Anda di halaman 1dari 24

STARTEGI PEMBENTUKAN POSDAYA BARU

DAN IDENTIFIKASI POTENSI WILAYAH


DENGAN PARTICIPATORY RURAL
APPRAISAL
(Materi Pembekalan Kuliah Kerja Nyata
Universitas Jember).
ANWAR

Dosen FISIP Universitas Jember


Mei 2013

IDENTITAS NASIONAL

Sebagai sebuah istilah identitas nasional dibentuk oleh dua kata


yaitu identitas dan nasional. Identitas dapat diartikan sebagai ciri,
tanda atau jati diri; sedangkan nasional dalam konteks pembicaraan
ini berarti kebangsaan. Dengan demikian, identitas nasional dapat
diartikan sebagai jati diri nasional. Identitas nasional Indonesia
tercantum dalam konstitusi Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar
1945 dalam pasal 35-36C.

Identitas nasional yang menunjukkan jati diri Indonesia diantaranya


adalah sebagai berikut: (a) Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan
yaitu Bahasa Indonesia, (b) Bendera negara yaitu Sang Merah Putih,
(c) Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya, (d) Lambang Negara
yaitu Pancasila, (e) Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika,
(f) Dasar Falsafah negara yaitu Pancasila, (g) Konstitusi (Hukum
Dasar) negara yaitu UUD 1945, (h) Bentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, (i) Konsepsi
Wawasan Nusantara, (j) Kebudayaan daerah yang telah diterima
sebagai Kebudayaan Nasional

PENERAPAN IDENTITAS NASIONAL

Implementasi atau penerapan tentang identitas nasional harus


tercermin pada pola pikir, pola sikap, dan pola tindak yang
senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan negara
daripada kepentingan pribadi atau kelompok. Dengan kata lain,
identitas nasional menjadi pola yang mendasari cara berpikir,
bersikap, dan bertindak dalam rangka menghadapi berbagai
masalah menyangkut kehidupan bermayarakat, berbangsa dan
bernegara.

Implementasi identitas nasional senantiasa berorientasi pada


kepentingan rakyat dan wilayah tanah air secara utuh dan
menyeluruh. Impementasi identitas nasional dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara yang mencakup kehidupan politik,
ekonomi, sosial budaya,dan pertahanan keamanan harus
tercemin dalam pola pikir, pola sikap, dan pola tindak senantiasa
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara kesatuan
Republik Indonesia diatas kepentingan pribadi dan golongan.

TIPOLOGI MASYARAKAT INDONESIA

A: Koensidensi atribut deskrit dengan kontinyu yang membentuk


masyarakat terfragmentasi
B: Crosscutted atrubut deskrit dengan kontinyu yang membentu
masyarakat homogen

KEPENTINGAN NASIONAL

Kepentingan Nasional (National Interest) adalah tujuantujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan kebutuhan
bangsa/negara atau sehubungan dengan hal yang dicitacitakan. Dalam hal ini kepentingan nasional yang relatif
tetap dan sama diantara semua negara/bangsa adalah
keamanan (mencakup kelangsungan hidup rakyatnya
dan kebutuhan wilayah) serta kesejahteraan.

Kedua hal pokok ini yaitu keamanan (Security) dari


kesejahteraan
(Prosperity).
Kepentingan
nasional
diidentikkan
dengan
dengan
tujuan
nasional.
Contohnya
kepentingan
pembangunan
ekonomi,
kepentingan pengembangan dan peningkatan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) atau kepentingan
mengundang investasi asing untuk mempercepat laju
industrialisasi.

KEPENTINGAN NASIONAL

Kepentingan nasional sering dijadikan tolok ukur atau


kriteria pokok bagi para pengambil keputusan (decision
makers) masing-masing negara sebelum merumuskan dan
menetapkan sikap atau tindakan. Bahkan setiap langkah
kebijakan luar negeri (Foreign Policy) perlu dilandaskan
kepada kepentingan nasional dan diarahkan untuk
mencapai serta melindungi apa yang dikategorikan atau
ditetapkan sebagai Kepentingan Nasional.

