Pengertian
Psikolog dan linguis dewasa ini lebih suka menggunakan istilah akuisisi bahasa
(language acquisition) daripada belajar bahasa (language learning). Menurut Lyons
(dalam Pateda, 1988:42) menyatakan bahwa penggunaan istilah akuisisi bahasa dirasakan
lebih sederhana dan digunakan secara umum. Istilah akuisisi bahasa dapat ditafsirkan
sebagai akuisisi atau pemerolehan suatu bahasa yang digunakan tanpa kualifikasi untuk
proses yang menghasilkan pengetahuan bahasa pada penutur bahasa.
Menurut Chaer (2009:167) berpendapat bahwa pemerolehan bahasa atau akuisisi
bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak manusia seseorang kanak-kanak
ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa
biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa (language learning). Pembelajaran bahasa
berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seseorang kanak-kanak
mempelajari bahasa kedua, setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi,
pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa
berkenaan dengan bahasa kedua.
Menurut Kiparsky (dalam Pateda, 1988:42) mengatakan bahwa pemerolehan
bahasa (language Acquistion) adalah suatu proses yang dipergunakan oleh kanak-kanak
untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis yang makin bertambah rumit ataupun teoriteori terpendam yang mungkin sekali terjadi dengan ucapan-ucapan orang tuanya sampai
dia memilih berdasarkan suatu ukuran penilain tata bahasa yang paling baik serta yang
paling sederhana dari bahasa tersebut.
B. Teori Akuisisi Bahasa
a. Teori Akuisisi Bahasa yang Behavioristik
Menurut pandangan kaum behavioristik, kaum empiris, kaum mekanis, atau kaum
antimentalistik berpendapat bahwa tidak ada struktur linguistik yang dibawa anak sejak
lahir. Anak yang lahir dianggap kosong dari bahasa. Menurut Brown (dalam Pateda,
1988:43) mengatakan bahwa anak lahir ke dunia ini seperti kain putih tanpa catatancatatan, lingkunganlah yang akan membentuknya beralahan-lahan dikondisi oleh
lingkungan dan pengukuhan terhadap tingkah lakunya. Pengetahuan dan keterampilan
berbahasa diperoleh melalui pengalaman dan proses belajar.
Kaum behavioris memusatkan perhatian pada pola tingkah laku berbahasa yang
berdaya guna untuk menghasilkan respon yang benar terhadap setiap stimulus.
Kemampuan berbicara dan memahami bahasa oleh anak diperoleh melalui rangsangan
dari lingkungannya, baik verbal maupun nonverbal. Anak dianggap sebagai penerima
pasif dari tekanan lingkungannya, tidak memiliki peranan yang aktif di dalam proses
perkembangan perilaku verbalnya.
Setiap ujaran yang dihasilkan adalah suatu bentuk reaksi atau respon terhadap
stimulus. Apabila respon terhadap stimulus telah disetujui kebenarannya, maka akan
menjadi suatu bentuk kebiasaan. Misalnya seorang anak kecil yang mengucapkan, ma
mama, dan tidak ada anggota keluarga yang menolak kata itu maka tuturan ma
mama menjadi kebiasaan. Kebiasaan ini akan diulangi lagi ketika melihat sesosok
tubuh yang disebut ibu yang dipanggil mamama. Hal yang sama akan berlaku
untuk setiap kata yang didengarnya.
b. Teori Akuisisi Bahasa yang Mentalistik
Kaum mentalis berpendapat bahwa setiap anak yang lahir memiliki sejumlah
kapasitas atau potensi bahasa. Potensi bahasa ini akan berkembang apabila saatnya tiba.
Chomsky dan Miller (dalam Chaer,2009:169) mengatakan adanya alat khusus yang
dimiliki setiap kanak-kanak sejak lahir untuk dapat berbahasa yang disebut LAD
(Language Acquistion Device), yang berfungsi untuk memungkinkan seorang kanakkanak memperoleh bahasa ibunya. Cara kerja LAD ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Apabila sejumlah ucapan yang cukup memadai dari suatu bahasa (macam-macam
bahasa) diberikan kepada LAD seorang kanak-kanak sebagai masukan (input), maka
LAD itu akan membentuk salah satu tata bahasa formal sebagai keluaran (output)-nya.
