Anda di halaman 1dari 26

DERMATITIS ATOPIK

DEFINISI
Kata atopi oleh Coca pertama kali diperkenalkan pada tahun 1923. Atopi berasal dari kata atopos
(Yunani) yang berarti Out of Place atau Strange diseases. Atopi adalah istilah yang dipakai untuk
sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya misalnya
asma bronchial, rhinitis alergika, dermatitis atopik dan konjungtivitis alergik atau juga bisa berarti
hipersensitifitas familial di kulit dan membran mukosa terhadap alergen lingkungan, terkait dengan
peningkatan produksi IgE, diikuti dengan perubahan reaktifitas di kulit pada pasien dermatitis atopik
(DA) dan di paru pada pasien asma. Pada sebagian besar pasien dengan berbagai faktor misalnya adanya
kerusakan fungsi sawar kulit, infeksi dan stress merupakan faktor yang lebih penting bila dibandingkan
dengan reaksi alergi. 1,4
Dermatitis atopik adalah kondisi yang sangat umum, khususnya selama masa anak-anak
Dermatitis atopik adalah peradangan pada epidermis dan dermis yang bersifat kronis, residif, sering
berhubungan dengan individu atau keluarga dengan riwayat atopi, distribusi simetris, biasanya terjadi
pada individu dengan riwayat gangguan alergi pada atau individu tersebut. Dermatitis atopik merupakan
dermatitis tersering dijumpai pada anak. Awitan biasanya pada masa anak dan sering dialami oleh anak
dengan riwayat alergi saluran nafas dan riwayat atopi pada keluarga..Bila residif biasanya disertai infeksi,
atau alergi, faktor psikologik, atau akibat bahan kimia atau iritan. 1,2,3,4,5,6,7,8
Dermatitis atopi adalah salah satu bentuk penyakit alergi, sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum. Kelainan kulit berupa papul gatal yang kemudiaan mengalami
ekskoriasi,likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksular). Data muktahir mendukung bahwa dermatitis
atopik merupakan kelainan alergik dan mempunyai keterkaitan erat secara imunologik dengan asma.

SINONIM 1
Banyak nama yang dipakai dan diajukan misalnya:
1. neurodermatitis konstitusional
2. eksema endogen asma
3. eksema fleksural
1

4. eksema atopik
5. neurodermatitis diseminata
6. prurigo besnier
Hal ini menunjukkan belum adanya definisi pasti untuk dermatitis atopik.

EPIDEMIOLOGI
Diduga diturunkan secara autosomal resesif dan dominan Lebih dari seperempat anak dari
seorang ibu yang menderita atopi akan mengalami dermatitis atopik pada masa kehidupan 3 bulan
pertama. Bila salah satu orang tua menderita atopi, lebih dari separuh jumlah anak akan mengalami gejala
alergi sampai usia 2 tahun dan meningkat sampai 79% bila kedua orang tua menderiata atopi. Resiko
mewarisi dermatitis atopik lebih tinggi bila ibu yang menderita DA dibandingkan dengan ayah. Tetapi
bila DA yang dialami berlanjut hingga masa dewasa, maka resiko untuk mewariskan kepada anaknya
sama saja yaitu kira-kira 50%.
Lingkungan yang banyak mengandung sesnsitizier, iritan serta yang mengganggu emosi lebih
mudah menimbulkan penyakit. Selain itu semakin kecil jumlah keluarga, pendidikan ibu makin tinggi dan
penghasilan meningkat serta meningkatnya penggunaan antibiotik maka makin meningkat pula potensi
kenaikan jumlah penderita, begitu pula sebaliknya.

KLASIFIKASI 1,2
Berdasarkan usia kejadian dermatitis atopi dibagi dalam 3 stadium yaitu
1. tipe infantil ( 2 bulan - 2 tahun)
2. tipe anak-anak ( 3 -10 tahun)
3. tipe dewasa (13-30 tahun)

HISTOPATOLOGI
Gambaran histopatologinya tidak khas. Pada lesi akut dijumpai spongiosis, vesikula, dan edema
interseluler. Sel peradangan yamg dominan adalah sel limfosit. Sel endotel kapiler papilari juga
mengalami hipertrofi. Pada lesi likenifikasi

yang kronis, dijumpai penebalan epidermal yang


2

psoriasiformis dan sedikit edema interseluler. Serabut saraf mengalami demielinisasi dan sclerosis. Hal
ini terjadi akibat dari iskemi. Ada hipertrofi papilari dermis dan sel endotel pembuluh darah kecil.
Dijumpai peningkatan histamine kulit dan darah pada dermatitis atopik. Peningkatan histamine ini
sebagai marker untuk adanya aktivitas sel mast dan basofil. Sel langerhans juga meningkat.

ETIOPATOGENESIS
Etiologi pasti dermatitis atopik belum diketahui, tetapi factor turunan merupakan dasar pertama
untuk timbulnya penyakit. Dermatitis atopik disebabkan oleh kerusakan fungsi barier kulit dan perubahan
respon imunitas yang mencakup alergi pada allergen lingkungan dan makanan. Dermatitis atopik dan
kelainan atopik lainnya dapat dipindahkan melalui transplantasi sumsum tulang. Hal ini menegaskan
bahwa sel darah merupakan vector untuk manifestasi kelainan kulit. Diduga DA diturunkan secara
dominant autosomal, resesif autosomal atau multifaktorial. 1,4
Didapatkan dua tipe dermatitis atopik, bentuk alergik yang merupakan bentuk utama (70-80%
pasien), terjadi akibat sensitisasi terhadap allergen lingkungan disertai dengan peningkatan kadar IgE
serum. Bentuk lain adalah bentuk intrinsik atau nonalergik, terdapat pada 20-30% pasien, dengan kadar
IgE rendah dan tanpa sensitisasi terhadap allergen lingkungan. Dapat disimpulkan bahwa peningkatan
kadar IgE bukan merupakan prasyarat pada patogenesis dermatitis atopik. Terdapat pula konsep bentuk
murni (pure type) tanpa keterkaitan dengan penyakit saluran nafas, dan bentuk campuran (mixed type)
yang terkait dengan sensitisasi terhadap allergen hirup atau allergen makanan disertai dengan peningkatan
kadar IgE. 1,4

