Anda di halaman 1dari 31

PENDAHULUAN

Rudi NATAMIHARDJA
Hukum internasional (HI) merupakan norma atau aturan non nasional, yang
mengatur hubungan antara subyek hukum internasional 1. Hukum internasional
publik atau yang selanjutnya disebut dengan hukum internasional ialah mata
kuliah pada Fakultas Hukum, Universitas Lampung, diajarkan kepada mahasiswa
sarjana hukum (S1).
Pembahasan mata kuliah HI ini terdiri dari dua belas pokok bahasan utama : (1)
Pendahuluan ; (2) Masyarakat dan Hukum Internasional ; (3) Sejarah Hukum
Internasional dan Perkembangannya ; (4) Hakikat Dasar dan Berlakunya HI ; (5)
Hubungan antara HI dan Hukum Nasional ; (6) Subyek Hukum Internasional ; (7)
Sumber Hukum Internasional ; (8) Wilayah negara ; (9) Pengakuan Internasional ;
(10) Yuridikasi negara dalam Hukum Internasional ; (11) Pergantian Negara
(Suksesi Negara) ; dan (12) Pertanggungjawaban negara.
Kedua belas pokok bahasan tersebut di atas akan dijelaskan kepada mahasiswa
melalui kuliah umum. Kuliah tersebut dibagi ke dalam dua bagian besar. Bagian
pertama dari pembahasan pertama sampai dengan pembahasan kedelapan
(wilayah negara). Kemudian bagian kedua dilanjutkan setelah ujian tengah
semester dari pembahasan sembilan (pengakuan internasional) sampai dengan
selesai.

I.

Pendahuluan

Pada bagian pertama, pendahuluan, terdiri dari tiga pokok bahasan dibagi ke
dalam tiga bab : Istilah, pengertian, perbedaan antara HI dengan hukum perdata
internasional (Bab 1) ; bentuk perwujudan khusus HI (Bab 2), terakhir masyarakat
internasional dan strukturnya (Bab 3).
BAB I : ISTILAH, PENGERTIAN, PERBEDAAN HI DAN HPI
Tiga hal pembahasan secara singkat pada awal perkuliahan, yaitu mengenai :
istilah, pengertian hukum internasional, dan terakhir, perbedaan antara hukum
intenasional (HI) dan hukum perdata internasional (HPI).
A. Istilah dan Pengertian
Istilah atau dapat dimaknai dengan asal muasal munculnya gabungan kata
hukum dan intenasional. Hal ini perlu diperhatikan karena kata hukum
internasional sendiri berasal dari bahasa inggris International law, common law,
law of nations, transnational law dan dalam bahasa Perancis dikenal dengan
droit international. Perbedaan terdapat pada kata terjemahan law dan droit, yang
memiliki makna identik hukum atau aturan. Dalam kamus bahasa indonesia
1

Subyek hukum internasional yaitu negara, organisasi internasional, tahta suci (Negara
vatikan), palang merah internasional, individu, pemberontak

diterjemahkan menjadi hukum bangsa-bangsa, hukum antara negara, dan


hukum antara negara
Kata internasional menunjukan bahwasanya kajian hukum tidaklah bersifat lokal
(internal) atau nasional, melainkan hukum yang berlaku bagi negara-negara di
dunia, baik sudah tergabung maupun belum menjadi anggota PBB..
Oleh karena itu, mempelajari hukum internasional tidak terlepas dari badan
organisasi internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa, United Nations, serta
piagam kesepakatan internasional United Charter. Hal ini dikarenakan PBB
merupakan badan internasional yang mendukung terciptanya ketentuanketentuan intenasional dan keberlakuan yang mengikat anggotanya. Pertanyaan
selanjutnya adalah sejauh mana daya ikat tersebut dan bagaimanakah efektifitas
hukum internasional. Hal ini akan dibahas pada pembahasan lebih lanjut.
Hubungan antara subjek hukum tidak saja bersekala nasional, namun sudah
sejak lama meluas manjadi hubungan diluar wilayah kedaulatan suatu negara
atau dikenal dengan hubungan internasional. Untuk menciptakan suatu
keteraturan dalam berhubungan antara subjek hukum tersebut, terciptalah
pengaturan transnasional, hukum antara negara, melewati batas dari satu
negara dengan negara lain. Istilah yang digunakan yaitu hukum internasional.
Oleh karena itu, HI dapat disimpulkan pula sebagai suatu hukum yang mengatur
aktivitas entitas berskala internasional.
Selain itu, dapat dimaknai pulan bahwa HI merupakan keseluruhan kaedah dan
asas yang mengatur hubungan atau pesoalan yang melintasi batas Negara
antara (a) Negara dengan Negara (b) Negara dengan subjek hukum lainnya
bukan Negara atau subjek hukum bukan Negara satu sama lainnya.
Berdasarkan pendapat dari Hugo de Groot, hukum dan hubungan internasional di
dasarkan pada kemauan bebas atau hukum alam dan persetujuan beberapa
atau semua negara. Hal ini ditunjukkan demi kepentingan bersama dari mereka
yang menyatakan diri di dalamnya.
Sedangkan Moukhtar Kusumaatmaja berpendapat HI adalah keseluruhan kaidahkaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi
batas-batas negara, antar negara dengan negara, negara dengan subjek hukum
internasional lainya yabg bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu
sama mainnya.2
B. Sekilas Perbedaan HI dan HPI
Mengapa antara HI dan HPI harus dibedakan ? Karena sering kali terdapat keliru
dalam memahami kedua istilah tersebut. Tidak cukup disitu saja, bahkan
terdapat pula kekeliruan dalam mengidentifikasi mana peristiwa HI dan mana
yang merupakan peristiwa HPI. Kata internasional dalam kedua istilah tersebut
sering kali disalahartikan, menganggap bahwa kedua bidang hukum tersebut
2

Hans Kelsen berpendapat bahwa Subyek HI hanya negara, namun melalui


perkembangan terjadi perubahan paradigm yang menjadikan perluasan dari subyek HI.
Subjek HI berdasarkan piagam PBB pasal 16 A

berada dalam satu pembahasan dan ruanglingkup yang sama, memiliki sumber
hukum dan subjek hukum yang identik. Oleh karena itu, perlu membedakan
mana yang tergolong dalam peristiwa HI dan mana yang tergolong dalam HPI.
Hal ini merupakan dasar dalam memahami ruang lingkup kajian hukum
internasional.
Hukum internasional dapat dibagi ke dalam dua ketegori : hukum internasional
publik dan hukum internasional privat, yang mengatur mengenai hubungan
antara individu yang memiliki kewarganegaraan yang berbeda. Dalam konteks
mata kuliah Hukum internasional yang akan dipelajari HI merupakan hukum
internasional publik. HPI akan dibahas pada mata kuliah tersendiri.
Berbeda dalam definisi, HPI merupakan keseluruhan kaedah dan asas hukum
yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas Negara atau hukum yang
mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masingmasing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan 3. Sedangkan
hukum internasional merupakan keseluruhan kaidah dan asas hukum yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan
internasional) yang bukan bersifat perdata.
Antara HI dan HPI terdapat titik taut, atau persamaan yaitu, keduanya mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara , yang biasa disebut
dengan internasional , namun sifat hukum atau persoalan yang diaturnya atau
objeknya berbeda.
Perbedaan yang sangat menonjol antara HI dan HPI terletak pada sumber
hukumnya. Sumber HI, sesuai Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional, yaitu
Perjanjian Internasional (traktat), Kebiasaan-kebiasaan intenasional, asas umum
hukum yang diakui bangsa-bangsa beradab, kuputusan hakim (yurisprudensi)
dan doktrin (pendapat pada ahli hukum). Sedangkan HPI menggunakan sumber
hukum nasional Negara yang dipilih untuk menyelesaikan permasalahan.