Menurut Morgenthau : Kepentingan nasional adalah


kemampuan minimum negara untuk melindungi, dan
mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultur dari
gangguan negara lain. Dari tinjauan ini para pemimpin
negara menurunkan kebijakan spesifik terhadap negara lain
yang sifatnya kerjasama atau konflik.

KEPENTINGAN NASIONAL DALAM PUSARAN


GLOBAL

Selain AS tengah berproses membangun sistem pertahanan rudal di Asia guna


melawan manuver Korea Utara dan Cina tentunya, ia juga menyatakan memperluas
militernya di Asia Tenggara dan Samudera Hindia, termasuk peningkatan kerja sama
dengan Australia dan penempatan kapal-kapal perang di Singapura, Philipina dll.
Dan sungguh mengejutkan ialah pergeseran 60% armada tempurnya ke Asia Pasifik;

Paman Sam mendukung pembentukan ASEAN Security Community pada 2015, dan
terkait dengan isue Laut China Selatan, dan melalui Menhan Leon Panetta,
menganjurkan agar ASEAN melakukan tindakan seragam sekaligus menyusun
kerangka aksi yang memiliki kekuatan hukum;

Kompleksitas pertikaian wilayah di Laut China Selatan, disinyalir bukan sebatas


klaim kepemilikan pulau-pulau, melainkan ada persoalan lain, artinya selain
diantaranya hak berdaulat atas Landas Kontinen dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE),
penggunaan teknologi baru terkait exploitasi dan explorasi minyak dan gas bumi
oleh negara tertentu, yang utama sejatinya faktor geostrategy possition dan potensi
SDA pulau-pulau yang disengketakan

Ketegangan antara negara-negara di kawasan tersebut secara politis cenderung


meningkat karena miskinnya win-win solution. Urgensi geografis Laut China Selatan
yang cukup vital dalam pergeseran geopolitik global, memungkinkan terus
terkendalanya upaya penyelesaian sengketa, bahkan diduga keras bahwa isu konflik
teritorial itu akan menjadi trigger dalam benturan militer secara terbuka, dan lainlain.

KEPENTINGAN NASIONAL DALAM


PUSARAN GLOBAL

Teringat statement Henry Kissinger (1970), Control oil and you


control the nations, control food and you control the people
(Kontrolah minyak kamu akan mengontrol negara, kontrol pangan
maka anda mengendalikan rakyat). Sekali lagi, retorika menggelitik
pun timbul: Apakah bangsa ini tidak sedang dilumpuhkan
kedaulatan pangannya melalui skema jerat impor oleh asing?.
Retorika ini tidak butuh jawaban agar pernyataan ini bisa diteruskan.
Tetapi yang lebih mengerikan lagi ialah isyarat Vandana Shiva, bahwa
bila kolonialisasi lama hanya merampas tanah, sedangkan
kolonialisasi baru merampas seluruh kehidupan!

Merujuk judul dan uraian di atas, mencermati konflik antara TNI


versus Polri di Ogan Komering Ulu (OKU) dari perspektif politik global,
sesungguhnya kasus tersebut hanyalah tema belaka. Lalu apa
kelanjutan skema? Hasil diskusi GFI merekomendasi bahwa konflik
antar aparat di OKU diprakirakan merupakan skema pelemahan
bangsa via pencerai-beraian elemen dan pecah belah dari sisi
internal. Ini yang mutlak diwaspadai bersama oleh segenap tumpah
darah Indonesia dimanapun berada dan berkiprah.

KEPENTINGAN NASIONAL DALAM PUSARAN


GLOBAL

Tak dapat dipungkiri, TNI-Polri adalah organ-organ perekat bangsa.


Bahkan di antara berbagai elemen-elemen bangsa lain, keduanya
masih solid hingga kini, sebab keduanya merupakan anak kandung
revolusi (kemerdekaan) dulu. Tak bisa tidak, TNI-Polri itu benteng
terakhir dari sebuah sistem kedaulatan bangsa. Apabila retak kedua
institusi niscaya bakal pecahlah bangsa dan negara. Ini harus
disadari bersama oleh segenap komponen bangsa!