LAD
Ucapan-Ucapan
Bahasa X
Tata Bahasa Formal
Bahasa X
Input
Output
1.
Kecakapan untuk membedakan bunyi bahasa dengan bunyi-bunyi yang lain.
Kecakapan mengorganisasi satuan linguistik ke dalam sejumlah kelas yang akan
3.
4.
berkembang kemudian.
Pengetahuan tentang sistem bahasa yang mungkin dan yang tidak mungkin.
Kecakapan menggunakan sistem bahasa yang didasarkan pada penilaian perkembangan
sistem linguistik, dengan demikian dapat melahirkan sistem yang dirasakan mungkin di
luar data linguistik yang ditemukan.
c. Teori Akuisisi Bahasa yang Kognitiftik
Tahun 60-an kaum mentalis mengusulkan pendekatan baru yang dinamakan
pendekatan kognitif (cognitive approach). Pendekatan kognitif yang melahirkan teori
kognitif dalam psikolinguistik ini memandang bahasa lebih mendalam lagi. Bagi
penganut teori ini, kaidah generative yang dikemukakan oleh kaum mentalis sangat
abstrak, formal, dan eksplisit serta sangat logis. Meskipun demikian, mereka baru
mengemukakan secara spesifik bentuk-bentuk bahasa dan belum menyangkut yang
terdalam pada lapisan bahasa. Yakni ingatan, persepsi, pikiran, makna, dan emosi yang
saling berpengaruh dalam struktur jiwa manusia. Ahli bahasa mulai melihat bahwa
bahasa adalah manifestasi dari perkembangan umum yang merupakan aspek kognitif dan
afektif yang menyatakan tentang dunia dan dunia diri manusia itu sendiri
(Pateda,1988:49).
Istilah kognisi berkaitan dengan peristiwa mental yang terlibat dalam proses
pengenalan tentang dunia, yang sedikit banyak melibatkan pikiran atau berpikir (Chaer,
2009:228). Teori kognitif menekankan hasil kerja mental, hasil pekerjaan yang
nonbehavioris. Proses-proses mental tentang pengetahuan dan pengalaman dibayangkan
sebagai cara yang kualitatif berbeda dari tingkah laku yang dapat diobservasi.
Titik awal teori kognitif adalah anggapan terhadap kapasitas kognitif anak dalam
menemukan struktur di dalam bahasa yang ia dengar di sekelilingnya. Baik pemahaman
maupun produksi serta komprehensi bahasa pada anak dipandang sebagai hasil proses
kognitif yang secara terus-menerus berkembang dan berubah. Jadi, stimulus merupakan
masukan bagi anak yang kemudian berproses dalam otak. Pada otak ini terjadi
mekanisme internal yang diatur oleh pengatur kognitif yang kemudian keluar sebagai
hasil pengolahan kognitif tadi.
C. Proses Akuisisi Bahasa
Telah ada keyakinan di antara sesama ahli psikolinguistik bahwa akuisisi bahasa
bersifat dinamis, artinya bahwa akuisisi bahasa berlangsung dari tahap satu ke tahap yang
lain. Di dalam tahap perkembangan akuisisi ini terjadi: (i) perubahan-perubahan,
terutama yang berhubungan dengan struktur bahasa, (ii) perkembangan ini ditentukan
oleh interaksi personal, berfungsinya saraf secara baik, dan proses kognitif, (iii) bahwa
dalam akuisisi bahasa terjadi proses pemilihan kata-kata dan struktur yang tidak
dianalisis oleh anak, dan (iv) bahwa teori yang digunakan bersifat umum. Lain dari itu
telah disepakati pula bahwa akuisisi bahasa dipengaruhi oleh penggunaan bahasa sekitar.
Dengan kata lain, akuisisi bahasa bergantung pada lingkungan anak (Lowenthal dalam
Pateda, 1988:51). Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau
mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar. Sedangkan penerbitan melibatkan
kemampuan mengeluarkan kalimat-kalimat.
