Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering
diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign
prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat
hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperplasia prostat
benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini
akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun.
Reseksi
kelenjar
prostat
(TURP)
dilakukan
transuretra
dengan
mempergunakan cairan pembilas agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan
tidak tertutup oleh darah. Cairan yang digunakan adalah berupa larutan non ionic,
yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan
yang sering dipakai dan harganya cukup murah yaitu H2O steril (aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga
cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang
terbuka pada saat reseksi. Kelebihan H2O dapat menyebabkan terjadinya
hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma
TURP. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran
somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera
diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh ke dalam koma
dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini adalah sebesar 0,99%.
Selain itu, penyulit saat operasi meliputi perdarahan, sindroma TURP, dan
perforasi. Penyulit pasca bedah dini meliputi perdarahan dan infeksi lokal atau
sistemik. Penyulit pasca bedah lanjut meliputi inkontinensia urin, disfungsi ereksi,
ejakulasi retrograd, dan striktura uretra.
B. ANESTESI
Anestesi (pembiusan;
berasal
dari bahasa
Yunani an-tidak,
tanpa
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi
digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Srpada tahun 1846.
Ada tiga kategori utama anestesi yaitu anestesi umum, anestesi regional
dan anestesi lokal. Masing-masing memiliki bentuk dan kegunaan. Seorang ahli
anestesi akan menentukan jenis anestesi yang menurutnya terbaik dengan
mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari masing-masing tindakannya
tersebut.
Regional anestesi terbagi atas spinal anestesi, epidural anestesi dan blok
perifer. Spinal & anestesi epidural ini telah secara luas digunakan di ortopedi,
obstetri dan anggota tubuh bagian bawah operasi abdomen bagian bawah. Spinal
anestesi, diperkenalkan oleh Bier Agustus 1898, adalah teknik regional pertama
utama dalam praktek klinis.
1. ANESTESI SPINAL
Definisi
Spinal anestesi adalah pemberian obat anestetik lokal dengan cara
menyuntikkan ke dalam ruang subarakhnoid. Teknik tersebut dinilai cukup
efektif dan mudah dikerjakan (Latief et al., 2008). Spinal anestesi/ Subarachnoid block (SAB) diperkenalkan oleh August Bier pada tahun 1898,
teknik ini telah digunakan untuk anestesi, terutama untuk operasi pada daerah
bawah umbilicus. Kelebihan utama teknik ini adalah kemudahan dalam
tindakan, peralatan yang minimal, memiliki efek minimal pada biokimia
darah, menjaga level optimal dari analisa gas darah, pasien tetap sadar selama
operasi dan menjaga jalan nafas, serta membutuhkan penanganan post
operatif dan analgesia yang minimal (Edlin, 2010). Spinal anestesi dilakukan
di bawah lumbal 1 pada orang dewasa dan lumbal 3 pada anak-anak dengan
menghindari trauma pada medulla spinalis (Morgan et al., 2005).
Indikasi
1 Bedah ekstremitas bawah
2 Bedah panggul
3 Tindakan sekitar rektum-perineum
4 Bedah obstetri ginekologi
5 Bedah urologi
6 Bedah abdomen bawah
7 Bedah abdomen atas dan pediatri (dikombinasikan dengan anestesi
umum ringan)
Kontra indikasi absolut
1 Pasien menolak
2 Infeksi pada tempat suntikan
3 Hipovolemia berat; syok
4 Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
5 Tekanan intrakranial meninggi
6 Fasilitas resusitasi minimal
7 Kurang pengalaman atau tanpa didampingi konsultan anestesia
c Kontra indikasi relatif
1 Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)
2 Infeksi sekitar tempat suntikan
3 Kelainan neurologis
4 Kelainan psikis
5 Bedah lama
6 Penyakit jantung
7 Hipovolemia ringan
8 Nyeri punggung kronis
Peralatan dan Teknik
b
c
d
baik.
Faktor-Faktor yang Berpengaruh
yang
mempengaruhi
penyebaran
anestetik
dan
faktor
yang
tindakan operasi.
f. Memberikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tidak menimbulkan ESO yang
berlangsung lama.
Kontraindikasi mutlak dilakukan anestesi umum yaitu dekompresi kordis
derajat III IV, AV blok derajat II total (tidak ada gelombang P). Kontraindikasi
Relatif berupa hipertensi berat/tak terkontrol (diastolik >110), DM tak terkontrol,
infeksi akut, sepsis, GNA.
