Anda di halaman 1dari 12

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI


SISWA KELAS X-G MAN MALANG 1
Tyagita Rochmah Febriani1
Dra. Sunarmi, M.Pd.2
Drs. Sulisetijono, M.Si.3
Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang, 5 Malang
Email: teeatyggi@gmail.com
Abstrak
Hakikat pembelajaran berdasarkan KTSP sangat diharapkan siswa lebih terlibat dalam
proses belajar mengajar, dalam proses belajar guru berperan sebagai fasilitator dan siswa
dituntut untuk lebih aktif peranannya di dalam proses pembelajaran. Hasil wawancara dengan
guru biologi, siswa, serta hasil observasi secara langsung di kelas X-G MAN Malang 1
ditemukan beberapa permasalahan yaitu: metode pembelajaran biologi yang diterapkan
masih teacher centered yang jarang melibatkan siswa aktif menemukan konsep sendiri. Hal
ini mengakibatkan hasil belajar biologi siswa rendah dengan rerata nilai ulangan tengah
semester siswa di bawah KKM yaitu hanya 58 dan siswa mengalami kesulitan untuk
menyelesaikan pertanyaan dengan kognitif tingkat tinggi.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua
siklus, dan masing-masing siklus terdiri dari 3 kali pertemuan. Penelitian ini dilaksanakan
mulai bulan Pebruari 2013 hingga bulan April 2013. Subjek penelitian adalah siswa kelas
X-G MAN Malang 1 yang terdiri dari 34 siswa yang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 21
siswa perempuan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran inkuiri dapat
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan hasil belajar biologi siswa kelas X-G
MAN Malang 1. Pencapaian kemampuan berpikir tingkat tinggi mengalami peningkatan dari
siklus I ke siklus II sebesar 57,01%. Peningkatan hasil belajar siswa ranah afektif dari siklus I
ke siklus II sebesar 36,01%. Peningkatan hasil belajar siswa ranah psikomotor dari siklus I ke
siklus II sebesar 26,92%, sedangkan peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitif dari
siklus I ke siklus II sebesar 87,52%.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan, maka saran dalam penelitian ini adalah
model pembelajaran inkuiri dapat dijadikan alternatif sebagai upaya untuk meningkatakan
kemampuan berpikir tingkat tinggi dan hasil belajar siswa.
.
Kata Kunci: Model pembelajaran inkuiri, hasil belajar

Kurikulum yang berlaku pada tahun ajaran 2012/2013 adalah Kurikulum


Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Mengacu pada Permendiknas No. 22 Tahun
2006 tentang Standar Isi (BSNP, 2006) pelaksanaan KTSP sangat diharapkan
siswa lebih terlibat dalam proses belajar mengajar, dalam proses belajar guru
berperan sebagai fasilitator dan siswa dituntut untuk lebih aktif peranannya di
dalam proses pembelajaran. Pembelajaran dengan pendekatan proses dilaksanakan
dengan melibatkan aktivitas siswa, sedangkan guru hanya berperan sebagai
mediator dan fasilitator dalam pembelajaran. Pemberian pengalaman secara
1

Tyagita Rochmah Febriani adalah mahasiswi Jurusan Biologi angkatan 2009 Universitas Negeri
Malang. Artikel ini diangkat dari skripsi dengan judul yang sama pada program Sarjana
Pendidikan Biologi
2
Dra. Sunarmi, M.Pd adalah Dosen Jurusan Biologi
3
Drs. Sulisetijono, M.Si adalah Dosen Jurusan Biologi

