Anda di halaman 1dari 34

BAB I

STATUS PASIEN
1.1 Identitas Pasien
Nama

: Ny.IA

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 59 tahun

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alamat

: Rawamangun, Jakarta Timur

1.2 Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 17 Februari 2012.
Keluhan Utama

: penglihatan kabur (buram) secara perlahan-lahan sejak


+ 1 tahun terakhir.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUP Persahabatan dengan keluhan utama
penglihatannya kabur (buram) secara perlahan-lahan sejak + 1 tahun terakhir. Awalnya
penglihatan sedikit buram kemudian lama-kelamaan menjadi seperti melihat asap.
Penderita mengaku lebih terang jika melihat pada malam hari. Pasien menyadari seperti
ada selaput kuning pada bagian putih mata, dan kadang disertai kemerahan disertai rasa
gatal namun tidak nyeri. Pasien menyadari adanya selaput putih kuning mulai ada sejak +
2 tahun terakhir. Mata akan tampak lebih merah saat mata pasien terpapar oleh sinar
matahari. Pasien tidak memberikan obat tetes mata untuk mengurangi gejala sakit
matanya. Pasien menyangkal adanya mual, muntah, sakit pada daerah di sekitar mata.
Pasien tidak pernah mengalami trauma pada kepala maupun matanya maupun terkena
bahan-bahan kimia. Pasien menyangkal pernah menjalankan operasi pembedahan pada
mata (pembedahan intraokular). Pasien tidak mengkonsumsi obat jangka panjang seperti
kortikosteroid. Riwayat atau sedang mengkonsumsi obat TBC disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi

: disangkal

DM

: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


Pasien tidak mengetahui apakah di keluarganya ada yang menderita sakit seperti yang
dialami pasien.
1.3 Pemeriksaan Fisik
A.

Status Generalis
Keadaan umum

: tampak sakit ringan

Kesadaran

: compos mentis

Tanda vital

: TD: tidak diperiksa


RR: 20x/menit

B.

Nadi: 86x/menit
Suhu: afebris

Status Oftalmologikus
Keterangan
1. Visus

Okulo Dextra

Okulo Sinistra

- Tajam penglihatan
5/60
2/60
- Koreksi
S 2.00 6/12f
Tidak dapat dikoreksi
- Addisi
+ 2.75
+ 2.75
- Distansia pupil
64/62 mm
- Kacamata lama
S - 2.00
S 2.00
2. Kedudukan Bola Mata
- Deviasi
- Gerakan bola mata
3. Super Silia

Tidak ada
Baik ke semua arah

Tidak ada
Baik ke semua arah

- Warna
- Letak
4. Palpebra

Abu-abu kehitaman
Simetris

Abu-abu kehitaman
Simetris

4.1 Palpebra Superior


- Edema
- Nyeri tekan
- Ektropion
- Entropion
- Trikiasis
- Hordeolum
- Kalazion
4.2 Palpebra Inferior

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

- Edema
- Nyeri tekan
- Ektropion
- Entropion
- Trikiasis
- Hordeolum

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
2

- Kalazion
5. Konjungtiva Tarsalis

Tidak ada

Tidak ada

5.1 Konjungtiva Tarsalis Superior


- Hiperemis
Tidak ada
- Folikel
Tidak ada
- Papil
Tidak ada
- Sikatrik
Tidak ada
- Anemia
Tidak ada
5.2 Konjungtiva Tarsalis Inferior

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

- Hiperemis
- Folikel
- Papil
- Sikatrik
- Anemia
6. Konjungtiva Bulbi

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

- Injeksi Konjungtiva
- Injeksi Siliar
-Perdarahan

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Terdapat jaringan

Terdapat jaringan

fibrovaskular

fibrovaskular

(derajat I)
Tidak ada
Positif

(derajat I)
Tidak ada
Tidak ada

Subkonjungtiva
- Pterigium

- Pinguekula
- Nevus Pigmentosus

(ukuran 2 mm)
7. Sklera
- Warna
- Ikterik
8. Kornea

Putih
Tidak ada

Putih
Tidak ada

- Kejernihan
- Permukaan
- Ukuran
- Sensibilitas
- Infiltrat
- Edema
9. Bilik Mata Depan

Jernih
Licin
12 mm
Baik
Tidak ada
Tidak ada

Jernih
Licin
12 mm
Baik
Tidak ada
Tidak ada

- Kedalaman
- Kejernihan
- Hifema
- Hipopion
10. Iris

Normal
Jernih
Tidak ada
Tidak ada

Normal
Jernih
Tidak ada
Tidak ada

- Warna
- Kriptae
- Bentuk
- Sinekia
11. Pupil

Coklat kehitaman
Jelas
Bulat
Tidak ada

Coklat kehitaman
Jelas
Bulat
Tidak ada

- Letak
- Bentuk
- Ukuran
Refleks

Di tengah
Bulat
3 mm
Positif

Di tengah
Bulat
3 mm
Positif

Positif

Positif

Keruh
Di tengah
Positif

Keruh
Di tengah
Positif

Jernih

Jernih

Positif

Positif

Bulat
Tegas
Kuning kemerahan
0,4
2/3

Bulat
Tegas
Kuning kemerahan
0,4
2/3

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Positif
Tidak ada

Positif
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
7/7,5 = 18.5 mmHg

Tidak ada
Tidak ada
8/7,5 = 15,6 mmHg

Sama dengan pemeriksa

Sama dengan pemeriksa

cahaya

langsung
- Refleks cahaya

tak

langsung
12. Lensa
- Kejernihan
- Letak
- Shadow Test
13. Badan Kaca
- Kejernihan
14. Fundus Okuli
a. Refleks Fundus
b. Papil
- Bentuk
- Batas
- Warna
- C/D Ratio
c. Arteri : Vena
d. Retina
- Edema
- Perdarahan
- Eksudat
e. Makula Lutea
- Refleks Fovea
- Edema
15. Palpasi
- Nyeri tekan
- Massa tumor
- Tonometri Schiotz
16. Kampus Visi
- Tes Konfrontasi
1.4 Resume
4

Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUP Persahabatan dengan keluhan utama


penglihatannya kabur (buram) secara perlahan-lahan sejak + 1 tahun terakhir. Awalnya
penglihatan sedikit buram kemudian lama-kelamaan menjadi seperti melihat asap.
Penderita mengaku lebih terang jika melihat pada malam hari. Pasien menyadari seperti
ada selaput kuning pada bagian putih mata, dan kadang disertai kemerahan disertai gatal
namun tidak nyeri. Pasien menyadari adanya selaput putih kuning mulai ada sejak + 2
tahun terakhir. Mata akan tampak lebih merah saat mata pasien terpapar oleh sinar
matahari.
Status Oftalmologikus :
Keterangan
Visus

Okulo Dextra

Okulo Sinistra

- Tajam penglihatan
- Koreksi
Konjungtiva Bulbi

5/60
S 2.00 6/12f

2/60
Tidak dapat dikoreksi

- Pterigium
Lensa

Positif (derajat I)

Positif (derajat I)

