Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN

Demam Tifoid adalah penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman
salmonella typhi atau salmonella paratyphi, yang merupakan penyakit endemik di
Indonesia dan merupakan penyakit menular yang berbasis lingkungan.1, 2, 3
Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di
Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi
menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Case fatality rate (CFR) demam tifoid di tahun 1996
sebesar 1,08% dari seluruh kematian di Indonesia.1
Masuknya kuman salmonella typhi (s. typhi) dan salmonella paratyphi ke dalam
tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman
dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya
berkembang biak. Bila repons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka
kuman akan menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina
propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh
makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya
dibawa ke plague peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening
mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam
makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang
asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan
limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang
biak diluar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi
mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala
penyakit infeksi sistemik.1
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala
serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing,
nyeri otot, anoreksi, mual, muntah, obstipasi atau diare, rasa tidak enak diperut, batuk dan
epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Dalam
minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif, lidah
yang berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteoroismus, gangguan mental berupa
1

somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis. Setelah kuman masuk ke dalam saluran
cerna, akan ada masa tanpa gejala (masa inkubasi) sekitar 7-14 hari. Pada saat
bakteremia, akan timbul demam. Selain demam, juga akan muncul gejala lain seperti flulike symptoms, sakit kepala, lesu, tidak nafsu makan, mual, rasa tidak nyaman di perut
yang sukar dilokalisir, batuk kering, konstipasi atau diare. Pada ras kulit putih akan
nampak bercak-bercak berwarna merah muda (rose spot) berukuran 2-4 mm di daerah
dada dan perut. Tetapi, untuk ras kulit berwarna, bercak ini jarang sekali terlihat. Dan
pada penyakit ini dapat terjadi penurunan kesadaran bahkan kejang. 1,4
Pada pemeriksaan rutin sering ditemukan leukopenia. Leukositosis dapat terjadi
walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu dapat juga ditemukan anemia ringan
dan trombositopenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat. SGOT dan
SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh. Uji
Widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman S. typhi. Tes TUBEX sangat
akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan
tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit. Hasil biakan darah yang
positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam
tifoid.1,4
Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa diberikan terapi
yang tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini
sangat penting untuk membantu mendeteksi secara dini. Walaupun pada kasus tertentu
dibutuhkan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis.1, 5
Penatalaksanaan demam tifoid yaitu istirahat dengan tujuan mencegah komplikasi
dan mempercepat penyembuhan, diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif)
dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal, serta
pemberian antibiotika dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman.1,2,4
Komplikasi demam tifoid dapat terjadi pada intestinal seperti perdarahan
intestinal, perforasi usus, ileus paralitik dan pancreatitis, serta dapat juga terjadi pada
ekstra-intestinal.
Demam tifoid dapat dicegah dengan menghindari faktor resikonya yaitu antara
lain makan makanan yang tidak disiapkan sendiri dari rumah, minum air yang

terkontaminasi, kontak dekat dengan penderita tifoid, sanitasi perumahan yang buruk,
higienis perorangan yang tidak baik dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat.1,4,6
Prognosis demam tifoid adalah dubia ad bonam. Bila penyakit berat, pengobatan
terlambat atau tidak adekuat atau ada komplikasi berat, prognosis menjadi
meragukan/buruk.1,2,4

