Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

Mata tenang atau mata putih yaitu tidak adanya pelebaran pembuluh darah yang
dikarenakan radang atau infeksi pada ekstraokuler. Sedangkan penglihatan menurun
adalah berkurangnya penglihatan atau gangguan pada media penglihatan baik yang
terjadi secara mendadak atau perlahan.
Penglihatan turun mendadak tanpa tanda radang ekstraokular dapat disebabkan
oleh beberapa kelainan. Kelainan ini dapat terlihat pada neuritis optic, ablasio retina,
obstruksi vena retina sentral, oklusi arteri retina sentral, perdarahan badan kaca,
amaurosis fugaks, dan koroiditis.
Penglihatan turun perlahan disebabkan beberapa penyakit seperti katarak,
glaucoma, retinopati, dan retinitis pigmentosa.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Katarak
Katarak termasuk golongan kebutaan yang tidak dapat dicegah tetapi dapat
disembuhkan. Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada
lensa mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karena
faktor usia, namun dapat juga terjadi pada anak-anak yang lahir dalam kondisi
tersebut. Katarak juga dapat terjadi setelah trauma, inflamasi, atau penyakit lainnya.
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia diatas 50 tahun. 1,2

Gambar 2. Mata dengan katarak.


B. Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir
transparan semua. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di belakang iris,
lensa terfiksasi pada serat zonula yang berasal dari badan siliar. Serat zonula tersebut
menempel dan menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan posterior dari kapsul
lensa. Kapsul ini merupakan membran dasar yang melindungi nukleus, korteks, dan
epitel lensa. 65% lensa terdiri atas air, sekitar 35% protein ( kandungan protein

tertinggi diantara jaringan-jaringan tubuh ), dan sedikit mineral. Kandungan kalium


lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain.
1. Kapsul
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang elastis dan transparan tersusun
dari kolagen tipe IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul ini mengandung
isi lensa serta mempertahankan bentuk lensa pada saat akomodasi. Bagian paling
tebal kapsul berada di bagian anterior dan posterior zona preekuator, dan bagian
paling tipis berada di bagian tengah kutub posterior.
2. Serat Zonula
Lensa terfiksasi pada serat zonula yang berasal dari badan siliar. Serat zonula
tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan posterior
dari kapsul lensa.
3. Epitel Lensa
Tepat dibelakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapis sel-sel epitel. Sel-sel
epitel ini dapat melakukan aktivitas seperti yang dilakukan sel-sel lainnya, seperti
sintesis DNA, RNA, protein dan lipid. Sel-sel tersebut juga dapat membentuk ATP
untuk memenuhi kebutuhan energi lensa. Sel-sel epitel yang baru terbentuk akan
menuju equator lalu berdiferensiasi menjadi serat lensa.
4. Nukleus dan korteks
Sel-sel berubah menjadi serat, lalu serat baru akan terbentuk dan akan
menekan serat-serat lama untuk berkumpul di bagian tengah lensa. Serat-serat
yang baru akan membentuk korteks dari lensa.

C. Fisiologi Lensa

Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk


mempertahankan kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humour sebagai
penyedia nutrisi dan sebagai tempat pembuangan produknya. Namun hanya sisi
anterior lensa saja yang terkena aqueous humour. Oleh karena itu, sel-sel yang berada
ditengah lensa membangun jalur komunikasi terhadap lingkungan luar lensa dengan
membangun low resistance gap junction antar sel.
1. Keseimbangan Elektrolit dan Air di dalam lensa
Lensa normal mengandung 65% air, dan jumlah ini tidak banyak berubah
seiring bertambahnya usia. Sekitar 5% dari air di dalam lensa berada di ruang
ekstrasel. Konsentrasi sodium di dalam lensa adalah 20M dan pottasium sekitar
120M. Konsentrasi sodium dan pottasium di luar lensa lebih tinggi.
Keseimbangan elektrolit antara lingkungan dalam dan luar lensa sangat tergantung dari
permeabilitas membran sel lensa dan aktivitas pompa sodium, Na+, K+ -ATPase. Inhibisi
Natrium Kalium ATPase dapat mengakibatkan hilangnya keseimbangan elektrolit dan
meningkatnya air di dalam lensa.
Keseimbangan Kalsium juga sangat penting bagi lensa. Konsentrasi Kalsium yang normal
di dalam sel adalah 30 M, sedangkan diluar lensa 2 M. Perbedaan konsentrasi Kalsium ini
diatur sepenuhnya oleh Kalsium ATPase. Hilangnya keseimbangan Kalsium ini dapat
menyebabkan depresi metabolisme glukosa, pembentukan protein high molecular weight, dan
aktivasi protease destruktif.
Transpor membran dan permeabilitas sangat penting untuk kebutuhan nutrisi lensa. Asam
amino aktif masuk ke dalam lensa melalui pompa sodium yang berada di sel epitel. Glukosa
memasuki lensa secara difusi terfasilitasi, tidak langsung seperti sistem transpor aktif.

2. Akomodasi lensa

Mekanisme yang dilakukan oleh mata untuk mengubah fokus dari benda jauh ke benda
dekat disebut akomodasi. Akomodasi terjadi akibat perubahan lensa oleh badan siliar terhadap
serat-serat zonula. Setelah umur 30 tahun, kekakuan yang terjadi di nukleus lensa secara klinis
mengurangi daya akomodasi.
Saat m. cilliaris berkontraksi, serat zonular relaksasi mengakibatkan lensa menjadi lebih
cembung, ketebalan axial lensa meningkat, dan terjadi akomodasi. Saat m cilliaris relaksasi, serat
zonular menegang, lensa lebih pipih, dan kekuatan dioptri menurun.
Tabel 1. Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi
M. cilliaris
Ketegangan serat zonular
Bentuk lensa
Tebal axial lensa
Dioptri lensa

Akomodasi
Kontraksi
Menurun
Lebih cembung
Meningkat
Meningkat

Tanpa akomodasi
Relaksasi
Meningkat
Lebih pipih
Menurun
Menurun

Terjadinya akomodasi dipersarafi oleh saraf simpatik cabang Nervus Occulomotorius. Obatobat parasimpatomimetik ( pilocarpin ) memicu akomodasi, sedangkan obat-obat parasimpatolitik
( atropin ) memblok akomodasi. Obat-obatan yang menyebabkan relaksasi otot ciliar disebut
cyclopegik.
D. Etiologi Dan Patofisiologi
Lensa sebagian besar terbuat dari air dan protein. Protein tertentu dalam lensa
bertanggung jawab untuk menjaga kejernihannya. Selama bertahun-tahun, struktur
protein lensa yang berubah, akhirnya menyebabkan kekeruhan bertahap lensa. Jarang,
katarak dapat hadir pada saat lahir atau pada anak usia dini sebagai akibat dari cacat
keturunan enzim, dan trauma parah pada mata, operasi mata, atau peradangan
intraokular juga dapat menyebabkan katarak terjadi lebih awal dalam kehidupan.
Faktor lain yang dapat menyebabkan perkembangan katarak pada usia lebih dini
meliputi paparan berlebihan cahaya ultraviolet, diabetes, merokok, atau penggunaan

obat-obatan tertentu, seperti steroid oral, topikal, atau inhalasi. Obat lain yang lebih
lemah kaitannya dengan katarak termasuk penggunaan jangka panjang statin dan
fenotiazin.3
Etiologi katarak kongenital yang paling umum termasuk infeksi intrauterin,
gangguan metabolisme, dan sindrom genetik ditransmisikan. Sepertiga dari katarak
pediatrik sporadis, mereka tidak berhubungan dengan penyakit sistemik atau mata.
Namun, mereka mungkin mutasi spontan dan dapat menyebabkan pembentukan
katarak pada keturunannya pasien. Sebanyak 23% dari katarak kongenital adalah
familial. Cara transmisi yang paling sering adalah autosomal dominan dengan
penetrasi yang lengkap. Jenis katarak mungkin muncul sebagai katarak total, katarak
polar, katarak lamelar, atau opasitas nuklear. Semua anggota keluarga dekat harus
diperiksa. Infeksi penyebab katarak termasuk rubella (yang paling umum), rubeola,
cacar air, cytomegalovirus, herpes simplex, herpes zoster, poliomyelitis, influenza,
virus EpsteinBarr, sifilis, dan toksoplasmosis.4
Penyebab terjadinya katarak senilis hingga saat ini belum diketahui secara pasti.
Patofisiologi di balik terjadinya katarak senilis amat kompleks dan belum sepenuhnya
dimengerti. Namun ada beberapa kemungkinan di antaranya terkait usia lensa mata
yang membuat berat dan ketebalannya bertambah, sementara kekuatannya menurun.
Kerusakan lensa pada katarak senilis juga dikaitkan dengan kerusakan oksidatif yang
progresif. Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan produk oksidasi seperti
oxidized glutathione dan penurunan antioksidan (vitamin) dan enzim superoksidase.
Teori stres oksidatif pada katarak disebut kataraktogenesis.5
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat
nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula
anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan
warna menjadi coklat kekuningan . Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri

di anterior dan poterior nukleus. Opasitas pada kapsul poterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna seperti kristal salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan
koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke
retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks
air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai
peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.3
E. Klasifikasi Katarak
Katarak secara umum diklasifikasikan berdasarkan: Morfologi, Maturitas, dan Age of
Onset.1
Morfologi
Katarak Nuklear
Pada katarak nuklear terjadi sklerosis pada nukleus lensa dan
menjadikan nukleus lensa menjadi berwarna kuning dan opak. Katarak
ini lokasinya pada bagian tengah lensa atau nukleus. Nukleus
cenderung menjadi gelap dan keras ( sklerosis ), berubah menjadi
kuning sampai coklat. Progresivitasnya lambat. Bentuk ini merupakan
bentuk yang paling banyak terjadi. Pandangan jauh lebih dipengaruhi
daripada pandangan dekat ( pandangan baca ), bahkan pandangan baca
dapat menjadi lebih baik ( miopisasi ).
Katarak Kortikal
Pada katarak kortikal terjadi perubahan komposisi ion dari korteks
lensa serta komposisi air dari serat-serat pembentuk lensa. Katarak
menyerang pada lapisan yang mengelilingi nukleus atau korteks.

Biasanya mulai timbul usia 40-60 tahun dan progresivitasnya lambat,


tetapi lebih cepat daripada katarak nuklear.
Katarak subcapsularis
Kekeruhan mulai dari kecil, daerah opak hanya dibawah capsul, dan
biasanya ada di belakang lensa. Pasien merasa sangat terganggu saat
membaca di cahaya yang terang dan biasanya melihat halo pada malam
hari. Dibagi menjadi katarak subcapsularis posterior dan Subcapsularis
anterior. Pada Subcapsularis posterior biasanya terdapat pada pasien
DM, Myotonic Dystrophy, dan steroid. Sedangkan pada subcapsularis
anterior biasanya terdapat pada Glaukoma sudut tertutup akut
( Glaukomfleckens ), toksisitas amiodaron, miotic, dan Wilson disease.
Katarak Capsularis
Dibagi menjadi 2 jenis:
Anterior Capsular
1. Congenital : Kelainannya di membran pupil yang tidak
dapat lepas pada waktu lahir.
2. Acquired : Pseudoexfloation syndromes, Chlorpromazine,
yang disertai dengan sinekia posterior
Posterior Capsular
Congenital : Persisten hyaloid membran. Seperti ada hubungan
kapsul posterior dengan retina yang seharusnya menghilang

sejak lahir.
Katarak Lammelar
Katarak Sutural
Maturitas
Katarak Insipiens : Kekeruhan dimulai dari tepi equator menuju
korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat
di dalam korteks. Pada katarak subcapsular posterior, kekeruhan mulai
terlihat di anterior subcapsular posterior, celah terbentuk antara serat
lensa dan korteks yang berisi jaringan degeneratif pada katarak
insipiens. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.

Katarak Intumesen: Katarak yang terjadi akibat lensa yang menarik air
sehingga menjadi cembung. Masuknya air ke dalam celah lensa
mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris
sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal.
Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma. Katarak
intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat danmengakibatkan
mipopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan
mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan miopisasi.
Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak
lamel serat lensa.
Katarak Immatur : Kekeruhan hanya mengenai sebagian lensa. Pada
katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan
osmotik bahan lensa yang degeneratif
Katarak matur : Kekeruhannya telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan
ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau
intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar,sehingga lensa kembali
pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruhlensa yang bila lama
akan mengakibatkan kalsifikasi lensa.
Katarak hipermatur : Protein-protein di bagian korteks lensa telah
mencair . Cairan ini bisa keluar dari kapsul yang utuh, meninggalkan
lensa yang mengkerut dengan kapsul yang keriput. Katarak jenis ini
sebenarnya berbahaya karena dapat menyebabkan inflamasi sehingga
menyebabkan uveitis.
Katarak Morgagni : Katarak hipermatur yang nukleus lensanya
mengambang dengan bebas di dalam kantung kapsulnya.
Tabel 2. Perbedaan stadium katarak1

Insipien

Imatur

Matur

Hipermatur

Kekeruhan

Ringan

Sebagian

Seluruh

Masif

Cairan lensa

Normal

Bertambah

Normal

Berkurang

(air masuk)
Iris
Bilik

Normal

(air keluar)

Terdorong

Normal

Tremulans

mata Normal

Dangkal

Normal

Dalam

bilik Normal

Sempit

Normal

Terbuka

Pseudopositi

depan
Sudut
mata
Shadow test

f
Penyulit

Glaukoma

Uveitis
Glaukoma

Age of Onset
Katarak Congenital: Beberapa bayi ada juga yang lahir dengan katarak,
tetapi orang tua kurang memperhatikan dan baru terlihat ketika usianya
sudah 3 bulan. Semakin lambat dioperasi prognosis semakin buruk.
Jika dapat melihat biasanya ambliopia dan tidak maksimum. Katarak
kongenital sebaiknya dioperasi sebelum usia 2 bulan.
Katarak Infantil merupakan kelanjutan dari katarak kongenital di mana
usia penderita di bawah 1 tahun.

Katarak Juvenile terjadi pada usia di bawah 9 tahun dan biasanya


kelanjutan dari katarak kongenital
Katarak Presenile terjadi pada usia lebih dari 9 tahun
Katarak senile terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Kebanyakan
F.

katarak yang kita jumpai adalah jenis ini akibat proses degeneratif.
Manifestasi Klinis 1,5
Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan riwayat
kemunduran secara progresif dan gangguan dari penglihatan. Penyimpangan
penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak ketika pasien datang.
1. Penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien
dengan katarak senilis.
2. Silau, Keluhan ini termasuk seluruh spectrum dari penurunan sensitivitas
kontras terhadap cahaya terang lingkungan atau silau pada siang hari hingga
silau ketika mendekat ke lampu pada malam hari.
3. Perubahan miopik, Progesifitas katarak sering meningkatkan kekuatan dioptrik
lensa yang menimbulkan myopia derajat sedang hingga berat. Sebagai
akibatnya, pasien presbiop melaporkan peningkatan penglihatan dekat mereka
dan kurang membutuhkan kaca mata baca, keadaan ini disebut dengan second
sight. Secara khas, perubahan miopik dan second sight tidak terlihat pada
katarak subkortikal posterior atau anterior.
4. Diplopia monocular. Kadang-kadang, perubahan nuclear yang terkonsentrasi
pada bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area refraktil pada bagian
tengah dari lensa, yang sering memberikan gambaran terbaik pada reflek
merah dengan retinoskopi atau ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini
menimbulkan diplopia monocular yang tidak dapat dikoreksi dengan
kacamata, prisma, atau lensa kontak
5. Penglihatan seakan-akan melihat asap/kabut dan lensa mata tampak berwarna
keputihan
6. Ukuran kacamata sering berubah