Keruh
Positif

Keruh
Positif

- Kejernihan
- Shadow Test
1.5 Diagnosis Kerja
OD : Katarak Senilis Imatur
Pterigium derajat I
OS : Katarak Senilis Imatur
Pterigium derajat I

Katarak Senilis Imatur ODS dimana lensa OS lebih keruh dibanding OD


1.6 Diagnosis Banding
1.7 Pemeriksaan Penunjang
1.8 Penatalaksanaan
1. Katarak
Farmakologis : Reticopen, dosis : 1 tablet per hari
Pembedahan :
OD : Anjuran operasi katarak dengan metode phacoemulsification
OS : Operasi Ekstraksi Lensa Katarak Ekstra Kapsuler (EKEK)
5

Persiapan preoperatif :
A. Pemeriksaan oftalmologi :

Sebelum dilakukan operasi harus diketahui fungsi retina, khususnya


makula, diperiksa dengan alat retinometri

Jika akan melakukan penanaman lensa maka lensa diukur kekuatannya


(dioptri ) dengan alat biometri

Keratometri mengukur kelengkungan kornea untuk bersama


ultrasonografi dapat menentukan kekuatan lensa yang akan ditanam

B. Pemeriksaan sistem lain :

Gula darah

Hb, Leukosit, masa perdarahan, masa pembekuan

Tekanan darah

Elektrokardiografi

Chest X-Ray

2. Pterigium
Untuk pterigium ODS : karena masih dalam derajat I maka hanya perlu
penatalaksanaan :
1. Non farmakologis :

Edukasi mengenai penyebab pterigium

Edukasi untuk menjaga mata agar terhindar dari kontak langsung sinar
ultraviolet

2. Farmakologi :

Cendo Conal, dosis 3 tetes/hari, kandungan nya terdiri dari Pheniramine


Maleate (vasokonstriktor) dan Naphazoline (Antihistamin Lokal)

3. Indikasi pembedahan :
Jika sudah derajat III atau IV atau pterigium sudah mengenai visual aksis
sehingga mengganggu penglihatan atau alasan kosmetik.
1.9 Prognosis
OD

Ad vitam
: Bonam
Ad fungtionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

OS
Bonam
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam
6

BAB II
ANALISIS KASUS
2.1 Anamnesis

Pasien datang dengan keluhan utama penglihatannya kabur (buram) secara perlahanlahan sejak + 1 tahun terakhir. Darikeluhanutamaini,dapatdinyatakanbahwapasien
tergolongkedalamkelompokpenyakitmatatenangvisusturunperlahan.Olehkarena
itu, kemungkinan penyakit yang dapat diderita pasien adalah: katarak, gangguan
refraksi,glaukomakronik,retinopatidiabetik,retinopatihipertensi,danintoksikasi
sarafoptikkarenaobat.

Pasien mengatakan awalnya penglihatan sedikit buram kemudian lama-kelamaan


menjadi seperti melihat asap. Penderita mengaku lebih terang jika melihat pada
malam hari. Gejala ini umumnya timbul pada mata dengan katarak

Pasien menyadari seperti ada selaput kuning pada bagian putih mata, dan kadang
disertai kemerahan disertai rasa gatal namun tidak nyeri. Pasien menyadari adanya
selaput putih kuning mulai ada sejak + 2 tahun terakhir. Mata akan tampak lebih
merah saat mata pasien terpapar oleh sinar matahari. Keadaan ini menunjukkan
adanya kelainan pada konjungtiva dapat berupa pingukuela, pterigium, atau
pterigium.

Pasien menyangkal adanya mual, muntah, sakit pada daerah di sekitar mata. Dari
keluhan ini maka kemungkinan diagnosis yang dapat disingkirkan adalah kelainan
humor aquous yaitu glaucoma kronik. Pada glaukoma gejala yang timbul adalah
kepala pening atau sakit, terasa berat pada sebelah mata yang disertai mual muntah,
yang merupakan tanda-tanda peningkatan tekanan bola mata.

Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi dan diabetes melitus. Dari keluhan ini maka
kemungkinan yang dapat disingkirkan adalah katarak diabetes, retinopati diabetik,
dan retinopati hipertensi.

Selain itu pasien juga tidak memiliki riwayat trauma atau benturan maupun terkena
bahan-bahan kimia. Kemungkinan diagnosis yang dapat disingkirkan adalah katarak
traumatik.

Pasien menyangkal pernah menjalankan operasi pembedahan pada mata (pembedahan


intraokular) dari keluhan ini dapat disingkirkan kemungkinan katarak sekunder

Pasien tidak mengkonsumsi obat jangka panjang seperti kortikosteroid , dari keadaan
ini kemungkinan yang dapat disingkirkan adalah katarak komplikata.

Pasien juga menyangkal mengkonsumsi OAT, dari keadaan ini kemungkinan dapat
disingkirkan adalah intoksikasisarafoptikkarenaobat.

Pasien menyangkal pada keluarganya ada yang memiliki keluhan yang sama
dengannya. Hal ini menandakan bahwa penyakit pasien bukan penyakit keturunan.

2.2 Pemeriksaan Fisik Mata ( Status Oftalmologi ):


Pada pemeriksaan visus,
o Mata kanan 5/60. Mata dapat dikoreksi dengan lensa S-2.00, sehingga visus
menjadi 6/12f. Pengkoreksian masih belum menghasilkan visus 6/6. Dari uji
pinhole, tidak terdapat perbaikan penglihatan maka kemungkinan pasien
mengalami kekeruhan pada media penglihatannya.
o mata kiri 2/60. Mata tidak dapat dikoreksi dengan kacamata dan uji pinhole tidak
maju. Visus 2/60 artinya pada jarak 2 meter pasien masih dapat melihat
(menghitung) jari pemeriksa yang oleh orang normal dapat dilihat pada jarak 60
meter. Dari uji pinhole, tidak terdapat perbaikan penglihatan maka kemungkinan
pasien mengalami kekeruhan pada media penglihatannya. Oleh karena itu,
kemungkinan diagnosis kelainan refraksi dapat disingkirkan karena pada kelainan
refraksi apabila dilakukan koreksi dan uji pinhole penglihatan akan bertambah

baik.
Pemeriksaan Konjungtiva bulbi
Pada inspeksi langsung, ODS juga terlihat adanya penebalan berupa jaringan ikat
pada sklera pasien yang dimulai dari kantus medius ke arah kornea, membentuk
segitiga dengan puncaknya di daerah limbus kornea. Pertumbuhan fibrovaskular
seperti ini khas ditemukan pada pterigium, yaitu kelainan degeneratif, neoplasia dan
peradangan yang sering sekali ditemukan pada orang-orang yang sering terpajan sinar
ultraviolet, kekeringan pada mata dan sering terpajan udara yang panas. Dapat

ditegakkan diagnosis kerja berikutnya ke arah pterigium.


Shadow test
o OD (+),dimana masih dapat terlihat bayangan iris pada sebagian permukaan lensa.
Hal ini pada katarak menunjukkan fase imatur.
o OS (+),dimana masih dapat terlihat bayangan iris pada sebagian permukaan lensa.

Hal ini pada katarak menunjukkan fase imatur.