langsung kepada siswa bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa


menemukan dan mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan.
Pembelajaran di sekolah hingga tahun 2013 masih belum mampu
menerapkan prinsip pelaksanaan kurikulum secara maksimal. Pembelajaran di
sekolah kurang menjadikan siswa belajar secara aktif. Siswa belum memperoleh
kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas sesuai dengan rasa
keingintahuannya mengenai suatu materi.
MAN Malang 1 merupakan madrasah yang ditempati peneliti ketika
melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) pada bulan Agustus sampai
dengan bulan Oktober tahun 2012. Selama menjalani PPL, peneliti melakukan
observasi di kelas X-G MAN Malang 1. Berdasarkan hasil observasi, proses
pembelajaran biologi sudah dilaksanakan cukup baik, dengan memberikan
kesempatan pada siswa belajar secara mandiri (student centered) namun siswa
belum sepenuhnya belajar secara aktif, dan efektif. Siswa masih terlihat pasif pada
beberapa kegiatan pembelajaran seperti diskusi dengan tanya jawab dengan guru.
Proses pembelajaran bidang studi biologi yang berlangsung di kelas X-G MAN
Malang 1, siswa terbiasa belajar dengan cara mengerjakan tugas yang telah
diberikan guru pada setiap pertemuan atau yang telah diberikan pada pertemuan
sebelumnya. Tugas tersebut berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) atau merangkum
materi yang telah dipelajari.
Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa kelas X-G MAN Malang 1
yaitu Fikri Yafi Isad setelah mengikuti pembelajaran KD 2.4, sebanyak 75%
siswa mempelajari suatu materi hanya dengan membaca buku paket dan mengerjakan soal pada LKS. Pembelajaran hanya berlangsung dengan mendengarkan
penjelasan guru tanpa adanya kegiatan yang memberikan kesempatan pada siswa
untuk aktif mencari informasi dari suatu materi. Hal tersebut menunjukkan bahwa
siswa belum terbiasa untuk belajar secara inkuiri dengan cara mencari dan
menemukan melalui berpikir sistematis. Hal ini sangat mempengaruhi
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa sebanyak 60% siswa
memiliki masalah mengenai kesulitan belajar yang dialami. Masalah-masalah
yang disampaikan selalu pada masalah kognitif tingkat tinggi yang ditemukan
siswa dari membaca buku yang dimiliki. Siswa juga mengalami kesulitan ketika
menghadapi soal cerita (naratif) yang panjang dengan penjelasan suatu fenomena.
Hal ini menunjukkan bahwa siswa tergolong belum memiliki keterampilan
berpikir tingkat tinggi.
Berdasarkan nilai ujian akhir dari KD 2.4 yaitu mendeskripsikan ciri-ciri
dan jenis-jenis jamur berdasarkan hasil pengamatan, percobaan, dan kajian
literatur serta peranannya bagi kehidupan diketahui bahwa 21 siswa dari 34 siswa
di kelas X-G MAN Malang 1 mendapatkan nilai di bawah KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal) yaitu 75. Nilai pada hasil belajar ranah psikomotor sudah
cukup baik yaitu 70,19 dan ranah afektif hampir 80% siswa sudah memiliki nilai
A. Berdasarakan temuan tersebut, dapat dikatakan bahwa hasil belajar Biologi
siswa di kelas tersebut rendah pada setiap ranahnya.
Menurut hasil wawancara dengan guru mata pelajaran biologi kelas X-G
yaitu Ibu Nur Handayani pada tanggal 1 Pebruari 2013, ketika melaksanakan
proses pembelajaran KD 3.1 dan 3.2 di tahun sebelumnya, model pembelajaran
yang digunakan hanyalah berkutat pada LKS yang diberikan guru dan guru

menyampaikan materi dengan ceramah. Berdasarkan permasalahan yang muncul,


peneliti memilih Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menerapkan model
pembelajaran inkuiri untuk mening-katkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan
hasil belajar siswa.
Model pembelajaran inkuiri memiliki tiga langkah dasar yaitu mengajukan
pertanyaan, merencanakan prosedur, dan memformulasikan hasil. Llewellyn
(2002) menjabarkan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan secara mandiri
mampu meningkatkan kemampuan siswa karena saat siswa memformulasikan
hasil dari pembelajaran yang telah dilakukan, diharapkan siswa menyadari materi
yang belum dipahami dan mengerti alasan materi tersebut belum dipahami, serta
menyadari kesalahan yang dilakukannya dalam proses pengajuan pertanyaan atau
perencanaan prosedur sehingga siswa dapat melakukan evaluasi. Sesuai dengan
pernyataan Parkay dan Stanfold (2006) bahwa pada pembelajaran inkuiri, siswa
diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai pokok persoalan sehingga siswa
menemukan pengetahuan untuk dirinya sendiri. Siswa yang melakukan pembelajaran dengan model ini, melakukan aktivitas berpikir, mengingat, mencari
pemecahan masalah, dan menguji kreativitas.
Penelitian Prajawati (2008) mampu membuktikan bahwa penerapan
strategi pembelajaran diskoveri-inkuiri dapat mencapai ketuntasan belajar siswa
dan meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa kelas X SMA Negeri
10 Malang. Pada penelitian Budiarti (2012) juga terbukti bahwa model
pembelajaran inkuiri terbimbing dan learning cycle mampu meningkatkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi serta hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA
Negeri 1 Turen.
Model pembelajaran inkuiri juga sesuai dengan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar
isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah yaitu bahwa Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu (inquiri) tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya sebagai penguasaan kumpulan pengetahuan
yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prisip-prinsip saja, tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan. Biologi sebagai salah satu bidang IPA juga
harus menggunakan dasar-dasar tersebut dalam pembelajarannya (BSNP, 2006).
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dilakukan penelitian mengenai
penerapan model pembelajaran inkuiri untuk meningkatkan kemampuan berpikir
tingkat tinggi dan hasil belajar biologi siswa kelas X-G MAN Malang 1.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuan
berpikir tingkat tinggi dan hasil belajar biologi siswa kelas X-G MAN Malang 1
melalui penerapan model pembelajaran inkuiri.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
kualitatif dan jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK ini
terdiri dari dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu:
perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan tindakan, dan refleksi.
Siklus I terdiri dari 3 pertemuan, yakni pada pertemuan 1 dan 2 materi yang
diajarkan adalah KD 3.1 mendeskripsikan konsep keanekaragaman gen, jenis,
ekosistem melalui kegiatan pengamatan. Pertemuan 3 siklus I dilaksanakan tes
hasil belajar kognitif akhir siklus. Siklus II terdiri dari 3 pertemuan. Pada 2

