Anda di halaman 1dari 8

MAGISTER PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KOTA

UNIVERSITAS DIPONEGORO

Nama
Jurusan
Mata Kuliah
Tugas

Tema

:
:
:
:

Arrahmanza A. (21040113420073)
Perencanaan Wilayah Kota - UNDIP 2014
MKP Pengembangan Lokal
Kajian Upaya Pengembangan Lokal dan klaster
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam Kerangka
Konseptual dan teoritik Pengembangan Lokal
: Klaster Gula Kelapa

Pendahuluan

Sebagian besar pelaku ekonomi di Indonesia pada dasarnya adalah UKM.


Keberadaan UKM memberikan suatu kontribusi positif terhadap upaya
penanggulangan kemiskinan, pengangguran, dan efek negatif urbanisasi
baik di daerah perkotaan maupun perdesaan (Balitbangda Jawa Tengah,
2010).
Di Jawa Tengah, data jumlah UKM menurut Disyankop UKM pada tahun 2004
terdapat 6.461.428 UKM atau 15,38 persen dari jumlah UKM di Indonesia
dan tahun 2005 jumlah UKM di Jawa Tengah adalah 6.319.679 UKM, yang
diperinci sebagai berikut : Jumlah UKM Mikro sebanyak 2.938.509 unit
(46,50%); jumlah UKM sebanyak 3.347.358 unit (52,96%); jumlah Usaha
Bersama (UB) sebesar 33.812 unit (0,54%) (Balitbangda Jateng, 2008). UKM
ini ada yang mengelompok dalam klaster, terdapat 23 klaster UKM yang
diidentifikasi oleh FPESD, yang mempertimbangkan tiga pilar ekonomi
Renstra Jawa Tengah yaitu industri, pertanian dan pariwisata. Dari jumlah
UKM yang ada, sebagian UKM hidup dan berkembang di suatu daerah yang
saling berdekatan yang sering disebut sentra selain klaster (Balitbangda
Jateng, 2008).
Kabupaten Banyumas merupakan salah satu sentra gula kelapa terbesar di
Indonesia. Usaha di sektor pertanian ini terdiri atas 29.766 unit rumah
tangga petani dan dijalankan oleh 60.000 ribu tenaga kerja. Volume
produksi di Kabupaten Banyumas keseluruhan mencapai 46.586,53 ton per
hari.
Paper ini mengkaji bagaimana struktur dan kerangka kerja yang diterapkan
dan proses pengembangan yang dikembangkan oleh Klaster Gula Kelapa di
Banyumas dibandingkan dengan Kerangka konseptual dan teoritik mengenai
pengembangan lokal. Lingkup bahasan akan mengkaji apa yang telah
dilakukan dan atau direncanakan oleh klaster Gula Kelapa di Banyumas,
untuk kemudian dibandingkan secara deskriptif untuk melihat kesesuaian
dengan konsep teoritis.

Kerangka konseptual dan teoritik Pengembangan Lokal


dan Klaster
Pengembangan Lokal

Pengembangan lokal telah menjadi pengarah pembangunan yang penting


bagi negara-negara di dunia untuk mencapai prioritas-prioritas

pembangunannya. Pengembangan lokal didefinisikan oleh Stohr (1990)


