Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat dan
karunia-Nya sehingga referat Ilmu Penyakit Saraf tentang Dampak Neurologis Pada
Penyakit Fenilketonuria ini dapat selesai. Referat ini dibuat sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan tugas kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf di RS. Panti Wilasa Dr.
Cipto Semarang.
Penulis menyadari ada banyak pihak yang turut mendukung pembuatan referat
ini. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
dosen pembimbing dr. Hexanto Sp.S yang telah membimbing saya selama kepaniteraan
di RS Panti Wilasa Dr.Cipto dalam pembuatan referat ini.
Penulis sadar referat ini jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak dan setiap pembaca pada umumnya. Terimakasih.

Semarang, 31 Januari 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... 1
DAFTAR ISI...................................................................................................... 2
BAB I.............................................................................................................. 3
PENDAHULUAN............................................................................................... 3
Latar Belakang................................................................................................ 3
BAB II............................................................................................................. 4
PEMBAHASAN................................................................................................. 4
BAB III.......................................................................................................... 14
PENUTUP...................................................................................................... 14
Kesimpulan.................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 15

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Enzim adalah biokatalisator organik yang dihasilkan organisme hidup di
dalam protoplasma, yang terdiri atas protein atau suatu senyawa yang berikatan
dengan protein. Enzim mempunyai dua fungsi pokok yaitu mempercepat atau
memperlambat reaksi kimia tanpa ikut bereaksi pula dan mengatur sejumlah
reaksi yang berbeda-beda dalam waktu yang sama. Keberadaan enzim dalam
tubuh mahkluk hidup sangat penting

karena memegang peranan sebagai

biokatalisator yang mengendalikan berbagai reaksi seperti pernapasan (respirasi),


pertumbuhan dan perkembangan, fotosintesis, kontraksi otot, fiksasi, pencernaan,
dan nitrogen.
Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh
sel.Enzim sangat penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme
dikatalis oleh enzim. Jika tidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka
reaksi metabolisme sel akan terhambat hingga pertumbuhan sel juga terganggu.
Maka ketika kekurangan dan kelebihan enzim serta aktivitas enzim yang
terganggu dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Salah satu contoh
penyakitnya adalah Phenylketonuria. Phenylketonuria (PKU) adalah gangguan
genetik yang ditandai oleh kekurangan ataumasalah dengan aktivitas spesifik dari
enzim fenilalanin hidroksilase (PAH), yang diperlukanuntuk memetabolisme
phenylalanin asam amino pada asam amino tirosin. Jika tidak diobati,
phenylalanine menumpuk dan dapat mengakibatkan masalah-masalah neurologis,
termasuk keterbelakangan mental dan kejang.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
(PKU) merupakan gangguan dari metabolisme asam amino aromatik dimana
fenilalanin tidak dapat dirubah menjadi tirosin.1 Fenilalanin merupakan asam amino
esensial. Defisiensi enzim fenilalanin hidroksilase (PAH) atau kofaktornya
tetrahidrobiopterin menyebabkan akumulasi fenilalanin dalam cairan tubuh.
Terdapat beberapa bentuk hiperfenilalanin yang berbeda secara klinis dan
biokimia.2,7
Penyakit herediter berupa defisiensi enzim fenilalanin hidroksilase. Suatu
gangguan yang diturunkan secara resesif dalam oksidasi fenilalanintirosin dengan
cirri ekskresi asam fenilpiruvat, defisiensi mental, kejang epileptic, dan pigmentasi
ringan. Pada penderita phenylketonuria terdapat gangguan keaktifan enzim
fenilalanin hidroksilase. Dengan demikian terdapat gangguan dalam metabolism
fenilalanintirosin dan lambat laun terdapat akumulasi dari fenilalanin dari diet yang
setelah beberapa minggu dapat mencapai kira-kira 30 kali kadar darah normal.
Kemudian melalui transminasi fenilalalin tersebut disalurkan menjadi fenilpiruvat
yang mudah diekskresikan.
Fenilalanin adalah suatu asam amino penting dan banyak terdapat pada
makanan, biasa disingkat dengan Phe atau F, yang bersama-sama dengan asam
amino tirosin (Tyr, Y) dan triptofan (Trp, W) merupakan kelompok asam amino
aromatik yang memiliki cincin benzena. Fenilalanin bersama-sama dengan taurin
dan triptofan merupakan senyawa yang berfungsi sebagai penghantar atau
penyampai pesan (neurotransmitter) pada sistem saraf otak. Dalam keadaan normal,
fenilalanin diubah menjadi tirosin dan dibuang dari tubuh.
Tyrosine dan Tryptophan merupakan dua jenis asam amino yang memiliki peran
penting untuk mendukung perkembangan otak yang optimal. Tyrosine adalah asam
amino penting yang meningkatkan fungsi otak untuk menyerap informasi
sedangkan Tryptophan adalah asam amino penting yang meningkatkan fungsi otak
untuk memproses informasi dalam otak. Tyrosine adalah asam amino yang
membentuk neutrotransmiter cathecolamine, yang berfungsi untuk menimbulkan
keadaan terjaga, sementara Tryptophan merupakan senyawa yang kemudian
terbentuk menjadi serotonin dan melatonin yang berfungsi untuk meningkatkan
kualitas tidur. Saat terjaga terjadi perkembangan otak melalui stimulasi exogenous,
4