pertemuan awal membahasan KD 3.2 mengkomunikasikan keanekaragaman


hayati Indonesia dan usaha pelestarian serta pemanfaatan sumber daya alam dan
pertemuan 3 siklus II dilaksanakan tes hasil belajar kognitif akhir siklus.
Subjek penelitian adalah siswa kelas X-G MAN Malang 1 dengan jumlah
siswa 34 orang yang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 21 siswa perempuan.
Sumber data penelitian ini adalah hasil observasi keterlaksanaan tindakan guru
dan kegiatan siswa selama proses pembelajaran, kemampuan berpikir tingkat
tinggi, dan hasil belajar yang terdiri dari 3 ranah yaitu afektif, psikomotor, dan
kognitif kelas X-G MAN Malang 1. Instrumen penelitian, data, dan sumber data
yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Instrumen penelitian, Data, dan Sumber Data
No

Data

Sumber Data

Instrumen

Keterlaksanaan
pembelajaran inkuiri

Guru model
dan Siswa

Kemampuan berpikir
tingkat tinggi
Hasil belajar siswa

Siswa

Lembar observasi
keterlaksanaan
pembelajaran oleh guru
dan kegiatan siswa
Lembar Kerja Siswa

Siswa

1.
2.

Lembar pengamatan
ranah afektif dan
psikomotor
Tes di setiap akhir
siklus

Teknik
Pengumpulan Data
Obervasi selama
pembelajaran
Melakukan skoring
Observasi selama
pembelajaran dan
melakukan skoring

Sebelum melaksanakan tindakan, peneliti melakukan observasi kelas dan


wawancara dengan guru serta beberapa siswa. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
permasalahan dan kondisi siswa selama kegiatan pembelajaran. Pada tahap pra
tindakan ini, peneliti membuat instrumen penelitian, meliputi:
a) lembar pengamatan keterlaksanaan pembelajaran oleh guru dengan model
pembelajaran inkuiri.
b) lembar pengamatan keterlaksanaan belajar siswa dengan model pembelajaran
inkuiri.
c) lembar catatan lapangan
d) lembar pengamatan ranah afektif.
e) lembar pengamatan ranah psikomotor.
f) rubrik kemampuan berpikir tingkat tinggi
Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah sebagai berikut:
1) Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) materi Keanekaragaman Hayati dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri yang meliputi:
a. Penetapan dan merumuskan rancangan penelitian
b. Penentuan tujuan pembelajaran.
c. Pembuatan skenario pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
inkuiri.
d. Penyiapan bahan ajar.
2) Penyiapan Lembar Kerja Siswa yang berisi langkah pembelajaran inkuiri
dengan topik diskusi, pertanyaan tingkat tinggi dan lembar materi atau
handout.
3) Penetapan kelompok belajar dan daftar nama kelompok.

4) Penyusunan kisi-kisi soal tes akhir siklus I.


5) Penyusunan soal tes awal siklus dan akhir siklus dan kunci jawabannya.
6) Penjelasan pada observer mengenai sintaks model pembelajaran inkuiri yang
terdiri dari 5 tahapan yaitu, (1) siswa melakukan observasi (observing); (2)
siswa mengajukan pertanyaan atau permasalahan (questioning); (3) siswa
mengajukan dugaan (hypothesis); (4) siswa melakukan pengumpulan data
(gathering); (5) siswa menarik kesimpulan (conclusion).
Pelaksanaan pembelajaran setiap siklus terdiri dari 5 sintaks yang dapat
dilihat pada Tabel 2. Kegiatan observasi dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan
diberikan. Kegiatan observasi ini dilakukan untuk menilai kemampuan berpikir
tingkat tinggi dan hasil belajar siswa. Sedangkan kegiatan refleksi dilakukan
sebagai acuan peneliti untuk memperbaiki kelemahan pada siklus I dan
merencanakan pembelajaran pada siklus II.
Data yang diperoleh dalam penelitian berupa data kualitatif dan data
kuantitatif. Proses analisis data kualitatif dimulai dengan menelaah seluruh data
yang terdiri dari berbagai sumber yaitu lembar observasi keterlaksanaan
pembelajaran, dan catatan lapangan. Data penelitian akan dianalisis secara
kualitatif yang meliputi tiga alur, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan.
Tabel 2 Sintaks Pelaksanaan Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran Inkuiri