Berbagai faktor turut berperan pada patogenesis dermatitis atopik : 1


Genetik
Atopi pada orangtua terutama dermatitis, berhubungan erat dengan manifestasi dan derajat
keparahan dermatitis atopik pada anak, sedangkan manifestasi atopi lainnya tidak terlalu berpengaruh.
Ada 2 kromosom yang berkaitan erat dengan dermatitis atopik yaitu kromosom 1q21 dan kromosom
17q25, meski masih paradoksal karena psoriasis juga terkait dengan kromosom yang sama meski sajian

klinis keduanya berbeda dan kedua kromosom tersebut tidak terkait dengan penyakit atopi lainnya. Juga
ditemukan peran kromosom 5q31-33 yang menyandi gen sitokin Th2.
Sawar kulit
Ditandai oleh kulit kering, baik di daerah lesi maupun nonlesi,dengan mekanisme kompleks dan
terkait erat dengan kerusakan sawar kulit.hilangnya ceramide di kulit, yang berfungsi sebagai molekul
utama pengikat air di ruang ekstraselular stratum korneum, dianggap sebagai penyebab kelainan fungsi
sawar kulit. Variasi pH kulit dapat menyebabkan kelainan metabolisme lipid di kulit. Kelainan fungsi
sawar kulit mengakibatkan peningkatan transepidermal water lose, kulit akan makin kering dan
merupakan port dentry untuk terjadinya penetrasi allergen, iritan, bakteri dan virus. Bakteri pada pasien
dermatitis atopik mensekresi ceramidase yang menyebabkan metabolisme ceramide menjadi sphingosine
dan asam lemak, selanjutnya makin mengurangi ceramide di stratum korneum sehingga kulit makin
kering.

Faktor lingkungan
Selain allergen hirup dan allergen makanan, eksaserbasi dermatitis atopik dapat dipicu oleh
berbagai infeksi, antara lain jamur, bakteri dan virus, serta pajanan tungau debu rumah dan binatang
peliharaan. Infeksi jamur yang berulang dapat menyertai eksaserbasi dermatitis atopik. Malassezia furfur
adalah jamur lipofilik yang sering dijumpai di daerah seborroik dan IgE terhadap M.furfur yang sering
didapatkan pada pasien dermatitis atopik terutama yang mengalami dermatitis di kepala dan leher.
Staphylococcus aureus terdapat pada > 90% lesi dermatitis atopik dan 5% populasi normal. Hal ini
mempengaruhi derajat keparahan dermatitis atopik. Kulit dengan inflamasi ditemukan 10 7 unit koloni
setiap sentimeter persegi. Pengobatan topical dengan kombinasi antibiotik dan kortikosteroid pada pasien
dermatitis atopik menunjukkan perbaikan klinis. Salah satu cara Staphylococcus aureus menyebabkan
eksaserbasi atau mempertahankan inflamasi ialah dengan mengekskresi sejumlah kecil toksin yang
berperan sebagai superantigen, menyebabkan rangsangan pada sel T dan makrofag.
Autoalergen
Antibody IgE terhadap protein manusia terkandung pada sebagian besar serum pasien dermatitis
atopik. Autoalergen tersebut adalah protein intraselular yang dapat dikeluarkan karena kerusakan
keratinosit akibat garukan dan dapat memicu respon IgE atau sel T. inflamasi tersebut pada dermatitis

atopik berat dapat dipertahankan oleh adanya antigen endogen manusia sehingga dermatitis atopik dapat
digolongkan sebagai penyakit terkait dengan alergi dan autoimunitas

Berikut 4 kelas gen yang mempengaruhi penyakit atopi 1


-

kelas I : gen predisposisi untuk atopi dan respon umum IgE


(a) reseptor Fc.RI-, mempunyai afinitas tinggi untuk IgE (kromosom 11q12-13)
(b) gen sitokin IL-4 (kromosom 5)
(c) gen reseptor- IL-4 (kromosom 16)

kelas II : gen yang berpengaruh pada respon IgE spesifik


(a) TCR (kromosom 7 dan 14)
(b) HLA ( kromosom 6)

kelas III: gen yang mempengaruhi mekanisme non-inflamasi ( misalnya hiperresponsif bronchial)

kelas IV : gen yang mempengaruhi inflamasi yang tidak diperantarai IgE


(a) TNF (kromosom 6)
(b) gen kimase sel mast ( kromosom 14)

Respon imun pada kulit 1


Sitokin TH2 dan TH1 berperan dalam patogenesis peradangan kulit DA. Jumlah TH2 lebih
banyak pada penderita atopi, sebaliknya TH1 menurun.

Pada kulit normal (tidak ada kelainan)

penderita dermatitis atopik bila dibandingkan kulit normal orang yang tidak menderita dermatitis atopik,
ditemukan lebih banyak sel yang mengekskresi mRNA IL-4 dan IL-13.
Sel T yang teraktivasi di kulit juga akan menginduksi apoptosis keratinosit sehingga terjadi
spongiosis. Berbagai kemokin ditemukan pada lesi kulit dermatitis atopik yang dapat menarik sel-sel
misalnya eosinofil, limfosit T dan monosit, masuk ke dalam kulit.
Kadar seramid pada kulit penderita dermatitis atopik berkurang sehingga kehilangan air
(transepidermal water loss) melalui epidermis dipermudah. Hal ini mempermudah absorbsi antigen ke
dalam kulit. Sensitisasi epikutan terhadap allergen menimbulkan respons TH2 yang lebih tinggi daripada
melalui sistemik atau jalan udara, maka kulit yang terganggu fungsi sawarnya merupakan tempat yang
sensitif.
5

Respon sistemik 1
Perubahan sistemik pada DA adalah sebagai berikut:
Sintesis IgE meningkat
IgE spesifik terhadap allergen ganda meningkat, termasuk terhadap makanan, aeroallergen,
mikroorganisme, toksin bakteri, dan autoalergen.
Ekspresi CD23 (reseptor IgE berafinitas rendah) pada sel B dan monosit meningkat.
Pelepasan histamine dan basofil meningkat
Respon hipersensitivitas lambat terganggu
Eosinofilia
Sekresi IL-4, IL-5, dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat.
Sekresi IFN- oleh sel TH1 menurun
Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat
Kadar CAMP-phosphodiesterase monosit meningkat, disertai peningkatan IL-10 dan PGE2.