5
lidocaine) ke dalam kandung kemih dan lobus lateral dari prostat untuk memblok
pleksus saraf hipogastrik inferior kemudian dengan injeksi anestesi lokal
transuretral ke dalam glandula di sekitar uretra prostatikus. Dengan tipe anestesi
ini, dokter bedah dapat memindahkan sejumlah kecil dari jaringan prostat dengan
ketidaknyamanan pasien yang seminimal mungkin. Meskipun penulis melaporkan
bahwa teknik ini sulit dilaksanakan dalam skala besar, mereka meyakini bahwa
teknik ini dapat berguna pada pasien dengan resiko tinggi yang tidak dapat
ditoleransi dengan anestesi umum maupun spinal.
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. K.D
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 71 tahun
Berat Badan
: 57kg
Tinggi Badan
: 155 cm
Agama
: Islam
Alamat
: Bener, Ngrampal Sragen
No. RM
: 273658
Diagnosis
: BPH
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan tanggal 2 Januari 2013, pukul 15.30. Informasi
diberikan oleh pasien dan anaknya.
a. Keluhan utama
: Sulit buang air kecil
b. Riwayat penyakit sekarang
:
: E4V5M6 = 15
Vital Sign
: Tekanan darah
: 150/80 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Suhu
: 36,8C
Pernafasan
: 18 x/menit
Status Generalis
a. Kulit :
c. Mata :
: Trakea teraba di
Pemeriksaan Thorax
1) Jantung
a)Inspeksi
b)
c)
Palpasi
Perkusi :
i.
ii.
iii.
iv.
d)
:
:
Paru
a) Inspeksi
fremitus
Pemeriksaan Abdomen
a) Inspeksi
suara
Timpani
10
d) Palpasi :
k.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pemeriksaan
31-12-2012
Nilai normal
Hematologi
Hemoglobin
12,3
12,0-16,0 g/dL
Leukosit
7.490
4800-10800/L
Hematokrit
32,4
37-47%
6
Eritrosit
4,56x10
4,2-5,4x106/
Trombosit
254000
150000-450000/L
MCV
77,7
79,0-99,0 fl
MCH
31,1
27,0-31,0 pg
MCHC
40,0
33,0-37,0 %
RDW
11.5
11,5-14,5 %
MPV
5.07
7,2-11,1 fl
CT
2.00
1-3 menit
BT
2.30
1-6 menit
Gol. Darah
A
Kimia Klinik
SGOT
15
< 37 U/L
SGPT
8
< 42 U/L
Ureum
24,9
10-50 mg/dL
Creatinin
0,66
0,60-1,00 mg/dL
GDS
135
200 mg/dL
Seroimmunologi
HBsAg
Negatif
Negatif
Pemeriksaan EKG
Suspect OMI antero septal
Pemeriksaan Foto Polos Abdomen
Tak tampak kelainan pada cavum abdomen dan cavum pelvis,
spondilosis lumbalis.
Pemeriksaan foto thorax
11
E. KESAN ANESTESI
Laki-laki 71 tahun menderita BPH dengan ASA II
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yaitu :
a. IVFD RL 20 tpm
b. Pro TURP
c. Informed Consent Operasi
d. Konsul ke Bagian Anestesi
e. Informed Conset Pembiusan
Dilakukan operasi dengan spinal anestesi dgn status ASA II
G. KESIMPULAN
ACC ASA II
H. LAPORAN ANESTESI
1. Diagnosis Pra Bedah
BPH
2. Diagnosis Pasca Bedah
BPH
3. Penatalaksanaan Preoperasi
a Infus Koloid 500 cc
4. Penatalaksanaan Anestesi
a. Jenis Pembedahan
b. Jenis Anestesi
c. Teknik Anestesi
d. Mulai Anestesi
e. Mulai Operasi
f. Premedikasi
g. Induksi
h. Medikasi tambahan
.i. Maintanance
j. Relaksasi
k. Respirasi
l. Posisi
: TURP
: Regional Anestesi
: Spinal Anestesi
: 3 Januari 2013, pukul 10.10 WIB
: 3 Januari 2013, pukul 10. 15 WIB
: Kliran 8 mg
: Bucain Spinal 15 mg
: Ketorolac 30 mg
: O2
:: Spontan
: Litotomi
n . Selesai operasi
o. Perdarahan
p. Lama pembedahan
: 10.35 WIB
: +- 50 cc
: 20 menit
Pasien, An. SP, 14 tahun datang ke ruang operasi untuk menjalani operasi
tonsilektomi dengan diagnosis pre operatif tonsilitis kronis yang dilakukan pada
tanggal 25 April 2013 pada pukul 09:20.