BAB II : BENTUK PERWUJUDAN KHUSUS HUKUM INTERNASIONAL


Bentuk perwujudan khusus atau dalam kata lain, apa saja yg menjadi kekhususan
pembahasan hukum internasional. PBB memberikan ruang khusus terhadap
hukum internasional4. Semua ketentuan internasional dikeluarkan oleh PBB
melalui suatu rapat Majelis Umum yang dihadiri oleh Negara-negara anggota.
Dari pertemuan tersebut, lahirah aturan-aturan formal internasional yang dikenal
dengan hukum internasional.
Perdamaian dan keamanan, batas wilayah, kegiatan kemanusiaan dan HAM
merupakan pokok pembahasan PBB. Dimana pembahasan tersebut diatas
3

Adalah suatu kesatuan aturan hukum yang mengatur permasalahan privat yang
mengandung unsur asing. Hukum yang diberlakukan merupakan hukum nasional dair
Negara-negara yg bersengketa.
4
Ruang lain yaitu mengenai perdamaian dan keamanan, perkembangan, hak asasi
manusia dan kegiatan kemanusiaan

digolongkan ke delam nama atau kelompok-kelompok hukum : Hukum humaniter,


hukum udara, hukum angkasa, hukum diplomatik, hukum lingkungan
internasional, hukum laut internasional, hukum pengelesaian sengketa, hukum
pidana internasional, hukum ekonomi internasional. Kelompok hukum tersebut
diaajarkan pada bagian hukum internasional dengan tujuan agar, mahasiswa
dapat mengerti dan memahami mekanisme PBB dan hukum internasional itu
sendiri.
Jika diperhatikan peristiwa setahun terakhir di dunia internasional berbagai
peristiwa hukum internasional setahun terakhir dapat memberikan gambaran
mengenai bidang-bindang kekhususan dari hukum internasional.
Peristiwa di Libya. Kekuatan rakyat yang hendak menggulingkan kekuasaan
Khadafi, presiden Libya yang sudah menjabat selama lebih dari 30 tahun. Melalui
resolusi Dewan Keamanan, PBB mengirimkan tentara keamanan internasional
atau yg dikenal dengan casque bleu, yaitu tentara gabungan dari berbagai
Negara, yang bersifat netral, tidak memihak.
Demikian pula dengan peristiwa Kairo, Mesir, penggulingan Presiden Husni
Mubarak. Apakah peristiwa ini masuk ke dalam ranah hukum internasional
ataukah masih menjaid peristiwa nasional ? Bagaimana hukum internasional
memandangnya ? Demikian juga dengen peristiwa di Kairo, Mesir ? Apakah
merupakan peristiwa hukum internasional atau hanya pertikaian internal ?
Sengketa antara Palestina dan Israel yang tiada hentinya, merupakan
persengketaan dua Negara yang selanjutnya melibatkan banyak Negara. Bahkan
sudah menyangkut kepentingan politik Negara-negara anggota tetap Dewan
Keamanan. Sehingga objektifitas dari PBB terkadang diragukan, sifat tatique
(condong terhadap kepentingan Negara tertentu) telah merusak dan akan
menghancurkan PBB.
Lalu bagaimanakah dengan kritik pedas dari media masa seperti wikileaks
terhadap Presiden Republik Indonesia. Apakah menjadi ranah HI ? dan terakhir,
peristiwa mengenaskan, eksekusi hukuman pancung terhadap tenaga kerja
wanita Indonesia di Arab Saudi. Bagaimanakah posisi hukum internasional ?
Terdapat suatu proses, berlakunya hukum internasional, pertama diawali dari
peristiwa nasional yang kemudian menjadi suatu peristiwa internasional
dikarenakan faktor-faktor tertentu. Kedua, peristiwa murni HI, yaitu suatu
peristiwa hukum yang berawal dari permasalahan antara subjek hukum
internasional

BAB III : MASYARAKAT INTERNASIONAL DAN STRUKTURNYA


HI didasarkan atas suatu pemikiran bahwa adanya masyarakat internasional
yang terdiri dari sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka. Sehingga
terdapat kesetaraan, koordinasi, antara anggotanya.

Masyarakat Internasional merupakan landasan sosiologis HI. Adanya hubungan


antara anggota MI, berupa perniagaan, hubungan antara kebudayaan, ilmu
pengetahuan, keagamaan, social dan oleh raga mengakibatkan timbulnya
kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan bersama dan hal ini
menjadi suatu kepentingan bersama.
MI itu pada hakikatnya ialah hubungan kehidupan antar manusia, suatu
kelompleks kehidupan bersama yg terdiri dari aneka ragam masyarakat yang
jalin-menjalin dengan erat.
Adanya Negara belum berarti adanya suatu masyarakat internasional apabila
Negara itu masing-masing hidup terpencil satu dari yang lainnya. Hubungan yang
tetap dan terus menerus antara Negara menunjukkan terdapat kepentingan
yang tidak dapat dielakkan oleh masing-masing Negara.
Lalu pertanyaan berikut ialah, mengapa Negara begitu mendominasi dalam HI ?
Hal ini disebabkan secara politis dan yuridis, Negara memiliki kekuatan mutlak
dan tunggal dalam penggunaan kekuasaan. Ia menjadi pelaku utama dalam
masyarakat internasional. Hubungan antara pelaku lainnya memerlukan ijin dari
Negara.
Kekuatan mutlak dan tunggal biasa dikenal dengan Kedaulatan Negara. Dalam
bahasa inggris kedaulatan di kenal dengan souvereignity atau souveranit
berasal dari kata latin superanus yg memilik makna yang teratas . Negara
diakatakan berdaulat kerana kedaulatan merupakan suatu sifat atau ciri hakiki
Negara. Negara dikatakan berdaulat, hal ini bermakna Negara mempunyai
kekuasaan tertinggi. Namun perlu dipahami lagi kata kekuasan tertinggi jika
berhadapan dengan hukum internasional.
Setiap negara memiliki derajat yang sama. Inilah yang harus tetap diperhatikan
dalam pergaulan internasional. Kesamaan derajat bermakna setiap Negara
berkedudukan sama dengan tidak memangdang kekuatan ekonomi atau
kemampuan teknologi.
Bagaimanakah
hubungan
antara
kedaulatan
negara
dengan
hukum
internasional ? sekilas Nampak suatu hal yang berlawanan. Kedaulatan
memberikan kewenangan penuh kepada Negara untuk mengatur sepenuhnya
urusan dalam negeri sedangkan hukum internasional memberikan batasan
kepada Negara dalam rangka menentukan kebijakan-kebijakan ke luar.
Dapat dikatakan bahwasanya kedaulatan negara merupakan filter bagi ketentuan
asing yang akan masuk mengatur menjadi suatu ketentuan nasional. Dengan
kedaulatan Negara terdapat identitas nasional dan ideologi yang tidak dapat
tergantikan dan dibeli dengan apa pun.
Pancasila dapat disebut sebagai Identitas nasional, yang memiliki warna
tersendiri, berbeda dengan Negara lain. Pancasila menjadi sebagai penyaring
masuknya budaya asing ke Indonesia. Tidak hanya dalam bentuk budaya, namun
ideologi yang bertentangan dengan Pancasila tidak akan bisa masuk ke dalam
tanah air.