G. Diagnosis

Diagnosa katarak senilis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakitpenyakit yang menyertai, contohnya: Diabetes Mellitus, Hipertensi, dan cardiac
anomalies. Penyakit seperti Diabetes Mellitus dapat menyebabkan perdarahan
perioperatif sehingga perlu dideteksi secara dini dan bisa dikontrol sebelum operasi.
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui
kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subcapsuler posterior dapat
membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur intraokuler
dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya.
Pemeriksaan yang sangat penting yaitu test pembelokan sinar yang dapat mendeteksi
pupil Marcus Gunn dan defek pupil aferen relatif yang mengindikasikan lesi saraf
optik.
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa
tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata
depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus
dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan
intergritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat
mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak
hipermatur. Kemudian lakukan pemeriksaan shadow test untuk menentukan stadium
pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek dalam
evaluasi dari integritas bagian belakang harus dinilai. Masalah pada saraf optik dan
retina dapat menilai gangguan penglihatan. 1,5
H. Penatalaksanaan
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala
katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup

dengan mengganti kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat
menjernihkan lensa yang keruh.
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Lebih
dari bertahun-tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang dari metode
yang kuno hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan dengan
evolusi IOL yang digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material, dan bahan
implantasi. Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa
yaitu intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi
(ECCE). Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi
pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan
phacoemulsifikasi.1,5
1. Intra Capsular Cataract Extraction ( ICCE ) / Ekstraksi Katarak Intra
Kapsuler ( EKIK )
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.
Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan
dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya
dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak
akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat
lama populer. ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia
kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Operasi
ini lebih susah untuk sembuh karena luka insisi yang sangat lebar sekitar 1601800, IOL harus diletakkan di camera oculi anterior atau dijahit di posterior, dan
resiko terjadi komplikasi atau penyulit lebih besar. Penyulit yang dapat terjadi
pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, kebocoran
vitreus, dan perdarahan.
2. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE ) / Ekstraksi Katarak Ekstra
Kapsuler ( EKEK )

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi


lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa
dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada
pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, implantasi lensa intra ocular
posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan
dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps
badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, ada riwayat
mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi,
untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti
prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder.
Meskipun phakoemulsifikasi telah menjadi metode ekstraksi ekstrakapsular
yang disukai untuk sebagian besar operasi katarak di Amerika Serikat sejak tahun
1990-an, EKEK konvensional atau standar dianggap kurang berisiko untuk pasien
dengan katarak yang sangat keras atau jaringan epitel kornea yang lemah. Getaran
ultrasound yang digunakan dalam phakoemulsifikasi cenderung menimbulkan
stress kornea.
Sebuah ekstraksi katarak ekstrakapsular konvensional membutuhkan waktu
kurang dari satu jam untuk dilakukan. Setelah daerah sekitar mata telah
dibersihkan dengan antiseptik, kain steril digunakan untuk menutupi sebagian
wajah pasien. Pasien diberikan baik anestesi lokal untuk membuat mati rasa
jaringan di sekitar mata atau anestesi topikal untuk membuat mati rasa mata itu
sendiri. Eyelid holder digunakan untuk membuat mata tetap terbuka selama
prosedur. Jika pasien sangat gelisah, dokter mungkin dapat menggunakan obat
penenang secara intravena.

Setelah anestesi telah diberlakukan, ahli bedah membuat sayatan di kornea


pada titik di mana sklera dan kornea bertemu. Meskipun panjang khas sayatan
EKEK standar adalah 10-12 mm pada 1970-an, perkembangan IOLs akrilik yang
dapat dilipat telah memungkinkan ahli bedah banyak untuk bekerja dengan
sayatan yang hanya 5-6 mm. Variasi ini kadang-kadang disebut sebagai EKEK
sayatan kecil (small-insision / SICS). Setelah sayatan dibuat, ahli bedah membuat
robekan

sirkular

di

depan

kapsul

lensa,

teknik

ini

dikenal

sebagai

capsulorrhexis. Ahli bedah kemudian dengan hati-hati membuka kapsul lensa dan
membuang nukleus lensa dengan memberikan tekanan dengan instrumen
khusus. Setelah nucleus dikeluarkan, ahli bedah menggunakan suction untuk
menghisap sisa korteks lensa. Suatu bahan viskoelastik khusus disuntikkan ke
dalam kapsul lensa kosong untuk membantu mempertahankan bentuk sementara
ahli bedah memasukkan IOL. Setelah lensa intraokular telah ditempatkan dalam
posisi yang benar, substansi viskoelastik akan dibuang dan sayatan ditutup
dengan dua atau tiga jahitan6.

Gambar 3. Prosedur ECCE. Insisi yang dibuat lebih lebar daripada SICS.

3. Phacoemulsification
Phakoemulsifikasi (phaco) maksudnya membongkar dan memindahkan kristal
lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di
kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak,
selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur
sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui
irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih
dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali
melakukan aktivitas sehari-hari. Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital,
traumatik, dan kebanyakan katarak senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak
senilis padat, dan keuntungan incisi limbus yang kecil agak kurang kalau akan
dimasukkan lensa intraokuler, meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa
intra okular fleksibel yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu.
Dalam phakoemulsifikasi, ahli bedah menggunakan probe ultra-sound
dimasukkan melalui sayatan untuk memecah nukleus lensa menjadi potonganpotongan yang lebih kecil. Teknik baru menawarkan keuntungan insisi yang lebih
kecil dari standar EKEK, jahitan sedikit atau tidak ada untuk menutup sayatan,
dan waktu pemulihan lebih pendek untuk pasien. Kelemahan adalah kebutuhan
untuk peralatan khusus dan kurva belajar yang curam untuk ahli bedah. Satu studi
menemukan bahwa ahli bedah yang diperlukan untuk melakukan sekitar 150
katarak ekstraksi menggunakan phakoemulsifikasi sebelum tingkat komplikasi
mereka jatuh ke tingkat dasar7.

Teknik ini memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan EKEK konvensional,


terutama karena diperlukan insisi lebih kecil. Hal ini diyakini dapat mengurangi
surgically induced astigmatism dan memungkinkan refraksi stabil dan rehabilitasi
visi dan kegiatan sehari-hari. Selain itu, operasi phakoemulsifikasi menunjukkan
inflamasi dan kerusakan sawar darah-aqueus humor yang lebih rendah daripada
yang diamati dengan operasi EKEK 7.

Gambar 4. Prosedur phacoemulsification.


4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)

Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS)

yang merupakan

teknik pembedahan kecil. Teknik ini dipandang lebih menguntungkan karena lebih
cepat sembuh, jahitan lebih sedikit atau tidak ada, kauterisasi minimal sampai
tidak ada daripada ECCE, dan lebih murah, tidak butuh latihan lama dibanding
phaco. Operasi ini menggunakan teknik insisi supero oblik (arah jam 9-12)pada
perbatasan sklera-konjungtiva selebar 5-6 mm, lalu membuat terowongan (tunnel)
untuk capsulorhexis, pengeluaran korteks lensa, sampai pemasukkan IOL yang
dapat dilipat. 8,9

Gambar 5. Lokasi insisi pada SICS.

Gambar 6. Lokasi insisi dan pembuatan terowongan (tunnel).

Gambar 7. Langkah-langkah SICS.

Gambar 8. Terowongan (tunnel) pada SICS.

Gambar 9. Lokasi insisi yang meminimalisir komplikasi operasi katarak yaitu


astigmatisma.

Tabel 3. Keuntungan dan kerugian ICCE, ECCE, phaco, SICS


Metode

Indikasi

ICCE

Zonula lemah

Keuntungan

Kerugian

Tidak ada resiko katarak Resiko tinggi kebocoran vitreous


sekunder.
Peralatan

(20%).
yang Astigmatisme.

dibutuhkan sedikit.

Rehabilitasi visual terhambat.


IOL di COA atau dijahit di
posterior.

ECCE Lensa

sangat Peralatan

keras.

yang Astigmatisme.

dibutuhkan

Endotel kornea

paling Rehabilitasi visual terhambat.

sedikit.

kurang bagus. Baik

untuk

endotel

kornea.