Pemeriksaan CoA

o ODS normal , dapat ditemukan CoA dangkal menandakan lensa sedang dalam
tahap intumesen, yaitu terjadi proses hidrasi korteks yang menjadikan lensa
mencembung mengakibatkan pendorongan iris ke depan sehingga bilik mata

depan akan lebih sempit


Pada pemeriksaan lensa
o Lensa mata kanan mengalami kekeruhan di sebagian lensa.
o Lensa mata kiri mengalami kekeruhan di sebagian lensa yaitu mengarah ke
penyakit katarak imatur.
o Kekeruhan lensa, lebih keruh pada mata kiri daripada mata kanan.
Badan kaca dan pemeriksaan fundus okuli
o Mata kanan DBN
o Mata kiri DBN
Pada pemeriksaan tonometri Schiotz didapatkan hasil
o OD 7/7.5 yaitu tekanan bola mata sebesar (18,5 mmHg) dimana angka ini dalam
batas normal. Dengan pemeriksaan ini maka kemungkinan glaukoma dapat
disingkirkan N 11-21 mmHg
o OS 8/7,5 ( 15,6 mmHg )
Berdasarkan hasil pemeriksaan oftalmologi maka diagnosis kerja pada pasien ini
adalah katarak senilis imatur ODS karena kekeruhan terjadi pada sebagian daerah lensa
Anjuran pemeriksaan yang dilakukan antara lain :
Pemeriksaan preoprasi yang meliputi :
1. Pemeriksaan oftalmologi :

Sebelum dilakukan operasi harus diketahui fungsi retina, khususnya


makula, diperiksa dengan alat retinometri

Jika akan melakukan penanaman lensa maka lensa diukur kekuatannya


(dioptri ) dengan alat biometri

Keratometri mengukur kelengkungan kornea untuk bersama


ultrasonografi dapat menentukan kekuatan lensa yang akan ditanam

2. Pemeriksaan sistem lain :

Gula darah

Hb, Leukosit, masa perdarahan, masa pembekuan

Tekanan darah

Elektrokardiografi

Chest X-Ray
10

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dilakukan pembedahan dengan mengangkat


lensa yang keruh dan mengganti dengan lensa pengganti. Katarak akan dibedah bila sudah
terlalu luas mengenai bagian dari lensa mata. Lensa pengganti yang paling ideal adalah
lensa tanam di dalam mata (intraocular lens).
Keuntungan pemasangan lensa ini antara lain penglihatan menjadi lebih fisiologis
karena letak lensa yang ditempatkan pada tempat lensa asli yang diangkat, tidak terjadi
pembesaran benda yang dilihat serta mobilisasi lebih cepat.
Tata laksana postoperatif
1. 24 jam postoperative verban dibuka dan mata dibersihkan
2. Mata diperiksa seluruhnya terutama tajam penglihatan, secret dalam saccus
konjungtiva, aposisi luka, kejernihan cornea, kedalaman bilik mata depan dan
hifema, pupil, IOL, kapsula posterior, retina, dan tekanan intra okuli.
3. Tetes antibiotic-steroid topical diberikan setiap 4-6 jam dan salep diberikan
sebelum tidur, digunakan untuk mengontrol infeksi dan inflamasi postoperatif
dan diturunkan dosisnya dalam 4-6 minggu.
4. Pasien dianjurkan untuk menghindari mencuci kepala dalam waktu 1 minggu,
mengangkat beban berat dalam 3 bulan.
Pasien juga diberitahukan hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan setelah
pembedahan. Hal yang boleh dilakukan antara lain memakai dan meneteskan obat seperti
yang dianjurkan, pakai penutup mata dan melakukan pekerjaan yang tidak berat. Hal yang
tidak boleh dilakukan antara lain : jangan menggosok mata, jangan menggosok mata
terlalu dalam, jangan berbaring ke sisi mata yang belum dibedah.

Untuk pterigium ODS : karena masih dalam derajat I maka hanya perlu
penatalaksanaan :
1. Non farmakologis :

Edukasi mengenai penyebab pterigium

Edukasi untuk menjaga mata agar terhindar dari kontak langsung sinar
ultraviolet

2. Farmakologi :

Cendo Conal, dosis 3 tetes/hari, kandungan nya terdiri dari Pheniramine


Maleate (vasokonstriktor) dan Naphazoline (Antihistamin Lokal)

3. Indikasi pembedahan :
11

Jika sudah derajat III atau IV atau pterigium sudah mengenai visual aksis
sehingga mengganggu penglihatan atau alasan kosmetik.
2.3 Prognosis
OD

Ad vitam
: Bonam
Ad fungtionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

OS
Bonam
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam

12

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Katarak
III.1 Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, dan Latin Cataracta yang
berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti
tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keaddaan kekeruhan
pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambhan cairan) lensa, denaturasi
protein lensa terjadi akibat kedua-duanya.1
III.2 Etiologi dan faktor predisposisi 2
Etiologi katarak masih belum diketahui dengan pasti, namun umumnya
berhubungan dengan denaturasi protein lensa. Perkembangan katarak dipengaruhi oleh
faktor yang bervariasi,antara lain :
-

usia lanjut merupakan faktor resiko utama yang berkaitan dengan proses degenerasi
lensa.

genetik, bila salah satu dari kembar identik mengalami katarak, maka kembar
lainnya mempunyai kemungkinan 48% lebih besar daripada masyarakat pada
umumnya. Faktor genetik umumnya berkorelasi dengan katarak kongenital, riwayat
katarak pada keluarga berperan sebagai predisposisi berkembangnya katarak pada
usia dini yang dapat digunakan sebagai antisipasi pada katarak presenilis.

Pajanan terhadap radiasi jangka panjang, misal UVB, sinar infra merah, dll.

Inflamasi dan trauma lokal mata.

Efek sekunder dari penyakit sistemik, misal diabetes mellitus, hipertensi, dehidrasi
kronik, diare, dan malnutrisi meningkatkan resiko katarak empat kali lebih besar.

defisiensi vitamin C and E, selenium, beta carotene, dan lycopene yang berperan
melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas. Kebiasaan merokok
dan konsumsi alkohol juga meningkatkan insiden katarak.

Status atopik atau alergi mempercepat progresifitas katarak, terutama pada insiden
katarak juvenilis.

Drug-induced

cataract,

seperti

kortikosteroid,

amiodarone,

phenytoin,

chlorpromazine, dan golongan statin juga mempercepat perkembangan katarak.