Ada dua proses yang terjadi ketika seseorang kanak-kanak memperoleh bahasa
pertamanya, yaitu proses kompetensi dan performansi (Chaer, 2009:167). Kompetensi
adalah proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara tidak disadari.
Kompetensi merupakan syarat untuk terjadinya proses performansi yang terdiri dari dua
buah proses, yakni proses pemahaman dan penerbitan atau menghasilkan kalimat-kalimat
Mowrer (dalam Pateda, 1988:52) berpendapat bahwa anak membentuk kata dan
kalimat yang dibutuhkannya karena ada stimulus. Stimulus yang diterimanya tentu
bersifat global pada tahap awal, kemudian lama-lama memperlihatkan perbedaan dalam
urutan pengalamannya. Anak mengumpulkan sebanyak mungkin pengetahuannya yang
bersifat nonlinguistik melalui lingkungannya. Informasi itu dikumpulkan melalui
penglihatan, pendengaran, pembauan, pengecapan, dan penyentuhan yang kemudian
dimanipulasikannya dalam wujud bunyi bahasa.
D. Perkembangan Akuisisi Bahasa
pemerolehan
bahasa
berhubungan
dengan
2.6
Performansi linguistic
0.3
Mulai Meraban
0.9
Pola intonasi telah kedengaran
1.0
Kalimat satu kata (holophrases)
1.3
Lapar kata (lexical overgeneralization)
1.8
Ujaran dua kata
2.0
Infleksi, kalimat tiga kata (telegraphic)
2.3
Mulai menggunakan kata ganti
Kalimat tanya, negasi, kalimat empat kata, dan pelafalan vocal telah
3.6
Pelafalan konsonan telah sempurna
4.0
Kalimat sederhana yang tepat tetapi masih terbatas
sempurna
5.0
10.0
turut menetukan struktur bahasa yang akan merekan gunakan. Bagi kaum mentalis atau
rasionalis atau nativis, proses akuisisi bahasan bukan karena hasil proses belajar, tetapi
karena sejak anak lahir ia telah memiliki sejumlah kapasitas atau porensi bahasa yang
akan berkembang ssuai dengan proses kematangan intelektualnya.telah dikatakan di atas
bahwa anak yang lahir telah membawa sejumlah kapasitas atau potensi bahasa. Dalam
hubungan ini kaum mentalis mengemukakakn alas an (i) semua manusia belajar bahasa
tertentu, (ii)semua bahasa manusia sama-sama dapat dipelajari oleh manusia, (iii) semua
bahasa manusia berbeda dalam aspek lahirnya, tetapi semua bahasa mempunyai cirri
pembeda yang umum, (iv) cirri-ciri pebeda ini yang terdapat pada semua bahasa
merupakan kunci terhadap pengertian potensi bawaan bahasa tersebut (stork dan
widdowson., 1974: 135). Kaum mentalis mengemukakan proses akuisisi bahasa pertama.
Menurut mereka akuisisi bahasa pertama pada tahap awal biasanya berupa kalimat kedua
kata. Manifestasi bahasa kalimat dua kata seperti disebut tata bahasa pivot yang dalam
tulisan tersebut dissebut dua kata.
c. Teori akuisisi bahasa yang kognitiftik
Pendekatan kognitif yang melahirkan teori kognitif dalam psikolinguistik ini
memandang bahasa lebih mendalam lagi. Kalau penganut behavioris berpendapat bahwa
hanyadata yang dapat diindera yang dapat diketahui, maka penganut teori kognitif
beranggapan bahwa struktur serta proses lingustik yang abstrak mendasari produksi dan
komprehensi ujaran. Teori kognitif menekankan hasil kerja mental, hasil pekerjaan yang
nonbehavioris. Titik awak teori kognitif adalah anggapan terhadap kapasitas kognitif
anak dalam menemukan struktur di dalam bahasa yang ia dengar di sekelilingnya. Baik
pemahaman maupun produksi serta komprehensi bahasa pada anak dipandang sebagai
hasil proses kognitif yang secara terus-menerus berkembang dan berubah.penganut teori
kognitif beranggapan bahwa ada prinsip yang mendasari organisasi linguistic yang
digunakan oleh anak untuk menafsirkan serta mengoperasikan lingkungan linguistiknya.
