahun 2015 diberlakukan Permendag yang merupakan pembaharuan
dari Permendag tahun 2014, dimana pada tahun 2015 diberlakukan larangan penjualan alkohol
golongan A di pengecer,toko-toko kecil ataupun minimarket yang sebelumnya diperbolehkan
pada tahun sebelumnya. Selain daripada Permendag, sampai saat ini masih sedang digodok
Rancangan Undang-Undang Anti Minuman Keras.

3.2. SARAN
Dibutuhkan

sebuah

Undang-Undang

yang

secara

khusus

mengatur

tentang

penjualan,distribusi alkohol di masyarakat. Masyarakat perlu mengetahui dampak negatif akibat


penggunaan alkohol pada kesehatan fisik dan mental.

4
1

BAB IV DAFTAR PUSTAKA


1. Pratama VN. Perilaku remaja pengguna minuman keras. Departemen promosi kesehatan dan
ilmu perilaku, FKM Universitas Airlangga 2013.h.145-6
2. Suhardi. Preferensi peminum alkohol di indonesia menurut riskesdas 2007. Pusat teknologi
terapan kesehatan dan epidemiologi klinik: Jakarta, 2007.h.1-9
3. Joewana S. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif: penyalahgunaan
napza/ narkoba. Ed.2. Jakarta: EGC, 2004.h.154-79
4. Lecture Notes. Alcohol & Alcoholism. Departement of Forensic Medicine, University of
Dundee.2011
5. Anggraini, V,et all. Keracunan Alkohol. Semarang: Universitas Diponegoro 2009.
6.

Alcohol

Intoxication

Definition

and

Causes

di

unduh

dari

http://

www.emedicineheatlt.com/alcohol_intoxication /page5_em.htm
7. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardhi T, Munim A, Sidhi, et al. Ilmu Kedokteran
Forensik. 1997. Jakarta: bagian kedokteran forensik fakultas kedokteran universitas indonesia.
8. Patrick OC. Alkohol Abuse and Dependence. In: Cecil Medicine, 23rd. Philadelphia; 2008

4
2

9. Canfield DV, Brink CJD, Johnson RD, Lewis RJ, Dubowski KM. Postmortem etanol testing
procedures available to accident investigators. Aerospace medical institute. 2007 Aug. Report
No: DOT/FAA/AM-07/22
10.

Syaulia,

Andirezeki,

wongso.

Romans

4n6

http://www.scribd.com/doc/546/71022/67/KERACUNAN-ALKOHOL.htm
11. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Republik Indonesia
12. Peraturan Presiden Republik Indonesia No.74 Tahun 2013

4
3

Ed.

20

Anda mungkin juga menyukai