Kegiatan pembelajaran

Observasi

a)

guru menyampaikan tujuan pembelajaran

b) guru mengeksplor pengertahuan awal siswa


Bertanya (perumusan
masalah)
Mengajukan Hipotesis
Mengumpulkan data
(Mentabulasi, menganalisis)

c)
d)
e)
f)
g)
h)

Penyimpulan

i)
j)
k)

Evaluasi

l)

berdasarkan fenomena
guru memberikan kesempatan siswa menuliskan hal
yang ingin diketahui dari observasi
guru membimbing siswa merumuskan hipotesis
guru menjelaskan prosedur kerja
guru membimbing siswa mengumpulkan data
pengataman
guru membimbing siswa mengklasifikasikan bahan
amatan dengan mentabulasikannya dan menganalisis
alasan pengklasifikasian
guru membimbing siswa menjelaskan konsep
keanekaragaman hayati melalui LKS
guru memberikan penguatan konsep oleh guru
guru membimbing siswa merumuskan kesimpulan
guru member kesempatan siswa merefleksi
pembelajaran
guru meminta siswa menyebutkan contoh konsep
dalam kehidupan sehari-hari

Data kuantitatif terdiri dari data keterlaksanaan pembelajaran, data


kemampuan berpikir tingkat tinggi, dan data hasil belajar afektif, psikomotor, dan
kognitif siswa. Data keterlaksanaan pembelajaran diketahui dengan menghitung
persentase keterlaksanaan pembelajaran yang menggunakan rumus sebagai
berikut:

Kualitas kemampuan berpikir tingkat tinggi diketahui dengan menghitung


persentase kemampuan berpikir tingkat tinggi yang menggunakan rumus sebagai
berikut:
Persentase kemampuan berpikir tingkat tinggi =
jawaban tingkat tinggi x 100%
total soal

Kualitas keterlaksanaan pembelajaran dan pencapaian kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dikonversikan ke dalam tingkat keberhasilan yang
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Tingkat Keberhasilan Aspek Pembelajaran
Rentang persentase
85% - 100%
75% -< 85%
50% -< 75%
0 -< 50%

Tingkat keberhasilan
Berhasil sekali
Berhasil
Cukup berhasil
Tidak berhasil

(Diadaptasi dari Pedoman Pendidikan UM, 2003)


Analisis untuk mengetahui peningkatan hasil belajar bisa ditentukan
dengan ketuntasan belajar siswa secara individual dan klasikal. Kriteria
peningkatan penguasaan materi minimal hasil belajar yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1) ketuntasan individu dapat tercapai apabila siswa mencapai skor > 75.
2) secara klasikal yang dianggap telah tuntas belajar apabila daya serap mencapai
85% dari jumlah siswa yang mencapai nilai ketuntasan minimal yaitu > 75.
Indikator keberhasilan tindakan dapat diketahui dengan membandingkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi dan hasil belajar pada siklus I dan siklus II.
Untuk lebih jelasnya ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Indikator Keberhasilan Tindakan Siklus I dan Siklus II
Eelemen yang diteliti
Siklus I
Siklus II
Kkemampuan
Berpikir KBTT1
KBTT2
Tingkat Tinggi
Hasil belajar
HB1
HB2
Keterangan:
KBTT1 : kemampuan berpikir tingkat tinggi siklus I
KBTT2 : kemampuan berpikir tingkat tinggi siklus II
HB1
: hasil belajar siklus I
HB2
: hasil belajar siklus II