b. Proses akuisisi bahasa
Telah ada keyakinan di antara sesame ahli psikolinguistik bahwa akuisisi bahasa bersifat
dinamis, artinya bahwa akuisisi bahasa berlangsung dari tahap satu ke tahap yang
lain(lowenthal, et-al, 1982:11)., didalam akusisi tahap perkembangan akuisisi ini terjadi,
(i0 perubahan perubahan, terutama yang berhubungan dengan struktur bahasa, (ii)
perkembangan ini ditentukan oleh interaksi personal, berfungsinya syaraf secara baik,
dan proses kognitif, (iii) bahwa dalam akuisisi terjadi proses pemilihan kata-kata dan
struktur yang tidfak dianalisisis oleh anak, dan 9iv) bahwa teori yang digunakan bersifat
umum.
2. Pemerolehan Bahasa: Beberapa Hipnotesis (abdul chaer)
Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seseorang
kanak-kanak mempelajari bahasa kedua, setelah dia memperoleh bahasa pertamanya.
Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama,
sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua. Namun banyak juga
yang menggunakan istilah pemerolehan bahasa untuk bahasa kedua , seperti nurhadi dan
roekhan (1990). Ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak sedang
memperoleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Kedua
proses ini merupakan dua proses yang berlainan. Jadi, kemampuan linguistic terdiri dari
kemampuan memahami dan kemampuan melahirkan linguistic teridi dari kemampuan
(2) peranan semantic yang lebih daripada sintaksis, (3) peranan perkembangan kognisi
yang sangat menentukan dalam proses pemerolehan bahasa. Dengan demikian bisa
dikatakan bahwa hipotesis nurani mekanisme lebih menairk perhatian beberapa ahli
tertentu daripada hipotesis nurani bahasa, yang sebelumnya lebih diperhatikan sebagai
pengklajian pemerolehan bahasa.
b. Hipotesis tabularasa
Secara harfiah berarti kertas kosong. Dalam arti belum ditulis apa-apa. Lalu hipotesis
tabularasa ini menyatakan bahwa otak bayi pada waktu dilahirkan sama seperti kertas
kosong, yang nanti akan ditulis atau diisi dengan pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini,
menurut hipotesis tabularasa semua pengetahuan dalam bahasa manusia yang tampak
dalam perilaku berbahasa adalah merupakan hasil dari integrasi peristiwa-peristiwa
linguistic yang dialami dan dialami oleh manusia itu. Menurut skinner (1957) berbicara
merupakan satu respon operan yang dilazimkan untuk menjelaskan halmitu skinner
memperkenalkan sekumpulan kategori respons bahasa yang hamper serupa fungsinya
dengan ucapan, yaitu mands,tacs,echoics, textual, dan intra verbal operant.
c. Hipotesis Kesemestaan Kognitif
Dalam kognitifisme hipotesis kesemestaan kognitif yang diperkenalkan oleh piaget telah
digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan porses-proses pemerolehan bahasa kanakkanak. Menurut teori yang didasarkan pada kesemestaan kogniti, nbahasa diperoleh
berdasarkan struktur-struktur kognitif deriamotor.. menurut piaget (1955) ucapan
holofrasis pertama selalu menyampaikan pola-pola yang pada umumnya mengac kepada
kanak-kanak itu sendiri.
3. Memori, Pikiran, dan bahasa ( soenjono dardjowidjojo)
Pemerolehan pada bidang leksikon
Sebelum anak dapat mengucapkan kata, dia memakai cara lain untuk berkomunikasi
a. Macam kata yang dikuasai
Macam kata yang dikuasai anak mengikuti prinsip sini dan kini.dengan demikian katakata apa yang akan diperoleh anak pada awal ujaranna ditentukan oleh lingkungannya..
dari macam kata yang ada, yakni kata utama dan kata fungsi, anak menguasai kata utama
lebih mendahului. Karenea kata utama ada paling tidak tiga, yakni m nomina, vberba, dan
adjektiva, maka pertanyaan yang muncul adalah mana dari ketoiga ini yang muncul lebih
dahulu.