LAPORAN KASUS
Seorang perempuan, Ny. AP, umur 67 tahun, alamat Ranotana, pekerjaan ibu
rumah tangga, datang ke Instalasi Gawat Darurat Medik RSUP Prof. R. D. Kandou,
kemudian dirawat di irina Anggrek 2 tanggal 21 April 2015 dengan keluhan utama Nyeri
ulu hati.
Pada anamnesis didapatkan Nyeri Ulu hati yang dialami penderita sejak 1 minggu
Sebelum masuk rumah sakit, nyeri seperti di tusuk - tusuk, mual +, muntah - , nyeri terus
menerus. Sebelumnya pasien pernah demam dan menggigil namun kemudian turun, sesak
napas dirasakan seiring dengan rasa mual, Batuk - , Penurunan nafsu makan =,
BAB : penderita BAB baru 1 kali dalam seminggu
BAK : biasa, 5 kali sehari volume kurang lebih 700 cc, warna kuning, tidak berbusa.
Riwayat penyakit dahulu seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung,
penyakit ginjal, kolesterol atau asam urat disangkal. Riwayat penyakit keluarga hanya
penderita yang sakit seperti ini. Riwayat sosial penderita tidak merokok dan
,mengkonsumsi alkohol.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sakit sedang, kesadaran
compos metis. Tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 88 x/menit regular isi cukup kuat
angkat, respirasi 20 x/menit, suhu badan 36,6 0C. Tinggi badan 155 cm, berat badan 65
Kg, indeks massa tubuh (IMT) 27,05 kg/cm2.
Kepala konjungtiva anemis, sclera tidak ikterus, dan ditemukan lidah beslag/lidah
tifoid. Leher tidak ada pembesaran KGB, trakea letak di tengah, JVP 5+0cm. Pada
pemeriksaan thoraks, dada dalam keadaan simetris, retraksi tidak ada, buah dada normal,
tidak ada kelainan kulit. Pada punggung, bentuk simetris, tidak ada kelainan kulit. Pada
pemeriksaan paru depan didapatkan inspeksi terlihat gerakan dada simetris saat statis dan
saat dinamis. Palpasi stem fremitus sama keras pada dada kiri dan kanan. Perkusi di
kanan sonor, perkusi di kiri sonor. Auskultasi suara pernapasan di sisi kanan vesikuler,
rhonki (-), wheezing (-); di kiri suara pernapasan vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-). Pada
pemeriksaan paru belakang didapatkan inspeksi terlihat gerakan pernapasan simetris saat
keadaan statis dan dinamis. Palpasi stem fremitus sama keras di sisi kiri dan kanan.
Perkusi di kanan sonor dan batas paru bawah di thorakal IX, paru kiri sonor dan batas
4

paru bawah thorakal X. Auskultasi di kanan suara pernapasan vesikuler, rhonki (-),
wheezing (-) dan di kiri suara pernapasan vesikuler, rhonki (-), wheezing (-). Pada
pemeriksaan jantung didapatkan pada inspeksi iktus cordis tidak nampak, palpasi iktus
cordis tidak teraba, perkusi didapatkan batas jantung kiri di ICS V linea midclavicularis
sinistra, sedangkan batas kanan di ICS IV linea sternalis dextra, Auskultasi irama jantung
teratur, heart rate kurang lebih 80 kali per menit, S1 dan S2 normal, suara tambahan tidak
ditemukan, M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1, A2>P2, tidak ditemukan bising.
Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi : tampak datar; Palpasi : lemas, ada nyeri
tekan epigastrium, tidak terdapat pembesaran hepar , tidak terdapat nyeri tekan, lien tidak
teraba, ballotemen (-) ; perkusi : tympani, nyeri ketok CVA kiri dan kanan tidak ada;
auskultasi : bising usus normal. Pada pemeriksaan kelamin tidak terdapat kelainan.
Pada ekstremitas superior didapatkan kulit telapak tangan warna kemerahan, tidak
terdapat tremor, tidak ada deformitas pada jari, clubbing finger tidak ada, kuku sianosis
tidak ada, CRT < 2 detik, tidak ada edema, otot eutrofi, tophi tidak ada, bengkak pada
sendi tidak ada, nyeri sendi tidak ada, gerakan sendi aktif normal dan pasif normal,
kekuatan otot 5/5. Pada pemeriksaan ekstremitas inferior dekstra dan sinistra, pulsasi
arteri dorsalis pedis ada, varises tidak ada, parut tidak ada, otot eutrofi, tophi tidak ada,
bengkak pada sendi tidak ada, nyeri sendi tidak ada, gerakan sendi aktif normal dan pasif
normal, kekuatan otot 5/5, suhu raba hangat, edema tidak ada.
Pada pemeriksaan refleks didapatkan refleks fisiologis berupa refleks biseps,
triseps, patella, dan achilles (+) normal; sedangkan refleks patologis berupa refleks
babinski, brudzinski, kernig, dan laseque (-).
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 1 oktober 2010 didapatkan leukosit
10200/uL, eritrosit 5,41x10 6/ uL, trombosit 529000/uL, Hb 11,6g/dL, HCT 40,4 %, GDS
114 mg/dL, Na 140 mmol/L, K 2,6 mmol/L, Cl 105 mmol/L, Malaria (-), Tubex TF 6.
Resume kasus, seorang pasien perempuan umur 41 tahun, MRS tanggal 1 Oktober
2010 dengan keluhan panas (+), Mual dan muntah (+), nyeri perut (+), sakit kepala (+),
lemah badan (+), batuk (-), sesak napas (-).
BAB : belum BAB kurang lebih 1 minggu sebelum masuk rumah sakit