sebagai suatu inisiatif lokal yang mengutamakan penggunaan sumber daya
lokal dibawah kendali lokal demi keutamaan keuntungan lokal. Sementara
Sforzi (2003) menyebutkan bahwa, pengembangan lokal merupakan
integrasi pembangunan yang memadukan dimensi ekonomi dengan dimensi
lain seperti sosial, budaya dan institusi dengan penekanan pada konteks
spasial yang bersifat lokal.
Pengembangan lokal seringkali juga disebut sebagai pengembangan
ekonomi lokal , suatu hal yang tak serupa namun dianggap sama. Antara
pengembangan lokal dan pengembangan ekonomi lokal hanya berbeda
pada penekanan dalam posisi komponen pembangun yang hampir sama.
Pengembangan ekonomi lokal dijabarkan oleh World Bank (2002) sebagai
proses ketika pemerintah, para pengusaha dan sektor non-pemerintah
bekerja bersama-sama untuk menciptakan kondisi yang lebih baik untuk
pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Tujuannya adalah
untuk meningkatkan kualitas hidup seluruh masyarakat.
Pengembangan Ekonomi Lokal dengan cara penguraian yang berbeda
dijelaskan oleh UN-HABITAT (2004), sebagai sebuah proses partisipatif
dimana masyarakat lokal dari berbagai sektor bekerja bersama-sama untuk
mendorong kegiatan perdagangan/komersial lokal sehingga terbentuk suatu
ekonomi yang tahan banting dan berkelanjutan. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa, local economic development merupakan suatu alat yang membantu
menciptakan lapangan kerja yang memadai serta meningkatkan kualitas
hidup setiap orang, termasuk kaum miskin dan terpinggirkan.
Ada beberapa kerangka konseptual pengembangan lokal yang dikemukakan
oleh institusi, praktisi dan ilmuwan yang berkompetensi di bidang
pengembangan lokal. Konseptor ilmu pengembangan lokal Blakely, EJ.
(1994), menentukan elemen-elemen penting dalam pengembangan lokal
yang disebut sebagai elemen fungsi pengembangan lokal. Elemen-elemen
tersebut adalah, sumberdaya alam, tenaga kerja, modal, investasi,
kewirausahaan, transportasi, komunikasi, komposisi industri, teknologi,
ukuran wilayah, pasar ekspor, situasi ekonomi internasional, kapasitas
institusi lokal, pengeluaran pemerintah pusat dan daerah, skema dukungan
pembangunan.
UNDP (2007) misalnya, dalam salah satu publikasinya menyebutkan bahwa
pengembangan lokal sangat berhubungan dengan desentralisasi,
pemerintahan lokal dan indikator sasaran pembangunan yang terlokalitas
(dalam hal ini UNDP memiliki Millienium Development Goals atau MDGs).

Pengembangan Klaster

Dalam Pengembangan ekonomi lokal ada yang disebut sebagai klaster,


yang menurut bahasa, klaster (cluster) diartikan sebagai kumpulan,
kelompok, himpunan, atau gabungan obyek tertentu yang memiliki
kesamaan atas dasar karakteristik tertentu. Definisi klaster dalam bidang
pengembangan ekonomi lokal disebutkan beragam berikut ini beberapa
definisi Klaster ekonomi:
Michael Porter mendefinisikan klaster sebagai konsentrasi dari
kegiatan ekonomi yang saling terkait dan lembaga penunjangnya,
untuk jenis kegiatan ekonomi yang saling berkaitan, sebagai strategi
untuk meningkatkan daya-saing (Michael Porter, 1998). sekumpulan
perusahaan dan lembaga-lembaga terkait di bidang tertentu yang