13

III.3 Klasifikasi 3
Tabel 1 Klasifikasi katarak berdasarkan opasitas lensa
Sumber : Scholte, Pocket Atlas of Ophtalmology, Thieme, 2006, pg 140
Maturitas
Katarak insipien
Katarak intumesen
Katarak immatur
Katarak matur
Katarak hipermatur (hypermature morgagnian cataract)
Lokasi
Katarak nukleus
Katarak kortikal (anterior or posterior)
Katarak subkapsular
Katarak polaris/piramidalis (anterior or posterior polar cataract)
- Katarak zonular/lamelar
Katarak kortikonuklear (opasitas pada beberapa lapisan yang berbeda)
Bentuk opasitas lensa
Katarak kuneiformis (Wedge-shaped cataract)
Katarak fisiformis (Fish-shaped cataract)
Katarak pulverulent (Powdery cataract)
Katarak stelatum (Star-shaped cataract)
Warna
Katarak brunescent (brown cataract)
Katarak nigra (black cataract)
Onset
Katarak kongenital
Katarak infantil (< 1 tahun)
Katarak juvenil (1-12 tahun)
Katarak presenilis (di bawah usia 40 tahun)
Katarak senilis (> 40 tahun)
Asal
Katarak traumatik
Katarak syndermatotik
Katarak sekunder
14

Tabel 2 Klasifikasi opasitas lensa berdasarkan penyebabnya


Sumber : Scholte, Pocket Atlas of Ophtalmology, Thieme, 2006, pg 141
Usia (perubahan photo-oxidative pada katarak senilis)
Trauma okuli (mekanik): tumpul (kontusio) atau tajam (penetrasi)
Operasi okuli
- Vitrektomi pars plana
- Operasi pembuatan fistula
- Iridektomi perifer
Penyakit intraocular
- Inflamasi: uveitis kronik, endophthalmitis, embriopati rubella (Gregg
syndrome), syphilis, toxoplasmosis, dll.
- Tumor: melanoma koroidal, dll
- Kondisi degeneratif/distrofi: retinitis pigmentosa
- Iskemia intraocular primer: following cerclage operation (string syndrome)
- Glaukoma sudut terbuka akut (glaukomflecken)
- Malformasi: mikrophthalmia, PHPV, Peters anomaly, aniridia, dll
Sindrom
- Trisomy 13
- Trisomy 18
- Trisomy 21
- Sindrom Turner
- Sindrom Lowe
- Sindrom Alport, dll
Penyakit sistemik
- Kelainan metabolik : diabetes mellitus, galaktosemia, defisiensi galaktokinase,
defisiensi -galaktosidase (Fabry disease), tetany, myotonic dystrophy
(Curschmann-Steinert disease), Refsum syndrome, degenerasi hepatolentikular
(Wilson disease), gizi buruk, dialysis, dll
- Circulatory disorders: stenosis arteri karotikus (ischemic ophthalmopathy),
penyakit Takayasu (pulseless disease)
- Katarak syndermatotik: dermatitis atopik, sindrom Werner (progeria dewasa),
dll
- Lain-lain : neurofibromatosis (NF) type II, premature birth
Medikasi
15

- Korticosteroids
- Amiodarone
- Golongan statin
- Sitostatik
- Chlorpromazine, phenytoin
- Parasimpatomimetik local
Radiasi
- Ionisasi: X-rays, -rays, -rays
- Non-ionisasi: UVB, infra merah (glassblowers cataract), microwaves, highvoltage current (electric cataract)
Berdasarkan maturitas 1,4
1. Katarak insipien
Opasitas dimulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju korteks anterior dan
posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai tampak di korteks. Kekeruhan ini
dapat menimbulkan poliopia karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua
bagian lensa. Bentuk ini kadang menetap pada waktu yang lama.
2. Katarak intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degeneratif
menyerap air. Lensa yang edema mendorong iris sehingga bilik mata depan
lebih dangkal dibandingkan normal dan dapat menimbulkan penyulit glaukoma.
Katarak tipe ini berjalan cepat dan menyebabkan miopi lentikular.
3. Katarak immatur
Katarak belum mengenai seluruh lapis lensa, volume lensa dapat bertambah
karena meningkatnya tekanan osmotik akibat bahan lensa yang degeneratif, dan
dapat menimbulkan penyulit berupa glaukoma sekunder.
4. Katarak matur
Katarak telah mengenai seluruh ketebalan lensa. Katarak matur merupakan
tahap perkembangan lanjutan dari katarak imatur dan intumesen dimana telah
terjadi pengeluaran cairan lensa sehingga lensa kembali ke ukuran normal, bilik

16

mata depan kembali ke kedalaman normal, uji bayangan iris negatif, dan dapat
terjadi kalsifikasi lensa. Tajam penglihatan menurun hingga persepsi cahaya.
5. Katarak hipermatur
Katarak yang mengalami degenerasi lanjut. Massa lensa yang berdegenerasi
keluar dari kapsul lensa sehingga lensa mengecil. Pada pemeriksaan terlihat
bilik mata depan dalam dan lipatan kapsul lensa.Bila proses katarak berlangsung
terus disertai dengan kapsul yang tebal, maka korteks berdegenerasi dan cairan
tidak dapat keluar, disebut sebagai katarak Morgagni.
Berdasarkan usia dan bentuk (age related - katarak senilis dan presenilis) 4
1. Kortikal (spoke cuneiform)
Proses opasitas lensa dimulai dari perifer lensa dan terus meluas ke area pupil.
Prosesnya dapat dimulai dari setiap kuadran, namun daerah nasal inferior lebih
prevalen daripada kuadran lainnya. Proses diawali dengan separasi lamella lensa
yang disebabkan oleh overhidrasi lensa. Opasitas dapat terjadi di bagian anterior
maupun posterior lensa dan tidak dapat diprediksi progresifitasnya.
2. Posterior subcapsular (cupuliform PSC)
Kekeruhan pada lensa berbentuk vakuol atau granular. Proses katarak terjadi di
lapisan posterior korteks lensa. Oleh karena letaknya, katarak tipe ini
menyebabkan reduksi visual yang berarti. Kausa yang berkaitan dengan katarak
kupuliformis antara lain usia, penggunaan steroid jangka lama, trauma atau
akibat uveitis kronik. Tipe ini merupakan salah satu jenis katarak yang
progresifitasnya paling cepat sehingga harus dimonitor dengan seksama.
3. Nuclear sclerosis (NS)
Segera setelah berusia 40 tahun, bagian sentral lensa akan mengalami sklerosis,
hal ini mengakibatkan perubahan indeks refraksi lensa. Pada stadium lanjut
nukleus akan berbentuk seperti oil droplet. Pemeriksaan yang dianjurkan
antara lain, retroilluminasi dengan oftalmoskopi langsung atau retroilluminasi
dengan slit-lamp pada pupil yang midriasis.
III.4 Patogenesis

17

Dua patogenesis utama yang terlibat pada mayoritas katarak (terutama katarak senilis)
adalah hidrasi dan sklerosis.
Hidrasi
Peningkatan hidrasi menyebabkan separasi lamella lensa dan penimbunan protein non
polar pada serat-serat lensa, mengakibatkan lensa kehilangan strukturnya yang
transparan dan terjadi pembiasan sinar secara irregular (scatter). Peningkatan hidrasi
menyebabkan peningkatan degenerasi protein lensa, menghasilkan opasitas lensa yang
ireversibel.
Mekanisme yang mendasari terjadinya hidrasi yang utama adalah :

Kegagalan mekanisme pompa/transport aktif

Peningkatan kebocoran (leakage) pada kapsula anterior dan posterior lensa

Peningkatan tekanan osmotik lensa.