BAK : biasa, 5 kali sehari volume kurang lebih 700 cc, warna kuning pucat, tidak
berbusa.
Riwayat penyakit dahulu seperti demam tifoid, malaria, diabetes melitus,
hipertensi, penyakit jantung, penyakit ginjal, kolesterol atau asam urat disangkal.
Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), ditemukan lidah beslag/lidah tifoid,
pembesaran kelenjar getah bening (-), tekanan JVP: 50 cm. Pada pemeriksaan thoraks
simetris kiri dan kanan. Pada pemeriksaan paru dan jantung tidak ada kelainan,pada
pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan epigastrium, hepar teraba 2 jari bawah
arcus costa, pada pemeriksaan ekstremitas superior dan inferior ridak ada kelainan.
Berdasarkan

anamnesis,

pemeriksaan

fisik

dan

laboratorium,

penderita

didiagnosis dengan Demam Tifoid, Hipokalemia.


Penderita diterapi dengan pemasangan IVFD NaCl 0,9% : D5% = 28 gtt/mnt,
Ceftriaxone 2 kali 1 gram IV (skin test), Ranitidin 2 kali 1 amp IV, Aspar-K 3 kali 1,
Ondancentron 3 kali 1 amp IV, Paracetamol 3 kali 500mg, serta pemberian diet rendah
serat dan nasehat istirahat total.
Direncanakan untuk dilakukan, Darah lengkap, tes widal, SGOT, SGPT, ureum,
creatinin, urinalisis, Foto Thorax PA, EKG.

FOLLOW UP
2 Oktober 2010 (Hari rawat I)
Keadaan penderita masih lemah, demam (-), mual dan muntah (+). Tekanan darah
110/80 mmHg, nadi 72 x/menit regular isi cukup kuat angkat, respirasi 20 x/menit, suhu
badan 36,80C. Kepala lidah beslag (+). Pemeriksaan abdomen NTE (+).hasil pemeriksaan
laboratorium 2 Oktober 2010 : leukosit 11.100/uL, eritrosit 3,64x106/uL, trombosit
415.000/uL, Hb 10,6 g/dL, HCT 31,4 %, SGOT 15, SGPT 10, Ureum 19 mg/dL,
Creatinin 1,1 mg/dL, Urine epitel 4-6, leukosit 10-15, eritrosit 0-1, nitrit (-), protein (-),
glukosa (-), keton (-), urobilinogen (-), bilirubin (-), eritrosit (-), Widal S. Paratyphi titer
6

O 1/320.Penderita masih didiagnosis dengan Demam Tifoid, Hipokalemia. Terapi pada


penderita masih tetap dilanjutkan yaitu IVFD NaCl 0,9% : D5% 28 gtt/mnt,
Ceftriaxone 2 kali 1 gram IV (skin test), Ranitidin 2 kali 1 amp IV, Aspar-K 3 kali 1,
Ondancentron 3 kali 1 amp IV, Paracetamol 3 kali 500mg (kalau perlu), serta pemberian
diet rendah serat dan nasehat istirahat total.

3-4 Oktober 2010 (Hari rawat II-III)


Keadaan penderita masih lemah, demam (-), mual muntah (+). Tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 70 x/menit regular isi cukup kuat angkat, respirasi 20 x/menit, suhu
badan 36,50C. Kepala lidah beslag (+). Pemeriksaan abdomen NTE (+). Terapi pada
penderita masih tetap dilanjutkan, namun pemberian paracetamol dihentikan.
5 Oktober 2010 (Hari rawat IV)
Keadaan penderita masih lemah namun nafsu makan sudah sedikit membaik,
demam (-), mual muntah (+). Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 72 x/menit regular isi
cukup kuat angkat, respirasi 20 x/menit, suhu badan 36,8 0C. Kepala lidah beslag (+).
Pemeriksaan abdomen NTE (-). Penderita masih didiagnosis dengan Demam Tifoid,
Hipokalemia. Terapi pada penderita masih tetap dilanjutkan.
6 Oktober 2010 (Hari rawat V)
Keadaan penderita masih lemah namun nafsu makan sudah sedikit membaik,
demam (-), mual muntah (+). Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 76 x/menit regular isi
cukup kuat angkat, respirasi 20 x/menit, suhu badan 36,1 0C. Kepala lidah beslag (+).
Pemeriksaan dada, cor dan pulmo tidak ada kelainan. Pemeriksaan abdomen NTE (+).
Ekstremitas hangat. Penderita didiagnosis dengan Demam Tifoid, Hipokalemia. Terapi
pada penderita masih tetap dilanjutkan.
7 Oktober 2010 (VI)