Terdapat dua batasan dalam penggunaan kedaulatan Negara yaitu :


-

Kekuasaan tersebut terbatas pada batas wilayah Negara yang memiliki


kekuasan itu
Kekuasan itu berakhir di mana kekuasan suatu Negara lain mulai.

II.

Masyarakat dan Hukum Internasional

Kamus Besar Bahasa Indonesia:


Masyarakat : Sejumlah manusia dalam arti yang seluas-luasnya dan terikat
oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama
Mastarakat hukum : ialah masyarakat yang dapat menentukan hukumnya
sendiri.
Internasional : menyangkut bangsa-bangsa atau negeri-negeri seluruh
seluruh dunia, antar bangsa.
Berdasarkan pepatah dari latin, ubi societas, ibi jus yang artinya disetiap
masyarakat terdapat peraturan tersendiri. Hal ini berkaitan bahwasanya
keberadaan hukum internasional berdasarkan atau hal ini dikarenakan disitulah
terdapat masyarakat intrenasional.
Seperti halnya pada pembahasan pertama, pada pembahasan kedua ini susunan
penjelasan dan kerangka yang digunakan adalah berdasarkan karya Mochtar
Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes. Melalui penjelasan yang sederhana namun
memiliki makna dalam setiap katanya, buku pengantar hukum internasional yang
ditulis oleh kedua ahli hukum internasional tersebut dapat dijadikan sebagai
acuan dalam memberikan pemahaman dasar kepada mahasiswa ditahun kedua
perkuliahan, namun buku setebal 200 halaman tersebut masih terlalu sederhana
jika dijadikan acuan mahasiswa yang mengambil minat hukum internasional pada
tahun ke tiga dan keempat.
Secara lebih mendalam, pembahasan mengenai masyarakat
internasional akan dijelaskan kembali pada pembahasan kedua ini.

dan

hukum

Masyarakat atau yang dikenal dengan istilah society, adalah kumpulan manusia
yeng memiliki tujuan dan

Bab 1. Masyarakat Internasional sebagai landasan sosiologis hukum


internasional
Masyarakat internasional merupakan sekumpulan manusia yang memiliki
kewarganegaraan berbeda yang taat kepada norma dan aturan nasional masingmasing Negara. Masyarakat internasional terdiri dari Negara-negara di dunia,
baik yang tergabung ke dalam PBB maupun yang belum dan tidak akan pernah
tergabung ke dalam PBB.
Hubungan masyarakat internasional terbentuk dan terpengaruh oleh politik dan
pesatnya teknologi yang menghiasi hubungan antara bangsa. Sehingga
masyarakat internasional pada saat ini tidaklah sama dnegan masyarakat
internasional dua puluh, bahkan sepuluh tahun yang lalu. Demikian pula di masa
yang akan datang, masyarakat internasional selalu berubah ubah mengikuti

perkembangan politik dan teknologi. Hubungan antara masyarakat internasional


menjadi semakin hidup dan cepat.
Masyarakat internasional memiliki arti penting bagi perkembangan hukum
internasional, selain menjadi landasan sosiologis hukum internasional (A)
Masyarakat internasional pun memberikan warna tersendiri terhadap kedaulatan
Negara (B).Bagaimana masyarakat internasional berperan dalam bumi peta
politik, serta kemajuan teknologi dan struktur masyarakat internasional.

A. Masyarakat internasional
internasional

sebagai

landasan

sosiologis

Masyarakat internasional yang menyebabkan terjadinya


hubungan yang memecah pembatas antar wilayah Negara.
-

hukum

pertukaran

dan

Adanya hubungan yang tetap antara anggota masyarakat internasional


diakibatkan oleh perbedaan kekayaan alam setiap Negara yang tidak
merata di dunia
Masyarakat internasional adalah hubungan kehidupan antar manusia
Asas hukum yang bersamaan :
Asas kesamaan hukum antara bangsa-bangsa di dunia (nonmaterial)
Adanya hukum alami yang mengharuskan hidup berdampingan secara
damai

B. Hakikat dan fungsi kedaulatan dalam masyarakat intenasional


Bab 2. Kedaulatan Negara : Hakikat dan fungsinya dalam masyarakat
intenasional
Betapa pentingnya peran negara dalam masyarakat dan hukum
internasional
Kedaulatan Negara =
1. memiliki kekuasaan tertinggi oleh Negara (tidak mengakui suatu
kekuasaan yang lebih tinggi dari pada kekuasaannya sendiri.
Pandangan pertama = Kedaulatan >< Hukum Internasional
o Sbg penghalang bagi masyarakat internasional
o Penghalang bagi perkembangan hukum internasional
o Kekeliruan pandangan ini disagkal oleh Muchtar dan etty
o Pandangan dapat dibenarkan jika hukum yang mengatur
bertujuan kekuatan didunia, namun hal ini masih jauh dari
terwujud. Karena Negara terdiri dari masyarakat yang
bebas antara satu dan lainnya.
Pandangan kedua = Kedaluatan bisa berjalan secara harmonis
dnegan hukum internasional, jika dapat di atur sedemikian rupa
sehingga saling mengisi kekuasaan pada saat-saat tertentu.
Terutama
jika
prinsip
pembatasan
kedaulatan
diperhatikan, yaitu :
o terbatas pada batas wilayah
o berakhir tatkala kekuasaan suatu negara main mulai.
Kedaulatan menjadi suatu hal yang memiliki batas, hal ini sedikit
berbeda dengan makna sebenarnya dari istilah kedaulatan itu
sendiri
Syarat mutlak bagi terciptanya suatu masyarakat internasional
yang teratur ialah dengan tunduknya suatu negara yang
berdaulat
kepada
kebutuhan
pergaulan
masyarakat
internasional.

Persamaan derajat (equality) : negara yang berdaulat selain masingmasing merdeka juga memiliki derajat yang sama antara satu dengan
yang lainnya.
Hukum internasional merupakan satu-satunya kunci keberhasilan
menciptakan keteraturan kehidupan masyarakat internasional (Muchtar
K)

Bab 3. Masyarakat Internasional dalam peralihan : perubahanperubahan dalam peta bumi politik, kemajuan teknologi dan struktur
masyarakat internasional.
MI selalu tidak konstan, berubah-ubah dan tidak selalu sempurna.
Perubahan yang mendasar yaitu setelah PD II : pembagian kekuasaan
dan peta politik
Penjajahan merupakan hal yang bertentangan dengan kodrat alami,
bangsa yang bebas
Bermunculan Negara yang merdeka dan berdaulat
Adanya perubahan dari konsep lama kepada konsep baru merupakan
hal yang tidak dapat dielakan. Hal ini menggambarkan kekuatan
masyarakat internasional yang tidak dapat terbendung.
Perubahan terlihat pula dalam konsep ilmu hukum yang berkenaan
dengan perjanjian, kewajiban Negara, nasionalisasi, hukum laut
Kemajuan teknologi mengakibatkan pula perubahan terhadap
masyarakat internasional dan hubungan internasional
o Kemudahan dalam perpindahan tempat
o Batas antara Negara menjadi tidak lagi dirasakan : komunikasi,
informasi, mengakibatkan kriminalitas yang kompleks dan
terkadang belum memiliki pengaturannya.
Hukum internasional menjadi hukum yang sifatnya koordinasi, tidak lagi
terdapat strata vertikal antara anggota Bangsa-Bangsa.

III.