Phaco

IOL di COP.
Sebagian besar Rehabilitasi visual cepat. Peralatan / instrumen mahal.
katarak kecuali

Pelatihan lama.

katarak
Morgagni
SICS

Ultrasound dapat mempengaruhi


dan

endotel kornea.

trauma.
Hampir semua Rehabilitasi visual cukup Tergantung keahlian ahli bedah.
katarak.

cepat.
Peralatan

yang

dibutuhkan sedikit dan


tidak mahal.
Pelatihan

tidak

begitu

lama.
IOL di COP.
Apabila lensa mata penderita katarak telah diangkat maka penderita
memerlukan lensa pengganti untuk memfokuskan penglihatannya dengan cara
sebagai berikut:1,5
1. Kacamata afakia yang tebal lensanya
2. Lensa kontak
3. Lensa intra okular, yaitu lensa permanen yang ditanamkan di dalam mata
pada saat pembedahan untuk mengganti lensa mata asli yang telah diangkat.

EKEK hampir selalu operasi elektif. Setelah operasi telah dijadwalkan, pasien
akan perlu memiliki pemeriksaan khusus yang dikenal sebagai keratometry jika IOL
yang akan ditanamkan. Pengujian, yang tidak menimbulkan rasa sakit, dilakukan
untuk menentukan kekuatan IOL yang dibutuhkan. Dokter spesialis mata mengukur
panjang bola mata pasien dengan USG dan kelengkungan kornea dengan alat yang
disebut Keratometer. Pengukuran yang diperoleh dari keratometer dimasukkan ke
dalam computer untuk menghitung kekuatan lensa IOL.
IOL adalah pengganti lensa mata pasien, bukan untuk lensa korektif. Jika
pasien mengenakan kacamata atau lensa kontak sebelum katarak berkembang, ia
akan terus membutuhkannya setelah IOL ditanam. Koreksi lensa harus dilakukan
setelah operasi, karena mungkin membutuhkan penyesuaian.

Gambar 10. Lensa Intra Okuler / Intra Ocular Lens (IOL)


Pasien dapat menggunakan mata mereka setelah operasi. Pasien dapat pergi
bekerja keesokan harinya, meskipun mata yang dioperasi akan memakan waktu

antara tiga minggu sampai tiga bulan untuk sembuh sepenuhnya. Pada periode ini,
mereka harus memeriksa tajam penglihatan untuk melihat apakah kekuatan lensa
mereka harus diubah. Pasien dapat melakukan kegiatan normal mereka dalam satu
atau dua hari operasi, dengan pengecualian mengangkat barang berat atau
membungkuk dengan ekstrim. Kebanyakan dokter mata menyarankan pasien
memakai kacamata mereka selama hari dan tape perisai mata pada mata yang
dioperasi pada malam hari. Mereka harus memakai kacamata hitam pada hari-hari
cerah dan hindari menggosok mata yang dioperasi. Selain itu, dokter mata akan
memberikan obat tetes mata selama satu sampai dua minggu untuk mencegah
infeksi, mengatasi rasa sakit, dan mengurangi pembengkakan. Hal ini penting bagi
pasien untuk menggunakan tetes mata persis seperti yang diarahkan.
Pasca operasi, pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka
pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas
insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat
dilakukan lebih cepat dengan metode phacoemulsification. Karena pasien tidak
dapat berakomodasi maka pasien membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak
dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa
intraokuler multifokal, lensa intraokuler yang dapat berakomodasi sedang dalam
tahap pengembangan.
Perawatan pasca bedah
Jika digunakan tehnik insisi kecil, maka penyembuhan pasca operasi biasanya
lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari itu juga, tetapi dianjurkan
untuk bergerak dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat
benda berat selama sekitar satu bulan, olahraga berat jangan dilakukan selama 2
bulan. Matanya dapat dibalut selama beberapa hari pertama pasca operasi atau jika
nyaman,

balutan dapat dibuang pada hari pertama pasca operasi dan matanya

dilindungi pakai kacamata atau dengan pelindung seharian. Kacamata sementara


dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya pasien dapat melihat
dengan baik melui lensa intraokuler sambil menantikan kacamata permanen
( Biasanya 6-8 minggu setelah operasi ). Selain itu juga akan diberikan obat untuk :
1. Mengurangi rasa sakit, karena operasi mata adalah tindakan yang menyayat
maka diperlukan obat untuk mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul
benerapa jam setelah hilangnya kerja bius yang digunakan saat pembedahan.
2. Antibiotik mencegah infeksi, pemberian antibiotik masih dianggap rutin dan
perlu diberikan atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi karena kebersihan
yang tidak sempurna.
3. Obat tetes mata steroid. Obat yang mengandung steroid ini berguna untuk
mengurangi reaksi radang akibat tindakan bedah.
4. Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi pasca bedah.
Hal yang boleh dilakukan antara lain :
1. Memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan
2. Melakukan pekerjaan yang tidak berat
3. Bila memakai sepatu jangan membungkuk tetapi dengan mengangkat kaki
keatas.
Yang tidak boleh dilakukan antara lain :
1. Jangan menggosok mata
2. Jangan menggendong yang berat
3. Jangan membaca yang berlebihan dari biasanya
4. Jangan mengedan keras sewaktu buang air besar
5. Jangan berbaring ke sisi mata yang baru dibedah

I. Komplikasi
Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi
karena proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik
1.

Fakolitik
Pada lensa yang keruh terdapat kerusakan maka substansi lensa akan keluar

yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama bagian kapsul lensa.
Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior akan bertumpuk
pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi merabsorbsi substansi lensa
tersebut. Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul
glaukoma.
2.
Fakotopik
Berdasarkan posisi lensa Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke
depan sudut kamera okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous
tidak lancar sedangkan produksi berjalan terus, akibatnya tekanan intraokuler akan
meningkat dan timbul glaukoma.
3.
Fakotoksik
Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi mata sendiri
(auto toksik). Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang kemudian
akan menjadi glaukoma
Selain komplikasi akibat penyakit itu sendiri, terdapat juga komplikasi akibat
pembedahan atau operasi. Komplikasi yang mungkin terjadi dengan operasi katarak
meliputi:10
1. Infeksi pada mata (endophthalmitis).
2. Pembengkakan dan cairan di tengah lapisan saraf (edema makula cystoid).
3. Pembengkakan penutup bening dari mata (kornea edema).
4. Pendarahan di depan mata (hyphema).
5. Meledaknya (pecahnya) kapsul dan kehilangan cairan (vitreous gel) di mata.
6. Lepasnya lapisan saraf di belakang mata (ablasio retina).

Komplikasi yang mungkin terjadi beberapa waktu setelah operasi meliputi:10


1. Masalah dengan silau.
2. Dislokasi lensa intraokuler.
3. Mengaburnya bagian dari penutup lensa (kapsul) yang tersisa setelah operasi,
sering disebut aftercataract (kekeruhan kapsul posterior). Ini biasanya bukan
masalah besar dan bisa diobati dengan operasi laser, jika diperlukan. Jenis IOL
dapat mempengaruhi seberapa besar kemungkinan kekeruhan setelah operasi.
4. Ablasi retina.
5. Glaukoma.
6. Astigmatisme atau strabismus.
7. Kendurnya kelopak mata atas (ptosis).

J. Prognosis
Apabila pada proses pematangan katarak dilakukan penanganan yang tepat sehingga
tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan pembedahan pada saat yang
tepat maka prognosis pada katarak senilis umumnya baik.

K. Pencegahan
Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak senilis ialah
oleh karena faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap hal-hal yang
memperberat seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah paparan langsung
terhadap sinar ultraviolet dengan menggunakan kacamata gelap, dan sebagainya.
Pemberian intake antioksidan seperti vitamin A, C, dan E secara teori bermanfaat.
Katarak kongenital dicegah dengan skrining penyakit infeksi pra dan saat kehamilan.