sedangkan waktu tidur yang cukup akan meningkatkan perkembangan otak melalui
stimulasi endogenous dan konsolidasi memori.
Di dalam tubuh tirosin akan disintesa menjadi 2 penghantar saraf yang penting
yang berperan pada berkembangnya penyakit parkinson dan juga hilangnya
keinginan melakukan hubungan seksual pada usia lanjut
Kadar fenilalanin yang tinggi dalam cairan tubuh menghambat transport asam
amino ke dalam sel, sehingga dengan demikian terdapat kekurangan serebrosid
dalam otak yang menyolok. Perubahan ini akan menyebabkan gangguan mental.
Pada umur enam bulan terdapat penghambatan dalam perkembangan mental,
kejang, serta kelainan saraf lainnya berupa gejala ekstrapiramidal. Gangguan
pembentukan melanin oleh enzim tirosinase akan mengakibatkan berkurangnya
pembentukan pigmen pada rambut, mata, dan kulit.
2.

Epidemiologi
Penyakit ini merupakan penyakit yang diwariskan dan pengaturan diet makanan

tertentu efektif dalam mencegah retardasi mental. Di Amerika dan dibeberapa


negara lain, PKU dideteksi dengan skrining rutin terhadap bayi baru lahir, dan
penderita yang telah diterapi dengan baik memiliki intelegensi yang baik dan
kehidupan yang normal.3
Prevalensi di Amerika Serikat sekitar 4 kasus setiap 100.000 penduduk, dan
insiden 350 kasus per 1 juta kelahiran. Insiden tinggi dilaporkan di Turki yaitu
sekitar 1 kasus setiap 2600 kelahiran, dan insiden yang rendah dilaporkan di
Finlandia yaitu kurang dari 1/100.000 dan Jepang 1/125.000.3 Sedangkan di
Indonesia sendiri datanya masih belum jelas. Predileksi jenis kelamin anak yang
menderita PKU belum diketahui. Di Amerika Serikat, PKU lebih banyak diderita
oleh kulit putih, sementara di dunia umumnya di derita oleh kulit putih dan Asia.3
3. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh adanya mutasi pada gen enzim phenylalanine
Hydroxylase (PAH) yang terletak pada lengan kromosom 12q. Phenylketonuria
terjadi akibat mutasi G ke A pada intron 12 yang menghasilkan hilangnya ekson 12.
Seperti kita ketahui, mutasi itu dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti radiasi,
oksigen radikal yang sangat reaktif, dan lain-lain. Phenylketonuria merupakan
5

penyakit yang diturunkan kedua orang tua melalui alel resesif autosomal. PP
merupakan gen untuk orang normal, Pp merupakan gen untuk karier, sedangkan
penderita phenylketonuria memiliki gen pp. Pada karier (Pp), fenotip tampak
normal, namun IQ pada karier biasanya lebih rendah dibandingkan orang normal.
Begitu juga dengan kadar fenilalanin dalam tubuh. Karier memiliki kadar
phenylalanine lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal sehingga karier
phenylketonuria otomatis memiliki kadar tirosin dibawah orang normal. Hal ini pun
berpengaruh pada pembentukan melanin. Namun, hipopigmentasi yang terjadi pada
karier tidak se-ekstrem penderita bahkan pada fenotip sering tidak terlihat.