Perbandingan
KBTT2>KBTT1
HB2>HB1

HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini berupa data persentase keterlaksanaan pembelajaran,
data pencapaian kemampuan berpikir tingkat tinggi, dan data hasil belajar ranah
afektif, psikomotor, dan kognitif siklus I dan siklus II. Observasi keterlaksanaan
pembelajaran setiap siklus dilakukan pada setiap tahapan pembelajaran. Tahap
pertama yang merupakan tahap inkuiri yaitu observasi dilakukan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran, menyajikan fenomena menarik. Persentase
keterlaksanaan tahap pada siklus I adalah 87,49% dan pada siklus II adalah 100%.
Tahap kedua merupakan tahap merumuskan masalah. Persentase keterlaksanaan

tahap kedua pada siklus I adalah 74,99% sedangkan pada siklus II adalah 95,83%.
Tahap ketiga merupakan tahap mengajukan hipotesis dan memperkenalkan proses.
Persentase keterlaksanaan tahap pada siklus I adalah 87,49% sedangkan pada
siklus II adalah 95,83%. Tahap keempat merupakan tahap mengumpulkan data
dengan persentase pelaksanaan siklus I dan siklus II sebesar 100%. Tahap kelima
yakni tahap penyimpulan dengan persentase pelaksanaan siklus I dan siklus II
sebesar 100%. Tahap keenam merupakan tahap evaluasi dengan persentase
pelaksanaan siklus I 83,33% dan siklus II sebesar 100%. Tabel peningkatan
keterlaksanaan pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Peningkatan Keterlaksaan Pembelajaran
Keterlaksanaan
Siklus I
Siklus II
pembelajaran
Keterlaksanaan
91,66%
100%
pembelajaran oleh guru
Keterlaksanaan
kegiatan 86,10%
97,22%
belajar siswa
Keterlasanaan Pembelajaran 88,88%
98,61%

Peningkatan

Keterangan

9,09%

Meningkat

14,53%

Meningkat

11%

Meningkat

Berdasarkan hasil observasi kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada


siklus I dan siklus II, maka dapat diketahui peningkatan kemampuan berpikir
tingkat tinggi dari kesesuain jawaban LKS. Data peningkatan kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Peningkatan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa
Soal ke
KBTT
KBTT
Peningkatan
Siklus I
Siklus II
1
41,17%
76,47%
Kesesuaian
2
38,23%
64,70%
Jawaban
3
20,58%
70,58%
Tingkat
4
44,11%
67,64%
Tinggi
5
47,05%
79,41%
6
55,88%
85,29%
7
61,76%
50%
% Kesesuaian Klasikal
44,95%
70,58%
57,01%

Keterangan

Meningkat

Berdasarkan ketuntasan belajar siswa secara individual dan klasikal maka


dapat diketahui terjadi peningkatan hasil belajar afektif, psikomotor, dan kognitif.
Peningkatan hasil belajar afektif siswa dapat dilihat pada Tabel 7, peningkatan
hasil belajar psikomotor siswa dapat dilihat pada Tabel 8, peningkatan hasil
belajar kognitif siswa dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 7 Peningkatan Hasil Belajar Afektif Siswa
Hasil
Aspek Penilaian
Siklus I
Belajar - Perilaku kerjasama dalam
100
Ranah
kelompok praktikum
Afektif
- Ketekunan dalam mengamati
87,25
bahan amatan
- Menghargai pendapat sesama
89,21
anggota kelompok praktikum
- Menanyakan konsep yang belum
75,49
dikuasai

Tabel 7.

Siklus II
100

Peningkatan
tetap

Keterangan
Sempurna

99,01

13,47%

Meningkat

95,09

6,59%

Meningkat

95,09

25,96%

Meningkat

8
Lanjutan Tabel 7.
- Mempertahankan argumen dalam
diskusi dengan menyebutkan fakta
serta konsep yang mendukung
- Memperjelas pendapat dalam
diskusi dengan menyebutkan
fakta-fakta serta konsep yang
mendukung
- Perilaku kerjasama dalam
kelompok diskusi
- Menghargai pendapat sesama
anggota kelompok diskusi
- Kedisiplinan dalam mengerjakan
LKS
Persentase Ketuntasan Belajar Klasikal (%)

78,43

90,19

14,99%

Meningkat

77,45

97,05

25,30%

Meningkat

88,23

89,21

1,11%

Meningkat

86,27

89,21

3,40%

Meningkat

61,76

93,13

50,79%

Meningkat

73,52

100

36,01

Meningkat

Tabel 8 Peningkatan Hasil Belajar Psikomotor Siswa


Aspek Penilaian
Siklus I
- Mengumpulkan bahan amatan
100
- Menggunakan (mengoperasikan) 85,29
peralatan praktikum
- Menjalankan langkah-langkah
83,33
praktikum
- Mendeskrisikan bahan amatan
71,56
- Menggambarkan (membentuk)
53,92
apa yang telah diamati
Hasil
- Menuliskan bagian-bagian yang
85.29
Belajar
telah diamati pada tabel
Ranah
pengamatan
Psiko- Membiasakan diri untuk aktif
91,17
motorik
dalam kegaiatan diskusi
- Kinerja dalam proses
80,39
mengerjakan LKS
- Menggunakan (mengoperasikan) 86,27
alat dan bahan
- Menggambarkan (membentuk)
75, 49
apa yang telah diamati
- Membiasakan diri untuk aktif
68,62
dalam kegaiatan diskusi
Persentase Ketuntasan Belajar Klasikal(%) 76,47