GLAUKOMA

DEFINISI
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata glaukoma
ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf optik, dan menciutnya
lapang pandang.
Peningkatan tekanan di dalam mata (intraocular pressure) adalah salah satu penyebab
terjadinya kerusakan syaraf mata (nervus opticus) dan menunjukkan adanya gangguan dengan
cairan di dalam mata yang terlalu berlebih. Ini bisa disebabkan oleh mata yang memproduksi
cairan terlalu berlebih, cairan tidak mengalir sebagaimana mestinya melalui fasilitas yang ada
untuk keluar dari mata (jaringan trabecular meshwork) atau sudut yang terbentuk antara kornea
dan iris dangkal atau tertutup sehingga menyumbat/ memblok pengaliran daripada cairan mata.
Sebagian orang yang menderita glaukoma namun masih memiliki tekanan di dalam bola
matanya normal, penyebab dari tipe glaukoma semacam ini diperkirakan adanya hubungan
dengan kekurangan sirkulasi darah di daerah syaraf/nervus opticus mata. Meski glaukoma lebih
sering terjadi seiring dengan bertambahnya usia, glaukoma dapat terjadi pada usia berapa saja.
Risiko untuk menderita glaukoma diantaranya adalah riwayat penyakit glaukoma di dalam
keluarga (faktor keturunan), suku bangsa, diabetes, migraine, tidak bisa melihat jauh (penderita
myopia), luka mata, tekanan darah, penggunaan obat-obat golongan cortisone (steroids).
Tekanan bola mata pada glaukoma tidak berhubungan dengan tekanan darah. Tekanan
bola mata yang tinggi akan mengakibatkan gangguan pembuluh darah retina sehingga

mengganggu metabolisme retina, yang kemudian di susul dengan kematian saraf mata. Pada
kerusakan serat saraf retina akan mengakibatkan gangguan pada fungsi retina. Bila proses
berjalan terus, maka lama-kelamaan penderita akan buta total.

ETIOLOGI
Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intra okular ini, disebabkan:
1. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar.
2. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil
(glaukoma hambatan pupil).
3. Penyakit keturunan.
4. Glaukoma dapat timbul akibat penyakit atau kelainan dalam mata (glaukoma sekunder).
5. Glaukoma dapat diakibatkan penyakit lain di tubuh.
6. Glaukoma dapat disebabkan efek samping obat.
Glaukoma merupakan penyakit yang tidak dapat dicegah, akan tetapi bila diketahui dini dan
diobati maka glaukoma dapat diatasi untuk mencegah kerusakan lanjutnya.

KLASIFIKASI
1. Glaukoma primer.
Glaukoma dengan etiologi tidak pasti, dimana tidak didapatkan kelainan yang
merupakan penyebab glaukoma. Glaukoma ini didapatkan pada orang yang telah
memiliki bakat bawaan glaukoma seperti:

Bakat dapat berupa gangguan fasilitas pengeluaran cairan mata atau susunan
anatomis bilik mata yang menyempit.

Mungkin disebabkan kelainan pertumbuhan pada sudut bilik mata depan

(goniodisgenesis), berupa trabekulodisgenesis, irisdogenesis dan korneodisgenesis


dan yang paling sering berupa trabekulodisgenesis dan goniodisgenesis.
Glaukoma bersifat bilateral, yang tidak selalu simetris dengan sudut bilik mata terbuka
ataupun tertutup, pengelompokan ini berguna untuk pelaksanaan dan penelitian.

Glaukoma sudut primer dibagi menjadi dua, yaitu :


A. Glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronis)
Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi kedua mata.
Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut terbuka
karena humor aqueousmempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran
dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan rabekular, saluran schleem, dan saluran
yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak
ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal.
Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.
Glaukoma sudut terbuka primer adalah glaukoma yang penyebabnya tidak
ditemukan dan ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka.

Gambaran klinik:

Berjalan perlahan dan lambat

Sering tidak disadari oleh penderitanya

Sumbatan pada trabekular meshwork memperlambat aliran aqueos, sehingga


meningkatkan TIO.

B. Glaukoma primer sudut tertutup (sempit)


Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga
iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor
aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena
peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang
mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan
meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang berat, penglihatan yang kabur dan
terlihat hal. Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani
akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.Glaukoma sudut tertutup adalah glaukoma
primer yang ditandai dengan sudut bilik mata depan yang tertutup, bersifat bilateral
dan herediter. Sudut sempit dengan hipermetropia dan bilik mata dangkal berbahaya
memakai obat antihistamin dan antispasme .
Pembagian Glaukoma sudut tertutup:
a. Akut

Glaukoma ini terjadi apabila terbentuk iris bombe yang menyebabkan sumbatan
sudut kamera anterior oleh iris perifer dan akibat pergeseran diafragma lensa-iris ke
anterior disertai perubahan volume di segmen posterior mata.

b. Subakut
Ciri-ciri klinis:
- Nyeri unilateral berulang
- Kemerahan
c. Kronik
Ciri-ciri klinis:
- Peningkatan tekanan intraokular
- Sinakia anterior perifer meluas
d. Iris plateau
Iris plateau adalah suatu kelainan yang jarang dijumpai kedalaman kamera
anterior sentral normal tetapi sudut kamera anterior sangat sempit karena insersi
iris secara kongenital terlalu tinggi.

Glaukoma sudut tertutup

1. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui penyebab yang
menimbulkannya. Kelainan mata lain dapat menimbulkan meningkatnya tekanan bola
mata. Glaukoma timbul akibat kelainan di dalam bola mata, yang dapat disebabkan:

Kelainan lensa, katarak imatur, hipermatur dan dislokasi lensa.

Kelainan uvea, uveitis anterior.

Trauma, hifema dan inkarserasi iris.

Pascabedah,blokade pupil, goniosinekia.

2. Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital, khususnya sebagai glaukoma infantil (buftalmos), adalah
glaukoma akibat penyumbatan pengaliran keluar cairan mata oleh jaringan sudut bilik
mata yang terjadi oleh adanya kelainan kongenital. Kelainan ini akibat terdapatnya
membran kongenital yang menutupi sudut bilik mata pada saat perkembangan bola mata,
kelainan pembentukan kanal schlemm dan saluran keluar cairan mata yang tidak
sempurna terbentuk.

Gambar 4. Glaukoma kongenital (Buftalmos)


3. Glaukoma Absolute
Glaukoma absolute merupakan stadium akhir glaukoma, dimana sudah terjadi
kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada
glaukoma absolute,kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan
eksvakasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Sering mata
dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan
penyulit berupa neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali
akibat timbulnya glaukoma hemoragik.

PATOFISIOLOGI
Studi terbaru mendeteksi terhadap antibody seorang pasien dengan tekanan normal dan
unsur pokok glaucoma. Terlihat juga perbedaan yang sangat signifikan antara riwayat antibody
terhadap tekanan normal penderita glaucoma dan subjek control cairan mata.
Pada glaukoma simpleks ditemukan perjalanan penyakit yang lama akan tetapi berjalan
terus sampai berakhir dengan kebutaan yang disebut sebagai glaukoma absolute. Karena
perjalanan penyakit demikian maka glaukoma simpleks disebut sebagai maling penglihatan.
GEJALA KLINIS
Gejala glaukoma umumnya agak sulit diketahui, karena sering tidak disadari oleh
penderitanya atau dianggap sebagai tanda dari penyakit lain sehingga kebanyakan penderita
datang ke dokter mata dalam keadaan yang lanjut dan bahkan sudah buta. Selain itu, hal ini
diperparah oleh minimnya pengetahuan penderita dan keluarganya terhadap penyakit glaukoma.

1.

Pada jenis glaukoma akut, penderita akan mengalami nyeri yang sangat hebat pada mata,
sakit kepala, hingga mual muntah. Penglihatan dirasakan menurun drastis dan mata
terlihat merah. Keadaan ini disebut glaukoma akut yang terjadi akibat peningkatan TIO
yang mendadak.

2. Pada jenis glaukoma kronik penderita jarang mengeluhkan mata, karena umumnya
peningkatan tekanan yang terjadi telah berlangsung lama dan mata penderita telah
beradaptasi. Keadaan ini sangat berbahaya, penyakit berjalan terus sedangkan penderita
tidak menyadarinya.
Sakit kepala ringan
Hilang penglihatan berangsur-angsur, yamg diawali dengan penyempitan lapang
pandang tepi, Pada akhirnya akan terjadi penyempitan lapang pandang yang
menyebabkan penderita sulit melihat benda-benda yang terletak di sisi lain ketika
penderita melihat lurus ke depan (disebut penglihatan terowongan).

Pandangan pada penderita glaukoma.