FAKTOR PEMICU1,4
TUNGAU DEBU RUMAH
Sudah ada bukti yang cukup bahwa Dermatophagoides pteronyssinus sebagai factor pemicu
dermatitis atopik. Dari percobaan dengan placebo dan tungau debuh ruamah (TDR), ditemukan penderita
dermatitis atopik setelah menghirup TDR mengalami eksaserbasi ditempat lesi lama dan timbul pula lesi
baru. Selain itu pda aplikasi epikutan dengan aeroallergen (TDR, bulu binatang kapang) melalui uji
temple pada kulit penderita atopi tanpa lesi, terjadi reaksi ekzematosa pada 30-50% penderita dermatitis
atopik. 95% penderita dermatitis atopik mempunyai IgE spesifik terhadap TDR. Derajat sensitisasi
terhadap aeroallergen berhubungan langsung dengan tingkat keparahan dermatitis atopic.

MAKANAN
Makanan dapat berperan dalam dermatitis atopik pada anak kecil tetapi tidak pada penderita

dermatitits atopik yang lebih tua. Bermacam-macam makanan dapat mengeksaserbasi dermatitis atopik
khususnya pada anak kecil, yang paling sering ialah telur, susu, gandum, kedele dan kacang tanah. Reaksi
yang tidak diinginkan terhadap makanan dapat dibagi atas reaksi toksik dan non toksik. Reaksi makanan

yang toksik dapat terjadi pada semua orang, jadi bukan kerentanan individual. Reaksi makanan yang non
toksik bergantung pada kerentanan seseorang terhadap suatu makanan.
Reaksi yang terjadi karena induksi allergen makanan dapat berupa dermatitis ekzematosa,
urtikaria, kontak urtikaria atau kelainan mukokutan yang lain. Hasil pemeriksaan labolatorium
menunjukkan reaksi positif terhadap tes kulit dadakan dengan berbagai jenis makanan pada bayi dan
anak-anak kecil dengan dermatitis atopik, reaksi positif ini diikuti kenaikan mencolok histamine dalam
plasma dan aktivasi eosinofil. Sel T spesifik untuk allergen makanan juga berhasil diklon dari lesi
penderita dermatitis atopik. Pasien dermatitis atopik derajat berat sering disertai alergi makanan, indeks
SCORAD sangat berguna untuk penilaian derajat keparahan dermatitis atopik.

- Allergen susu
Alergi susu merupakan penyakit pada anak dengan frekuensi tertinggi pada bayi pada bulan
pertama setelah lahir. Reaksi hipersensitifitas paling banyak disebabkan oleh protein. Reaksi alergik susu
sapi kemungkinan disebabakan oleh substansi asing pada susu dibandingkan oleh kandungan susunya.
Reaksi yang tidak diinginkan terhadap susu dapat terjadi secara imunologik dan non imunologik.
- Allergen telur
Dua pertiga penderita dermatitis atopik anak dengan alergi makanan desebabkan reaksi terhadap
telur. Bahan allergen pada telur adalah albumin. Putih telur mengandung allergen yang lebih alergenik
dibandingkan dengan telur. Allergen utama adalah ovalbumin, ovomukoid, dan conalbumin. Alergi telur
merupakan penyebab terbanyak eksima yang disebabkan makanan. Alergi telur dapat dijumpai pada bayi
berusia 7 bulan sampai 9 tahun. Sebanyak 44% pasien dengan alergi terhadap telur akan sembuh.
- Allergen kacang tanah
Allergen kacang tanah terdapat pada ekstrak semua bagian tumbuhan kacang, mempunyai sifat
tahan panas, baik pada kacang tanah mentah maupun kacang yang dipanggang. Protein kacang-kacangan
terdiri atas albumin (yang larut dalam air) dan globulin (yang tidak larut dalam air) yang terdiri dari fraksi
arachin dan conarchin.
Protein kacang tanah yang mengalami hidrolisis dan minyak kacang tanah tidak bersifat alergenik. Alergi
kacang tanah merupakan kelainan seumur hidup, sedikit sekali pasien dengan alergi kacang tanah akan
hilang sensitivitasnya.
7

INFEKSI AGEN MIKROBIAL


Penderita dermatitis atopik cenderung mudah terinfeksi oleh bakteri, virus dan jamur, karena
imunitas seluler menurun(aktivitas TH1 berkurang). Sebagian besar penderita dermatitis atopik membuat
antibody IgE spesifik terhadap superantigen staphylokokus yang ada di kulit. Apabila ada superantigen
menembus sawar kulit yang terganggu, akan menginduksi IgE spesifik, dan degranulasi sel mast, kejadian
ini akan memicu siklus gatal-garuk yang akan menimbulkan lesi di kulit penderita dermatitis atopik.
Superantigen juga meningkatkan sintesis IgE spesifik dan menginduksi resistensi kortikosteroid, sehingga
memperparah dermatitis atopik

STRESS EMOSI
`

Stress emosi tidak menyebabkan dermatitis atopik, namun sering menjadi faktor pencetus

kekambuhan penyakit. Penderita dermatitis atopik sering kali frustasi, malu dan mengalami tekanan
mental lain yang menyebabkan nilai ambang gatal menurun sehingga meningkatkan siklus gatal dan
garukan. Relaksasi atau perubahan modifikasi perilaku dan kebiasaan mungkin dapat membantu penderita
dermatitis atopik yang mempunyai kebiasaan menggaruk.

HORMONAL
Suatu penelitian dengan kuesioner melaporkan sepertiga penderita dermatitis atopik menunjukan
eksaserbasi pada waktu premenstrual. Kehamilan dapat mencetuskan dermatitis atopik terutama pada
trimester 1 dan 2, tetapi membaik pada trimester 3.