Jujur harus diakui, dinamika politik menjelang 2014 kendati terlihat


glamour namun tidak bermakna apa-apa bagi kesejahteraan rakyat,
apalagi untuk Kepentingan Nasional RI. Segenap elit dan partai
politik dibuat sibuk, asyik dan porak-poranda oleh korupsi; organisasi
massa dibentur-benturkan melalui pragmatisme; para pemuda dan
mahasiswa diracuni narkoba serta disusupi dogma-dogma impor atas
nama kebebasan dan demokrasi di tataran hilir, dll. Tampaknya
media massa terutama media mainstream memiliki kontribusi luar
biasa atas keretakan yang tengah terjadi pada bangsa ini, karena
media massa cuma sekedar memberitakan secara gegap gempita
tentang isu-isu, tema, kemudian ke isu lagi, lalu ke tema lagi,
demikian seterusnya cuma mengejar gegap rating tanpa solusi jelas.

KEPENTINGAN NASIONAL DALAM PUSARAN


GLOBAL

Hasil pertemuan G-20 mengkulminasi suntikan dana sebesar 1,1 triliun dolar AS ke
lembaga multilateral dan IMF guna membantu memerangi krisis global. Kemudian
keluarlah paket stimulus (utang) bagi negara berkembang. Terbaca nuansa bahwa
G-20 digunakan sebagai sarana untuk mempertahankan kepentingan dan
hegemoni AS di dunia. Oleh karena arah penyelesaian krisis tidak berlandas
filosofi bagaimana membongkar sistem kapitalisme sebagai penyebab, tetapi
lebih berfokus pada pembiayaan dampak krisis dalam bentuk bailout (talangan)
dan stimulus.

Berkali-kali diselenggarakan KTT, di Washington (15/11/2008), di London


(2/4/2009), dan tanggal 24-25 September 2009 di Pittsburgh, tetapi berkali-kali
pula solusi dan ruh dari pertemuan G-20 bersifat klasik mengarah pada
pelestarian sistem kapitalisme, seperti mempertahankan langkah stimulus,
meningkatkan kuantitas dan kualitas modal bank, pemangkasan gaji dan bonus
para eksekutif di sektor perbankan, penghapusan tempat bebas pajak (tax
heaven), dan kesepakatan menghapus subsidi bahan bakar fosil yang
memperparah pemanasan global.

Dan agaknya, AS menggiring negara-negara di dunia untuk terlibat secara


langsung pendanaan krisis melalui dana segar pengembalian utang dari negaranegara berkembang. Retorikanya: Bukankah uang yang dihutang adalah kertaskertas bodong yang dicetak tanpa jaminan?

KEPENTINGAN NASIONAL DALAM


PUSARAN GLOBAL

Pertama: Memanasnya suhu politik antara Cina melawan AS dan sekutu,


selain menggeser geopolitik global dari Heartland ke Asia, juga meniscayakan
perubahan konstelasi di Asia Pasifik terutama Laut Cina Selatan dan perairan
sekitarnya. Apalagi jika kelak benar-banar meletus konflik terbuka di perairan;

Kedua: Inilah perang skema antara adidaya Barat dan Timur, dimana Paman
Sam via Kekaisaran Militer meminjam istilah Connie asyik membangun
pangkalan militer di berbagai belahan dunia, sedangkan Cina mengimbangi
melalui String of Pearls di jalur-jalur utama serta alur alternatif perairan;

Ketiga: Kelak bila terjadi perang terbuka di perairan, bukannya akan langsung
berhadapan antara Cina versus AS, tapi pagelaran cenderung menampilkan
perang proxy (perpanjangan) antara Cina melawan kelompok negara common
wealth di sekitarnya. Akan tetapi para negara satelit tersebut didukung
sepenuhnya oleh armada laut AS;

Keempat: Dari mapping prakiraan situasi tadi, semakin terlihat urgensi Selat
Sunda dari sisi geopolitik. Artinya ketika Selat Malaka telah menjadi jalur tidak
aman bagi pelayaran internasional akibat perang, maka rute alternatif
tersingkat baik dari dan ke Lautan Hindia serta Lautan Pasifik dipastikan akan
melintas di Selat Sunda dan selat lainnya dalam koridor ALKI di Indonesia;