tanggal 24 April 2013. Dari anamnesis terdapat keluhan nyeri tenggorokan yang
kambuh-kambuhan dirasakan sejak 3 bulan terakhir dan bertambah berat sejak 3
hari yang lalu. Karena sering kambuh, dokter menganjurkan untuk dilakukan
operasi tonsilektomi. Pemeriksaan fisik dari tanda vital didapatkan tekanan darah
120/80 mmHg; nadi 82x/menit; respirasi 18x/menit; suhu 36,8OC. Dari
pemeriksaan laboratorium hematologi yang dilakukan tanggal 24 April 2013
dengan hasil: Hb 11,6 g/dl; golongan darah A; AL 6.90 L; ureum 16,9 mg/dl;
kreatinin 0,63 mg/dl; SGOT 17 U/L; SGPT 8 U/L; GDS 79 mg/dL dan HBsAg(-).
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang disimpulkan
bahwa pasien masuk dalam ASA I.
Pemberian maintenance cairan sesuai dengan berat badan pasien yaitu
2cc/kgBB/jam, kebutuhan perjam dari penderita 82 cc/jam. Sebelum dilakukan
operasi pasien dipuasakan selama 6-8 jam. Tujuan
terjadinya aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah pada saat
dilakukannya tindakan anestesi akibat efek samping dari obat- obat anastesi yang
diberikan sehingga refleks laring mengalami penurunan selama anestesia.
Penggantian puasa juga harus dihitung dalam terapi cairan ini yaitu 6 x
maintenance. Sehingga kebutuhan cairan yang harus dipenuhi selama 6 jam ini
adalah 492 cc/6jam.
Operasi Tonsilektomi dilakukan pada tanggal 25 April 2013. Pasien
dikirim dari bangsal anggrek ke ruang IBS. Pasien masuk keruang OK 2 pada
pukul 09.25 dilakukan pemasangan NIBP dan O2 dengan hasil TD 155/71mmHg;
Nadi 71x/menit, dan SpO2 99%. Segera pemberian Infus fima hes, dilakukan
injeksi sulfas atropin 0,25 mg dan fentanyl 50 mg. Pemberian sulfas atropin
13
Karena dilakukan
Pemeberian
injeksi
ketorolac
30mg
diindikasikan
untuk
penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai berat setelah
prosedur pembedahan.
Pada pukul 10.35 WIB, pembedahan selesai dilakukan, dengan
pemantauan akhir TD 150/75mmHg; Nadi 70x/menit, dan SpO 2 99%.
Pembedahan dilakukan selama 20 menit dengan perdarahan +- 50cc.
Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery Room). Selama
di ruang pemulihan, jalan nafas dalam keadaan baik, pernafasan spontan dan
14
BAB III
PEMBAHASAN
1. Preoperatif
Pasien yang akan dioperasi terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang
untuk menentukan ASA. Kondisi pasien yang akan di operasi dalam kasus
15
ini adalah ASA II yaitu pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai
dengan sedang. Sesuai dengan pasien yang dikelola. Penderita didiagnosis
oleh bedah urologi adalah Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Pada
pemeriksaan fisik tidak tampak adanya kelainan. Pemeriksaan penunjang
lainnya seperti foto thorax tak tampak kelainan pada pulmo dan besar cor,
pemeriksaan EKG suspect OMI antero septal dan pemeriksaan USG
terdapat nefrolithiasis dextra dan pembesaran prostat. Dari hasil yang
didapat disiimpukan bahwa pasien masuk dalam kriteria ASA II dan akan
dilakukan operasi TURP. Selanjutnya ditentukan rencana jenis anestesi
yang akan digunakan yaitu regional anestesi. Persiapan yang dilakukan
pada pasien ini sebelum operasi :
a. Informed consent
Informed consent ini meliputi penjelasan mengenai penyakit yang
diderita pasien, tindakan-tindakan yang akan dilakukan, alasan
dilakukannya
tindakan
tersebut,
resiko
dilakukannya
tindakan,
16
c. Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien ini secara umum
baik sehingga memenuhi toleransi operasi. Adapun pemeriksaan
laboratorium pada pasien ini meliputi: pemeriksaan darah lengkap, hitung
jenis, waktu perdarahan, waktu pembekuan, kimia klinik, dan sero
imunologi.