GAMBARAN KLINIS
Kulit penderita dermatitis atopik umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di epidermis
berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat, jari tangan teraba dingin. Penderita dermatitis
atopik cenderung tipe astenik, dengan inteligensia di atas rata-rat, sering merasa cemas, egois, frustasi,
agresif,atau merasa tertekan 1
Gejala klinis yang spesifik yaitu rasa gatal yang khas dengan predileksi yang khas, berlangsung
kronis dan residif. penderita dermatitis atopik mempunyai tingkat ambang rasa gatal yang rendah, gatal
8

dapat hilang timbul sepanjang hari tetapi umunya lebih hebat pada malam hari serta adanya stigmata
atopik pada pasien maupun keluarga yang lain.Tempat predileksi adalah hal yang paling penting untuk
diketahui dari pasien dermatitis atopik. Manifestasi klinis dermatitis atopik berbeda pada setiap tahapan
atau fase perkembangan kehidupan, mulai dari saat bayi hingga saat dewasa. Pada setiap anak didapatkan
derajat keparahan yang bervariasi, tetapi secara umum mereka mengalami pola distribusi lesi yang serupa.
1

Dermatitis atopik dikelompokkan dalam 3 fase yaitu : 1,2,3,4


- Dermatitis atopik infantile ( 2 bulan-2 tahun)
Lesi awal muncul pada tahun pertama kehidupan, biasanya setelah 2 bulan, lesi mulai di muka
(dahi, pipi) berupa eritema, papulovesikel yang halus, karena gatal digosok, pecah, eksudatif dan
akhirnya terbentuk krusta, lesi bersifat akut, subakut, rekuren, dan simetris. Lesi tampak berupa bercak
kemerahan bersisik yang mungkin sedikit basah. Lesi kemudian meluas ke tempat lain yaitu ke scalp,
leher, pergelangan tangan, leengan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi ditemukan di lutut, hal
ini berhubungan dengan area kulit yang kontak dengan tanah pada bayi yang baru belajar merangkak.
Anak biasanya mulai menggaruk setelah berumur 2 bulan.
Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susah tidur dan sering
menangis. Pada umumnya lesi dermatitis atopik infantile polimorfik dan eksudatif, banyak eksudasi,
erosi, krusta dan kadang-kadang disertai dengan infeksi sekunder atau pioderma. Lesi dapat meluas
generalisata bahkan dapat menyebabkan eritroderma walaupun jarang. Sekitar usia 18 bulan mulai
tampak likenifikasi. Sebagian besar penderita sembuh setelah usia 2 tahun, mungkin juga sebelumnya,
sebagian lagi berlanjut menjadi bentuk anak.

- Dermatitis atopik fase anak (3-10 tahun)


Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantile atau timbul sendiri (de novo). Sejalan dengan
pertumbuhan bayi menjadi anak-anak, pola distribusi lesi kulit mengalami perubahan. Maifestasi
dermatitis subakut dan cenderung kronis. Lesi lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul,
likenifikasi,dan sedikit skuama. Tempat predileksi terutama di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan
bagian fleksor, kelopak mata, leher, dan sangat jarang di daerah wajah.
Rasa gatal menyebabkan penderita sering menggaruk, dapat terjadi erosi, ekskoriasi yang disebut
scratch mark, likenifikasi, mungkin juga mengalami infeksi sekunder. Akibat garukan, kulit menebal
9

dan perubahan lainnya yang menyebabkan gatal, sehingga terjadi linngkaran setan siklus gatal-garuk.
Rangsangan menggaruk sering di luar kendali. Kulit tangan biasanya kering,kasar, garis palmar lebih
dalam dan nyata serta mengalami luka (fisura). Bibir terlihat kering, bersisik, sudut bibir terlihat
terbelah (kheilitis), bagian sudut lobus telinga sering mengalami fisura.lesi dermatitis atopik pada anak
juga dapat ditemukan di paha dan bokong.
Penderita sensitive terhadap wol, bulu kucing dan anjing juga bulu ayam, burung dan sejenisnya.
Dermatitis atopik berat yang melebihi 50% permukaan tubuh dapat memperlambat pertumbuhan.

- Dermatitis atopik fase remaja dan dewasa (13-30 tahun)


Bentuk lesi kulit pada fase dewasa hampir serupa dengan lesi kulit pada dase akhir anak-anak.
Lesi dapat berupa plak paular-eritematosa dan berskuama, atau plak likenifikasi yang gatal. Pada
dermatitis atopik remaja lokalisasi lesi di lipat siku, lipat lutut dan samping leher, dahi dan sekitar mata.
Pada dermatitis atopik dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, serinng mengenai tangan dan
pergelangan tangan, dapat pula ditemukan setempat, misalnya di bibir (kering, pecah, bersisik), vulva,
puting susu, atau scalp. Kadang erupsi meluas, dan paling parah di lipatan; mengalami likenifiakasi.
Lesi kering, agak menimbumbulkan papul datar dan cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi
dengan sedikit skuama, dan sering terjadi ekskoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat laun terjadi
hiperpigmentasi
Distribusi lesi biasanya simetris. Lesi sangat gatal, terutama pada malam hari. Orang dewasa
serimg mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila mengalami stress. Mungkin karena stress dapat
menurunkan ambang rangsang gatal. Rasa gatal timbul pada saat latihan fisik karena penderita atopik
sulit mengeluarkan keringat. Umumnya dermatitis atopik remaja dan dewasa berlangsung lama,
kemudian cenderung menurun atau membaik (sembuh) setelah usia 30 tahun. Kulit penderita dermatitis
atopik yang telah sembuh mudah gatal dan cepat meradang bila terpajan oleh bahan iritan eksogen.
Penderita atopik beresiko tinggi menderita dermatitis tangan.

Stigmata yang berhubungan dengan dermatitis atopik: 4


Stigmata atopi adalah tanda yang dipakai untuk menentukan seseorang dalam keadaan atopi.
Disebut sebagai atopic diathesis kulit bila stigmata tersebut terdapt pada kulit. Stigmata ini lebih sering

10

ditemukan pada penderita dermatitis atopik dibandingkan pada individu sehat dan dapat digunakan
sebagai petunjuk untuk penegakan diagnosa dermatitis atopik.
Kelainan yang biasa ditemukan adalah:
Dry skin
Kelainan khas berupa kulit kering, sedikit bersisik, tanpa tanda inflamasi, dan meliputi hampir
seluruh bagian tubuh. Kelainan ini terjadi karena kemapuan mengikat air sel keratinosit atopik
menurun dan adanya peningkatan transepidermal water loss.
Palmar hiperlinearlity of palms or soles
Penderita dermatitis atopik umumnya sejak lahir memiliki banyak garis palmar yang lebih dalam
dan lebih nyata, menetap sepanjang hidup. Pada kondisi kronis, kulit pasien yaitu sebanyak 88%
cenderung kering, menebal dan mudah terbelah (fisura), tergantung pada pajanan kontak dengan
factor eksogen. Keadaan ini ditemukan pada 88% penderita dermatitis atopik.
Dennie morgan infraorbital fold
Kelainan ini berupa cekungan yang menyolok dan simetris, namun dapat ditemukan satu atau dua
cekungan di bawah kelopak mata bagian bawah. Tanda ini bukan suatu petanda patognomonik
dermatitis atopik.
White dermographism
Penderita dermatitis atopik bila digores oleh suatu benda tumpul akan menunjukan suatu
pemucatan kulit yang berlawanan dengan individu normal. Walaupun peristiwa ini tidak
patognomonik untuk dermatitis atopik, tetapi kadang-kadang dapat digunakan untuk diagnosis
dermatitis atopik.
Facial pallor
Pada ujung tangan dan muka bagian sentral terutama hidung, mulut, telinga cenderung menjadi
pucat bila terpajan udara dingin. Tanda ini diduga disebabkan oleh adanya pelebaran kapiler dan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang mengakibatkan edema dan warna pucat di jaringan
sekelilingnya.