Sklerosis
Proses ini melibatkan predominasi nukleus dan merupakan bagian dari proses
degenerasi yang normal. Peningkatan densitas protein lensa dan peningkatan jumlah
protein dengan berat molekul tinggi yang terikat pada sulfida menyebabkan hilangnya
transparansi lensa, yang mengakibatkan pembiasan sinar iregular pada katarak.

III.5 Diagnosis
a.Gejala dan Tanda
Gejala
1. Pandangan kabur (blurred),

opasifikasi lensa menyebabkan perburukan

penglihatan yang bersifat progresif. Pada tahap permulaan penglihatan dekat


masih normal karena adanya second sight phenomenon.Pada katarak imatur
tajam penglihatan pasien setidaknya dapat menghitung jari, sedangkan pada
katarak matur tajam penglihatan hanya dapat sampai persepsi sinar. Pada katarak
hipermatur visus dapat sedikit meningkat kembali hingga dapat menghitung jari
dari jarak satu meter bila korteks lensa telah diabsorpsi.
2. Variasi diurnal penglihatan. Pada katarak kupuliformis (sentral) penglihatan
lebih buruk pada siang hari dengan pencahayaan yang cukup (day-blindness

18

atau hemerelopia) tetapi membaik menjelang malam hari. Sedangkan katarak


kortikal perifer sebaliknya.
3. Halo, merupakan cincin pelangi yang terlihat di sekeliling sumber sinar,
merupakan gejala penting pada glaukoma (corneal halo). Halo dapat diketahui
dengan Finchams test dengan menggunakan slit vertikal pada slit staenopic
(black disc) dilewatkan melalui mata pasien dimana pasiennya sambil menatap
sumber cahaya terang. Pada pasien dengan katarak akan terlihat halo yang
menyebar di sekitar fan yang berputar, disebut halo lentikular.
4. Perubahan persepsi warna disebabkan lensa yang menguning secara progresif
menyebabkan perubahan saturasi warna dari bayangan yang terlihat.
5. Black spots, pasien mungkin mengeluh melihat titik hitam yang terfiksasi pada
lapang penglihatannya dan harus dibedakan dari muscar volitantes pada kelainan
vitreo-retina.
Tanda
1. Visual acuity, tajam penglihatan turun sesuai dengan derajat maturitas katarak.
Pada katarak imatur turun dari 6/9 sampai hitung jari, katarak matur turun dari
melihat lambaian tangan hingga persepsi cahaya. Namun, hal ini tidak mutlak
terjadi pada katarak sentral.
2. Leukokoria atau white pupil, pupil terlihat putih kelabu pada katarak imatur,
putih mutiara pada katarak matur, dan putih susu pada katarak hipermatur.
3. Kedalaman bilik mata depan normal kecuali pada katarak intumesen bilik mata
depan lebih dalam dari normal, dan pada katarak hipermatur lebih dangkal dari
normal, mengandung sel-sel dan flare yang dapat menginduksi terjadinya
uveitis.
4. Bayangan iris, pada katarak imatur bayangan kresentik dari iris terlihat pada
pupil dengan iluminasi oblik, sedangkan pada katarak matur bayangan iris tidak
terlihat pada pupil karena opasitas yang meluas pada kapsul anterior lensa.
5. Fundus. Pada stadium awal katarak retina dapat dilihat dengan oftalmoskop dan
terlihat normal, namun pada stadium lanjut retina tidak dapat dilihat.
6. Tekanan intra okuli (IOP) umumnya normal kecuali bila terjadi lens-induced
glaucoma (phacolytic atau phacomorphic) tekanan intra okuli akan meningkat.
7. Tanda-tanda lain yang berkaitan dengan proses degenerasi perlu diobservasi
bersamaan dengan pemeriksaan katarak, seperti arkus senilis, dermatochalasis,
19

entropion senilis, ptosis senilis, age related macular degeneration (ARMD),


eksfoliasi kapsula lensa, dry eye syndrome, dan lain sebagainya.
b. Pemeriksaan Penunjang
1. Tekanan intra okuli (IOP). Tekanan intra okuli harus terkontrol sebelum
dilakukan operasi katarak karena dapat menimbulkan komplikasi intra- dan
postoperatif.
2. Pemeriksaan fundus okuli untuk mengetahui detil retina dan kelainan-kelainan
pada segmen posterior mata yang dapat mengganggu penglihatan.
3. Tekanan darah. Hipertensi menyebabkan perkembangan retinopati hipertensif
dan juga hemoragik ekspulsif selama operasi, misalnya ruptur pembuluh darah
koroid. Antihipertensi harus diberikan sebagai medikasi preoperatif untuk
mengontrol tekanan darah. Penggunaan adrenalin dan fenilefrin harus dihindari.
4. Kadar gula darah yang tinggi preoperatif akan mengganggu penyembuhan luka
dan resiko infeksi sehingga harus diobservasi selama periode perioperatif.
5. General check up, pemeriksaan darah lengkap, urine lengkap, EKG, X-ray
thorax.
6. Tes fungsi makula, dilakukan preoperative untuk menilai potensi penglihatan
postoperative pasien.
-

Keratometri memberikan informasi tentang kekuatan refraksi kornea


(dioptri).

Biometry/axial length of globe (L) merupakan jarak dari apeks kornea


sampai ke polus posterior mata diukur dengan USG A-scan biometer.

III.6 Diagnosis Diferensial


Tidak ada diagnosis banding sejati pada katarak, karena seringkali ada
perubahan tambahan pada mata, seperti glaukoma atau degenerasi makula, sehingga
sulit ditentukan berapa banyak katarak menyebabkan menurunnya penglihatan.

III.7 Tata Laksana


Medikamentosa
20

Berdasarkan riset pada tahun 2003, belum terdapat medikasi yang efektif untuk
mencegah atau mengatasi katarak. Namun demikian, dapat dianjurkan diet dengan gizi
yang seimbang, suplementasi vitamin A, C, dan E, serta selenium dan anti oksidan
lainnya dengan dosis yang tepat dapat membantu memperlambat progresifitas katarak.
Operatif
Indikasi operasi katarak diklasifikasikan menjadi 3 kelompok , yaitu :
1. Indikasi optik
Tidak ada batasan pasti tajam penglihatan kapan operasi katarak sebaiknya
dilakukan. Saat ini keputusan dilakukannya operasi disesuaikan dengan kebutuhan
penglihatan subjektif pasien. Visus 6/12 merupakan indikasi awal dilakukannya
operasi, pasien harus diinformasikan mengenai keuntungan dan kerugian operasi
katarak terhadap tajam penglihatan. Glare adalah indikasi optik lainnya terutama
pada pasien yang berkendara pada malam hari.
2. Indikasi medis
Kondisi katarak di bawah ini harus segera dioperasi walaupun prognosis
penglihatannya tidak menjanjikan atau pasien tidak berminat pada perbaikan
penglihatannya :
-

Katarak hipermatur

Lens induced glaucoma

Lens induced uveitis

Dislokasi / subluksasi lensa

Korpus alienum intralentikular

Retinopati diabetik yang diterapi dengan fotokoagulasi laser

Ablasio retina atau patologi segmen posterior lainnya dimana diagnosis atau tata
laksananya akan terganggu dengan adanya opasitas lensa