Penglihatan berkabut seperti terowongan


Penglihatan menjadi kabur atau berkabut
halo
3. Pada Glaukoma Kongenital :
Bola mata membesar
Edema atau kornea keruh akibat endotel kornea sobek
Bayi tidak tahan sinar matahari
Mata berair
Silau
Menjauhi sinar dengan menyembunyikan mata.

DIAGNOSIS
Pada penderita glaukoma ditentukan beberapa gejala tergantung pada jenis glaukoma
tersebut. Penderita sering ditemukan mengalami mual, muntah, sakit hebat di mata dan di kepala,
perasaan mual dengan muntah, dan bradikardia.
Gambaran klinis yang sering ditemui antara lain:
1. Bradikardia akibat refleks okulo kardiak
2. Mual dan muntah yang kadang-kadang akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala
gastrointestinal

3. Sakit hebat di mata dan di kepala karena iris bengkak dan meradang, papil saraf optik
hiperemis
4. Bilik mata depan di dalamnya normal akibat terjadinya pengecilan lensa pada katarak
hipermatur
5. Kelopak mata edem dengan blefarospasme, terlihat injeksi siliar yang berat, kornea juga
terlihat keruh dan pada dataran belakangnya menempel lensa yang luksasi.

TES DIAGNOSTIK GLAUKOMA


Sebelum melakukan penanganan lanjut hendaknya dilakukan pemeriksaan terlebih
dahulu sesuai dengan gejala yang ada pada penderita:
1. Tonometri Palpasi
Adalah pemeriksaan untuk menentukan tekanan bola mata dengan cepat, yaitu dengan
memakai ujung jari pemeriksa tanpa alat khusus (tonometer). Dengan menekan bola mata
dengan jari pemeriksa diperkirakan besarnya tekanan didalam bola mata.
Penilaian dilakukan dengan pengalaman sebelumnya yang dapat menyatakan tekanan
mata N+1, N+2, N+3 atau N-1, N-2, N-3 yang menyatakan tekanan mata lebih tinggi atau
lebih rendah daripada normal.
2. Tonometer Schiotz
Tonometer Schiotz merupakan tonometer indentasi atau menekan permukaan kornea
dengan beban yang dapat bergerak bebas pada sumbunya. Pada tonometer Schiotz bila
tekanan rendah atau bolamata empuk maka beban akan dapat mengidentasi lebih dalam
dibanding bila tekanan bola mata tinggi atau bola mata keras.

Bila tekanan lebih tinggi 20 mmHg dicurigai adanya glaukoma, bila tekanan lebih dari
pada 25 mmHg pasien menserita glaukoma

Tonometer Schiotz

T. Non Kontak

T. Aplanasi Goldmann

3. Oftalmoskopi
Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina. Dengan oftalmoskop dapat dilihat
saraf optik didalam mata dan akan dapat ditentukan apakah tekanan bola mata telah
mengganggu saraf optik.
4. Tonografi
Tonografi bertujuan untuk mengukur daya kemampuan pengaliran aquous humor atau
daya pengosongan cairan mata pada sudut bilik mata.
Dengan mempergunakan tonometer Schiotz elektrik dihubungkan dengan alat pencatat
untuk mengetahui hasil tekanan yang menurunkan tekanan bola mata bila diberi tekanan
berkesinambungan. Pencatatan pada kertas yang berkesinambungan akan memberikan
gambaran tonogram.

5. Gonioskopi
Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk melihat sudut bilik mata dengan
goniolens. Gonioskopi adalah suatu cara untuk melihat langsung keadaan patologik sudut
mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada susut bilik mata seperti benda asing.
Dengan gonioskopi dapat ditentukan klasifikasi glaukoma penderita dan malahan dapat
menerangkan penyebab suatu glaukoma sekunder.
6. Pemeriksaan Lapangan Pandang (Perimetri)
Perimetri dilakukan untuk mencari batas luar persepsi sinar perifer dan melihat
kemampuan penglihatan daerah yang sama dan dengan demikian dapat dilakukan
pemeriksaan defek lapangan pandang.

7. Pachymetry
Adalah suatu tes yang relatif baru digunakan untuk managemen glaucoma. Pachymetry
menentukan ketebalan dari kornea. Setelah mata dibuat mati rasa dengan obat-obat tetes

bius, ujung dari pachymeter disentuhkan dengan ringan pada permukaan depan mata
(kornea). Studi-studi terakhir menunjukkan bahwa ketebalan kornea pusat dapat
mempengaruhi pengukuran tekanan intraocular. Kornea yang lebih tebal dapat
memberikan pembacaan tekanan mata yang tinggi secara salah dan kornea yang lebih
tipis dapat memberikan pembacaan tekanan yang rendah secara salah. Lebih jauh,
kornea-kornea tipis mungkin adalah suatu faktor risiko tambahan untuk glaucoma.

PENATALAKSANAAN
Macam terapi yang dapat diberikan kepada pasien glaukoma :
1. Medication / Obat-obatan:
Pemberian obat-obatan baik berupa tetes mata maupun tablet sebagai tindakan
pengobatan awal bertujuan untuk segera menciptakan keadaan tekanan bola mata yang normal
atau cukup rendah untuk memelihara agar saraf optik tidak tertekan dan dengan demikian akan
mencegah semakin meluasnya kerusakan lapang pandang.
2. Laser treatment / Tindakan laser
Laser Trabekuloplasty dan Laser Iridotomi adalah suatu cara untuk membuat agar
pengaliran aqueous humor selalu dalam keadaan lancar sehingga tekanan bola mata selalu dalam
batas yang diinginkan.
3. Surgery / Tindakan pembedahan.
Trabekulectomi atau iridektomi, membuat saluran kecil dari bilik mata belakang
tembus ke bilik mata depan dan kesaluran di sudut bilik mata agar cairan bola mata dapat
mengalir secara lancar.
Pemberian terapi menurut jenis glaukoma yang diderita :

1. Glaukoma Sudut Terbuka


Obat tetes mata biasanya bisa mengendalikan glaukoma sudut terbuka.
Obat yang pertama diberikan adalah beta bloker (misalnya timolol, betaxolol, carteolol,
levobunolol atau metipranolol), yang kemungkinan akan mengurangi pembentukan
cairan di dalam mata.

Juga diberikan pilocarpine untuk memperkecil pupil dan

meningkatkan pengaliran cairan dari bilik anterior. Obat lainnya yang juga diberikan
adalah epinephrine, dipivephrine dan carbacol (untuk memperbaiki pengaliran cairan atau
mengurangi pembentukan cairan).
Jika glaukoma tidak dapat dikontrol dengan obat-obatan atau efek sampingnya tidak
dapat ditolerir oleh penderita, maka dilakukan pembedahan untuk meningkatkan
pengaliran cairan dari bilik anterior.
Digunakan sinar laser untuk membuat lubang di dalam iris atau dilakukan pembedahan
untuk memotong sebagian iris (iridotomi).
2. Glaukoma Sudut Tertutup
Minum larutan gliserin dan air bisa mengurangi tekanan dan menghentikan serangan
glaukoma. Bisa juga diberikan inhibitor karbonik anhidrase (misalnya acetazolamide).
Tetes mata pilocarpine menyebabkan pupil mengecil sehingga iris tertarik dan membuka
saluran yang tersumbat.
Untuk mengontrol tekanan intraokuler bisa diberikan tetes mata beta blocker.
Setelah suatu serangan, pemberian pilocarpine dan beta blocker serta inhibitor karbonik
anhidrase biasanya terus dilanjutkan.
Pada kasus yang berat, untuk mengurangi tekanan biasanya diberikan manitol intravena
(melalui pembuluh darah). Terapi laser untuk membuat lubang pada iris akan membantu

mencegah serangan berikutnya dan seringkali bisa menyembuhkan penyakit secara


permanen. Jika glaukoma tidak dapat diatasi dengan terapi laser, dilakukan pembedahan
untuk membuat lubang pada iris. Jika kedua mata memiliki saluran yang sempit, maka
kedua mata diobati meskipun serangan hanya terjadi pada salah satu mata.
3. Glaukoma Sekunder.
Pengobatan

glaukoma

sekunder

tergantung

kepada

penyebabnya.

Jika penyebabnya adala peradangan, diberikan corticosteroid dan obat untuk melebarkan
pupil. Kadang dilakukan pembedahan.