Sejarah Hukum Internasional dan Perkembangannya (versi pribadi)

Hukum tidak pernah terlepas dari sejarah, antara kedua bidang tersebut terjalin
hubungan yang erat. Melalui sejarah dapat dilihat bagaimana evolusi hukum,
perkembangannya, serta megetahui latar belakang terciptanya suatu peraturan.
Oleh karena itu, seorang ahli hukum hendaklah mengetahui serta memahami
sejarah bidang hukum yang digelutinya.
Sejarah merupakan karya para ahli sejerah yang diakui dan telah menjadi sebuah
karya tulis. Sejarah berisikan kejadian-kejadian masa lalu yang dianggap penting
serta memberikan arti khusus pada cerita dan kejadian tersebut di ulang kembali.
Dalam rangka mengetahui dan memahami bagaimana perkembangan hukum
internasional haruslah dimulai dari sejarah, bagaimana hukum internasional
tersebut terbentuk. Sejarah hukum internasional yang akan disampaikan
kehadapan saudara semua merupakan ringkasan dari meteri mengenai sejarah
hubungan internasional yang dimulai sejak 1919 sampai dengan 2009. Hal ini
berbeda dengan buku karangan Muchtar K dan Etty R dimana mereka memulai
menceritakan mengenai sejarah hukum internasional sejak kebudayaan India
kuno5.
Setelah berakhirnya perang dunia pertama, Eropa mendominasi dunia sehingga
masyarakat internasional melihat Eropa sebagai suatu contoh dan panutan,
namun sebaliknya saat akan berkecamuknya perang dunai kedua dan
setelahnya, Eropa yang melihat bagaimana disisi lain terjadi kemajuan, sehingga
pandangan Eropa tertuju kepada kemajuan Negara-negara lain.
Setelah perang dunia kedua terlihatlah dunia yang modern dan terdapatnya
permasalahana geopolitik dan geoekonomi.
Bab 1. Akibat dari perdamaian 1919/1920 : penghancuran yang kalah
dan stabilitas di Eropa.
Setelah perang dunia pertama perdamaian tercipta, namun perdamaian tersebut
merupakan perdamaian pihak yang menang dalam peperangan. Bukan
perdamaian yang tercipta atas kehendak dan kesadaran kedua belah pihak, yang
kalah dan yang menang dalam perang. Dikenal pula dengan perjanjian
perdamaian, para pemenang perang dunia pertama menandatangan perjanjian
untuk menekan mereka yang kalah dalam pertempuan. Berikut ini beberapa
perjanjian yang dilakukan antara kedua belah pihak yang telah bertempur.
-

Perjanjian Versailles, 28 Juin 1919, ditandatangani oleh Jerman


Perjanjian Neuilly 27 Nopember 1919 ditandatangani oleh Bulgaria
Perjanjian Truanon 4 Juni ditandatangani oleh Honggaria

Perjanjian-perjanjian tersebut merupakan rekayasa para pememang perang dunai


pertama untuk menindas mereka yang kalah dalam perang, yaitu jerman dan
sekutunya.
5

Dimana tidak dijelaskan secara rinci sejak tahun berapa kebudayaan india kuno dimulai.

A. Semangat Perdamaian
- Gagasan Wilson (1856-1924)
Wilson merupakan Presiden Amerika Serikat periode 1913-1921, dia berasal
dari partai demokrat. Awalnya dia mempertahankan politik mengasingkan
sejak 1923, warisan dari Presiden terdahulu Monrow. Politik mengasingkan
adalah politik untuk terlepas dari campur tangan dan kegiatan di benua eropa.
Namun pada akhirnya Amerika turut tangan dalam urusan di benua Eropa
dikarenakan tentara Jerman hampir menguasai wilayah laut dan jika dibiarkan
merupakan ancaman bagi keamanan Amerika sendiri. Perang dunia kedua
yang dianggap adalah perang untuk kebebasan dan hak melawan Jerman
yang melanggar perjanjian-perjanjian. Wilson menginginkan perdamaian
yang berkepanjangan.
Dalam idenya menganai perdamaian, Wilson mengemukakan empat belas
pokok pikiran. Dimana dia menggagas suatu perhimpunan internasional yang
dinama, Liga Bangsa-Bangsa (LBB) yang kemudian berubah menjadi
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
-

Nasionalisme Clemenceau (1841-1929)

Adalah seorang dokter Perancis yang terpilih dari partai kiri moderat, menjadi
orang nomor satu di Perancis sejak nopember 1917. Kepemimpinannya
sangat nasionalisme, menjauhkan mereka yang mengkritik terhadap
pemerintahan Perancis. Kehawatiran utamanya adalah kebangkitan Jerman
dan balas dendamnya dikarenakan kekalahan perang dunia pertama.
- xx
B. xx
Bab 2. Pembentukan Organisasi Internasional LBB dan PBB
A. LBB dan Perang
B. Pembentukan PBB : menegakkan keadilan dengan hukum

Sejarah Sesuai panduan buku Mochtar :


Sejarah Hukum Internasional
Sistem Hukum Internasional merupakan suatu produk, kasarnya dari empat ratus tahun terakhir ini,
yang berkembang dari adat istiadat dan praktek-praktek Negara-negara Eropa Modern dalam
hubungan serta komunikasinya dengan Negara lain. Tapi kita pun perlu melihat jauh sebelum
perkembangan zaman Eropa Modern yaitu pada periode kuno, beberapa Negara telah melaksanakan
Hukum Internasional secara tidak langsung, dan adapun para ahli yang lahir sebelum zaman Eropa
Modern tersebut yang dipandang memunculkan dasar-dasar dari pemikiran mengenai adat-istiadat
yang ditaati oleh masyarakat serta adanya beberapa kasus sejarah seperti penyelesaian
arbitrasi(perwasitan) pada masa Cina Kuno dan awal Dunia Islam yang memberikan seumbangan
terhadap evolusi system modern Hukum Internasional.
Sejarah Hukum Internasional dalam perkembangannya mengalami beberapa periode evolusi yang
terbilang berkembang dengan cepat dan menarik. Fase-fase tersebut dapat kita bagi dan bahas sebagai
berikut :
A. Periode Kuno
a. India
Menurut Penyelidikan Bannerjee pada abad Sebelum Masehi, Kerajaan-kerajaan India sudah
mengadakan hubungan satu sama lain, baik itu Hubungan antar kasta, suku bangsa dan Raja-raja yang
diatur oleh adanya kebiasaan
b. Yahudi
Dalam Kitab Perjanjian Lama, mengenal ketentuan mengenai perlakuan terhadap orang asing dan cara
melakukan perang
c. Yunani
Pada saat itu dibagi menjadi dua Golongan, yaitu Golongan Orang Yunani dan Luar Yunani. Mereka
juga sudah mengenal arbitration atau perwasitan dan diplomat yang tinggi tingkat perkembangannya.
Sumbangan terbesar dari masa ini adalah Hukum Ala (Hukum yang berlaku mutlak dimana saja dan
berasal dari rasio, menurut Profesor Vinogradoff, hal tersebut merupakan embrio awal yang
mengkristalisasikan Hukum yang berasal dari adat istiadat., contohnya adalah dengan todak dapat
diganggugugatnya tugas seorang kurir dalam peperangan serta perlunya pernyataan perang terlebih
dahulu

d. Romawi
Sebenarnya pada masa ini, orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis Hukum, yaitu Ius Ceville
(Hukum bagi Masyarakat Romawi) dan Ius Gentium (bagi Orang Asing). Hanya saja, pada zaman ini
tidak mengalami perkembangan pesat, karena pada saat itu masyarakat dunia merupakan satu
Imperium, yaitu Imperium Roma yang mengakibatkan tidak adanya tempat bagi Hukum BangsaBangsa. Hukum Romawi tidak menyumbangkan banyak asas. Asas yang kemudian diterima hanyalah
asas Pacta Sun Servanda (setiap janji harus ditepati)..
e. Eropa Barat
Pada masa ini, Eropa mengalami masa-masa chaotic (kacaubalau) sehingga tidak memungkinkannya
kebutuhan oerangkat Hukum Internasional. Selain itu, selama abad pertengahan, muncul dua hal
utama yang menjadi penghalang Evolusi, yaitu kesatuan duniawi dan rohani sebagian besar Eropa
dibawah Imperium Romawi Suci dan struktur Feodal Eropa Barat.
B. Periode Modern
Pada periode inilah, Hukum Internasional berkembang dengan sangat pesat. Dimulai pada masa
pencerahan

atau

Renaissance,

memperokporandakanbelenggu

yang

kesatuan

merupakan
politik

dan

revolusi
rohani

keagamaan

Eropa.

yang

Teori-teori

telah

kemudian

dikembangkan pada saat itu untuk menyongsong kondisi secara intelektual.