b. Cara anak menentukan makna
Dalam hal penentuan makna suatu kata, anak mengikuti prinsip-prinsip universal, salah
satu diantaranya adalah yang dinamakan overextension yang telah diterjemahkan menjadi
penggelembung makna(dardjowidjojo. 200).diperkenalkan dengan suatu konsep baru,
anak cenderung untuk mwnggambarkan salah satu fitur dari konsep itu, lalu
menerapkannya pada konsep lain yang memiliki fiture tersebut. Dengan singkat dapat
dikatakan bahwa penggelembungan dapat berdasarkan bentuk, ukuran, gerakan, bunyi,
dan tekstur. Disamping overextension atau penggelebungan ini, anak juga memakai
underextension yang telah diterjemahkan menjadi penciut makna.
c. Cara anak menguasai makna kata
anak tidak mengauasai makna kata secara sembarangan. Strategi lain adalah strategi
cakupan objek pada strategi ini kata yang merujuk pada suatu objek merujuk pada objek
itu secara keseluruhan, tidak hanya sebagian dari objke itu saja.. strategi ketiga adalah
strategi peluasan (extendability), strategi ini mengasumsikan bahwa kata tidak hanya
merujuk pada objek asliny saja tetapi juga pada objek-objek lain dalam kelompok yang
sama.strategi keempat adalah cakupan kategori (categorical scope), strategi ini
menyatakan bahwa kata dapat diperluas pemakauanya untuk objek yang termasuk dalam
kategori dasar yang sama. strategi kelima adalah strategi nama-baru-kategori takbernama, anak yang mendengar kata, dan setelah dicari dalm leksikon mental dia
ternyata kata ini tidak ada rujukannya maka kata itu akan dianggap kata baru dan
maknanya ditempelkan [ada objek, perbuatan, atau atribut. strategi keenam adalah
strategi konvensionalitas. anak berasumsi bahwa pembicara memakai kata-kata yang
tidak terlaluy umum tetapi juga tidak terlalu khusus. strategi-strategi yang bersifat
unibversal inimembantu anak dala emngausai makna kata.
d. Pemerolehan dalam bidang pragmatic
Pragmatic adalah studui tentang penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan orang
lain dalam masyarakat yang sama(nino dan snow 1998:9; verschuere 199::1). Pragmatic
merupakan bagian dari perilaku berbahasa maka penelitian mengenai pemerolehan
bahasa bahasa perlu pula mengamati bagaimana anak mengembangkan kemampuan
pragmatiknya
1) Pemerolehan niat komunikatoif
Semua ini ditentukan pada saat pra-vokalisasi dan sering dirujuk dengan istilah
protodeklaratif dan prono-imperatif(nino dan snow 1996. 47). Seteklah perkembangan
biologisnya memungkinkan anak mulai mewujudkan niat komunikatifnya dalam bentuk
bunyi.
2) Pemerolehan kemampuan percakapan
Mengenai pengembangan kemampuan percakapan, anak juga secara bertaap menguasai
aturan-aturan yang ada. Seperti dinyatakan sebelumnya, percakapan mempunyai struktur
yang terdiri dari tiga komponen (1) pembukaan, (2) giliran, (3) penutup. Secara naluri
anak akan tahu kapan pembukaan percakapan itu tadi.
e. Pengembangan piranti wacana
Pada anak wacana umumnya berbentuk percakapan antara anak dengan orang tua atau
dengan anak lain. Percakanpan seperti ini dapat berjalan cukup lancer karena
interlokutotr anak adalah orang-orang dekat yang umumnya memberikan dukungan
kalimat-kalimat penyambung.
f. Waktu pemerolehan bahasa dimulai
g. Melalui saluran intrauterine anak telah terekspos pada bahasa manusia waktu dia
masih janin(kent dan miolo 1996; 304) kata-kata dari ibunya tiap hari dia dengar dan
secara biologis kata-kata itu masuk kejanin.
Perbandingan
Dari ketiga teori mengenai pemerolehan bahasa, teori menurut abdul chaer dan patedda
hamper sama dan konsepnya juga hamper sama, sedang jika disbanding dengan soenjono
dardjowidjojo sedikit berbeda dan mempunya konsep yang berbeda.