(Peri)-Orbital darkening

11

Gambaran corak biru keabuan di sekitar area mata dengan corak yang lebih terlihat nyata di
daerah sub-orbital. Kadang-kadang disertai luas dengan edema, sehingga anak tampak

seperti

kelelahan.. mungkin merupakan manifestasi adanya bendungan pembuluh darah yang disebabkan
oleh adanya penekanan pada pleksus pembuluh darah.
Herthoges sign
Penipisan atau hilangnya bagian lateral alis
Keratosis piliaris
Kelainan keratinisasi folikel rambut yang ditandai dengan adanay papul berkelompok,
hyperkeratosis folikular, keras, bentuk kerucut. Memberi gambaran penampilan kulit mirip pucked
chicken skin/kulit ayam.
Cheilitis
Cheilitis seringkali mulai muncul pada masa kanak-kanak ,berupa kulit yang kering dan bersisik
di bagian atas dan bawah bibir.
Course influenced by environment and emotional factor
Anak dengan dermatitis atopik ditemukan memiliki ciri kepribadian karakteristik. Manifestasi
klinis adanya gangguan psikologi berhubungan dengan rasa gatal, insomnia, stress yang berlanjut
menjadi perubahan perilaku misalnya agresif dan mudah tersinggung.

Cataract and Keratoconus


Suatu asosiasi ganjil dari dermatitis atopik adalah kecenderungan timbul katarak yang lebih dini.
Pada awalnya timbulnya kelainan ini diduga akibat adanya penggunaan kortikosteroid kuat sistemik
dan topikal , namun hal ini belum terbukti. Sedangkan keratokonus (elongasi permukaan kornea)
biasanya menyertai katarak dan diakibatkan karena seringnya mengusap mata secara berulang atau
sebagai akibat perubahan degeneratif pada kornea mata.
Increased presence of Staphylococcus aureus and Herpes Simplex
Pada pasien dermatitis atopik umumnya ditemukan adanya perubahan imunitas selular. Secara
klinis ditandai dengan adanya kerentanan mengalami infeksi sekunder akibat bakteri, virus seperti
vaccinia diseminasi, herpes simplek, veruka, molluscum contagiosum, jamur maupun parasit.
12

Pityriasis alba
Pada area yang sebelumnya mengalami eksema, terutama di daerah wajah, leher, dan tubuh
bagian atas, dapat timbul bercak hipopigmentasi dengan ukuran bervariasi, ukuran diameter mencapai
1 cm, berbatas jelas disertai dengan sisik halus yang kadang-kadang menyerupai tinea korporis atau
vitiligo. Penyebabnya belum diketahui, diduga merupakan dermatitis non-spesifik.

Nipple eczema
Eksim pada putting susu, kelainan ini merupakan criteria yang dapat dipercaya untuk penegakan
diagnosis dermatitis atopik. Pada area putting susu, tampak adanya papul dan vesikel kemerahan yang
basah, simetris, dan dapat meluas ke area payudara disekitarnya.

PEMERIKSAAN PENUNJANG 2,3,4,6


1. Dermatografisme putih, untuk melihat perubahan dari rangsangan goresan terhadap kulit
2. Percobaan asetilkolin akan menimbulkan vasokonstriksi kulit yang tampak sebagai garis pucat
selama satu jam.
3. Uji kulit dan IgE-RAST
Pemeriksaan uji tusuk dapat memperlihatkan allergen mana yang berperan, namun
kepositifannya harus sejalan dengan derajat kepositifan IgE RAST ( spesifik terhadap allergen
tersebut). Khususnya pada alergi makanan, anjuran diet sebaiknya dipertimbangkan secara hatihati setelah uji tusuk, IgE RAST dan uji provokasi. Cara lain adalah dengan double blind placebo
contolled food challenges (DPCFC) yang dianggap sebagai baku emas untuk diagnosis alergi
makanan.
4. Peningkatan kadar IgE pada sel langerhans
Hasil penelitian danya IgE pada sel langerhans membuktikan mekanisme respon imun
tipe I pada dermatitis atopik, adanya pajanan terhadap allergen luar dan peran IgE di kulit.
5. Jumlah eosinofil
Peningkatan jumlah eosinofil di perifer maupun di jaringan kulit umumnya seirama
dengan beratnya penyakit dan lebih banyak ditemukan pada keadaan yang kronis.

13

6.

Faktor imunogenik HLA


Walaupun belum secara bermakna HLA-A9 diduga berperan sebagai factor predisposisi
intrinsic pasien atopik. Pewarisan genetiknya bersifat multifactor. Dugaan lain adalah kromosom
11q13 juga diduga ikut berperan pada timbulnya dermatitis atopik.

7.

Kultur dan resistensi


Mengingat adanya kolonisasi Stapylococcus aureus pada kulit pasien atopik terutama
yang eksudatif (walaupun tidak tampak infeksi sekunder), kultur dan resistensi perlu dilakukan
pada dermatitis atopik yang rekalsitran terutama di rumah sakit di kota besar.

DIAGNOSA
Sampai saat ini belum ditemukan adanya gambaran klinis maupun hasil pemeriksaan
labolatorium yang spesifik untuk dermatitis atopik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan identifikasi
morfologi yang sering terdapat pada dermatitis atopik dan distribusi lesi. Riwayat personal dan keluarga
atopi juga dapat membantu diagnosis.

