PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada sekitar sepertiga dari kelahiran prematur
dan dapat
berhubungan dengan periode singkat antara pecah ketuban dan pelahiran, peningkatan risiko
infeksi perinatal, dan kompresi tali pusat. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada usia kehamilan
aterm maupun preterm (KPDP). Angka morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi pada ketuban
pecah dini prematur terkait baik secara independen maupun dengan peningkatan angka kelahiran
prematur.1
Di Indonesia angka kematian ibu masih tinggi dan merupakan masalah yang menjadi
prioritas di bidang kesehatan disamping menunjukkan derajat kesehatan masyarakat dan tingkat
kesejahteraan masyarakat. Menurut hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012
menyebutkan Angka Kematian Ibu (AKI) sebanyak 359/100.000 kelahiran hidup dan Angka
Kematian Neonatal (AKN) di Indonesia sebesar 19 kematian/1000 kelahiran hidup dan Angka
Kematian Bayi (AKB) sebesar 32 kematian/1000 kelahiran hidup. 1
Penyebab langsung utama morbiditas maternal termasuk perdarahan, infeksi, tekanan
darah tinggi, aborsi yang tidak aman, dan partus macet. Diantara seluruh kematian neonatal, 75%
terjadi pada minggu pertama kehidupan, dan dari jumlah kematian tersebut, 25-45% terjadi
dalam 24 jam pertama. Penyebab utama kematian neonatus adalah prematuritas dan berat badan
lahir rendah, infeksi, asfiksia, trauma persalinan, dan abnormalitas kongenital. Penyebabpenyebab ini terdapat pada 80% kematian di kelompok usia ini. Dua pertiga kematian neonatus
dapat dicegah bila tersedia intervensi kesehatan yang umum dan efektif selama kehamilan,
persalinan, dan minggu pertama kehidupan.2
Fungsi mekanik normal membran korioamnion yang intak penting terhadap keberhasilan
reproduksi manusia. Lapisan amnion dan korion, terpisah dan bersama-sama sebagai
korioamnion, berfungsi sebagai barrier dan container selama kehamilan, dan kedua peran penting
ini dibutuhkan sejak konsepsi hingga lahir. Kejadian keluar air merupakan tanda persalinan
dan pelahiran. Ruptur mekanik membran korioamnion merupakan bagian dari proses alami
persalinan aterm, namun memiliki implikasi serius bila ruptur terjadi sebelum aterm. Ruptur
korioamnion sebelum waktunya (KPDP) berkaitan dengan sepertiga kelahiran prematur. Karena
hubungannya dengan kelahiran prematur dan morbiditas perinatal, ketuban pecah dini telah
menjadi subyek dari banyak penelitian klinis dan epidemiologi dalam upaya untuk
mengidentifikasi faktor resiko predisposisinya. 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Ketuban Pecah Dini ( amniorrhexis premature rupture of the membrane PROM ) adalah
pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis diagnosa KPD
ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu satu jam
kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk kepentingan klinis waktu
1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan pengamatan adanya tandatanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu maka peristiwa tersebut disebut
KPD Preterm (PPROM = preterm premature rupture of the membrane - preterm amniorrhexis.2
Spontaneous Premature Rupture Of the Membranes (SPROM) adalah pecahnya ketuban
setelah atau pada awal persalinan.2
Prolonged Rupture Of the Membranes adalah setiap pecahnya membran yang berlangsung
selama lebih dari 24 jam dan sebelum awal persalinan. 2
Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the onset of labour.
Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum permulaan persalinan pada
setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (1998) mengatakan bahwa KPD adalah pecahnya
ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara
kurang dari 5 cm. Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai ketuban yang pecah spontan 1
jam atau lebih sebelum dimulainya persalinan.Sedangkan menurut Yulaikah (2009) ketuban
pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan setelah ditunggu satu
jam belum terdapat tanda persalinan. Waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim
disebut ketuban pecah dini (periode laten). Kondisi ini merupakan penyebab persalinan
premature dengan segala komplikasinya.
B. Epidemiologi
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2010, memperkirakan angka
kematian ibu lebih dari 300-400/100.000 kelahiran, yang disebabkan oleh perdarahan 28%,
ketuban pecah dini 20%, eklampsia 12%, abortus 13%, partus lama 18%, dan penyebab lainnya
2%. 3
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm, 8-10 %
wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm
atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan
berikutnya, menurut Naeye pada tahun 1982 diperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan
penelitian lain yang lebih baru menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan
dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti :
korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar
antara 4-7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80%
kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik
pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada
KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini dengan
usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 24% pada KPD lebih daripada 24 jam.3
Proporsi KPD di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005 sampai 31 Oktober 2005
dari 2113 persalinan, proporsi kasus KPD adalah sebanyak 12,92%. Sedangkan proporsi kasus
KPD preterm dari 328 kasus ketuban pecah dini baik yang melakukan persalinan maupun
dirawat secara konservatif sebanyak 16,77% sedangkan sisanya adalah KPD dengan kehamilan
aterm. Kontribusi KPD ini lebih besar pada sosial ekonomi rendah dibandingkan sosial ekonomi
menengah ke atas.3
C. Etiologi Diagnosis
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas yang
terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar. Hilangnya
elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi
karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada
amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau
trofoblas, dimana sebagaian besar jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel
amnion sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen
dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi dan
inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim protease dan mediator
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan insiden KPD,
lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak kelahiran yang dekat.2
6. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya selaput
ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari kavum uteri. Beberapa prosedur
pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini.