Siklus II
100
98,03

Peningkatan
14,93%

Keterangan
sempurna
Meningkat

96,07

15,28%

Meningkat

100
93,13

39,74%
72,71%

Meningkat
Meningkat

98,03

14,93%

Meningkat

92,15

1,07%

Meningkat

92,15

14,62%

Meningkat

86,27

tetap

90,19

19,47%

Meningkat

81,37

18,58%

Meningkat

97,06

26,92%

Meningkat

Tabel 9 Peningkatan Hasil Belajar Kognitif Siswa


Hasil Belajar
Sebelum
Siklus I
Siklus II
Kognitif
Tindakan
Rata-rata
42,47
73,73
81,35
Ketuntasan Belajar
0%
47,05
88,23
Klasikal (%)

Peningkatan
10,33
87,52

Keterangan
Meningkat
Meningkat

PEMBAHASAN
Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri di Kelas X-G MAN Malang 1
Model pembelajaran inkuiri yang diterapkan di kelas X-G MAN Malang 1
meliputi 5 tahap. Tahap pertama ini merupakan tahap observasi. Guru
menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan fenomena yang menarik
serta permasalahan. Peningkatan keterlaksanaan pembelajaran tahap pertama tidak
terlepas dari hasil refleksi siklus I dan tindakan siklus II. Perbaikan yang
dilakukan pada siklus II tahap pertama ini adalah guru menyampaikan tujuan

pembelajaran dengan jelas, sehingga siswa mengetahui tujuan yang dilakukan


dalam setiap tahapan pembelajaran.
Tahap kedua merupakan tahap perpaduan tahap bertanya atau merumuskan
masalah. Siswa menuliskan hal-hal yang ingin diketahui berdasarkan fenomena
dan permasalahan yang disampaikan guru. Peningkatan keterlaksanaan
pembelajaran tahap kedua tidak terlepas dari hasil refleksi siklus I dan tindakan
siklus II. Perbaikan yang dilakukan pada siklus II tahap kedua ini adalah guru
memberikan arahan dalam memunculkan permasalahan dan penulisan rumusan
masalah yang baik dan benar.
Tahap ketiga merupakan tahap mengajukan hipotesis. Siswa menuliskan
dugaan sementara atas rumusan masalah yang telah dibuat. Peningkatan keterlaksanaan pembelajaran tahap ketiga tidak terlepas dari hasil refleksi siklus I dan
tindakan siklus II. Perbaikan yang dilakukan pada siklus II tahap ketiga ini adalah
guru memberikan arahan dalam merumuskan hipotesis dari konsep yang siswa
miliki sebelumnya untuk memberikan jawaban awal dan penulisan yang baik dan
benar.
Tahap keempat merupakan tahap mengumpulkan data dengan mentabulasi,
menganalisis, diskusi, dan presentasi. Pada siklus I siswa melakukan pengamatan
di dalam kelas dengan bahan amatan yang telah ditentukan. Pada siklus II siswa
melakukan pengamatan di taman sekolah dengan bahan yang ditentukan sendiri
oleh siswa. Berdasarkan persentase keterlaksanaan pembelajaran oleh guru dan
kegiatan belajar siswa dapat dikatakan bahwa pelaksanaan model pembelajaran
inkuiri pada tahap keempat telah terlaksana dengan berhasil sekali. Kegiatan
pembelajaran terlaksana secara stabil dengan nilai sempurna pada tindakan siklus
I dan tindakan siklus II.
Tahap kelima merupakan tahap penyimpulan. Siswa menyampaikan
kesimpulan akhir pembelajaran beserta refleksi diri. Berdasarkan persentase
keterlaksanaan pembelajaran oleh guru dan kegiatan belajar siswa dapat dikatakan
bahwa pelaksanaan model pembelajaran inkuiri pada tahap keempat telah
terlaksana dengan berhasil sekali. Kegiatan pembelajaran terlaksana secara stabil
dengan nilai sempurna pada tindakan siklus I dan tindakan siklus II.
Tahap keenam yaitu tahap evaluasi. Menurut Susanto (2002) kegiatan
pokok yang dilakukan dalam tahap evaluasi adalah mengulang kembali informasi
yang telah diperoleh siswa melalui tes baik lisan maupun tulisan. Berdasarkan
persentase keterlaksanaan pembelajaran dapat dinyatakan bahwa pelaksanaan
model pembelajaran inkuiri pada tahap keenam telah terlaksana dengan baik
sekali.
Berdasarakan analisis keenam tahap pembelajaran inkuiri, tingkat
keterlaksanaan pembelajaran siklus I adalah 88,88% dan tingkat keterlaksanaan
pembelajaran siklus II adalah 98,61%. Peningkatan keterlaksanaan model
pembelajaran inkuiri dikarenakan beberapa perbaikan yang telah dilakukan pada
siklus II terhadap kekurangan yang terjadi pada siklus I.
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Pembelajaran inkuiri yang ditetapkan pada penelitian ini dilakukan secara
berkelompok (5-6 orang). Hal ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan
oleh Tobin, Capie dan Bettencourt (1988) bahwa untuk meningkatkan
pembelajaran kognitif yang lebih tinggi, peran aktif mengajar dengan penekanan
pada pemantauan dan mempertahankan keterlibatan nyata dari semua siswa.