Kriteria diagnosis dermatitis atopik dari Hanifin dan Rajka 1


Kriteria mayor ( > 3)
Pruritus
Morfologi dan distribusi khas
dewasa : likenifikasi fleksura
bayi dan anak : lokasi kelainan di daerah muka dan ekstensor
Dermatitis bersifat kronik residif
Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
Kriteria minor ( > 3)
Xerosis
14

Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes simpleks)


Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki
Iktiosis/pertambahan garis di palmar/keatosis pilaris
Pitiriasis alba
Dermatitis di papila mammae
White dermographism dan delayed blanch response
Keilitis
Lipatan Dennie-Morgan daerah infraorbita
Konjungtivitis berulang
Keratokonus
Katarak subskapular anterior
Orbita menjadi gelap
Muka pucat atau eritem
Gatal bila berkeringat
Intoleransi terhadap bahan wol dan pelarut lemak
Aksentuasi perifolikular
Hipersensitifitas terhadap makanan
Perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingkungan dan emosi
Tes kulit alergi tipe dadakan positif
Kadar IgE di dalam serum meningkat
Awitan pada usia dini

Untuk bayi kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu : 1


Tiga kriteria mayor berupa:
Riwayat atopi pada keluarga
Dermatitits di muka atau ekstensor
Pruritus
Ditambah tiga kriteria minor:
15

Xerosis/ iktiosis/ hiperliniaris palmaris


Aksentuasi perifolikular
Fisura belakang telinga
Skuama di skalp kronis

Kriteria William untuk dermatitis atopik 1

Harus ada:
Kulit yang gatal (atau tanda garukan pada anak kecil

II

Ditambah 3 atau lebih tanda berikut


1. Riwayat perubahan kulit/ kering di fosa kubiti, fosa poplitea, bagian anterior
dorsum pedis atau seputar leher ( termasuk kedua pipi pada anak < 10 tahun )
2. Riwayat asma atau hay fever pada anak ( riwayat atopi pada anak < 4 tahun pada
generasi-1 dalam keluarga
3. Riwayat kulit kering sepanjang akhir tahun
4. Dermatitis di fleksural ( pipi, dahi, dan paha bagian lateral pada anak < 4 tahun )
5. Awitan dibawah umur 2 tahun ( tidak dinyatakan pada anak < 4 tahun )

DIAGNOSIS BANDING 1,2,3,4,5,9


1. Dermatitis seboroik
Ditandai erupsi berskuama, salmon colored atau kuning berminyak yang mengenai kulit
kepala, pipi, badan, ekstremitas dan diaper area.
2. Dermatitis kontak
16

Biasanya lesi sesuai dengan tempat kontaktan, lesi berupa popular miliar dan erosif.
3. Dermatitis numularis
Penyakit yang ditandai lesi yang berbentuk koin. Ukuran diameter 1 cm atau lebih,
timbul pada kulit yang kering
4. Psoriasis
Lesi psoriasis berwarna merah dan skuama seperti perak micaceous (seperti mika).
Predileksi psoriasis di permukaan ekstensor, terutama pada siku dan lutut, kulit kepala dan daerah
genital

5. Skabies
Diagnosis ditegakkan dengan adanya riwayat rasa gatal di malam hari, distribusi lesi
yang khas, dengan lesi primer yang patognomonik berupa adanya burrow dan adanya kutu pada
pemeriksaan mikroskopik.
6.

Penyakit Lettere-Siwe
Biasanya teejadi pada tahun pertama dari kehidupan. Pada penyakit ini erupsi kulit
biasanya mulai dengan skuama, eritematosa, seborrhea-like pada kulit kepala, di belakang telinga,
dan pada daerah intertriginosa

7. Acrodermatitis enteropathica
Suatu penyakit herediter yang ditandai dengan lesi vesikulobullous eczematoid di daerah
akral dan periorifisial, kegagalan pertumbuhan, diare, alopesia, kekurangan gizi dan infeksi
kandida.
8. Sindroma Wiskott-Aldrich
Penyakit X-linked resesif, ditemukan pada anak lelaki muda ditandai dengan dermatitis
eksematosa rekalsitrant, disfungsi platelet, trombositopeni, Infeksi pyogenik rekuren dan otitis
media supuratifa.
9. Iktiosis
10. Dermatitis herpetiformis
Penyakit yang menahun dan residif, ruam bersifat polimorfik terutama berupa vesikel,
tersusun berkelompok dan simetrik serta disertai rasa sangat gatal.

17

11. Sindroma Sezary


Ditandai dengan eritema berwarna merah membara yang universial disertai skuama dan
rasa sangat gatal.
12.Sindrom hiper IgE

KOMPLIKASI 2,5

Infeksi sekunder akibat bakteri


Merupakan komplikasi yang paling sering pada dermatitis atopik. Biasanya disebabkan oleh
bakteri kelompok Strptococci B-hemolytic, studi lain mengungkapkan Staphylococcus merupakan
93% penyebab infeksi sekunder pada lesi dermatitis atopik. Infeksi tersebut menyebabkan timbulnya
folikulitis atau impetigo. Pioderma yang berhubungan dengan dermatitis atopik biasanya ditemukan
lesi eritema dengan eksudasi dan krusta, skuama berminyak dan jerawat kecil pada ujungnya.

Infeksi jamur kulit


Adanya gangguan epidermal barrier function, kelembaban dan maserasi mempengaruhi
timbulnya kepekaan terhadap infeksi jamur. Faktor individu dan lingkungan sehari-hari juga
berperanan penting pada timbulnya komplikasi ini, seperti kaus kaki serta olahragawan..
Pytiriosporum ovale akhir-akhir ini dianggap meningkat pada kulit pasien dermatitis atopik
Infeksi virus
Kutil karena virus dan moluscum kontagiosum ditemukan lebih sering pada dermatitis atopik,
sedangkan infeksi herpes simpleks dapat menimbulkan lesi yang menyebar luas. Erupsi Varicelliform
Kaposis adalah komplikasi lain dermatitis atopi, ini disebabkan oleh virus herpes simpleks dan
vaccinia. Kelainan dikenal sebagai Eksim herpetikum atau eksim vaksinatum. Perkembangan erupsi
vesicular yang meningkat pada orang yang atopik dapat menungkatkan kemungkinan terjadinya
erupsi Kaposis variceliform.
Eritroderma
Terjadi pada 4-14% kasus dermatitis atopik. Keadaan tersebut dapat terjadi akibat adanya efek
withdrawl pemakaian kortikosteroid sistemik pada kasus dermatitis atopik berat. Komplikasi ini
cenderung dapat mengancam hidup pasien bila terdapat kegagalan fungsi jantung, sepsis, hipotermi
dan hipoalbuminemia.