Keadaan penderita masih lemah namun nafsu makan sudah membaik, demam (-),
mual (+) muntah (-). Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit regular isi cukup
kuat angkat, respirasi 20 x/menit, suhu badan 36,3 0C. Kepala, lidah beslag (-).
Pemeriksaan abdomen NTE (-).Penderita didiagnosis dengan Demam Tifoid,
hipokalemia. Terapi pada penderita yaitu Ceftriaxone 2 kali 1gramIV, Omeprazole 2 kali
1 caps, Aspar K 3 kali 1. Recana pemeriksaan berikutnya yaitu widal test, darah lengkap,
dan Na, K, Cl.

8 Oktober 2010 (VII)


Keadaan penderita semakin membaik, nafsu makan sudah membaik, demam (-),
mual muntah (-). Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit regular isi cukup kuat
angkat, respirasi 20 x/menit, suhu badan 36,8 0C. Kepala, lidah beslag (-). Pemeriksaan
abdomen NTE (-). Didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium Didapatkan hasil
pemeriksaan laboratorium leukosit 7.100/uL, eritrosit 3,95x106/uL, trombosit 387000/uL,
Hb 11,3 g/dL, HCT 30,5 %, Na 137 mmol/L, K 2,9 mmol/L, Cl 90 mmol/L, Widal S.
Paratyphi titer O 1/80. Penderita didiagnosis dengan Demam Tifoid, hipokalemia.
Penderita direncanakan pulang. Terapi pada penderita ini Ceftriaxone 2 kali 1gramIV,
Omeprazole 2 kali 1 caps, Aspar K 3 kali 1,.
Pada tanggal 9 Oktober 2010 pasien dipulangkan dalam keadaan cukup baik,
dengan anjuran pulang diet bubur saring kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan
akhirnya diberikan nasi, serta diet serat. Istirahat total dan perawatan, serta minum obat
teratur. Terapi waktu pulang Cefixime 2x100mg tab, Omeprazole 2 kali 1 caps (kalau
perlu), Aspar-K 3 kali 1. Penderita dianjurkan untuk kontrol kembali ke poli interna.

PEMBAHASAN
Demam Tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia, yang disebabkan oleh
infeksi kuman salmonella typhi atau salmonella paratyphi dan merupakan penyakit
menular yang berbasis lingkungan dan hygiene setiap individu.1, 2, 3
Pada anamnesa pasien ini ditemukan panas sejak 1 minggu , panas tinggi pada
perabaan, panas naik turun, panas turun setelah penderita minum obat penurun panas
kemudian panas naik lagi. Panas terutama pada malam hari. Sakit kepala sejak 3 hari,
nyeri terasa pada seluruh bagian kepala, nyeri terus menerus. Mual dan muntah sejak 1
minggu. Lemah badan sejak 3 hari. Nafsu makan mulai berkurang sejak 3 hari. Ada nyeri
ulu hati sehingga penderita sulit tidur terutama pada malam hari. Hal ini sesuai dengan
teori demam tifoid dimana pada anamnesis didapatkan demam naik secara bertangga
pada minggu pertama lalu demam menetap (kontinyu) atau remiten pada minggu kedua.

Demam terutama malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi,
atau diare.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan suhu badan 38,4C, bradikardi relatif, lidah
kotor/lidah tifoid, pembesaran hepar, dan nyeri tekan epigastrium. Hal ini sesuai dengan
teori yaitu didapatkan febris, kesadaran berkabut, bradikardi relatife (peningkatan suhu
1oC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit), lidah yang berselaput (kotor
ditengah, tepi dan ujung merah, serta tremor), hepatomegali, splenomegali, nyeri
abdomen, roseolae (jarang pada orang Indonesia).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan

Leukosit 10.200/uL, Widal S.