berdekatan secara geografis dan saling terkait karena kebersamaan


(commonalities) dan komplementaritas.
Abramson menyebutkan, klaster merupakan suatu sistem dari
keterkaitan pasar dan non pasar antara (a system of market and
nonmarket links) perusahaan-perusahaan dan lembaga yang
terkonsentrasi secara geografis.
Klaster merupakan konsentrasi perusahaan dan lembaga yang
bersaing, berkolaborasi dan saling bergantung yang dihubungkan
dengan suatu sistem keterkaitan pasar dan non pasar (UK DTI, 2001).
Lyon dan Atherton (2000) berpendapat bahwa tiga hal mencirikan klaster
industri, selain perbedaan struktur, ukuran ataupun sektornya, yaitu:
1. Komonalitas/ Keserupaan/ Kebersamaan/ Kesatuan (Commonality)
2. Konsentrasi (Concentration)
3. Konektivitas (Connectivity)
Karakteristik klaster yang langsung dapat diamati adalah : kedekatan dalam
ruang, kepadatan kegiatan ekonomi, keberadaan sejumlah usaha dalam
kegiatan yang sama, serupa, atau kegiatan yang melengkapi (subsidiary).
Dalam pengembangan sebuah klaster, banyak aktor yang sangat berperan
dalam menunjang industri inti sebagai fokus sentra industri, yaitu :
1. Industri pemasok, yaitu industri yg memasok dengan produk khusus
meliputi : bahan baku utama, bahan tambahan, aksesoris
2. Pembeli, dapat berupa distributor atau konsumen
3. Industri pendukung, meliputi : jasa angkutan, konsultan, bank, peralatan,
infrastruktur lain (listrik, telekomunikasi)
4. Industri terkait, bisa bersifat kompetitor, komplementer atau substitusi
5. Lembaga pendukung , dalam hal ini pemerintah yg menentukan kebijakan
dan asosiasi profesi
Dalam SK Menteri Negara Koperasi dan UKM No: 32/Kep/M.KUKM/IV/2002,
tanggal 17 April 2002 tentang Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan
Sentra UKM, SENTRA didefinisikan sebagai pusat kegiatan di kawasan/lokasi
tertentu dimana terdapat UKM yang menggunakan bahan baku/sarana yang
sama, menghasilkan produk yang sama/sejenis serta memiliki prospek
untuk dikembangkan menjadi klaster. Sedangkan KLASTER adalah pusat
kegiatan UKM pada sentra yang telah berkembang, ditandai oleh munculnya
pengusaha-pengusaha yang lebih maju, terjadi spesialisasi proses produksi
pada masingmasing UKM dan kegiatan ekonominya saling terkait dan
saling mendukung. Dari definisi ini, tampak bahwa klaster adalah bentuk
lain dari sentra yang telah berkembang dan maju. Klaster tumbuh akibat
individual UKM tidak sanggup menangkap peluang pasar yang
membutuhkan jumlah volume produksi yang besar, standar yang homogen,
dan penyerahan yang teratur.
Beberapa dekade terakhir, analisis perusahaan cluster mengalami
pergeseran dari fokus terhadap pasar, perdagangan, bursa komoditas dan
layanan menuju studi mengenai pengetahuan dan ide-ide baru (Storper,
1995; Maskell, 2001; Cooke, 2002; Gertler, 2003; Amin and Cohendet,
2004). Lahirnya kritik terhadap model yang mengandalkan fungsi produksi
sebagai faktor penentu pertumbuhan ekonomi. Paul M. Romer (1986) dan E.
Lucas (1988) mengkritik bahwa pengetahuan merupakan faktor penting
yang tidak bisa dipisahkan dalam pertumbuhan ekonomi. Pengakuan bahwa
pengetahuan adalah faktor kunci penentu daya saing dan pertumbuhan
ekonomi. Hal ini didasari oleh 2 hal: 1) kesadaran pentingnya konsepsi
daerah dan kedekatan geografis dalam kegiatan ekonomi. 2) banyak inovasi