18

PENGOBATAN TOPIKAL
-

Hidrasi kulit
Kulit penderita dermatitis atopik kering dan fungsi sawarnya berkurang, mudah retak sehingga
mempermudah masuknya mikroorganisme pathogen, bahan iritan dan allergen. Segera setelah mandi,
daerah kulit yang meradang diberi anti-inflamasi topikal, sedangkan kulit yang lainnya diberi
pelembab. Pelembab yang diberikan misalnya krim hidrofilik urea 10%; dapat pula ditambahkan
hidrokortison 1% di dalamnya. Bila memakai pelembab yang mengandung asam laktat,
konsentrasinya jangan lebih dari 5% karena dapat mengiritasi bial dermatitisnya masih aktif

Penggunaan emolien/ pelembab yang adekuat secara teratur sangat penting untuk
mengatasi kekeringan kulit dan memperbaiki integritas sawar kulit, walaupun tidak ada keluhan
maupun lesi dermatitis atopik. Bermacam emolien dapat dicoba sehingga mendapatkan yang paling
cocok sesuai pilihan, usia dan keadaan kelaianan kulit. Bentuk salep dan krim memberikan fungsi
sawar lebih baik daripada lotion. Bila terlalu berminyak, misalnya salep dapat menyebabkan kulit
menjadi panas dan dapat timbul folikulitis. Emolien dalam bentuk krim lebih dapat diterima, tetapi
krim dan lotion dapat menyebabkan iritasi karena sering mengandung bahan pengawet, pelarut, dan
pewangi. Lotion yang mengandung air dapat lebih mengeringkan karena efek penguapan. Jenis
emolien dapat disesuaikan dengan berbagai waktu atau kegiatan pasien. Lama kerja emolien maksium
6 jam. Penting untuk mengoleskan kembali emolien beberapa kali terutama setelah dicuci dan di
daerah kulit terbuka. 4

Kortikosteroid topikal1,4,6
Kortikosteroid topikal merupakan pengobatan standar untuk mengatasi inflamasi pada
dermatitis karena efektif, mudah digunakan dan ditoleransi pasien, kadang hasilnya lebih baik/lebih
cepat dibandingkan dengan antiinflamasi topikal lainnya. Namun juga harus diwaspadai karena
kortikosteroid yang digunakan berulang dan dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan efek
samping local maupun sistemik. Bila pemilihan dan penggunaan kortikosteroid topikal dilakukan
dengan tepat dan hati-hati, efek samping biasanya dapat dihindari.

Imunomodulator topikal 1,4

Takrolimus

19

Yaitu suatu penghambat calcineurin, dapat diberikan dalam bentuk salep 0,03% (untuk
usia 2-12 tahun) dan 0,1%.(untuk usia 12 tahun keatas) untuk dermatitis atopik derajat sedang
sampai berat. Takrolimus menghambat aktivasi sel yang terlibat dalam dermatitis atopik yaitu sel
langerhans, sel T, sel mast, dan keratinosit. Pada pengobatan jangka panjang dengan salep
takrolimus, koloni staphylococcus aureus menurun. Tidak ditemukan efek samping kecuali rasa
seperti terbakar setempat. Tidak menyebabkan atrofi kulit seperti pada pemakaian kortikosteroid;
dapat digunakan di muka dan kelopak mata.

Pimekrolimus
Dikenal juga dengan ASM 81, suatu senyawa askomisin yaitu imunomodulator golingan
makrolaktam yang pertama ditemukan dari hasil fermentasi Streptomyces hygroscopicus varian
ascomyceticus. Cara kerja sangat mirip siklosporin dan takrolimus yang dihasilkan dari
Streptomyces tsuku-baensis. Derivat askomisin yang digunakan ialah krim SDZ ASM 981
konsentrasi 1%. Obat tersebut dioleskan 2 kali sehari dalam jangka waktu lama secara intermiten.
Pimekrolimus dan takrolimus tidak dianjrkan pada anak kurang dari 2 tahun. Penderita yang
diobati dengan takrolimus dan pimekrolimus dinasehati untuk memakai pelindung matahari
karena ada dugaan bahwa kedua obat tersebut berpotensi menimbulkan kanker kulit.

Preparat Ter 1,4


Preparat ter batubara mempunyai efek anti gatal dan anti-inflamasi, walaupun tidak
sekuat kortikosteroid topikal. Obat ini dapat bermanfaat untuk mengurangi pengunaan
kortikosteroid topikal pada pengobatan jangka lama. Shampo yang mengandung ter dapat
digunakan untuk lesi di scalp. Preparat ter sebaiknya tidak digunakan untuk lesi akut karena dapat
menyebabkan iritasi. Perlu diperhatikan kemungkinan efek sampingnya antara lain folikulitis dan
fotosensitivitas, serta potensi karsinogeniknya. Sediaan dalam bentuk salep hidrofilik, misalnya
yang mengandung likuor karbonis detergen 5% samapai 10% atau crude coal tar 1% sampai 5%.

Antihistamin

pengobatan dermatitis atopik dengan anti-histamin topikal tidak dianjurkan karena


berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi pada kulit. Dilaporkan bahwa aplikasi krim doksepin 5%
dalam jangka pendek (satu minggu), dapat mengurangi gatal tanpa terjadi sensitisasi. Tetapi perlu
diperhatikan, bila dipakai pada area yang luas akan menimbulkan efek samping sedatif.
20

PENGOBATAN SISTEMIK
Kortikosteroid 1,4
Kortikosteroid sistemik jarang sekali digunakan untuk pengobatan dermatitis atopik kronik
karena kemungkinan timbulnya efek samping serta fenomena rebound dan takifilaksis. Obat ini hanya
digunakan untuk mengendalikan eksaserbasi akut, dalam jangka pendek, dan dosis rendah diberikan
berselang-seling, atau diturunkan bertahap, kemudian segera diganti dengan kortikosteroid topikal.
Prednisolon lebih dianjurkan karena lebih cepat diekskresi dari tubuh. Pada anak dan pubertas sedapat
mungkin dihindari karena dapat mengganggu pertumbuhan. Prednison dengan dosis terapi 2 mg/kgBB
cukup bermanfaat. Sebaiknya dilakukan penurunan dosis secara bertahap bila sudah ada perbaikan.