4. Glaukoma Kongenitalis
Untuk mengatasi glaukoma kongenitalis perlu dilakukan pembedahan.

PENCEGAHAN
Pencegahan kebutaan akibat glaukoma:
1. Pada orang yang telah berusia 20 tahun sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola
mata berkala secara teratur setiap 3 tahun.
2. Bila terdapat riwayat adanya glaukoma pada keluarga maka lakukan pemeriksaan ini
setiap tahun.
3. Secara teratur perlu dilakukan pemeriksaan lapang pandangan dan tekanan mata pada
orang yang dicurigai akan timbulnya glaukoma.
4. Sebaiknya diperiksakan tekanan mata, bila mata menjadi merah dengan sakit kepala yang
berat.

RETINOPATI

DEFINISI
Merupakan kelainan pada retina yang tidak disebabkan radang. Cotton wool
patches merupakan gambaran eksudat pada retina akibat penyumbatan arteri prepapil
sehingga terjadi daerah nonperfusi di dalam retina. Retinopati adalah suatu kelainan pada
retina yang bukan merupakan peradangan

KLASIFIKASI
- Retinopati Diabetikum
- Retinopati Hipertensi
- Retinopati Anemia
- Retinopati Leukimia
- Retinitis Pigmentosa

RETINOPATI DIABETIKUM

Kerusakan progresif pada retina akibat diabetes menahun

Kelainan ini bisa terjadi pada penderita diabetes yang mendapatkan insulin maupun yang
tidak

Klasifikasi retinopati diabetes:

Derajat I Terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak

Derajat II Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan atau tanpa
eksudat lemak

Derajat III Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak terdapat


neovaskularisasi dan proliferasi

Definisi
Retinopati diabetik adalah kerusakan jaringan retina akibat diabetes mellitus yang
berpotensi menyebabkan kebutaan.
Epidemiologi
Retinopati diabetik merupakan salah satu penyebab kebutaan yang penting. Data survei
kesehatan Indera Departemen Kesehatan RI tahun 2002 menyatakan bahwa prevalensi kebutaan
di Indonesia adalah 1.4% dengan insidens retinoparti diabetik sebagai penyebab kebutaan
mencapai 5%.
Patogenesis
Retinopati diabetes merupakan penyakit pembuluh darah kecil (mikroangiopati) yang
mengenai arteeiol, kapiler, dan venula retina. Namun demikian, pembuluh darah besar juga bisa
terkena. Retinopati memiliki gambaran baik oklusi maupun kebocoran mikrovaskular.
Faktor yang diduga bertanggungjawab terhadap oklusi mikrovaskular adalah penebalan
membran basal endotel, kerusakan sel endotel, defek transport oksigen akibat perubahan eritrosit,
serta agregasi platelet (gambar 1).

Patogenesis retinopati diabetik


Akibatnya, terjadi iskemia retina yang kemudian menyebabkan hipoksia retina. Efek utama
hipoksia retina adalah sebagai berikut
a. Terbentuk shunt arteri-vena
b. Neovaskularisasi akibat substansi vasoformatif yang berusaha merevaskularisasi area hipoksia
retina. Substansi ini membentuk neovaskularisasi pada retina dan papil optik (proliferative
diabetic retinopathy) serta pada iris (rubeosis iridis).

Efek hipoksia retina


Kebocoran plasma terjadi akibat rusaknya sawar darah-retina. Pada orang normal, terdapat satu
perisit tiap sel endotel. Sedangkan pada orang diabetes, terdapat penurunan jumlah perisit,
sehingga terjadi distensi dinding kapiler, rusaknya sawar darah-retina sehingga terjadi kebocoran
plasma ke retina. Selain itu, distensi lokal kapiler juga bisa menyebabkan timbulnya
mikroaneurisma, yang juga bisa mengalami kebocoran. Konsekuensi peningkatan permeabilitas
vaskular ini adalah terjadinya edema retina baik yang bersifat difus maupun lokal (gambar 3).
Edem retina yang bersifat difus disebabkan dilatasi serta kebocoran kapiler ekstensif. Sedangkan
edema retina lokal disebabkan kebocoran fokal mikroaneurisma atau segmen kapiler yang
berdilatasi. Edem retina lokal yang kronik bisa menyebabkan deposisi eksudat keras (hard
exudates) pada perbatasan retina yang sehat dengan retina yang edem. Eksudat ini tersusun oleh
lipoprotein dan makrofag yang memakan lipid. Pada kasus yang lebih lanjut, terjadi peningkatan
ekstravasasi disertai penimbunan kolesterol.

Efek peningkatan permeabilitas pembuluh darah retina

Klasifikasi
1.

Retinopati diabetik nonproliferatif (NPDR)

Pada NPDR, telah terjadi mikroangiopati yang ditandai dengan kebocoran pembuluh darah
kapiler. Kebocoran ini menyebabkan edema retina dan deposit lipoprotein (hard exudate). Tipe
ini tidak menyebabkan gangguan penglihatan kecuali jika mengenai makula.
Terdapat beberapa tahapan dalam NPDR.
a. Background : Tanda kebocoran kapiler (eksudat/perdarahan) jauh dari makula. (Gambar 4)

NPDR background
b. Makulopati : Eksudat atau perdarahan, edema, atau iskemia dalam area makula. (Gambar 5)

eksudat

Makulopati
c. Preproliferatif : terdapat tanda oklusi (cotton-wool spots). Vena menjadi ireguler dan mungkin
terdapat loop. (gambar 6)

Preproliferatif
2. Retinopati diabetik proliferatif (PDR)
Pada PDR,ditandai dengan proliferasi jaringan fibrovaskular atau neovaskularisasi pada
permukaan retina, papil optik, serta vitreous. Tahapan dalam PDR adalah :
a. Proliferatif : terdapat pertumbuhan neovaskuler baru pada diskus optik (NVD) atau pada
tempat lain (NVE).

Stadium proliferatif

b. Lanjut : Terdapat perdarahan dalam vitreus atau antara vitreus dengan retina. Retina bisa juga
tertarik dari epitel pigmen dibawahnya (ablasio retina traksi).

Stadium lanjut. Terdapat ablasio retina traksi

Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan oftamologis, mulai dari
pemeriksaan tajam penglihatan, oftalmoskopi, Ocular Coherence Tomography (OCT),
dan tonometri. Semua diabetisi sebaiknya mendapatkan pemeriksaan mata secara rutin,
dan bila perlu diujuk ke spesialis mata.
Hasil pemeriksaan rutin tahunan yang tidak butuh rujukan adalah ditemukkan
gambaran fundus yang normal dan kondisi mild NPDR dengan perdarahan minimal
dan/atau hard exudates minimal lebih dari 1 disk diameter dari fovea. Kondisi yang rutin
untuk dirujuk adalah NPDR dengan eksudat circinate yang luas di arkus temoral mayor
tanpa ancaman terhadap fovea atau NPDR tanpa makulopati tapi dengan penurunan
visus. NPDR dengan hard exudates dan/atau perdarahan dalam 1 diameter disk dari
fovea, makulopati, dan PPDR sebaiknya segera dirujuk. Sedangkan kasus-kasus yang

gawat darurat dan butuh rujukan segera adalah PDR, perdarahan preretina atau vitreus,
rubeosis iridis, dan ablasi retina.
Penatalaksanaan
Tindakan utama pada kasus RD adalah mengkontrol gula darah pasien. ADA
merekomendasikan semua kasus DM sebaiknya berusaha mempertahankan kadar Hb A1c
kurang dari 7% untuk mencegah atau setidaknya mengurangi komplikasi jangka panjang
DM, termasuk RD.
Tatalaksana untuk masing-masing bentuk RD adalah:
a. Nonproliferative diabetic retinopathy
Pasien dengan mild-NPDR tidak memerlukan terapi, namun harus dikontrol setiap tahun.
Selain mengkontrol diabetes, faktor lain yang berhubungan seperti hipertensi, anemia,
dan gangguan ginjal juga harus diperhatikan.7
b. Preproliferative diabetic retinopathy
PPDR harus mendapatkan perhatian khusus karena tingginya resiko terjadinya PDR.
Terapi fotokoagulasi umumnya tidak dilakukan, kecuali follow-up secara reguler tidak
dapat dilakukan atau bila tajam penglihatan mata sebelahnya sudah hilang akibat PDR.
c. Clinically significant macular oedema
CSMO membutuhkan terapi fotokoagulasi laser terlepas dari tingkat tajam penglihatan
karena terapi ini menurunakn resiko kehilangan penglihatan sebesar 50%. Pemeriksaan
FA sebelum terapi berguna untuk menggambarkan area dan peluasan kebocoran serta
untuk mendeteksi ischaemic maculopathy yang memberikan prognosis yang buruk dan
merupakan kontraindikasi untuk terapi ini.