Gambar 1. Mutasi lengan kromosom 12q

4. Patofisologi
Fenilalanin merupakan asam amino esesial yang yang dimetabolisme di hati
oleh

enzim

fenilalanin

hidroksilase

(PAH)

menjadi

tirosin.Enzim

PAH

membutuhkan tetrahidrobiopterin (BH4) sebagai kofaktor. PKU terjadi karena


kekurangan atau tidak adanya aktivitas PAH sehingga peningkatan kadar fenilalanin
dan rendahnya kadar tirosin. Hal ini mengakibatkan fenilalanin berubah menjadi
fenilpiruvat yang diekskresikan melalui urin.4

Gambar 2. Metabolisme fenilalanin

Fenilketonuria merupakan penyakit metabolik bawaan yang disebabkan


kurangnya enzim fenilalanin hidroksilase. Tidak terbentuknya enzim fenilalanin
hidroxilase disebabkan oleh kelainan pada gen yang mengatur pembentukan
enzim fenilalanin hidroxilase. Dalam fungsinya sehari-hari, enzim fenilalanin
hidroksilase akan mengubah asam amino fenilalanin menjadi tirosin. Bila enzim
tersebut tidak ada atau tidak berfungsi, tentu saja reaksi perubahan tersebut tidak
akan terjadi. Akibatnya, kadar fenilalanin dalam tubuh akan meningkat jauh di
atas normal dan kadar tirosin tentunya menjadi di bawah normal. Kelebihan
fenilalanin mengakibatkan tertimbunnya fenilalanina di dalam darah dan bersifat
toksin terhadap otak. Kondisi ini dapat mengakibatkan keterbelakangan mental
jika tidak segera ditangani pada 3 minggu pertama.5,6
Dalam keadaan normal, fenilalanin diubah menjadi tirosin dan dibuang
dari tubuh. Gangguan dalam proses ini (penyakitnya disebut fenilketonuria atau
fenilalaninemia atau fenilpiruvat oligofrenia, disingkat PKU) menyebabkan
fenilalanin tertimbun dalam darah dan dapat meracuni otak serta menyebabkan
keterbelakangan mental. Penyakit ini diwariskan secara genetik, tubuh tidak
mampu menghasilkan enzim pengolah asam amino fenilalanin, sehingga
menyebabkan kadar fenilalanin yang tinggi di dalam darah yang berbahaya bagi
tubuh.
Pada penderita phenylketonuria, terdapat gangguan keaktifan enzim
phenylalanine hidroksilase (PAH) yang berarti tidak adanya atau defisiensi
enzim tersebut. Bahkan disebabkan oleh defisinsi kofaktornya

yaitu

tetrahidrobiopterin. Tetrahidrobiopterin merupakan suatu senyawa yang mirip

asam folat, sebagai koenzim. Tetrahidrobiopterin berperanan sebagai karier


perantara ekuivalen pereduksi yang akhirnya disuplai oleh NADPH.
Phenylalanine merupakan asam amino esensial. Tubuh mendapatkan
phenylalanine dari asupan makanan yang mengandung protein, misalnya telur,
tempe, dan tahu. Dalam keadaan normal, tiga per empat dari fenilalanin diubah
menjadi tirosin dengan bantuan enzim phenylalanine hidroksilase (PAH) dan
koenzim tetrahidrobiopterin. Sedangkan seperempat bagian fenilalanin lainnya
akan membentuk protein di dalam tubuh. Karena terjadi defifsiensi enzim
phenylalanine hidroksilase dalam tubuh, kadar phenylalanine dalam tubuh pun
meningkat. Hal ini disebabkan karena rantai mayor phenylalanine yang berarti
proses pengubahan phenylalanine menjadi tirosin menjadi terhambat bahkan
terhenti. Penumpukan phenylalanine dalam tubuh dalam kadar yang tinggi
menyebabkan terhambatnya transport asam amino ke dalam sel, sehingga
terdapat kekurangan serebrosid dalam otak yang menyolok sehingga
menyebabkan retardasi mental. Pada ibu hamil, kandungan berlebih
phenylalanine dalam tubuh menyebabkan rusaknya otak dari bayi, selain itu
system urat sarafnya pun tidak sempurna.7
Akibat defisiensi phenylalanine hidroksilase dalam tubuh, terjadi krisis
tirosin. Sekedar mengingatkan, tirosin merupakan asam amino non-esensial, jadi
kita tidak dapat mendapat asupan tirosin dari luar tubuh meskipun terjadi krisis
tirosin. Tirosin erat kaitannya dengan pembentukan epinefrin (adrenalin) dan
melanin. Bila terjadi krisis tirosin dalam tubuh, epinefrin dan melanin menjadi
sukar terbentuk. Kekurangan melanin menyebabkan hipopigmentasi pada bagian
tubuh, seperti rambut seperti rambut jagung, kulitnya bule, dan mata kebirubiruan.Secara fisik, gejala tersebut mirip dengan penderita albino. Namun, pada
penderita albino hipopigmentasi bersifat permanen. Pada phenylketonuria,
hipopigmentasi masih bisa disiasati dengan mengatur kadar phenylalanine yang
masuk ke dalam tubuh. Hilang atau berkurangnya kadar epinefrin (adrenalin)
dalam tubuh menyebabkan berkurangnya respon saraf simpatik. Mengingat
fungsi epinefrin adalah sebagai stimulator kuat system saraf simpatik.8
5. Manifestasi Klinis
Adapun gejala klinisnya yaitu Retardasi mental yang merupakan keadaan yang
dapat dijumpai pada penderita fenilketonuria. Selain itu, keringat dan urin penderita
8