Antihistamin 1,4
Digunakan untuk membantu mengurangi rasa gatal yang hebat, terutama malam hari, sehingga
mengganggu tidur. Oleh karena itu antihistamin yang dipakai ialah yang mempunyai efek sedative,
misalnya hidroksisin atau difenhidramin. Antihistamin nonsedasi dipilih untuk dewasa atau yang bekerja.
Pada kasus yang lebih sulit dapat diberikan doksepin hidroklorid yang mempunyai efek antidepresan dan
memblokade reseptor histamine H1 dan H2, dengan dosis 10 Sampai 75 mg secara oral malam hari pada
orang dewasa.

Anti-infeksi 1,5
Kulit pasien dermatitis atopik biasanya terkolonisasi oleh Staphylococcus aureus yang dapat
menghasilkan eksotoksin yang bersifat sebagai superantigen. Untuk yang belum resisten dapat diberikan
eritromisin, asitromisin atau klaritromisin, sedang untuk yang sudah resisten diberikan diklosasilin,
oksasilin, atau generasi pertama sefalosporin. Bila dicurigai terinfeksi oleh virus herpes simpleks,
kortikosteroid dihentikan sementara dan diberikan asiklovir per oral 400 mg 3 kali per hari selam 10 hari
atau 200 mg 4 kali per hari selama 10 hari. Antijamur dapat diberikan bila ada komplikasi infeksi jamur.

Siklosporin 1,5

21

Siklosporin oral terbukti secara klinis serta dapat memperbaiki kualitas hidup pasien dermatitis
atopik kronik dan refrakter, baik pada anak maupun dewasa. Siklosporin adalah obat imunosupresif kuat
yang terutama bekerja pada sel T akan terikat dengan cyclophilin menjadi satu kompleks yang akan
menghambat calcineurin sehingga transkripsi sitokin ditekan. Tetapi bila pengobatan dihentikan
umumnya penyakitnya akan menjadi kambuh lagi./ efek samping yang mungkin timbul yaitu peningkatan
kreatinin dalam serum atau bahkan terjadi penurunan fungsi ginjal dan hipertensi.

LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama

: An. K

Umur

: 4 thn

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Status

: Belum menikah

Pekerjaan

:-

Anamnesis
Anamnesis dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta pada
tanggal 6 Juli 2015 secara autoanamnesis.
Keluhan Utama:
Gatal di jari-jari kaki sejak 4 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan gatal pada jari kaki kanannya sejak kurang lebih 4 bulan
yang lalu. Keluhan awalnya muncul pada tangan, lipatan paha dan kemudian ke jari-jari kaki.
22

Pada mulanya pasien merasakan gatal dan mulai muncul lentingan berisi cairan berwarna bening,
tidak berbau dan lunak. Beberapa minggu kemudian cairan bening berubah menjadi nanah dan
kemudian pecah lalu menjadi krusta. Menurut pasien, kejadian ini berawal saat pasien menginap
dirumah neneknya, dan tidur dirumah neneknya. Keesokan harinya keluhan gatal-gatal tersebut
muncul. Dan bertambah banyak ketika pasien memakan ikan tuna. Itu merupakan pertama
kalinya pasien memakan ikan tuna. Ketika tidak lagi mengkonsumsi ikan tuna, keluhan sedikit
berkurang. Pasien sudah coba berobat ke UGD RS Koja, mendapatkan obat minum dan salep,
keluhan pada tangan dan lipatan paha membaik namun keluhan pada kaki tidak membaik.
Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien tidak pernah memiliki keluhan seperti ini sebelumnya

Riwayat alergi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:


Ibu pasien ada riwayat asma.
Ayah pasien memiliki riwayat alergi seafood
Status Generalis (6 Juli 2015)
Kesadaran

: Compos mentis

Keadaan umum

: Tampak sakit ringan

Jantung

: Tak ada kelainan

Paru

: Tak ada kelainan

Abdomen

: Tak ada kelainan

Ekstremitas

: Akral hangat, tidak ada edema, tidak ada deformitas.

KGB

: Tak ada kelainan

Status Dermatologis

Distribusi

: Regional, unilateral

Ad Regio

: sela-sela jari kaki

Efloresensi

: eritematosa, berbatas tegas, skuama halus dan krusta.


23

Gambar 1 dan 2
Plak hipopigmentasi di ekstremitas inferior, unilateral, susunan polikistik, ukuran numular,
berbatas tegas, tepi tidak teratur dan tampak krusta (Gambar 1)
Diagnosis Kerja:

Dermatitis atopik

Diagnosis Banding:

Dermatitis seboroik

Psoriasis

Pemeriksaan Penunjang:

Patch test/ skin prick test

Histopatologi

Tata Laksana :
1. Non-medikamentosa (umum)
Jaga hygiene, mandi air bersih (jangan air hangat)
Sabun non-iritan dan ada pelembab
Edukasi kekambuhan
24

Mencegah kulit kering


Menghindari trauma (lecet karena digaruk)
2. Medikamentosa
a. Sistemik
Antihistamin: Hidroksisin atau difenhidramin 10 mg
b. Topikal
Kompres larutan garam faal 1:1.000
Kortikosteroid topikal (Setelah mendapatkan kortikosteroid sistemik, dan
membaik)

Prognosis
Ad vitam

: bonam

Ad fungsionam

: bonam

Ad sanationam

: bonam

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Sularsito, Sri Adi, dan Djuanda, Suria: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi
Kelima.FKUI. Jakarta, 2007, hal: 138-147
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI: Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta, 1985,
hal: 234-236
3. Mansjoer, Arif, dan Suprohaita: Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga. FKUI. Jakarta,
2000, hal: 90-91
4. Baratawijaya, K.G. 2010. Imunologi Dasar. Jakarta: FK UI
5. Djuanda, A. 2010. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: FK UI
6. Fitzpatricks. Sixth Edition. Color Atlas and Synopsis Of Clinical Dermatology. New
York: Mc Graw Hill.
7. Moro, et al. 2006. Probiotic Oligosaccarides Reduces The Incidences Of Atopic
Dermatitis During The First Sixt Mounth Of Ages. Arch Dis Child 2006;91:814-8
8. Piliang, M. 2012. Dermatitis Atopic. Disease Management Project. Diunduh pada tanggal
9

Maret

2013

dari

http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/dermatology/ato
pic-dermatitis/
9. Siregar, R.S, 2003. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC
26

Anda mungkin juga menyukai