KEPENTINGAN NASIONAL DALAM


PUSARAN GLOBAL

Kelima: Perlu dibidani produk-produk hukum terkait geopolitical leverage


(pemanfaatan geopolitik), misalnya penutupan sementara selat-selat di
Indonesia ketika dinamika pelayaran telah mengancam keamanan nasional dan
Kepentingan Nasional RI. Hal ini mutlak segera dilangkahkan oleh segenap elit dan
pengambil kebijakan di republik ini sebagai respon terhadap situasi yang
berkembang sekaligus penyikapan peralihan geopolitik global;

Keenam: Bila JSS memang merupakan program yang tidak boleh ditunda, maka
rujukan pokok selain menekankan Kepentingan Nasioanal RI juga aspek geopolitik,
baik dari sisi kedaulatan negara, kesejahteraan maupun kepentingan pendukung
lain bersifat lintas fungsi dan departemen serta melibatkan berbagai tokoh dan
masyarakat sekitar. Syukur-syukur ditunda hingga menunggu waktu yang tepat.
Tapi paling minimal adalah tinjau ulang atas proposal JSS agar tidak semata-mata
mengkedepankan aspek sosial ekonomi belaka;

Ketujuh: Salah satu prioritas pembangunan RI kedepan mutlak harus


menguatkan sistem pengawasan dan pengamanan selat-selat Indonesia (ALKI)
yang ditopang oleh lembaga dan departemen terkait dengan TNI-Polri sebagai
ujung tombak;

Kedelapan: Kelak dengan sistem pengamanan dan pengawasan perairan yang


canggih lagi handal, niscaya akan meningkatkan daya tawar Pemerintah
Indonesia di forum global manapun, dan lebih jauh lagi adalah mengubah skema
geopolitical leverage menjadi geopolitical weapon, atau senjata geopolitik bagi
republik tercinta ini.

KEPENTINGAN NASIONAL DALAM


PUSARAN GLOBAL

cinta ialah sesuatu berbentuk pengungkapan, perasaan, pengorbanan,


pengertian dan program. Pertanyaan hipotesa adalah: (1) bagaimana
dikatakan cinta, sedangkan kamu belum pernah mengungkapkan apa-apa; (2)
bagaimana bisa mengatakan bahwa cintamu sungguh suci, sedangkan kamu
tak punya perasaan apa-apa; (3) bagaimana disebut cinta, sementara kamu
tidak pernah berkorban apa- apa; (4) bagaimana bisa menerima cintanya,
sedangkan kamu tidak punya pengertian apa-apa; (5) bagaimana mungkin
cintamu disebut tulus dan iklas, sedangkan dirimu tidak punya program apaapa?

kebenaran adalah sesuatu berbentuk penyelidikan, permasalahan,


pembahasan, penerapan dan petunjuk. Pertanyaan retorikanya: (1) bagamana
mungkin sesuatu dianggap benar, sedangkan hal itu belum pernah diselidiki;
(2) bagamana mungkin sesuatu dianggap benar, sedangkan hal itu belum
pernah ada masalah sebelumnya; (3) bagaimana mungkin sesuatu dianggap
benar, jika sebelumnya tidak pernah dilakukan pembahasan; (4) bagaimana
dikatakan benar, sedangkan kamu belum pernah menerapkannya; (5)
bagaimana tindakanmu dikatakan benar, sedangkan langkah yang kamu
tempuh tidak sesuai petunjuk? M Arief Pranoto Penulis adalah Research
Associate Global Future Institute (GFI)

RENUNGAN PENTING
suatu negara atau pemerintahan hanya bisa
bertahan dan tetap berdiri kokoh manakala para
pemimpinnya memiliki pilar-pilar antara lain:
(1) legitimasi yang kuat dari rakyatnya,
(2) adanya akar dukungan nyata dari rakyat, dan
(3) adanya ketahanan nasional/budaya (local
wisdom) yang kuat sebagai entitas masyarakat
maupun bangsa.

PERAN PENTING PENDIDIKAN TINGGI

Mengembangkan model pembangunan yang


berbasis pada keilmuan dan sumberdaya lokal.

benar-benar

Membangun basis-basis pengembangan keilmuan yang benarbenar relevan bagi kebutuhan masyarakat dalam rangka
merespon perubahan global yang sangat dinamis.