Perkembangan yang terjadi adalah :
a. Traktat Westphalia
Hukum Internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antara negaranegara, lahir dengan kelahiran masyarakat Internasional yang didasarkan atas negara-negara nasional.
Sebagai titik saat lahirnya negara-negara nasional yang modern biasanya diambil saat
ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian Westphalia yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun di
Eropa.
Perdamaian Westphalia dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah Hukum Internasional
modern, bahkan dianggap sebagai suatu peristiwa Hukum Internasional modern yang didasarkan atas
negara-negara nasional, sebabnya adalah :
1. Selain mengakhiri perang 30 tahun, Perjanjian Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam
peta bumi politik yang telah terjadi karena perang itu di Eropa.
2. Perjanjian perdamaian mengakhiri untuk selama-lamanya usaha Kaisar Romawi yang suci.

3. Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan


didasarkan atas kepentingan nasional negara itu masing-masing.
4. Kemerdekaan negara Nederland, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman diakui dalam
Perjanjian Westphalia.
Selai itu, Perjanjian Westphalia meletakan dasar bagi susunan masyarakat Internasional yang baru,
baik mengenai bentuknya yaitu didasarkan atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas
kerajaan-kerajaan) maupun mengenai hakekat negara itu dan pemerintahannya yakni pemisahan
kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja.
Ciri masyarakat Internasional yang terdapat di Eropa yang dasarnya diletakkan oleh Perjanjian
Westphalia. Ciri-ciri pokok yang membedakan organisasi susunan masyarakat Internasional yang baru
ini dari susunan masyarakat Kristen Eropa pada zaman abad pertengahan :
1.
2.

Negara merupakan satuan teritorial yang berdaulat.


Hubungan nasional yang satu dengan yang lainnya didasarkan atas kemerdekaan dan

3.

persamaan derajat.
Masyarakat negara-negara tidak mengakui kekuasaan di atas mereka seperti seorang

4.

kaisar pada zaman abad pertengahan dan Paus sebagai Kepala Gereja.
Hubungan antara negara-negara berdasarkan atas hukum yang banyak mengambil oper

5.

pengertian lembaga Hukum Perdata, Hukum Romawi.


Negara mengakui adanya Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur
hubungan antar negara tetapi menekankan peranan yang besar yang dimainkan negara

6.

dalam kepatuhan terhadap hukum ini.


Tidak adanya Mahkamah (Internasional) dan kekuatan polisi internasional untuk

7.

memaksakan ditaatinya ketentuan hukum Internasional.


Anggapan terhadap perang yang dengan lunturnya segi-segi keagamaan beralih dari
anggapan mengenai doktrin bellum justum (ajaran perang suci) kearah ajaran yang
menganggap perang sebagai salah satu cara penggunaan kekerasan.
Dasar-dasar yang diletakkan dalam Perjanjian Westphalia diperteguh dalam
Perjanjian Utrech yang penting artinya dilihat dari sudut politik Internasional,
karena menerima asas keseimbangan kekuatan sebagai asas politik internsional.
b. Bermunculan para Pakar Hukum Internasional

i. Hugo Grotius
Hukum Internasionalnya berlaku Hukum Alam yang telah terlepas dari pengaruh keagamaan dan
kegerjaan. Banyak didasarkan pada praktek Negara dan perjanjian Negara sebagai Sumber Hukum
Internasional.

ii. Fransisco Vittoria


Dalam bukunya Relectio de Indis, bahwa Negara dalam tingkah lakunya tidak boleh bertindak sesuka
hati (Ius Intergentes)
iii. Fransisco Suarez
Menulis De Legibius ae deo Legislatore mengemukakan bahwa suatu Hukumatau akedah objektif
yang harus dituruti oleh Negara-negara dalam hubungan antara mereka.
iv. Balthazar Ayala & Alberico Gentilis
Pemisahan antara etika agama dan hukum.
v. Christian Wovlf
Suatu negara meliputi Negara-negara dunia
vi. Zouche, Bynkershoek, dan Von Martens
Receuil Des Traites (kumpulan perjanjian yang masih merupakan suatu kumpulan yang berharga
hingga sekarang)
c. Revolusi Perancis
Pergeseran kekuasaan pemerintahan dari tangan raja ke tangan rakyat
d. Konferensi Perdamaian jenewa (1864)
e. Konferensi Perdamaian Den Haag (1899)
f. Konferensi Perdamaian Den Haag (1907)
Melahirkan Mahkamah Arbitrase Permanen yang isinya:
Negara sebagai kesatuan politik teritorial
Konferensi Internasional berlaku universal
Dibentuk mahkamah Internasional Arbitrase permanen
Setelah perjanjian perdamaian Den Haag 1907 (masa konsolidasi), terjadi:

1.

Perjanjian

melarang

perang

untuk

2.

nasional (Briand Kellog Pact 1982, Paris)


Didirikan liga bangsa-bangsa 1919 (PBB 1945).

mencapai

kepentingan

IV.

Hakikat Dan Mengikatnya Hukum Internasional

Bab 1. Sifat Hakikat Hukum Internasional


Masyarakat internasional yang diatur oleh hukum internasional adalah
suatu tertib hukum koordinasi dari sejumlah negara-negara yang masing-masing
merdeka dan berdaulat. Sehingga, berbeda halnya dengan tertib hukum nasional
(yang bersifat subordinasi), dalam tertib hukum koordinasi (hukum internasional)
tidak terdapat lembaga-lembaga yang disangkutpautkan dengan hukum dan
pelaksanaannya:
-

dalam hukum internasional tidak terdapat kekuasaan eksekutif;

dalam hukum internasional tidak terdapat lembaga legislatif;

dalam hukum internasional tidak terdapat lembaga kehakiman (yudisial);

dalam hukum internasional tidak terdapat lembaga kepolisian.

Lembaga-lembaga atau badan-badan di atas adalah lembaga-lembaga yang


diperlukan guna memaksakan berlakunya suatu ketentuan hukum.
Dikarenakan

keadaan

yang

demikianlah

sehingga

beberapa

pihak

menyangkal sifat mengikat hukum internasional, misalnya Hobbes, Spinoza,


Austin. Menurut John Austin, hukum internasional itu bukanlah hukum melainkan
sekadar aturan-aturan moral positif (rules of positive morality). Namun pendapat
Austin tersebut terbantahkan oleh dua hal:

Pertama, tidak adanya badan pembuat atau pembentuk hukum bukanlah


berarti tidak ada hukum. Misalnya hukum adat;

Kedua, harus dibedakan antara persoalan ada-tidaknya hukum dan ciri-ciri


efektifnya hukum. Tidak adanya lembaga-lembaga yang diasosiasikan
dengan hukum dalam tubuh hukum internasional (eksekutif, legislatif,
kehakiman, kepolisian, dsb) adalah ciri-ciri atau pertanda bahwa hukum
internasional belum efektif tetapi bukan berarti bahwa hukum internasional
itu tidak ada.