berbau khas keton. Kelebihan fenilalanin memang diubah menjadi fenilketon dan
dikeluarkan melalui urin. Penderita fenilketonuria juga cenderung bermata biru dan
berambut pirang. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kadar tirosin darah yang
mengakibatkan menurunnya produksi dari pigmen melanin. Tanda-tanda yang lain
adalah kejang, mual dan muntah, perilaku agresif atau melukai diri sendiri,
hiperaktif, gejala psikis (kadang-kadang), bau badannya menyerupai tikus (keton)
karena di dalam air kemih dan keringatnya mengandung asam fenil asetat (hasil
pemecahan fenilalanin).
Bayi yang terkena PKU terlihat normal saat lahir.1,2 Retardasi mental dapat
berkembang secara bertahap dan mungkin tidak nyata selama beberapa bulan.
Diperkirakan bahwa bayi yang tidak ditangani akan mengalami penurunan IQ pada
akhir umur tahun pertama. Retardasi mental yang terjadi biasanya berat dan
kebanyakan penderita membutuhkan perawatan.2 Muntah, merupakan gejala awal
yang kadang-kadang cukup parah sehingga terjadi salah diagnosis sebagai stenosis
pylorus.1,2 Anak-anak yang lebih tua yang tidak diobati menjadi hiperaktif dengan
gerakan-gerakan tanpa tujuan, bergetar ritmik dan atetosis.2
Pada pemeriksaan fisik, bayi dengan PKU lebih pirang daripada saudara
kandungnya yang tidak terkena; mempunyai kulit lebih pirang dan bermata biru
dijumpai 90% dari kasus. Beberapa menderita ruam kulit seboroik atau eksematoid,
yang biasanya ringan dan hilang bersamaan dengan pertumbuhan anak.Bau badan
yang tidak biasa dapat terlihat pada masa awal. Bau badan pada anak dengan PKU
dapat dideskripsikan seperti bau apak atau seperti bau tikus.2
Manifestasi neurologi biasanya tidak terlalu menonjol, tetapi sepertiga pasien
mempunyai gejala cerebral palsy. Dijumpai spastic, hipertonik, dan peningkatan
reflek tendon dalam.1 Sekitar seperempat anak mendapat serangan kejang, dan lebih
dari 50% mempunyai ketidaknormalan elektroensefalografi (EEG). Temuan-temuan
lain yang umum tampak pada anak yang tidak diobati adalah mikrosefali, maksila
yang menonjol dengan gigi-gigi yang jarang, hipoplasia email dan retardasi
pertumbuhan.2
Pada saat lahir, bayi dengan PKU secara klinis normal, dan uji urinnya untuk
asam fenilpiruvat mungkin negatif pada beberapa hari setelah lahir. Oleh karena
diagnosis tergantung pada pengukuran kadar fenilalanin dalam darah, maka metode
pemeriksaan penghambatan bakteri Guthrie digunakan secara luas pada periode
9

bayi baru lahir untuk skrining PKU. Uji ini menggunakan sedikit tetes darah kapiler,
yang diletakkan pada kertas saring. Fenilalanin darah pada anak yang terkena dapat
meningkat hingga kadar yang membuat uji Guthrie positif pada 4 jam setelah lahir,
tanpa adanya konsumsi protein. Namun, direkomendasikan bahwa darah yang
digunakan untuk skrining diambil setelah umur 48-72 jam dan lebih baik setelah
mengkonsumsi protein untuk mengurangi kemungkinan hasil negative palsu. Jika
uji ini menunjukkan adanya kenaikan kadar fenilalanin, maka kadar fenilalanin dan
tirosin dalam plasma harus diukur.2
Pemeriksaan fisik dapat dijumpai kelainan pada kulit, yaitu3:

Kulit dan rambut terlihat pucat


Ruam (termasuk dermatitis atopi)
Sensitif terhadap cahaya
Peningkatan insiden infeksi piogenik
Peningkatan insiden keratosis pilaris
Berkurangnya tahi lalat
Skleroderma
Rambut rontok

Manifestasi lain yang dapat dijumpai pada pasien yang tidak diterapi3 :

Disabilitas intelektual
Bau badan apek/bau tikus
Epilepsi (50%)
Manifestasi ekstrapiramidal (mis. parkinsonisme)
Abnormalitas pada mata (mis. hipopigmentasi)

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan PKU dapat dilakukan dengan,
skrining yang dilakukan pada bayi baru lahir yaitu dengan kartu kertas filter,
pemeriksaan plasma ditemukan fenilalanin meningkat, tirosin normal sampai
meneurun dan pada pemeriksaan urin ditemukan.
7. Diagnosis
Kriteria diagnosis PKU klasik adalah:
1. Kadar fenilalanin plasma diatas 20 mg/dL (1200 mol/L)
2. Kadar tirosin plasma normal
3. Meningkatnya kadar metabolit fenilalanin urin (asam fenilpiruvat dan ohidroksifenilasetat)
4. Kadar kofaktor tetrahidrobiopterin normal
10

8. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah menurunkan fenilalanin dan metabolitnya dalam tubuh
untuk mencegah atau meminimalkan kerusakan otak. 2,4 Hal ini dapat dicapai dengan
diet rendah fenilalanin. Pemberian diet rendah fenilalanin membutuhkan
pengawasan nutrisi yang ketat dan sering dilakukan pemantauan kadar fenilananin
serum. Kadar optimum yang harus dipertahankan antara 3 15 mg/dL (0,8-0,9
mM).2 Kadar fenilalanin dibawah 120mol/L atau diatas 300 mol/L berhubungan
dangan penurunan IQ.7 Karena fenilalanin tidak disintesis didalam tubuh, diet ketat
berlebihan terutama pada anak yang cepat masa pertumbuhannya, dapat
menyebabkan defisiensi fenialanin dengan manifestasi letargi, anoreksia, anemia,
ruam, diare dan bahkan kematian. Penanganan diet harus dimulai segera setelah
lahir jika diagnosis sudah ditegakkan.2 Dalam banyak kasus pengobatan bergantung
pengurangan asupan fenilalanin dengan membatasi protein natural seperti daging,
keju, ikan, kacang-kacangan, roti, kentang, jagung dan susu (seiris roti atau
sejumlah kecil kentang goring mengandung sekitar 120-150mg fenilalanin).2,4
Diet semi-sintetik terdiri dari4 :

Makanan yang kadar fenilalanin rendah tidak dibatasi asupannya seperti sayuran

dan buah-buahan.
Makanan dengan kadar fenilalanin sedang

seperti brokoli, kentang, harus

dihitung menggunakan sistem penukar. Di Inggris 1=50mg fenilalanin yaitu

sekitar 1 gr protein.
Asam amino bebas fenilalanin dapat digabungkan untuk melengkapi kebutuhan

asupan total protein.


Vitamin, mineral dan trace element4
Aspartam harus dihindari karena mengandung kadar fenilalanin yang tinggi.2,4

Aspartam merupakan pemanis sintetik yang terdapat pada makanan, minuman dan
obat-obatan. Pada minuman kaleng ukuran 12-oz terkandung fenilalanin sekitar 105
mg.2 Bayi dengan PKU membutuhkan fenilalanin 40-60mg/kgBB/hari untuk
menjaga pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Makanan/susu formula bayi
yang bebas fenilalanin kini telah tersedia, yang mengandung asam lemak asensial.
Pemberian ASI dibolehkan bahkan pada bayi dengan PKU berat dengan syarat ibu
11