Mengembangkan pusat-pusat pengembangan masyarakat,


dengan memanfaatkan sumberdaya lokal yang ada.

Membantu pengembangan kebijakan strategis terhadap legislatif


dan eksekutif serta mengontrol implementasi kebijakan-kebijakan
tersebut.

Menghidupkan atau mendorong lembaga-lembaga independen


diberbagai level daerah untuk mengimbangi inkorporasi negara
yang selama ini masuk kedalam hampir semua sektor kehidupan
masyarakat, baik di pusat maupun daerah.

Menyebarluaskan (dissemination) berbagai informasi yang masih


menjadi masalah yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara melalui berbagai cara (public education) agar
kelompok-kelompok
masyarakat mempunyai kemampuan

PARTICIPATORY RURAL APPRAISAL (PRA)

Participatory rural appraisal (PRA) is a seen as a research and


planningmethodology which uses a set of participatory and largely
visual techniques forassessing group and community resources,
identifying and prioritizing problems andappraising strategies for
solving them (Chambers 1992).

PRA has systematically evolved from the fields of Andragogyof


Education (Freire, 1971) and research and science (Chambers, 1992)
borrowingprinciples from Field Research, Applied Anthropology,
Ecosystem Analysis and Participatory Action Research.

PRA is an acronym that stands for Participatory Rural Appraisal. It is a


researchmethodology based on the concept of community
participation and involvement ininvestigating, analysing and solving
particular social phenomenon. Kalim (2011)defines it as qualitative
multidisciplinary approaches to learn about local peoples perspectives
and local-level conditions applicable in social research, policyformulation,
monitoring and evaluation and project management and monitoring
andevaluation.

PARTICIPATORY RURAL APPRAISAL (PRA)

PRA is composite of three key words which are critical to its definition
andunderstanding and these include participation, rural and appraisal.
Appraisal refers to an evaluation of the real condition, outcome or
impact of a project, policy or socialphenomenon.

Appraisal is also seen as a process or act of finding out


informationabout problems, needs, and potentials hence is an
investigation of ways, meansand ends surrounding a particular social
phenomenon, project or policy.Participation here implies that PRA is a
method involving data collection andanalysis techniques which
ensures the research takes an active role during theappraisal or/and
ensures that the community is actively involved in the lifeline of
thewhole project.

Rural on the other hand does not necessarily imply that it is


amethodology applicable only in a rural setting but that its techniques
can be used inany situation, urban or rural, with both literate and
illiterate people. The rural aspectof its name springs from the criticism
of the questionnaire method which was seenas more effective for
literate elites and not the rural community.

DATA COLLECTION
Interviews/

discussions: Individuals, households,


focus groups, communitymeetings
Mapping: community maps, personal maps,
institutional maps
Ranking: problem ranking, preference ranking,
wealth ranking
Trend Analysis: historical diagramming, seasonal
calendars, daily activitycharts

PARTICIPATORY ACTION RESEARCH


APPRAISAL

Menurut Lewin ( Dilts,1999), hal-hal praktis jika diikuti dengan refleksi dan
analisis, akan merupakan sumber yang tak bakal kering bagi bahan
pengembangan teori ( yang dikembangkan dari lapangan). Karena dalam
kenyataannya teori yang demikian jika digunakan sebagai alat analisis akan
memberikan contoh praktis yang diterapkan para situasi riil.

Model kaji tindak yang diterapkan dilapangan, meliputi empat langkah,


yaitu: aksi/mengalami, refleksi, integrasi, dan perencanaan. Sebagai proses
kegiatan operasionalnya menekankan pragmatisme yang dimulai dari
mengidentifikasi, memahami, dan memecahkan masalah riil, lalu
merefleksikannya lagi.

Dalam perkembangannya, ada varian lain dari riset paradigma bari yaitu
riset partisipatif. Ia memiliki banyak ciri yang sama dengan riset aksi antara
lain, pentingnya refleksi, tujuan untuk adanya perubahan /perbaikan sosial
atau dampak langsung terhadap sistim/struktur sosial, penghargaan yang
tinggi terhadap potensi manusia, dan pemecahan masalah, serta
penciptaan pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat. Dalam riset
partisipatif, menurut

Dilt (1999) lebih komitment terhadap ideologis yaitu perubahan sosial dan
keadilan sosial. Sementara riset aksi lebih menekankan adanya komitmen
terhadap pemberdayaan masyarakat (empowerment), partisipasi dan
kontrol masyarakat dalam proses riset.