Bab

2.

Teori-teori

tentang

Dasar

Kekuatan

Mengikat

Hukum

Internasional
Jika pada kenyataannya hukum internasional tidak memiliki lembaga
legislatif, eksekutif, yudisial, maupun kepolisian tetapi pada kenyataannya pula
hukum internasional itu mengikat, maka timbul pertanyaan: mengapa hukum
internasional itu mengikat? Bagaimana penjelasannya?
Dalam hubungan ini telah timbul beberapa teori atau ajaran yang mencoba
memberikan landasan pemikiran tentang mengikatnya hukum internasional,
yaitu:
(1)Mazhab atau Ajaran Hukum Alam;
(2)Mazhab atau Ajaran Hukum Positif; dan
(3)Mazhab Perancis.
(1) Mazhab/Ajaran Hukum Alam.
Menurut Mazhab Hukum Alam, hukum internasional mengikat karena ia
adalah bagian dari hukum alam yang diterapkan dalam kehidupan bangsabangsa. Negara-negara tunduk atau terikat kepada hukum internasional dalam
hubungan antarmereka karena hukum internasional itu merupakan bagian dari
hukum yang lebih tinggi, yaitu hukum alam. Tokoh-tokoh dari mazhab ini,
antara lain, Hugo Grotius (Hugo de Groot), Emmeric Vattel, dll.
Kontribusi terbesar ajaran atau mazhab hukum alam bagi hukum
internasional adalah bahwa ia memberikan dasar-dasar bagi pembentukan
hukum yang ideal. Dalam hal ini, dengan menjelaskan bahwa konsep hidup
bermasyarakat internasional merupakan keharusan yang diperintahkan oleh akal
budi (rasio) manusia, mazhab hukum alam sesungguhnya telah meletakkan
dasar rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai
antarbangsa-bangsa di dunia ini walaupun mereka memiliki asal-usul keturunan,
pandangan hidup, dan nilai-nilai yang berbeda-beda.
Meskipun demikian, ia juga mengandung kelemahan yang cukup mendasar
yaitu tidak jelasnya apa yang dimaksud dengan hukum alam itu. Akibatnya,
pengertian tentang hukum alam itu menjadi sangat subjektif, bergantung pada
penafsiran masing-masing orang atau ahli yang menganjurkannya.

(2)Mazhab/Ajaran Hukum Positif


Ada beberapa mazhab yang termasuk ke dalam kelompok Mazhab atau Ajaran
Hukum Positif, yaitu:
a. Mazhab atau Teori Kehendak Negara atau Teori Kedaulatan Negara;
b. Mazhab atau Teori Kehendak Bersama Negara-negara;
c. Mazhab Wina (Vienna School of Thought).
a. Mazhab/Teori Kehendak Negara.
Ajaran atau mazhab ini bertolak dari teori kedaulatan negara. Secara
umum inti dari ajaran atau mazhab ini adalah sebagai berikut: oleh karena
negara adalah pemegang kedaulatan, maka negara adalah juga sumber dari
segala hukum. Hukum internasional itu mengikat negara-negara karena negaranegara itu atas kehendak atau kemauannya sendirilah tunduk atau mengikatkan
diri kepada hukum internasional.
Bagi mazhab ini, hukum internasional itu bukanlah sesuatu yang lebih
tinggi dari kemauan negara (hukum nasional) tetapi merupakan bagian dari
hukum nasional (c.q. hukum tata negara) yang mengatur hubungan luar suatu
negara (auszeres Staatsrecht). Para pemuka mazhab ini, antara lain, Georg
Jellinek, Zorn, dll.
Kritik dan sekaligus kelemahan dari ajaran ini adalah bahwa ajaran ini tidak
mampu

menjelaskan

bagaimana

jika

negara-negara

itu

secara

sepihak

menyatakan tidak hendak lagi terikat kepada hukum internasional, apakah


dengan demikian hukum internasional tersebut tidak lagi mengikat?
Ajaran ini juga tidak mampu menjelaskan negara-negara yang baru lahir sudah
langsung terikat oleh hukum internasional terlepas dari mereka setuju atau tidak?
b. Mazhab atau Teori Kehendak Bersama Negara-negara.
Mazhab ini berusahan untuk menutup kelemahan Mazhab/Teori Kehendak
Negara sebagaimana telah dikemukan di atas. Menurut mazhab ini, hukum
internasional itu mengikat bukan karena bukan karena kehendak negara-negara
secara sendiri-sendiri melainkan karena kehendak bersama negara-negara itu di
mana kehendak bersama ini lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan
kehendak negara secara sendiri-sendiri. Dikatakan pula oleh mazhab ini bahwa,

berbeda halnya dengan kehendak negara secara sendiri-sendiri, kehendak


bersama ini tidak perlu dinyatakan secara tegas atau spesifik.
Inilah inti dari ajaran Vereinbarungstheorie yang dikemukakan oleh Triepel.
Melalui ajarannya itu Triepel sesungguhnya berusaha untuk mendasarkan
teorinya pada cara mengikat hukum kebiasaan internasional.

Maksudnya,

dengan mengatakan bahwa kehendak bersama negara-negara untuk terikat pada


hukum internasional itu tidak perlu dinyatakan secara tegas atau spesifik ia
sesungguhnya

bermaksud

mengatakan

bahwa

negara-negara

itu

telah

menyatakan persetujuannya untuk terikat secara implisit atau diam-diam


(implied).
Kendatipun

telah

berusaha

menjawab

kritik

terhadap

kelemahan

Mazhab/Teoeri Kehendak Negara, Mazhab/Teori Kehendak Bersama Negaranegara ini tetap saja mengandung kelemahan, yaitu:

Pertama,

mazhab

memuaskan
dimungkinkan
internasional

ini

tidak

terhadap

pertanyaan:

menarik
secara

mampu

persetujuan

sendiri-sendiri,

memberikan
kalaupun
untuk

penjelasan

yang

negara-negara

tidak

terikat

bagaimana

jika

kepada

hukum

negara-negara

tersebut secara bersama-sama menarik persetujuannya untuk terikat pada


hukum

internasional?

Apakah

dengan

demikian

berarti

hukum

internasional menjadi tidak ada lagi?

Kedua, dengan mendasarkan kekuatan mengikat hukum internasional itu


pada kehendak negara, maka (seperti halnya pada Mazhab/Teori Kehendak
Negara) mazhab ini pun sesungguhnya hanya menganggap hukum
internasional itu hanya sebagai hukum perjanjian antar negara-negara.
Pendapat ini, sebagaimana telah disinggung di atas, telah terbukti sebagai
pendapat yang tidak benar.