10

Pembelajaran secara berkelompok atau kegiatan perorangan, dapat menjadikan


siswa lebih aktif serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengkonstruksi pengetahuan secara bersama-sama. Masing-masing kelompok
mengambil bagian secara aktif dalam kegiatan tersebut, serta melakukan diskusi
tentang kegiatan yang sedang dilaksanakan maupun hasil yang mereka dapatkan
sehingga mereka dapat berlatih untuk berpikir seperti seorang ilmuwan dan
menjadikan siswa aktif.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa diperoleh dari jawaban yang
diajukan siswa pada LKS yang disesuaikan dengan rubrik penilaian kemampuan
berpikir tingkat tinggi. Pada siklus I kemampuan berpikir tingkat terdapat 2
kriteria yaitu kriteria tidak berhasil dan cukup berhasil. Kriteria tidak berhasil
sebanyak 5 soal, kriteria cukup berhasil sebanyak 2 soal. Pada siklus II kemampuan berpikir tingkat tinggi menunjukkan peningkatan yaitu kriteria cukup
berhasil sebanyak 4 soal, kriteria berhasil sebanyak 2 soal dan kriteria berhasil
sekali sebanyak 1 soal.
Peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi terlihat pada siklus II
yakni siswa mampu menggali informasi dari topik yang diberikan oleh guru dan
mampu mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Kegiatan pembelajaran pada
siklus II yaitu dengan observasi secara berkelompok di luar ruangan terbukti lebih
mampu mengeksplorasi kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Tingkat
keberhasilan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada siklus I sebesar 44,95%
yaitu tidak berhasil dan pada siklus II meningkat hingga 70,58% merupakan
tingkatan cukup berhasil. Peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi
dikarenakan beberapa perbaikan yang telah dilakukan pada siklus II terhadap
kekurangan yang terjadi pada siklus I khususnya pada kegiatan pembelajaran
inkuiri yang menjadikan siswa lebih aktif dan menemukan konsep materi
pembelajaran secara mandiri.
Hasil Belajar
Hasil belajar afektif diukur melalui lembar pengamatan ranah afektif
selama proses pembelajaran. Penilaian hasil belajar ranah afektif siswa dilakukan
oleh observer dengan memberikan skor 1-3. Hasil belajar ranah afektif siswa pada
siklus I mencapai rerata 82,68 dengan persentase ketuntasan belajar klasikal
73,53%. Peningkatan nampak pada siklus II mencapai rerata 92,92 dengan
ketuntasan belajar klasikal 97,06%. Peningkatan terlihat pada setiap aspeknya
yakni aspek menanggapi (responding), menghargai (valuing), dan mengorganisasi
(organization).
Hasil belajar psikomotor juga diukur melalui lembar pengamatan ranah
psikomotor selama proses pembelajaran. Penilaian hasil belajar ranah
psikomotorik siswa dilakukan oleh observer dengan memberikan rentangan skor
1-3. Hasil belajar ranah psikomotor siswa pada siklus I mencapai rerata 80,1
dengan persentase ketuntasan belajar klasikal 76,5%. Hasil belajar ranah
psikomotor siklus II mencapai rerata 93,4 dengan ketuntasan belajar klasikal
mencapai 97,06%. Peningkatan terlihat pada setiap aspeknya yakni aspek meniru
(imitation), menyesuaikan (adapting), dan membiasakan (practicing).
Hasil belajar kognitif diukur melalui tes yang dilakukan pada setiap akhir
siklus. Soal tes akhir siklus terdiri dari soal uraian dengan jenjang kognitif yang
berbeda. Berdasarkan hasil tes yang dilakukan pada penelitian ini diperoleh bahwa
hasil belajar kognitif siswa mengalami peningkatan dari siklus I dan siklus II.