yang justru lebih terkait dengan small entrepreneur dibandingkan footloose


multinational corporations sehingga mendorong lahirnya high-tech
innovative regional clusters. Pergeseran pengakuan bahwa keuntungan
cluster tidak hanya dari aglomerasi ekonomi & minimalisasi biaya transaksi,
tapi juga jaminan perusahaan cluster mendapatkan akses cepat ke
pengetahuan (inovasi, teknik dan strategi perusahaan pesaing). Hal ini
umum disebut dengan knowledge spillover.
Pada jurnal kajian efektivitas model penumbuhan klaster bisnis UKM
berbasis agribisnis, terdapat 4 karakteristik klaster dari sisi internal, meliputi
:
1.
Adanya konsentrasi perusahaan dalam suatu wilayah/spatial
2.
Adanya interaksi antar perusahaan
3.
Kombinasi sumberdaya dan kompetensi antar perusahaan yang
berinteraksi
4.
Pembentukan dan interaksi antar usaha dalam institusi pendukung
yang berfungsi membantu klaster secara keseluruhan.
Sedangkan pada sisi eksternal, terdapat 3 elemen yang diperhatikan yaitu :
1.
Economic specialization, dalam batas tertentu dari aktivitasaktivitas yang berhubungan.
2.
Competitiveness, atau daya saing yang lebih baik dalam konteks
dinamis dan global, misalnya berhubungan erat dengan inovasi
dan adopsi praktik terbaik.
3.
Identity, yang relevan dengan agen dan organisasi di dalam
klaster ataupun yang diluar klaster.
Schmits dan Nadvi (1999) dalam Sukendi D. (1998), mengemukakan definisi
klaster sederhana yang sesuai dengan klaster yang ada di negara
berkembang. Definisi tersebut dikemukakan dalam rumusan kriteria-kriteria
sebagai berikut:
- Terdapat lebih dari satu usaha kecil
- Terdapat satu sektor usaha yang dominan
- Terdapat pada satu wilayah geografis tertentu
Dari teori-teori di atas dapat disusun unsur-unsur konseptual dari
pengembangan ekonomi lokal klaster yang dijadikan variabel pembahasan
secara deskriptif dalam kajian ini. Unsur tersebut adalah:
1. Pembukaan peluang kerja
2. Pemanfaatan IPTEK (knowledge spillover)
3. Jaringan Kerja
4. Minimalisasi biaya kolektif
5. Desentralisasi

Klaster Gula Kelapa di Banyumas


Klaster gula kelapa Banyumas pada awalnya didirikan dalam upaya
membantu
mempercepat
pertumbuhan
ekonomi
daerah
melalui
pemberdayaan sektor riil yang berbasis pada Industri komoditi unggulan
daerah Kabupaten Banyumas, Bank Indonesia berinisiasi untuk
melaksanakan pilot project cluster yang berbasis pada produk unggulan.

Industri Gula Kelapa merupakan produk unggulan kabupaten Banyumas,


namun pengrajin gula kelapa rata-rata berpendapatan rendah (dibawah
Upah Minimum Kabupaten). Populasi Industri Mikro-Kecil dan Menengah
Gula Kelapa jumlahnya
74% dari total unit Industri Mikro-Kecil dan
Menengah di Kabupaten Banyumas. Industri ini menyerap 110.000 tenaga
kerja dengan luas lahan Kelapa Deres 5.157 ha yang ditanami 460.980
pohon. Kabupaten Banyumas mempunyai local Champion dan modal sosial
kedekatan antar sesama pelaku UKM dan masyarakat, yaitu terbentuk
kelompok yang siap untuk dikembangkan.
Industri gula kelapa mempunyai peluang pasar dalam negeri maupun luar
negeri dan memperoleh dukungan dari pemerintah, perbankan, BUMN,
BUMD, swasta, universitas maupun komitmen dari pelaku klaster, yakni
Kelompok Legen Ardi Raharja di Desa Karanggintung Kecamatan Kemranjen
Kabupaten Banyumas (Sasono H., 2012).

Kegiatan yang telah dicapai Klaster Banyumas


Dukungan Pemerintah Daerah diwujudkan
dituangkan secara tertulis dalam nota
Kerjasama antara Pemimpin Bank Indonesia
ditandatangani pada saat Hari Ulang Tahun
429 pada tanggal 9 April 2011.

dalam bentuk komitmen yang


kesepahaman atau Perjanjian
dengan Bupati Banyumas yang
(HUT) Kabupaten Banyumas ke