Sebab hukum internasional bukan semata-

mata lahir dari perjanjian internasional.


c. Mazhab Wina
Kelemahan-kelemahan

yang

melekat

pada

mazhab-mazhab

yang

meletakkan dasar kekuatan mengikat hukum internasional pada kehendak


negara (yang kerap juga disebut sebagai aliran voluntaris) melahirkan pemikiran
baru yang tidak lagi meletakkan dasar mengikat hukum internasional itu pada
kehendak negara melainkan pada adanya norma atau kaidah hukum yang telah

ada terlebih dahulu yang terlepas dari dikehendaki atau tidak oleh negara-negara
(aliran pemikiran ini kerap disebut sebagai aliran objektivist). Tokoh terkenal dari
aliran ini adalah Hans Kelsen yang mazhabnya dikenal dengan sebutan Mazhab
Wina (Vienna School of Thought).
Menurut Kelsen, ada dan mengikatnya kaidah hukum internasional
didasarkan oleh ada dan mengikatnya kaidah hukum lain yang lebih tinggi. Ada
dan mengikatnya kaidah hukum yang lebih tinggi itu didasarkan oleh ada dan
mengikatnya kaidah hukum yang lebih tinggi lagi. Demikian seterusnya hingga
sampai pada suatu puncak piramida

kaidah-kaidah hukum yang dinamakan

kaidah dasar (grundnorm) yang tidak lagi dapat dijelaskan secara hukum
melainkan harus diterima adanya sebagai hipotesa asal (ursprungshypothese).
Menurut Kelsen, kaidah dasar dari hukum internasional itu adalah prinsip atau
asas pacta sunt servanda.
Kelemahan dari mazhab atau teori ini adalah bahwa memang sepintas
tampak

bahwa

konstruksi

pemikiran

mazhab

ini

tampak

logis

dalam

menerangkan dasar mengikatnya hukum internasional. Namun, mazhab ini tidak


dapat menerangkan mengapa kaidah dasar (grundnorm) itu sendiri mengikat?
Lagipula, dengan mengatakan bahwa kaidah dasar itu sebagai hipotesa, yang
merupakan sesuatu yang belum pasti, maka berarti pada akhirnya dasar
mengikatnya hukum internasional digantungkan pada sesuatu yang tidak pasti.
Dengan demikian, seluruh konstruksi pemikiran yang mulanya tampak logis itu
pada akhirnya menjadi sesuatu yang menggantung di awang-awang.
Lebih jauh lagi, dengan mengatakan bahwa grundnorm itu sebagai
persoalan di luar hukum atau tidak dapat dijelaskan secara hukum maka berarti
persoalan

tentang

dasar

mengikatnya

hukum

internasional

akhirnya

dikembalikan lagi kepada nilai-nilai kehidupan manusia di luar hukum yaitu rasa
keadilan dan moral yang berarti sama saja dengan mengembalikan dasar
mengikatnya hukum internasional itu kepada hukum alam.
Mazhab Perancis
Suatu mazhab yang mencoba menjelaskan dasar mengikatnya hukum
internasional dengan konstruksi pemikiran yang sama sekali berbeda dengan
kedua mazhab sebelumnya (Mazhab Hukum Alam dan Mazhab Hukum Positif)

muncul di Perancis. Karena itu, Mazhab ini dikenal sebagai Mazhab Perancis.
Pelopornya, antara lain, Leon Duguit, Fauchile, dan Schelle.
Dalam garis besarnya, mazhab ini meletakkan dasar mengikatnya hukum
internasional sebagaimana halnya bidang hukum lainnya pada faktor-faktor
yang mereka namakan fakta-fakta kemasyarakatan (fait social), yaitu berupa
faktor-faktor biologis, sosial, dan sejarah kehidupan manusia. Artinya, dasar
mengikatnya hukum internasional itu dapat dikembalikan kepada sifat alami
manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa memiliki hasrat untuk hidup
bergabung dengan manusia lain dan kebutuhan akan solidaritas. Kebutuhan dan
naluri sosial manusia sebagai individu itu juga dimiliki oleh negara-negara atau
bangsa-bangsa (yang merupakan kumpulan manusia). Dengan kata lain, menurut
mazhab ini, dasar mengikatnya hukum internasional itu, sebagaimana halnya
dasar mengikatnya setiap hukum, terdapat dalam kenyataan sosial yaitu pada
kebutuhan manusia untuk hidup bermasyarakat.

V.

Hubungan Hukum Nasional dengan Hukum Internasional


Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas

berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan


sebagai perilaku dan hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola
hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas
sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi
internasional dan, pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu.
Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan
dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu.
Hukum antar bangsa atau hukum antar negara menunjukkan pada kompleks
kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsabangsa atau negara. Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan
atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region)
tertentu : (1) Hukum Internasional regional : Hukum Internasional yang
berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum Internasional
Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental Shelf)
dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the living
resources of the sea) yang mula- mula tumbuh di Benua Amerika sehingga
menjadi hukum Internasional Umum. (2) Hukum Internasional Khusus : Hukum
Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi negara-negara
tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan keadaan,
kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda dari
bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh
melalui proses hukum kebiasaan.
Hukum

Internasional

didasarkan

atas

pikiran

adanya

masyarakat

internasional yang terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka
dalam arti masing- masing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah kekuasaan lain
sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara anggota masyarakat
internasional yang sederajat.
Hukum Nasional di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum
hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang
dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental,

khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang
merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (NederlandschIndie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut
Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang
perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku
sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat
dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
Dalam perkembangan teori-teori hukum, dikenal dua aliran besar mengenai
hubungan antara hukum nasional dengan hukum internasional. Monisme dan
dualisme.

Untuk

memperjelas

hubungan

antara

hukum

Nasional

dan

Internasional, maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
bagaimana hubungan hukum nasional dan internasional.
Bab 1. Pengertian Hukum Internasional
Hukum internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hukum yang
sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus
ditaati oleh negara-negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam
hubungan- hubungan antara mereka satu dengan lainnya, serta yang juga
mencakup

(a)

organisasi

internasional,

hubungan

antara

organisasi

internasional satu dengan lainnya, hubungan peraturan-peraturan hukum yang


berkenaan dengan fungsi-fungsi lembaga atau antara organisasi internasional
dengan

negara

atau

negara-negara

dan

hubungan

antara

organisasi

internasional dengan individu atau individu-individu ; (b) peraturan-peraturan


hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan subyek-subyek
hukum bukan negara (non-state entities) sepanjang hak-hak dan kewajibankewajiban individu dan subyek hukum bukan negara tersebut bersangkut paut
dengan masalah masyarakat internasional (Phartiana, 2003; 4)
Sejalan dengan definisi yang dikeluarkan Hyde, Mochtar Kusumaatmadja
mengartikan hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asasasas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas
negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain
bukan

negara

atau

subyek

(Kusumaatmadja, 1999; 2)

hukum

bukan

negara

satu

sama

lain.

Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh


gambaran umum tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional,
yang di dalamnya terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan
hukum
antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam
pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan
hukumnya.
Sedangkan mengenai subyek hukumnya, tampak bahwa negara tidak lagi
menjadi satu-satunya subyek hukum internasional, sebagaimana pernah jadi
pandangan yang berlaku umum di kalangan para sarjana sebelumnya.
Bab 2. Pengertian Hukum Nasional
Hukum nasional adalah sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri
atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat
dalam suatu negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubunganhubungan antara mereka satu dengan lainnya.
Hukum Nasional di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum
hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang
dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental,
khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang
merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (NederlandschIndie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut
Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang
perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku
sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat
dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
Bab 3. Hubungan Hukum Nasional dan Hukum Internasional
Menurut teori Dualisme, hukum internasional dan hukum nasional,
merupakan dua sistem hukum yang secara keseluruhan berbeda. Hukum
internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang terpisah,
tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Berlakunya

hukum internasional dalam lingkungan hukum nasional memerlukan ratifikasi


menjadi hukum nasional. Kalau ada pertentangan antar keduanya, maka yang
diutamakan adalah hukum nasional suatu negara.
Sedangkan menurut teori Monisme, hukum internasional dan hukum
nasional saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum
internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional
untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih
rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan
harus sesuai dengan hukum internasional. (Burhan Tsani, 1990; 26)
Berangkat