Pada perokok, secara tidak langsung dapat menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada
kehamilan prematur. Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan KPD,
namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor lain, seperti : hidramnion,
gamelli, koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5, stres psikologis, serta
flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.2
Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini mempunyai
dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
Serviks inkompeten.
Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.
Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum masuk pintu
atas panggul, disproporsi sefalopelvik.
Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk
proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.5
D. Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput ketuban
karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh
keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput
ketuban.2
diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang berperan
dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih
rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam
askorbat yang rendah.2
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme. Beberapa
flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan Trikomonas vaginalis
mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan akhirnya
melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang
produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan
tumor nekrosis faktor yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan
MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi
prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini
preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis
bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin
dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi
prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit.
Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam
arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi
prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan
F2 telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui
mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan
MMP-33. Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu
temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38C, peningkatan
denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.2
pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat kemotaktik
terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan
terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya
menyebabkan pecahnya selaput ketuban.2
E. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium.
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala cairan seperti urin dan
vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita merasa basah dari vaginanya atau
mengeluarkan cairan banyak dari jalan lahir.
2. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah, dan
jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.
3. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam seperti
vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan yang keluar dari vagina perlu
diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang dinilai adalah
Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari serviks. Dilihat
juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari amnion yang khas juga harus
diperhatikan.
Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diangnosis KPD.
Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien untuk batuk untuk memudahkan
melihat pooling
Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test. Kertas lakmus
akan berubah menjadi biru jika PH 6 6,5. Sekret vagina ibu memiliki PH 4 5,
dengan kerta nitrazin ini tidak terjadi perubahan warna. Kertas nitrazin ini dapat
memberikan positif palsu jika tersamarkan dengan darah, semen atau vaginisis
trichomiasis.
4. Mikroskopis (tes pakis).
Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar dapat dilakukan pemeriksaan
mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior. Cairan diswab dan dikeringkan
diatas gelas objek dan dilihat dengan mikroskop. Gambaran ferning menandakan cairan
amnion
5. Dilakukan juga kultur dari swab untuk chlamydia, gonnorhea, dan stretococcus group B
Pemeriksaan Lab
1. Tes lakmus
2. Tes pakis
3. Pemeriksaan alpha fetoprotein (AFP), konsentrasinya tinggi didalam cairan amnion
tetapi tidak dicairan semen dan urin
4. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur
Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri.
Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban sedikit (Oligohidramnion atau anhidramnion).
Oligohidramnion ditambah dengan hasil anamnesis dapat membantu diagnosis tetapi bukan
untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai amniotic fluid index
(AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin.
F. Penatalaksanaan
1.
Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau eritromisin bila tidak
tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan kurang
dari 32 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar. Jika usia kehamilan 32 37
minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif berikan dexametason, observasi tanda
tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada usia kehamilan 37 minggu. Jika usia
kehamilan 32 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol),
deksametason, dan induksi setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, ada infeksi, beri
antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda tanda infeksi
intrauterin). Pada usia kehamilan 32 37 minggu berikan steroid untuk kematangan paru janin,
dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomietin tiap minggu. Dosis betametason
12mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam selama 4 kali.1
2. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin. Bila gagal seksio sesarea. Bila tanda
tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan terminasi persalinan. Bila skor pelvik < 5,
lakukan pematangan pelviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil lakukan seksio sesarea. Bila
skor pelviks > 5 lakukan induksi persalinan. 1
G. Komplikasi
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur
kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24 jam.Pada kehamilan kurang dari 26 minggu
persalinan terjadi dalam 1 minggu.7
Infeksi
Korioamnionitis
Merupakan komplikasi kehamilan yang disebabkan oleh infeksi bakteri pada janin dan amnion
chorion membran.
Tanda dan gejala
Tanda-tanda klinis yang khas dan gejala korioamnionitis meliputi:
1. Ibu demam (suhu intrapartum> 100.4 F atau> 37,8 C): Paling sering
2. Takikardia ibu yang signifikan (> 120 denyut / menit)
3. Takikardia janin (> 160-180 denyut / menit)
4. Purulen atau berbau cairan ketuban atau cairan vagina
5. Nyeri tekan pada uterus
6. Leukositosis ibu (jumlah leukosit darah hitung> 15,000-18,000 sel / uL)
Risiko sepsis neonatal meningkat ketika setidaknya 2 dari kriteria di atas
Diagnosa
Pemeriksaan pada wanita hamil dengan korioamnionitis dapat menunjukkan tidak ada
tanda-tanda atau gejala infeksi. Sebaliknya, seorang wanita hamil dengan korioamnionitis
mungkin tampak sakit, bahkan beracun, dan dia mungkin menunjukkan hipotensi, diaphoresis,
dan / atau kulit dingin atau lembap.
Tanda dan gejala klinis korioamnionitis tidak selalu terkait dengan bukti plasenta
peradangan. Gejala demam pada ibu adalah satu-satunya kriteria untuk diagnosis.