Klaster ini telah mengalami berbagai pelatihan sepanjang penerapan konsep


pengembangan ekonomi lokal klaster. Pelatihan tersebut antara lain:
Manajemen kelompok dan kewirausahaan bagi pengurus dan anggota
kelompok Legen Ardi Raharja Desa Karanggintung,
Pelatihan Peningkatan Produktivitas Tanaman Pohon Kelapa.
Pelatihan Manajemen Mutu Total Industri Gula Kelapa
Pelatihan Pembukuan Praktis Bagi UMKM
Pelatihan Perencanaan Usaha dan Transaksi Bisnis
Pelatihan Pengembangan Diversifikasi Produk Gula Kelapa, Teori dan
Praktek
Penyuluhan Keamanan Pangan Dalam Rangka Sertifikasi Produk
Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT)
Pelatihan Pertanian Organik menuju Industri Gula Kelapa Organik
Pelatihan ICS Internal Control System, Sertifikasi Pertanian Organik
Workshop Pasar dan Pemasaran Klaster Gula Kelapa Kabupaten
Banyumas, pengembangan Klaster antara GIZ, Bappeda Provinsi Jawa
Tengah, serta Bappeda Kabupaten Banyumas pada tanggal 7 Januari
2014 dilaksanakan Workshop Pasar dan Pemasaran. Workshop
tersebut merupakan upaya pengembangan kapasitas bisnis dan
manajemen untuk anggota klaster di Provinsi Jawa Tengah
Dari segi pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan
dengan peningkatan kualitas dan produktifitas, beberapa kegiatan yang
telah dilakukan adalah:
Pengujian Mutu Gula Kelapa
Produksi dan Aplikasi Pengawet Pada Produksi Gula Kelapa Organik

Partisipasi Klaster Purwokerto dalam Pameran Klaster yang


diselenggarakan oleh FEDEP Jawa Tengah di DP Mall Semarang
Studi Banding dan Temu Bisnis dengan Koperasi Serba Usaha
Jatirogo Sentolo Kulonprogo dan UD Sumber Rejeki Hargorejo
Kokap Kulonprogo.
Berbagai kegiatan yang telah dilakukan mengikutsertakan beberapa
stakeholders atau aktor Kegiatan pilot project cluster gula kelapa Kabupaten
Banyumas merupakan program inisiatip KBI Purwokerto dalam mencapai
tujuan klaster, bekerjasama dengan beberapa stakeholders sebagai berikut:
1.
Bank Indonesia, sebagai inisiator program pengembangan klaster
2.
Bappeda Kabupaten Banyumas, Dinperindagkop Kabupaten
Banyumas dalam rangka melatih Kewirausahaan, penguatan
kelompok, serta bantuan sarana dan prasarana untuk
mengembangkan industry gula kelapa
3.
Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Banyumas
dalam rangka melatih budidaya tanaman pohon kelapa.
4.
Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, memberi pelatihan untuk
memperoleh sertifikat PIRT (Perusahaan Industri Rumah Tangga)
5.
Lembaga Pengabdian dan Pengembangan Masyarakat (LPPM)
Unsoed Purwokerto dalam rangka memberi pelatihan Standar
Mutu Total bagi Industri Kelapa, Pelatihan dalam mengembangkan
baru alami, Pelatihan Pembukuan Praktis, Perencanaan Usaha
6.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) LPPSLH, dalam rangka
mengembangkan tungku hemat energy, pertanian organic.
7.
CV P3R , Pelatihan Kemitraan Bisnis dan akses pemasaran
produksi gula kelapa
8.
GIZ (Gesellschaft fr Internationale Zusammenarbeit) yaitu
lembaga non-pemerintah dari Jerman yang menjadi pengarah
pengembangan ekonomi lokal di proyek percontohan
pengembangan lokal nasional yang berlokasi di Jawa Tengah.

Pembahasan Studi Kasus


Hal yang utama dalam pembangunan suatu klaster adalah adanya
peningkatan peluang kerja yang bervariasi serta pemanfaatan dan
penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang inovatif.
Dalam konsep pengembangan klaster di Provinsi Jawa Tengah, karakteristik
klaster di Jawa tengah terlihat pada :
1. Kesamaan komoditas yang dibagi dalam 3 (tiga) kelompok sentra usaha
yaitu : pertanian berbasis processing, industri berbasis ekspor, dan
kawasan pariwisata unggulan.
2. Interaksi antar stakeholder dan unit usaha yang saling menguntungkan.
3. Keterlibatan berbagai pihak : Pemerintah, FEDEP, sektor swasta,
perbankan, dll.
4. Pengelolaan wilayah secara terpadu dan partisipatif.
5. Berbasis learning process.
6. Perpaduan bottom up dan top down.