3. Indikasi estetik
White pupil yang disebabkan oleh katarak tidak dapat diterima sepenuhnya oleh
pasien usia muda, operasi katarak dilakukan untuk menghilangkan white pupil
walaupun fungsi penglihatan tidak kembali sepenuhnya.
Operasi Katarak
Persiapan preoperatif
21

1. Lebih baik bila pasien telah dirawat inap 1 hari sebelum operasi.
2. Lakukan informed consent.
3. Eye-lashes mata yang akan dioperasi diepilasi dengan hati-hati, dibersihkan dengan
Povidone-Iodine 5 % solution dan ditandai.
4. Diberikan antibiotik profilaksis topikal tiap 6 jam.
5. Sedativa ringan (Diazepam 5 mg) dapat diberikan 1 hari sebelum operasi pada
pasien yang mengalami ansietas.
6. Pada hari operasi, pasien dipuasakan 6-8 jam.
7. Pupil diberikan midriatikum 2 jam sebelum operasi setiap 15 menit
-

Tropicamide 1% atau homatropine 2% untuk merelaksasi sfingter pupil

Fenilefrin 5-10% untuk mengkontraksikan otot dilator pupil

Flurbiprofen 0,3%, mencegah release prostaglandin selama operasi, mencegah


konstriksi pupil intraoperatif yang dapat menyebabkan trauma iatrogenik.

8. Medikasi lain yang diperlukan seperti anti-glaucoma, anti-hipertensi, anti-asmatik,


dll tetap diberikan. Sedangkan obat-obat anti anti-diabetes dihentikan pemberiannya
pada hari operasi karena dapat menyebabkan hipoglikemia, dan diberikan kembali 1
hari postoperatif.
Teknik operasi yang tersedia :
a.Extra-capsular cataract extraction (ECCE)
Nukleus dan korteks dikeluarkan, sedangkan kapsula posterior, lateral, dan anterior
beserta zonula zinii ditinggalkan dalam keadaan utuh. Teknik ini mendukung
terlaksananya transplantasi lensa pengganti (IOL) dan berperan sebagai barrier
antara segmen anterior dan posterior bulbus okuli, sehingga mencegah komplikasi
seperti pembengkakan (bulging) korpus vitreus

ke depan, edema kornea,

endoftalmitis, edema makula, glaucoma afakia.


Tahap-tahap ekstraksi katarak ekstrakapsular :
1. Setelah dilakukan anestesia, mata dibersihkan dengan larutan Povidone-Iodine
5% dan saccus konjungtiva diirigasi dengan saline fisiologis.
2. Kelopak mata diretraksi dengan spekulum.
3. Superior rectus bridle suture dipasang untuk mendorong limbus ke bawah dan
stabilisasi bola mata. Forceps rectus superior dipasang pada insertion rectus
superios dan benang silk 4.0 dipasangkan di bawahnya.
22

4. Forniks yang mendasari lipatan konjungtiva diangkat dengan memotong


konjungtiva di tempat perlekatannya pada limbus dari jam 10 sampai jam 2.
Titik-titik

perdarahan

dan

pembuluh

darah

besar

dikoagulai

dengan

elektrokauter bipolar.
5. Insisi dibuat setengah ketebalan pada limbus dengan menggunakan razor
mounted on blade breaker-holder, sehingga akan tampak insisi dengan
konfigurasi bi-planar.
6. Cairan visko-elastik (Poly-propyl hydroxy methyl cellulose or sodium
hyaluronate) diinjeksikan ke bilik mata depan, cairan ini akan meliputi endotel
kornea, melindunginya dari kerusakan, dan memperdalam bilik mata depan
untuk memperluas area operasi.
7. Dilakukan kapsulotomi anterior dengan menggunakan jarum bent hypodermic
26 or 30 G, dilakukan dengan beberapa teknik, antara lain bear-can opener,
Christmas tree, envelope, capsulorrhexis, dan lain-lain
8. Insisi lumbal diperluas dengan menggunakan gunting kornea
9. Nukleus dinyatakan dengan memberikan tekanan lain pada jam 12 dan jam 6
meridian,
10. Korteks dikeluarkan dengan suction dilakukan dengan IA Cannula (IrrigationAspiration), kemudian diirigasi dengan saline fisiologis atau ringer laktat.
11. Jika akan dilakukan implantasi lensa, larutan viskoelastik diinjeksikan kembali
ke bilik mata depan.
12. IOL (intraocular lens) dimasukkan ke dalam kapsula lensa kemudian
dirotasikan sampai diperoleh kedudukan yang terbaik.
13. Larutan viskoelastik diaspirasi dengan IA Cannula.
14. Insisi lumbal dijahit dengan menggunakan Prolene 10.0 atau Nylon sekitar
ketebalan kornea dan sklera dengan jahitan interuptus atau kontinu. Jahitan
diangkat setelah 6-8 minggu. Adapun penyembuhan sempurna luka terjadi
setelah 1-3 tahun.
15. Konjungtiva direposisikan menutup luka di daerah limbus.
16. Antibiotik kombinasi dan steroid diinjeksikan subkonjungtiva, dan mata ditutup
selama 24 jam.
b. Intra-capsular cataract extraction (ICCE)

23

Lensa dikeluarkan secara in toto, nukleus dan korteks dikeluarkan dalam kapsula
lensa setelah memutuskan zonula zinii. Kerugiaannya hanya dapat dilakukan
implantasi anterior chamber IOL yang dapat menimbulkan komplikasi terhadap
kornea. Selain itu tidak ada barrier segmen anterior dan posterior bola mata
sehingga mudah timbul komplikasi. Keuntungannya adalah tidak akan terjadi
katarak sekunder karena seluruh komponen lensa telah dikeluarkan.
Tahap-tahap pembukaan bola mata dan penutupan luka di limbus sama dengan yang
dilakukan pada ECCE. Namun, metode pengeluaran lenda berbeda dengan insisi
yang lebih besar (jam 9.30 2.30 atau lebih) dan dilakukannya iridektomi perifer
sebelum pengeluaran lensa. Teknik-teknik yang dilakukan untuk pengeluaran lensa,
antara lain :
1. Cryo-extraction : menggunakan cryoprobe dan N2O menyebabkan suhu turun
hingga -400C, yang menyebabkan perlekatan lensa ke probe, lensa dikeluarkan
secara perlahan.
2. Erysiphake
3. Sliding technique
4. Tumbling
5. Lens Forceps technique
6. Wire-vectis technique
Tabel Perbandingan ECCE dan ICCE
Sumber : Ophtalmology, a Pocket Textbook Atlas, 2nd Ed, Thieme, pg 192

24

Pengeluaran lensa

ECCE
Nucleus dikeluarkan dari

ICCE
Lens dikeluarkan secara in toto

Kapsula posterior &

kapsul, korteks disuction


Intak

dikeluarkan

zonula zinii
Incisi
Iridektomi perifer

Lebih kecil (8 mm)


Tidak dilakukan

Lebih besar (10 mm)