membatasi asupan fenilalanin selama masa menyusui.2,4 Diet pasien dengan PKU
harus dibawah pengawasan spesialis.4 Anak yang lebih besar dan dewasa dengan
PKU toleransi dengan asupan fenilalanin 200-400mg/hari.2
Durasi dari terapi diet masih kontroversial. Meskipun kontrol diet yang ketat
dapat diperlonggar setelah umur 6 tahun, beberapa bentuk pembatasan dalam diet
fenilalanin penting untuk diterapkan tanpa ada batas waktunya.2
Kecukupan nutrisi pada diet PKU harus dipantau secara teratur oleh
spesialis.Defisiensi vitamin B12 sering dijumpai selain besi, selenium dan
calcium.Densitas

mineral

tulang

biasanya

lebih

rendah

daripada

orang

normal.Kadar asam lemak tak jenuh pada anak dengan PKU yang mengikuti diet
biasanya lebih rendah di dalam darah dan plasma. Hal ini mungkin karena
rendahnya asupan protein hewani.4
Beberapa pasien tidak dapat membatasi secara ketat asupan fenilalanin
sepanjang hidupnya, oleh karena itu adanya beberapa alternatif pengobatan PKU,
yaitu :
1. Terapi enzim pengganti
Terapi ini masih diperdebatkan.Terapi ini dengan mengkonsumsi sejumlah besar
asam amino netral. Hal ini membuat terhambatnya fenilalanin masuk ke dalam
otak karena asam amino netral berkompetisi masuk ke dalam sawar darah otak
dan menimbulkan kadar fenilalanin di dalam plasma menjadi rendah.3,5
2. Terapi sapropterin
Beberapa pasien dengan PKU mengalami penurunan kadar fenilalanin setelah
mengkonsumsi sapropterin, yaitu kofaktor tetrahidrobiopterin (BH4), yang saat
ini tersedia secara komersialdan disetujui oleh FDA.3,6
3. Terapi gen
Hasil yang menjanjikan dari eksperimen menggunakan recombinant adenoassociated virus vector dimana koreksi jangka panjang tanpa efek samping
yangtelah dilaporkan pada tikus dengan PKU. Belum dilakukan studi ini pada
manusia.4
4. Transplantasi hati
Prosedur ini efektif menghasilkan aktivitas fenilalanin hidroksilase pada anak
dengan PKU yang membutuhkan transplantasi hati.4

12

13

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Fenilketonuria merupakan penyakit metabolik bawaan yang disebabkan
kurangnya enzim fenilalanin hidroksilase. Dimana penderita tidak dapat
memetabolisme amino esensial fenilalanin secara baik menjadi asam amino non
esensial tirosin.
Cara penyembuhan fenilketonuria yaitu dilaksanakan dengan memberi diet
tertentu, yaitu protein diganti dengan campuran asam amino yang mengandung
fenilalanin dalam jumlah yang rendah. Pembatasan asupan fenilalanin sebaiknya
dilakukan sepanjang hidup penderita.

DAFTAR PUSTAKA

14

1. Iraj R. Penyakit-penyakit metabolik. Dalam Behram RE, Kleigman RM.


Penyunting. Nelson textbook of Pediatrics. Edisi-15. Philadelphia: WB.
Saunders Company, 2000. Bagian X, Bab : 70.
2. Robert D. Phenylketonuria. Medscape

Reference.

diunduh

dari

http://emedicine.com. Diakses Januari 2015.


3. Maureen A.C. Phenylketonuria. Symposium : inborn error metabolism,
Paediatrics and child health 21:2, Elsevier 2010.
4. Kim W., Erlandsen H. Trend in Enzyme Therapy for Phenylketonuria.
Molecular Therapy vol.10. The American Society of Gene Therapy. August
2004.
5. Harding C. New Era in treatment for phenylketonuria:Pharmacologic therapy
with sapropterin dihydrochloride. Biologics : Targets & Therapy. Devopress.
2010:231-6.
6. Vishwanath M. Nutritional Aspect of Genetic Disease. Dalam : Introduction to
clinical nutrition. Edisi ke-2. New York: Marcel Dekker, Inc., 2003:285-7.
7. Rd, Cnr Hawkesbury and Hainsworth St, Westmead. 2000. Information For
Parents/carers Phenylketonuria - (PKU). Wentworthville NSW.
8. Shiman, Ross., et al.1990. Mechanism of Phenylalanine Regulation of
Phenylalanine Hydroxylase. The Journal Of Biological Chemistry. The
Pennsylvania State University: Hershey.
9. Song, Fang., et al. 2005. Phenylketonuria Mutations in Northern China.
Molecular Genetics and Metabolism. Peking University: Beijing.

15

Anda mungkin juga menyukai