dari

pentingnya

hubungan

lintas

negara

disegala

sektor

kehidupan seperti politik, sosial, ekonomi dan lain sebagainya, maka sangat
diperlukan hukum yang diharap bisa menuntaskan segala masalah yang timbul
dari hubungan antar negara. Hukum Internasional ialah sekumpulan kaedah
hukum wajib yang mengatur hubungan antara person hukum internasional
(Negara dan Organisasi Internasional), menentukan hak dan kewajiban badan
tersebut serta membatasi hubungan yang terjadi antara person hukum tersebut
dengan masyarakat sipil.
Oleh

karena

itu

hukum

internasional

adalah

hukum

masyarakat

internasional yang mengatur segala hubungan yang terjalin dari person hukum
internasional serta hubungannya dengan masyarakat sipil. Hukum internasional
mempunyai

beberapa

segi

penting

seperti

prinsip

kesepakatan

bersama

(principle of mutual consent), prinsip timbal balik (priniple of reciprocity), prinsip


komunikasi bebas (principle of free communication), princip tidak diganggu gugat
(principle of inciolability),
prinsip layak dan umum (principle of reasonable and normal), prinsip eksteritorial
(principle of exterritoriality), dan prinsip-prinsip lain yang penting bagi hubungan
diplomatik antarnegara.
Maka

hukum

internasional

memberikan

implikasi

hukum

bagi

para

pelangarnya, yang dimaksud implikasi disini ialah tanggung jawab secara


internasional yang disebabkan oleh tindakan-tindakan yang dilakukan sesuatu
negara atau organisasi internasional dalam melakukan segala tugas-tugasnya
sebagai person hukum internasional. Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan
unsur- unsur terpenting dari hukum internasional; (a) Objek dari hukum

internasional ialah badan hukum internasional yaitu negara dan organisasi


internasional, (b) Hubungan yang terjalin antara badan hukum internasional
adalah hubungan internasional dalam artian bukan dalam scope wilayah tertentu,
ia merupakan hubungan luar negeri yang melewati batas teritorial atau geografis
negara, berlainan dengan hukum negara yang hanya mengatur hubungan dalam
negeri dan (c) kaedah hukum internasional ialah kaedah wajib, seperti layaknya
semua kaedah hukum, dan ini yang membedakan antara hukum internasional
dengan kaedah internasional yang berlaku dinegara tanpa memiliki sifat wajib
seperti life service dan adat kebiasaan internasional.
Jika hukum nasional ialah hukum yang terapkan dalam teritorial sesuatu
negara dalam mengatur segala urusan dalam negeri dan juga dalam menghadapi
penduduk yang berdomisili didalamnya, maka hukum internasional ialah hukum
yang mengatur aspek negara dalam hubungannya dengan negara lain.
Hukum Internasional ada untuk mengatur segala hubungan internasional
demi berlangsungnya kehidupan internasional yang terlepas dari segala bentuk
tindakan yang merugikan negara lain. Oleh sebab itu negara yang melakukan
tindakan yang
dapat merugikan negara lain atau dalam artian melanggar kesepakatan bersama
akan dikenai implikasi hukum, jadi sebuah negara harus bertanggung jawab atas
segala tindakan yang telah dilakukannya.
Pengertian tanggung jawab internasional itu sendiri itu adalah peraturan
hukum

dimana

hukum

internasional

mewajibkan

kepada

person

hukum

internasional pelaku tindakan yang melanggar kewajiban-kewajiban internasional


yang menyebabkan kerugian pada person hukum internasional lainnya untuk
melakukan kompensasi.
Bab 4. Hakikat Hukum Internasional
Apa yang menjadi kepentingan hukum internasional adalah memberikan
batasan yang jelas terhadap kewenangan negara dalam pelaksanaan hubungan
antarnegara. Hal ini bertolak belakang dengan kepentingan penyelenggaraan
politik internasional yang bertujuan untuk mempertahankan atau memperbesar
kekuasaan. Karena itu, hukum bermakna memberikan petunjuk operasional
perihal kebolehan dan larangan guna membatasi kekuasaan absolut negara.

Realitanya keterkaitan diantara kedua dimensi hubungan ini berujung


kepada persoalan esensi hukum sebagai suatu kekuatan yang bersifat memaksa.
Masalah efektifitas hukum dalam hubungan internasional ini menimbulkan dua
konsekuensi yang secara diameteral saling bertolak-belakang. Pertama, struktur
hukum nasional lebih tinggi dari pada hukum internasional. Pemahaman ini
membawa implikasi hukum internasional terhadap kebijakan domestik suatu
negara akan diukur berdasarkan sistem hukum nasional. Di sini hukum
internasional baru akan berlaku jika tidak bertentangan dengan kaedah hukum
nasional. Agar berlaku, hukum internasional juga perlu diadopsi terlebih dahulu
menjadi hukum nasional, yaitu
suatu proses yang dilakukan antara lain melalui ratifikasi. Dasarnya adalah
doktrin hukum pacta sunc servanda di mana perjanjian berlaku sebagai hukum
bagi para pihak. Perjanjian merefleksikan itikad bebas yang dicapai secara
sukarela oleh subjek hukum internasional yang memiliki kesetaraan satu sama
lain. Sebaliknya, hukum dinilai tidak dapat berfungsi secara efektif jika tidak ada
keinginan negara untuk tunduk di bawah ketentuan yang diaturnya. Kemudian
pemahaman kedua sementara itu mendalilkan bahwa hukum internasional
otomatis berlaku sebagai kaedah hukum domestik yang mengikat negara tanpa
melalui proses adopsi menjadi hukum nasional. Menurut paradigma ini, hukum
internasional

merupakan

fondasi

tertinggi

yang

mengatur

hubungan

antarnegara. Sumber kekuatan mengikat hukum internasional adalah prinsip


hukum alam(costumary) yang menempatkan akal sehat masyarakat internasional
sebagai cita-cita dan sumber hukum ideal yang tertinggi. Terlepas dari ada atau
tidaknya persetujuan ini, secara yuridis negara dapat terikat oleh prinsip hukum
internasional yang berlaku universal atau oleh kaedah kebiasaan internasional.
Customary itu sendiri membuktikan bahwa praktek negara atas sesuatu hal yang
sama dan telah mengkristal, sehingga diakui oleh masyarakat internasional
memiliki implikasi hukum bagi pelanggaran terhadapnya.

KESIMPULAN
Menurut

teori

Dualisme,

hukum

internasional

dan

hukum

nasional,

merupakan dua sistem hukum yang secara keseluruhan berbeda. Hukum


internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang terpisah,
tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Berlakunya
hukum internasional dalam lingkungan hukum nasional memerlukan ratifikasi
menjadi hukum nasional. Kalau ada pertentangan antar keduanya, maka yang
diutamakan adalah hukum nasional suatu negara.
Sedangkan menurut teori Monisme, hukum internasional dan hukum
nasional saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum
internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional
untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih
rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan
harus sesuai dengan hukum internasional. (Burhan Tsani, 1990; 26)
Berangkat dari pentingnya hubungan lintas negara disegala sektor kehidupan
seperti politik, sosial, ekonomi dan lain sebagainya, maka sangat diperlukan
hukum yang diharap bisa menuntaskan segala masalah yang timbul dari
hubungan antar negara. Hukum Internasional ialah sekumpulan kaedah hukum
wajib yang mengatur hubungan antara person hukum internasional (Negara dan
Organisasi Internasional), menentukan hak dan kewajiban badan tersebut serta
membatasi hubungan yang terjadi antara person hukum tersebut dengan
masyarakat sipil.

Anda mungkin juga menyukai