Dilakukan untuk menghindari

Instrumen (rumit)
Waktu
Implantasi IOL

Diperlukan
Lebih lama
Posterior chamber

glaukoma karena blokade pupil


Tidak diperlukan
Lebih singkat
Anterior chamber (Pseudo-

Teknik
Biaya
Komplikasi yang

Lebih sulit
Lebih banyak
After-Cataract

phakic Bullous Keratopathy)


Lebih mudah
Lebih sedikit
1. Prolaps & degenerasi

meningkat

vitreus
2. Edema makula
3. Endophthalmitis
4. Aphakic Glaucoma
5. Fibrous & Endothelial
ingrowth
6. Neovascular Glaucoma
in Proliferative Diabetic
Retinopathy
After-Cataract

Komplikasi yang

Seluruh komplikasi yang

berkurang
Indikasi

disebutkan pada ICCE


Prosedur rutin untuk

1. Dislokasi lensa

semua jenis katarak

2. Subluksasi lensa (>1/3

(kecuali bila merupakan


komplikasi)

bagian zonula rusak)


3. Chronic Lens Induced
Uveitis
4. Katarak hipermatur
dengan kapsula anterior
yang tebal
5. korpus alienum intralentikular saat ada
gangguan integritas

Kontraindikasi

1. Dislokasi lensa
2. Subluksasi lensa

kapsula posterior lensa.


Pasien berusia < 35 tahun

(>1/3 bagian

dimana terjadi perlengketan erat


25
antara lensa dan vitreus

zonula rusak)

(Ligament of Weigert)

c.Phacoemulsification
Teknik ini merupakan suatu bentuk modifikasi ECCE dimana nukleus diubah ke
dalam bentuk bulir diemulsifikasi dengan gelombang suara frekuensi tinggi (40,000
MHz), kemudian dilakukan suction melalui insisi kecil (3,2 mm). Kemudian
foldable IOL khusus dimasukkan ke dalam kapsula lensa melalui insisi yang sama.
Keuntungannya adalah tidak ada kemungkinan kecil terjadinya astigmatisma
postoperatif, penyembuhan luka lebih cepat, dan rehabilitasi visual dapat terjadi
dalam 6-8 minggu.
Tata laksana postoperatif
1. 24 jam postoperative verban dibuka dan mata dibersihkan
2. Mata diperiksa seluruhnya terutama tajam penglihatan, secret dalam saccus
konjungtiva, aposisi luka, kejernihan cornea, kedalaman bilik mata depan dan
hifema, pupil, IOL, kapsula posterior, retina, dan tekanan intra okuli.
3. Tetes antibiotic-steroid topical diberikan setiap 4-6 jam dan salep diberikan sebelum
tidur, digunakan untuk mengontrol infeksi dan inflamasi postoperatif dan diturunkan
dosisnya dalam 4-6 minggu.
4. Pasien dianjurkan untuk menghindari mencuci kepala dalam waktu 1 minggu,
mengangkat beban berat dalam 3 bulan.
Komplikasi operasi katarak
Intraoperatif
1. Kerusakan endotel kornea
2. Ruptura kapsula posterior lensa
3. Prolapsus dan degenerasi vitreus
4. Hyphaema
5. Hemoragik ekspulsif
6. Dislokasi nucleus ke dalam vitreus

Postoperatif
Dini
1. Edema kornea
26

2. Bekas luka
3. Prolapsus iris
4. Bilik mata depan yang dangkal
5. Hifema
6. Glaukoma
7. Dislokasi IOL
8. Endophthalmitis
Lanjut
1. After cataract
2. Cystoid macular edema (CME)
3. Vitreous touch syndrome
4. Vitreous wick syndrome
5. UGH syndrome (uveitis, glaucoma and hyphaema)
6. Bullous Keratopathy
7. Glaukoma
III.8 Prognosis
Beberapa kasus katarak berhenti setelah mencapai kondisi tertentu, namun umumnya
bersifat progresif dan bila tidak diobati akan menyebabkan kebutaan terutama pada
pasien berusia lebih dari 55 tahun. Katarak tidak pernah reversibel walaupun faktor
predisposisinya telah dihilangkan.
3.2 Pterigium
III. 1 Definisi
Pterigium adalah suatu penebalan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga, mirip
daging yang menjalar ke kornea5, pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif 1
III.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi
geografisnya. Di daratan Amerika serikat, prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk
daerah diatas 40o lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 28-36o. Sebuah
hubungan terdapat antara peningkatan prevalensi dan daerah yang terkena paparan ultraviolet
27

lebih tinggi di bawah garis lintang. Sehingga dapat disimpulkan penurunan angka kejadian di
lintang atas dan peningkatan relatif angka kejadian di lintang bawah. 6
III.3 Mortalitas/Morbiditas
Pterygium bisa menyebabkan perubahan yang sangat berarti dalam fungsi visual
atau penglihatan pada kasus yang kronis. Mata bisa menjadi inflamasi sehingga menyebabkan
iritasi okuler dan mata merah.6
Berdasarkan beberapa faktor diantaranya :
1. Jenis Kelamin
Pterygium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih banyak
dibandingkan wanita. 6
2. Umur
Jarang sekali orang menderita pterygium umurnya di bawah 20 tahun. Untuk pasien
umurnya diatas 40 tahun mempunyai prevalensi yang tertinggi, sedangkan pasien
yang berumur 20-40 tahun dilaporkan mempunyai insidensi pterygium yang paling
tinggi.6
III.4 Etiologi
Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan
udara panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu
neoplasma, radang, dan degenerasi.1

III.5 Patofisiologi
Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak dengan ultraviolet,
debu, kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi
yang menjalar ke kornea. Pterigium ini biasanya bilateral, karena kedua mata mempunyai
kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan kekeringan. Semua
kotoran pada konjungtiva akan menuju ke bagian nasal, kemudian melalui pungtum
lakrimalis dialirkan ke meatus nasi inferior. Daerah nasal konjungtiva juga relatif mendapat
sinar ultraviolet yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain,
karena di samping kontak langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet
secara tidak langsung akibat pantulan dari hidung, karena itu pada bagian nasal konjungtiva
lebih sering didapatkan pterigium dibandingkan dengan bagian temporal.5
28

Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan proliferasi


fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium.
Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan
basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat
untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena
jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase. 6
Histologi, pterigium merupakan akumulasi dari jaringan degenerasi subepitel
yang basofilik dengan karakteristik keabu-abuan di pewarnaan H & E . Berbentuk ulat atau
degenerasi elastotic dengan penampilan seperti cacing bergelombang dari jaringan yang
degenerasi. Pemusnahan lapisan Bowman oleh jaringan fibrovascular sangat khas. Epitel
diatasnya biasanya normal, tetapi mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan displastik
dan sering menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet.7
III.6 Gejala Klinis
Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan sama
sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain:

mata sering berair dan tampak merah

merasa seperti ada benda asing

timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium tersebut,


biasanya astigmatisme with the rule ataupun astigmatisme irreguler sehingga
mengganggu penglihatan

pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan aksis visual
sehingga tajam penglihatan menurun.8