PARTICIPATORY ACTION RESEARCH


APPRAISAL

Kaji tindak partisipatif merupakan kombinasi antara penelitian


(research) dengan tindakan (action) yang dilakukan secara
partisipatif guna meningkatkan aspek kehidupan masyarakat.
Berkaitan dengan itu, integrasi dan partisipasi antara sesama
peneliti, obyek yang diteliti, para pemangku kepentingan
(stakeholders), dan elemen masyarakat lainnya merupakan unsur
yang tidak dapat dipisahkan (Gonsalves et al., 2005).

Dalam kaji tindak partisipatif, kerja sama antara peneliti dengan


pemilik masalah (problem owner) merupakan hal penting untuk
diterapkan. Ketergantungan saling menguntungkan antara peneliti
dan pemangku masalah terletak pada pemahaman bersama
terhadap masalah yang harus dipecahkan, keterampilan,
pengalaman, dan kompetensi; agar proses penelitian dan
pengembangannya dapat mencapai dua tujuan utama berupa
pengetahuan metode baru dalam pemecahan masalah secara
praktis (Hult dan Lennung, 1980).

Dalam hal ini, peneliti mendapatkan kerangka intelektual dan


pengetahuan baru dalam pemecahan masalah, sedangkan pemilik
masalah mendapatkan metode yang lebih efisien dalam

PARTICIPATORY ACTION RESEARCH


APPRAISAL

Dalam kaji tindak partisipatif, peneliti berperan


secara pro-aktif dan sengaja (purposive) melibatkan
diri dalam pengembangan metode baru dalam
pemecahan masalah secara praktis. Sementara itu,
dalam penelitian konvensional, peneliti boleh
dikatakan sebagai pelaku netral (Chalmers, 1982).

Dalam kaji tindak partisipatif, peneliti dipandang


sebagai salah satu pelaku utama yang bekerja secara
bersama-sama dengan pihak yang mempunyai
kepentingan, atau sebagai pihak yang dipengaruhi,
untuk menghasilkan perubahan atau kemajuan dalam
pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari
(Checkldan, 1991; Hult dan Lennung, 1980).

PARTICIPATORY ACTION RESEARCH


APPRAISAL

Kaji tindak partisipatif memiliki karakteristik lingkaran spiral


(spiraling circle), yang dimulai dari refleksi, pertanyaan,
tugas lapang, dan analisis yang dilakukan secara berulang
(iterative). Dalam kaji tindak partisipatif, kompleksitas
sistem saling berinteraksi antara satu dengan lainnya. Tiga
subsistem yang menjadi acuan perhatian dalam sistem kaji
tindak partisipatif adalah (1) Sub ekosistem. Sumberdaya
alam dan lingkungan (natural resources and environmental
capital) bersifat terbatas, dimana
eksistensinya terkait
dengan kompleksitas pola bio-fisik dan proses;

(2) Subsistem Sosial Ekonomi. Sumberdaya alam memiliki


nilai guna dalam sistem kehidupan manusia, dan
pemanfaatannya memerlukan hubungan interaktif dengan
subsistem kultural sosial ekonomi (cultural socioeconomic
capital);

(3) Subsistem Kebijakan dan Kelembagaan. Pemanfaatan


sumberdaya alam secara publik merupakan refleksi dari
sistem kekuasaan dan manajemen pengambilan keputusan
yang di dalamnya melibatkan hubungan kerjasama,

MAPPING

Perlunya Sub ekosistem, Subsistem Sosial Ekonomi,


Subsistem Kebijakan dan Kelembagaan mapping.

Perlunya diketahui sumber data dan informasi kunci


bagi keperluan mapping yang dimaksud.

Pentingnya kesadaran etis mengenai cara, waktu,


tempat dalam mendapatkan informasi data, dan masih
diperlukan adanya crosscheck validitas data

Modal utama
kepercayaan.

adalah

komitmen

dan

membangun

Anda mungkin juga menyukai