Pada workshop Pasar dan Perdagangan sebelumnya tanggal 21 Oktober


2013 disampaikan harapan klaster terhadap pasar, pemasaran, keuangan,
dan pengembangan produk antara lain adalah: peningkatan harga dan
harga yang stabil; kemudahan permodalan bagi kelompok, fasilitasi untuk
bantuan peralatan, pemasaran stabil, fasilitasi promosi, terbukanya pasar
yang lebih luas, dan pasar baru, diversifikasi produk, memperpanjang rantai
industri dan meningkatkan nilai tambah, mempersatukan kelompok petani
gula agar memiliki posisi tawar dalam menentukan harga produk.
Pengadaan Peluang kerja
Klaster gula kelapa di Kabupaten Banyumas telah berjalan sejak tahun 2011
dan semakin banyak menyerap tenaga kerja setiap tahunnya. Tercatat
Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pemanfaatan Teknologi pada klaster gula kelapa di kabupaten Banyumas
telah cukup banyak diterapkan dengan adanya kontribusi dari aktor-aktor di
bidang IPTEK. Hal ini terindikasi dari beberapa kegiatan yang telah dilakukan
seperti :
1. Pelatihan dan workshop untuk meningkatkan kapasitas manajerial,
pemasaran, kelembagaan dan teknik produksi.
2. Penggunaan media Internet (website, blogspot, facebook dan
youtube) sebagai media komunikasi, promosi, pemasaran dan
informasi.
3. Penggunaan alat-alat peningkat produktifitas yang dikembangkan
secara tepat guna.
4. Penggunaan
peralatan
produksi
dan
pengolahan
yang
memperhatikan efisiensi dan tingkat produkstifiats
5. Peningkatan teknik pemprosesan gula kelapa untuk peningkatan dan
standarisasi kualitas produk, melalui penelitian.
Stake Holder
Pelibatan actor pelaku dalam klaster Gula Kelapa di Kabupaten Banyumas
telah memenuhi ciri-ciri klaster sesuai dengan konsep umum yang telah
terjadi di lokasi lainnya. Stakeholder atau aktor dalam kegiatan ini apabila
disusun menurut perannya adalah sebagai berikut:
1. Industri pemasok
2. Industri pendukung
3. Insdustri Terkait
4.
Sharing Knowledge

Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari kondisi dan perbandingan dengan
kerangka konseptual dari pengegmbangan ekonomi lokal, adalah bahwa
Klaster Industri Kecil Gula Kelapa di Kabupaten Banyumas merupakan
klaster yang telah lengkap secara konseptual namun masih belum mencapai
outcome yang maksimal dan masih dapat dikembangkan lebih lanjut.
Potensi Klaster Gula Kelapa di Banyumas menghadapi berbagai
permasalahan yang melingkupi kehidupan petani pengrajin gula, misalnya
ketidak setaraan upah, keterikatan pada sistem ijon, lemahnya akses pasar,
kualitas gula yang rendah sehingga tidak mempunyai daya saing yang kuat,
lemahnya posisi tawar pengrajin gula dan lain-lain (FEDEP,2011).
Pengembangan klaster masih dapat dilakukan di berbagai hal seperti:
1. Peningkatan pusat perdagangan Klaster Gula Kelapa
2. Peningkatan variasi atau keberagaman produk yang dijual.
3. Peningkatan infrastruktur untuk distribusi pemasaran

Daftar Pustaka

1. http://hery-sasono.blogspot.com/
2. https://www.youtube.com/watch?v=8s7M3TvQ0IY
3. http://fedep.banyumaskab.go.id/read/3253/workshop-pasar-danpemasaran--klaster-gula-kelapa-kabupaten-banyumas--selasa-7januari-2014#.VKk-aiva6m4
4. UNDP November 2007 PRACTICE NOTE, Supporting Capacities for
Integrated
Local
Development

Anda mungkin juga menyukai