III.7 Pemeriksaan Fisik


Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata (sclera) pada
limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan kornea. Sclera dan selaput
lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi dan peradangan.9
Berbentuk segitiga yang terdiri dari kepala (head) yang mengarah ke kornea dan
badan. Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang tertutup
oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi klinis menurut Youngson):

Derajat 1 : Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea

29

Derajat 2 : Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm
melewati kornea

Derajat 3 : Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm)

Derajat 4 : Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga


mengganggu penglihatan. 8

III.8 Diagnosa
Penderita dapat melaporkan adanya peningkatan rasa sakit pada salah satu atau kedua
mata, disertai rasa gatal, kemerahan dan atau bengkak. Kondisi ini mungkin telah ada
selama bertahun-tahun

tanpa

gejala

dan menyebar

perlahan-lahan,

pada

akhirnya

menyebabkan penglihatan terganggu, ketidaknyamanan dari peradangan dan iritasi. Sensasi


benda asing dapat dirasakan, dan mata mungkin tampak lebih kering dari biasanya. Penderita
juga dapat melaporkan sejarah paparan berlebihan terhadap sinar matahari atau partikel
debu.10
Test : Uji ketajaman visual dapat dilakukan untuk melihat apakah visi terpengaruh.
Dengan menggunakan slitlamp diperlukan untuk memvisualisasikan pterygium tersebut. 10
Dengan menggunakan sonde di bagian limbus, pada pterigium tidak dapat dilalui oleh sonde
seperti pada pseudopterigium. 8

III.9 Diagnosa Banding5


1. Pinguekula penebalan terbatas pada konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang
berwarna kekuningan.
2. Pseudopterigium
Merupakan suatu reaksi dari konjungtiva oleh karena ulkus kornea. Pada pengecekan
dengan sonde, sonde dapat masuk di antara konjungtiva dan kornea.
III.10 Terapi
A. Konservatif
Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang
mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid
30

3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid tidak
dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau mengalami kelainan pada
kornea.8
B. Bedah
Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium. Sedapat
mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi
dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjugntiva bagian superior untuk
menurunkan angka kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu memberikan
hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal mungkin, angka
kekambuhan yang rendah. Penggunaan Mitomycin C (MMC) sebaiknya hanya pada kasus
pterigium yang rekuren, mengingat komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup berat.8
A.Indikasi Operasi5
1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus
2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil
3. Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena
astigmatismus
4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.
B. Teknik Pembedahan
Tantangan utama dari terapi pembedahan pterigium adalah kekambuhan, dibuktikan
dengan pertumbuhan fibrovascular di limbus ke kornea. Banyak teknik bedah telah
digunakan, meskipun tidak ada yang diterima secara universal karena tingkat kekambuhan
yang variabel. Terlepas dari teknik yang digunakan, eksisi pterigium adalah langkah pertama
untuk perbaikan. Banyak dokter mata lebih memilih untuk memisahkan ujung pterigium dari
kornea yang mendasarinya. Keuntungan termasuk epithelisasi yang lebih cepat,
jaringan parut yang minimal dan halus dari permukaan kornea.1 MMC topikal setelah
operasi. Beberapa penelitian sekarang menganjurkan penggunaan MMC hanya intraoperatif
untuk mengurangi toksisitas.9
Beta iradiasi juga telah digunakan untuk mencegah kekambuhan, karena menghambat
mitosis pada sel-sel dengan cepat dari pterygium, meskipun tidak ada data yang jelas dari
angka kekambuhan yang tersedia. Namun, efek buruk dari radiasi termasuk nekrosis scleral,
endophthalmitis dan pembentukan katarak, dan ini telah mendorong dokter untuk
tidak merekomendasikan terhadap penggunaannya.9

31

Untuk mencegah terjadi kekambuhan setelah operasi, dikombinasikan dengan


pemberian:5

Mitomycin C 0,02% tetes mata (sitostatika) 2x1 tetes/hari selama 5 hari,


bersamaandengan pemberian dexamethasone 0,1% : 4x1 tetes/hari kemudian
tappering off sampai 6minggu.

Mitomycin C 0,04% (o,4 mg/ml) : 4x1 tetes/hari selama 14 hari, diberikan


bersamaandengan salep mata dexamethasone.

Sinar Beta

Topikal Thiotepa (triethylene thiophosphasmide) tetes mata : 1 tetes/ 3 jam selama


6minggu, diberikan bersamaan dengan salep antibiotik Chloramphenicol, dan
steroidselama 1 minggu.

III.11 Komplikasi
1.

2.

Komplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut:6

Gangguan penglihatan

Mata kemerahan

Iritasi

Gangguan pergerakan bola mata.

Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea

Dry Eye sindrom

Komplikasi post-operatif bisa sebagai berikut:6

Infeksi

Ulkus kornea

Iritasi

Gangguan pergerakan bola mata.

Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea

Dry Eye sindrom

Yang paling sering dari komplikasi bedah pterigium adalah kekambuhan. Eksisi bedah
memiliki angka kekambuhan yang tinggi, sekitar 50-80%. Angka ini bisa dikurangi sekitar 515% dengan penggunaan autograft dari konjungtiva atau transplant membran amnion pada
saat eksisi6

32

III.12 Pencegahan
Pada penduduk di daerah tropik yang bekerja di luar rumah seperti nelayan, petani
yang banyak kontak dengan debu dan sinar ultraviolet dianjurkan memakai kacamata
pelindung sinar matahari
III.13 Prognosis
Pterigium adalah suatu neoplasma yang benigna. Umumnya prognosis baik.
Kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan sitotastik tetes mata atau beta
radiasi.6 Eksisi pada pterigium pada penglihatan dan kosmetik adalah baik. Prosedur yang
baik dapat ditolerir pasien dan disamping itu pada beberapa hari post operasi pasien akan
merasa tidak nyaman, kebanyakan setelah 48 jam pasca operasi pasien bisa memulai
aktivitasnya. Pasiendengan pterygium yang kambuh lagi dapat mengulangi pembedahan
eksisi dan grafting dengan konjungtiva / limbal autografts atau transplantasi membran
amnion pada pasien tertentu6

DAFTAR PUSTAKA

33

1. Ilyas S. Penglihatan turun perlahan tanpa mata merah. Ilmu penyakit mata. Edisi
ketiga. Jakarta: balai penerbit FKUI; 2007. Hal 200-11.
2. Harper RA, Shock JP. Lens in Vaughan and Asburys: General Opthalmology 16th
edition. McGraw Hills Company : 2007. P. 173-180.
3. Scholte, Pocket Atlas of Ophtalmology, Thieme, 2006, pg 140
4. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kedua. Jakarta : Sagung Seto;2002.
5. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata. Edisi III penerbit
Airlangga Surabaya. 2006. hal: 102 104
6. Jerome P Fisher, PTERYGIUM. 2009
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
7. www.eyewiki.aao.org/Pterygium
8. www.inascrs.org/pterygium/\
9. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. Management
of Pterygium http://www.aao.org/aao/publications/eyenet/201011/pearls.cfm
10. www.mdguidelines.com/pterygium

34

Anda mungkin juga menyukai