11

Pada siklus I 18 siswa dari 34 siswa belum mampu mencapai ketuntasan yang
ditetapkan menurut KKM yaitu 75. Hasil belajar kognitif siswa mencapai rerata
73,73 dengan persentase ketuntasan belajar klasikal 47,05%. Pada siklus II
sebagian besar yakni 30 siswa dari 34 siswa telah mencapai ketuntasan yang
ditetapkan menurut KKM. Hasil belajar kognitif siswa mencapai rerata 81,35
dengan persentase ketuntasan belajar klasikal 88,23%. Hasil analisis data ini
menunjukkan bahwa tindakan yang diberikan berupa penerapan model pembelajaran inkuiri untuk meningkatkan hasil belajar kognitif siswa belum berhasil dan
pada siklus II dapat dikatakan berhasil.
Peningkatan hasil belajar kognitif siswa, salah satunya adalah melalui
penerapan model pembelajaran inkuiri ini, menunjukkan adanya keuntungan
mengajar dengan model inkuiri seperti yang diungkapkan oleh Nurhadi dkk.
(2004) yaitu memacu keinginan siswa untuk mengetahui, memotivasi mereka
untuk melanjutkan pekerjaannya hingga mereka menemukan jawabannya.
Keuntungan yang lain, siswa belajar memecahkan masalah secara mandiri dan
meningkatkan keterampilan berpikir kritis karena siswa harus selalu menganalisis
dan menangani informasi. Selain itu siswa ditekankan untuk melakukan suatu
penyelidikan untuk menemukan konsep secara langsung. Hal ini mengakibatkan
konsep yang didapatkan tidak mudah luntur dari pikiran. Hal ini sejalan dengan
pendapat Rustaman (2005) yang menyatakan bahwa belajar yang didukung
dengan pengalaman secara langsung dapat meningkatkan daya ingat siswa dan
memungkinkan siswa mengembangkan konsep sehingga hasil belajarnya
meningkat.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan pada bab V dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Penerapan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa kelas X-G MAN Malang 1. Hal ini dapat
diketahui dari data kesesuaian jawaban tingkat tinggi siswa dengan rubrik
penilaian kemampuan berpikir tingkat tinggi setiap siklusnya.
2. Penerapan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar
biologi siswa kelas X-G MAN Malang 1. Hal ini dapat diketahui dari data
peningkatan rerata hasil belajar afektif, psikomotor, dan kognitif serta
persentase ketuntasan belajar klasikal siswa pada siklus I dan siklus II.
SARAN
Berdasarkan pembahasan dapat disarankan penerapan model pembelajaran
inkuiri dapat dijadikan alternatif pembelajaran guru biologi untuk meningkatkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi dan hasil belajar biologi siswa pada pada KD
lainnya dengan materi yang karakteristiknya sesuai. Dalam penerapan
pembelajaran inkuiri perlu diberikan pemahaman pada siswa mengenai
penyusunan hipotesis yang baik dan benar sesuai dengan rumusan masalah yang
dimunculkan serta perlu pengajaran yang optimal agar penerapan model
pembelajaran inkuiri pada siswa tingkat pendidikan SMA/MAN, siswa mampu
terlibat secara maksimal sesuai dengan tuntutan inkuiri tingkat III.

12

DAFTAR RUJUKAN
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2006. Permendiknas No. 22 Tahun
2006 Tentang Standar Isi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Budiarti, I. 2012. Keefektifan Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri
Terbimbing dan Learning Cycle Pada Materi Kesetimbangan Kimia
Dalam Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikri Tingkat
Tinggi Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Turen. Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: jurusan Kimia FMIPA UM.
Llewellyn, D. 2002. Inquire Within: Implementing Inquiry-Based Science
Standards. California: Corwin Press, Inc
Nurhadi, Burhan, Y. dan Agus, G.S. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual
Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang:
Universitas Negeri Malang
Parkay, F dan Beverly Stanfold. 2006. Becoming a Teacher 7th Edition. New
York: Allyn and Bacon
Prajawati. D. I. T. 2008. Penerapan Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat
Dengan Strategi Pembelajaran Diskoveri-Inkuiri Sebagai Upaya
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Dan Hasil Belajar
Biologi Siswa Kelas X SMA Negeri 10 Malang. Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: jurusan Biologi FMIPA UM.
Rustaman, N. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: UM Press.
Susanto, P. 2002. Keterampilan Dasar Mengajar IPA Berbasis Konstruktivisme.
Malang: Jurusan Biologi FMIPA UM.
Tobin, K., Capie, W. & Bettencourt, A. (1988). Active teaching for higher
cognitive learning in science. International Journal of Science Education,
1 (1), 17-27.

Anda mungkin juga menyukai