Paratyphi 1/320 (+) dan Tubex test 6. Pemeriksaan labaratorium yang menunjang
diagnosis demam tifoid yaitu dapat ditemukan leukopeni, leukositosis, atau leukosit
normal, aneosinofilia, limfopenia, peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia,
gangguan fungsi hati. Kultur darah (biakan empedu) positif atau peningkatan tiiter uji
widal > 4 kali lipat setelah satu minggu memastikan diagnosis. Kultur darah negative
tidak menyingkirkan diagnosis. Uji widal tunggal dengan titer antibody O 1/320 atau H
1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong diagnosis.
Diagnosis pasien ini adalah demam tifoid, berdasarkan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis klinis untuk demam tifoid
sukar untuk ditegakkan. Di daerah endemik seperti Indonesia, demam tanpa sebab yang
jelas yang berlangsung lebih dari 7 hari harus dicurigai demam tifoid sebagai salah satu
diagnosis yang mungkin. Pada pemeriksaan darah rutin, kadar hemoglobin, leukosit dan
trombosit bisa dalam nilai normal atau sedikit menurun. Tes fungsi hati (SGOT/SGPT)
biasanya meningkat ringan.
Kadar trombosit yang rendah mungkin berhubungan dengan derajat keparahan
penyakit. Untuk membantu penegakkan diagnosis, yang dijadikan standar baku adalah
ditemukannya kuman S typhi pada biakan darah, biakan sumsum tulang, biakan getah
empedu, biakan feses (yang paling lazim dikerjakan adalah kultur darah). Sementara itu
pemeriksaan Widal tidak dianjurkan pada daerah-daerah endemis, seperti di Indonesia ini.
Biakan darah akan menghasilkan hasil yang positif pada 60-80% kasus. Hal ini
dipengaruhi oleh penggunaan antibiotik sebelum sampel darah diambil dan jumlah darah
10

yang diambil. Sampel darah diambil pada minggu pertama timbulnya gejala, biasanya
sebanyak 10 15 mL. Sementara itu, biakan sumsum tulang akan menghasilkan hasil
yang positif pada 80-95% kasus, terlepas apakah sebelum sampel diambil sudah ada
penggunaan antibiotik atau belum. Biakan yang berasal dari sumsum tulang memang
lebih sensitif dari biakan darah karena pada dasarnya kuman S typhi lebih banyak berada
di sumsum tulang daripada di darah. Meskipun demikian, sampel dari sumsum tulang
lebih sulit untuk diperoleh daripada sampel darah. Setelah sampel diambil, sampel
tersebut akan ditempatkan dalam medium yang mendukung tumbuhnya kuman S typhi
tersebut (medium empedu). Dalam 48-72 jam, kultur tersebut akan dilihat di bawah
mikroskop apakah terdapat kuman S typhi atau tidak. Penggunaan tes Widal dalam
membantu diagnosis demam tifoid masih kontroversial dan tidak dianjurkan. Hal ini
dikarenakan tes Widal kurang sensitif dan kurang spesifik untuk diganosis, ditambah lagi
hasilnya bervariasi antar daerah yang satu dengan daerah yang lain. Tes ini sebenarnya
untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen O dan H dari S typhi. Masalahnya, tidak
hanya S typhi yang memiliki antigen O dan H ini, tetapi Salmonella serotype lain juga.
Selain itu antigen O dan H pada S typhi juga bereaksi silang dengan antigen
Enterobacteriaceae. Pasien dengan demam tifoid juga tidak selalu menimbulkan kadar
antibodi yang dapat terdeteksi ataupun menunjukkan kenaikan titer antibodi. Pemeriksaan
penunjang lain masih dikembangkan untuk membantu mendiagnosis demam tifoid. Di
Malaysia, sudah dikembangkan tes Thypidot dan thypidot-M. Dari hasil penelitian, tes
thypidot dan thypidot-M memang lebih unggul dibandingkan tes Widal, akan tetapi
biayanya mencapai 4 kali biaya tes Widal. Di samping itu, tes thypidot dan thypidot-M
tidak bisa menggantikan kultur dalam biakan empedu (gall kultur) sebagai standar baku
mendiagnosis demam tifoid. Meskipun demikian, jika secara klinis pasien diduga tifoid
sementara hasil kultur negatif atau tidak bisa melakukan kultur darah, thypidot-M ini bisa
digunakan.1,4,6
Penatalaksanaan pada pasien Tifoid yaitu tirah baring dan perawatan professional
bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di
tempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan
membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga
11

kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu
diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan
tetap perlu diperhatikan dan dijaga. Selain itu, diet merupakan hal yang cukup penting
dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan
menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses
penyembuhan akan menjadi lama. Di masa lampau penderita demam tifoid diberi diet
bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi,
yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian
bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna
atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan.
Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan pada dini yaitu nasi dengan
lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat
diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.1,4,7
Pengobatan diberikan secara simptomatis dan pemberian antimikroba. Obat-obat
antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah Kloramfenikol,
Tiamfenikol, Kotrimoksazol, Ampisilin dan amoksisilin, Sefalosporin generasi ketiga,
golongan Fluorokuinolon, kombinasi obat antimikroba serta kortikosteroid. Pada
penderita ini dipilih golongan Sefalosporin generasi ketiga (ceftriaxone) karena terbukti
efektif untuk demam tifoid yang dapat membunuh kuman salmonella.1,2,4
Komplikasi demam tifoid dapat terjadi pada intestinal seperti perdarahan
intestinal, perforasi usus, ileus paralitik dan pancreatitis. Serta dapat juga terjadi pada
ekstra-intestinal seperti kardiovaskuler (kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis,
trombosis, trombofeblitis), hematologik (anemia hemolitik, trombositopenia), paru
(pneumonia,

empiema,

pleuritis),

hepatobilier

(hepatitis,

kolesistisis),

ginjal

(glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis), tulang (osteomielitis, periostitis, spondilitis,


arthritis), neuropsikiatrik (toksik tifoid). Pada pasien ini tidak ditemukan komplikasi.1,2
Prognosis demam tifoid adalah dubia ad bonam. Bila penyakit berat, pengobatan
terlambat atau tidak adekuat atau ada komplikasi berat, prognosis menjadi
meragukan/buruk. Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam, karena pasien
dipulangkan dengan keadaan umum baik tanpa komplikasi.1,2

12

RINGKASAN
Telah dilaporkan sebuah kasus Demam Tifoid pada seorang laki-laki, umur 32
tahun dengan panas 1 minggu, sakit kepala (+), mual muntah (+), kelemahan tubuh (+),
nafsu makan menurun (+), nyeri ulu hati, bradikardi relatif, lidah beslag (+), NTE (+).
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Widal S.Paratyphi 1/320 (+), dan Tubex test 6.
Penderita diterapi dengan pemberian antibiotika Ceftriaxone, terapi simptomatis dan
mengoreksi elektrolit serta pemberian diet rendah serat dan nasehat istirahat total.
Penderita pulang dengan keadaan umum baik dan prognosis pasien adalah dubia ad
bonam.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo Aru.Setiyohadi Bambang.Alwi Idrus.Simadibrata Marcellus.Setiati Siti.
Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Pusat
Penerbitan IPD FK UI. Jakarta. 2007. Hal: 1752-1757.
2. Rani Aziz.SoegondoSidartawan.Nasir Anna.Wijaya Ika.Nafrialdi.Mansjoer Arif.
Tropik Infeksi: Demam Tifoid. Panduan Pelayanan Medik. PB PAPDI. Jakarta.
2008. Hal: 139-141.
3. Mansjoer Arif.Triyanti Kuspuji.Savitri Rakhmi.Ika Wahyu.Setiowulan Wiwiek.
Infeksi Tropik: Demam Tifoid. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Edisi Ketiga.
Media Aesculapius. Jakarta. 2001. Hal: 421-424.
13

4. Wikipedia. Typhoid Fever. (Serial online September 2010). (Cited 12 Oktober


2010); Available from : http://en.wikipedia.org/wiki/main_page.
5. Bhuttaza. Salmonella infection. (Serial online Februari 2008). (Cited 12 Oktober
2010); Available from : http://www.irwanashari.com/2008/11/demamtifoid.
6. Clinical review: Current Concepts in The Diagnosis and Treatment of Typhoid
Fever.

(Serial online Februari 2008). (Cited 12 Oktober 2010); Available from :

http://www.bmj.com/.
7. Anonym. Infectious Disease: Thyphoid Fever. (Serial online Februari 2008).
(Cited 12 Oktober 2010); Available from : http://www.mayoclinic.com.

14

Anda mungkin juga menyukai