17
anestesi
dihubungkan
umum,
dengan
pada
kontrol
pasien
nyeri
yang
dan
mengalami
penurunan
TURP
kebutuhan
dari
pertimbangan
keadaan
pasien
sendiri.
Pasien
gastrointestinal.
Dosis
dewasa
intravena
yang
18
atau pada akhir operasi. Mual muntah post operatif juga dapat diterapi
dengan pemberian dosis 4 mg, yang dapat diulangi sesuai kebutuhan
setiap 4 8 jam.
Ketika tensi turun pertama kali pasien diberikan terapi cairan
loading fima hes dan ephedrine 10 mg . Ephedrine merupakan
simpatomimetika atau adrenergika, mekanisme kerjanya langsung
terhadap reseptor-reseptor di otot polos dan jantung yang dapat
menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan curah jantung. Cairan
fima hes diberikan untuk meningkatkan jumlah cairan intravaskuler.
Kerja keduanya mampu meningkatkan tekanan darah.
Pada pasien ini digunakan cairan infus Ringer Laktat 500 ml dan
Fima hes 500 ml untuk mengganti defisit cairan puasa sebelum
pembedahan dan kehilangan cairan selama pembedahan. Terapi cairan
durante operasi dijabarkan sebagai berikut :
Usia
: 71 tahun
Berat badan
: 57 kg
Terapi Cairan
Maintenance
Pengganti Puasa (PP)
Stress Operasi
Jam I
Estimated Blood Volume
=
=
2x57= 114 cc
6 x maintenance
6 x 114
=
=
684
6cc/kgBB
=
=
=
=
=
(Sedang)
6cc x 114
684cc
PP + M + SO
342+ 114 + 684
1140 cc
= 65 x BB
= 65 x 57 kg
= 3705cc
19
BAB IV
KESIMPULAN
1. Pada kasus ini, pasien Tn. K.D dengan diagnosis BPH, dilakukan tindakan
TURP.
2. Pasien dilakukan anestesi dengan teknik anestesi spinal menggunakan
bucain spinal 15mg. Sebagai premedikasi diberikan kliran 8 mg sebagai anti
muntah. Ketrolorac 30mg diberikan beberapa menit sebelum pembedahan
selesai untuk memberikan efek analgetik.
20
3. Cairan yang diberikan selama operasi adalah Ringer Laktat sebanyak 200
ml dan fima hes 500ml
4. Laporan anestesi
Pembedahan dilakukan pada 3 Januari 2012, pukul 10.15
Waktu
10.05 WIB
Hasil Pantauan
TD 155/75 mmHg
HR 71x/m
SpO2 99%
10.10 WIB
TD 150/70 mmHg
HR 71x/m
SpO2 99%
10.15 WIB
TD 155/72 mmHg
HR 68x/m
SpO2 99%
TD 149/75 mmHg
HR 70x/m
SpO2 99%
TD 150/75 mmHg
HR 70x/m
SpO2 99%
10.30 WIB
10.35 WIB
Tindakan
Pasien masuk ke ruang OK 5 dan
dilakukan pemasangan NIBP dan
saturasi O2. Infus fima hes
terpasang pada tangan kiri.
Dimasukkan kliran 8 mg iv
Dimulai anestesi dengan RA
(spinal) dengan bucain spinal 20
mg
Dimulai pembedahan
Dimasukkan ketorolac 30 mg,
Asam tranexamat, dan farsix
Selesai pembedahan
5. Lama operasi pada pasien ini adalah 20 menit dengan perdarahan +- 50 cc.
Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery Room). Selama di
ruang pemulihan, jalan nafas dalam keadaan baik, pernafasan spontan dan
adekuat serta kesadaran composmentis.
21
DAFTAR PUSTAKA
Barba M, Leyh H, dan Hartung. New technology in transurethral resection of the
prostate. Curr Opin Urol 10:9-14, 2007.
Besimon H ; Surgery of the Prostat, in Urologic Surgery, Mc Graw-Hill, 2007:
260-266.
Donovan JL, Peters TJ, Neal DE, Brookes ST, Gujral S, Chacko KN, Wright M,
et al. A randomised trial comparing transurethral resection of the prostate,
laser therapy and consevative treatment of men with symptoms associated
with benign prostatic enlargement: The ClasP study. J Urol 164: 65-70,
2007
22
23