Argon laser photocoagulation


Teknik:
-

Focal treatment meliputi penggunaan laser untuk membakar mikroaneurisma dan


mikrovaskular di tengah dari cincin hard exudates yang berlokasi 500-300 m
dari tengah fovea. Ukuran sasaran adalah 50-100 m dengan durasi selama 0,1
detik dan kekuatan yang cukup untuk memutihakan atau menggelapkan
mikroaneurisma secara perlahan. Terapi untuk lesi yang berada lebih dari 3000
m dapat dipertimbangkan jika terdapat CSMO dan visus kurang dari 6/12. Pada
kasus ini pajanan selama 0,05 detik sudah cukup.

Grid treatment digunakan untuk area penebalan retina difus yang berlokasi lebih
dari 500 m dari batas temporal diskus optik. Ukuran sasaran sekitar 100-200 m
dan waktu pajanan selama 0,1 detik. Penembakan dengan intensitas sangat ringn
dan dilakukan satu per satu.

Hasil: sekitar 70% kasus memberikan hasil visus yang stabil, 15% memperlihatkan
perbaikan, dan 15% memburuk. Karena penyembuhan edema dapat lebih dari 4
bulan, maka pengulangan tindakan sebaiknya tidak dilakukan terlalu cepat.
Faktor-faktor yang memberikan prognosis buruk antara lain: hard exudates yang
melibatkan fovea, edema makular difus, edema makular sistoid, makulopati campuran
(eksudatif-iskemia), dan gambaran retinopati yang berat

Viterectomy
Viterektomi pars plana dapat diindikasikan jika edema makular diikuti dengan traksi
tangensial dari membaran hialoid posterior yang menebal dan tegang. Pada kasus ini,

keuntungan terapi laser sangat terbatas, sedangkan tindakan bedah untuk melepaskan
traksi cukup bermanfaat.
d. Proliferative diabetic retinopathy menggunakan Panretinal laser photocoagulation
(PRP)
Terapi laser ditujukan untuk menginduksi pembentukan pembuluh darah baru dan
mencegah kehilangan penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina traksional.
Terapi lebih lanjut tergantung pada tingkat keparahan PDR. Sinar laser diberikan dengan
intensitas rendah dan berjauhan untuk kasus ringan, sedangkan untuk kasus berat
sebaliknya.

Pengaturan laser
o Ukuran titik sasaran tergantung dari lensa bantu yang digunakan. Dengan lensa
Goldmann, digunakan ukuran 500m, sedangkan dengan lensa panfunduskopi
diatur antara 200-300m.
o Durasi tindakan 0,05-0,1 detik dengan kekuatan sinar yang cukup

Terapi awal meliputi 2000-3000 penyinaran dengan pola menyebar, meluas dari
fundus posterior untuk meliputi retina perifer pada 1 atau lebih sesi. PRP yang
diselesaikan dalan 1 sesi memiliki resiko komplikasi yang lebih tinggi. Jumlah terapi
dalam setiap sesi ditentukan dari ambang rasa sakit pasien dan kemampuan untuk
menjaga konsentrasi. Anestetik topikal kornea cukup adekuat diberikan pada sebagian
besar pasien, walaupun anestetik peribullar atau sub-Tenon mungkin dibutuhkan

Prognosis
The Early Treatment for Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) menemukan aplikasi bedah laser
untuk edema macular menekan insidens kehilangan penglihatan moderate (sudut penglihatan
ganda atau kehilangan penglihatan untuk membandingkan 2 garis secara kasar) dari 30%
menajdi 15% selama periode 3 tahun.
Factor prognostic yang menolong antara lain onset baru dari eksudat yang bersifat circinate,
kebocoran yang dapat ditentukan dengna jelas, dan perfusi perifoveal yang baik. Sedangkan
factor prognostic yang memberatkan antara lain edema difus atau kebocoran yang banyak,
deposit lipid di fovea, tanda-tanda inskemia macular, cystoid macular edema, visus preoperative
kurang dari 20/200, dan hipertensi.
The diabetic retinopathy study (DRS) menemukan bahwa terapi scatter PRP yang adekuat akan
menurunakn resiko kehilangan penglihatan (visus < 5/200) lebih dari 50% pada kasus-kasus
PDR.
Prognosis buruk pada retinopati proliferatif jika telah terjadi iskemia retina berat,
neovaskularisasi luas, atau pembentukan jaringan fibrotik preretina yang luas. Tanpa perdarahan
vitreus dan pelepasan retina, visus dapat membaik kembali, dan intervensi terapeutik dlakukan
untuk mencegah kehilangan yang lebih parah.

RETINOPATI HIPERTENSI

Kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi

Kelainan pembuluh darah dapat berupa spasme, percabangan pembuluh darah, fenomena
crossing atau sklerose pembuluh darah

Klasifikasi retinopati hipertensi

Stadium 1 : terdapat penciutan setempat pembuluh darah arteri

Stadium 2 : penciutan umum pembuluh darah arteri, pembuluh darah arteri tegang,
percabangan tajam dan kecil

Stadium 3 : lanjutan dari stadium 2 disertai dengan eksudat wol-katun, perdarahan retina

Stadium 4 : stadium 3 dengan udem papil, adanya eksudat star figure di daerah makula
lutea

RETINOPATI LEUKIMIA

Leukimia merupakan neoplasma ganas sel darah putih, yang penyebabnya tidak
diketahui, dan dapat berjalan akut

Sering terjadi pada usia kurang dari 5 tahun atau diatas usia 50 tahun

Retinopati ditemukan atau terdapat pada 2/3 penderita leukimia

Dapat mengenai seluruh jaringan mata


- perdarahan konjungtiva dan corpus viterus

- infiltrasi pada konjungtiva, koroid, sklera, dan fovea makul


RETINOPATI PIGMENTOSA

Degenerasi sel epitel retina (sel batang) dan atrofi saraf optik, menyebar tanpa gejala
peradangan

Bercak dan pita halus yang berwarna hitam

Berjalan progresif yang onset bermula sejak masa kanak-kanak

Gejala sukar melihat di malam hari, lapang pandangan menjadi sempit, penglihatan
sentral menurun sampai terjadinya buta warna

Funduskopi akan terlihat penumpukan pigmen perivaskular di bagian perifer retina, arteri
menciut, sel dalam corpus vitreus, dan papil pucat

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas,Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, cetakan III, balai penerbitan FKUI,2006,Jakarta


Ilyas,Sidharta, Kelainan Refraksi dan Kacamata Glosari Sinopsis,edisi II,balai penerbitan
FKUI,2006,Jakarta
Ilyas,Sidharta,dkk. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran,edisi
II,sagung seto,2002,Jakarta
James, Bruce. Et al. Lectures Notes Oftalmology, edisi 9. Erlangga Medical Series, 2005, Jakarta.
Vaughan, Daniel; Asbury, Taylor; Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum. Edisi 14. KDT.
2000,Jakarta
Sieving PA. Retinitis pigmentosa and related disorders. In: Yanoff M, Duker S, Augsburger JJ,
editors. Ophthalmology. 2nd ed. Phladelphia: Mosby. 2004. p. 813-23

Kansky JJ. Degeneration and dysthropies of the fundus. In: Kansky JJ. Clinical Ophthalmology.
5th ed. Toronto: Butterworth-Heinemann; 2003. p. 410-4

Vaughan DG, Asbury T, Eva-Riordan P. Oftalmologi umum. Edisi 14. 2000. Jakarta: Widya
Medika. Hal. 320-4

Anda mungkin juga menyukai