DI SALURAN NAFAS
A. T. Aman, MD., PhD. Sp.MK
Dept. of Microbiology, Fac. of Medicine
Gadjah Mada University,
Yogyakarta
Introduction
*. Penyebab paling sering pasien datang ke
dokter.
*. Diagnosa tgt: anamnesa, gambaran
klinik, dan pem. Lab.
*. Utk Lab. Mikrobiologi: Penafsiran sering jadi
masalah krn:
- Banyak kuman yg mrpk mikroba normal,
tetapi juga potensial pathogen.
- Kadang sulit mdpt spesimen yg sesuai.
- Spesimen utk kultur kadang tgt kepatuhan
pasien.
Pembagian Anatomis
Infeksi saluran nafas, dpt dibagi mjd:
1. Infek. Saluran nafas atas: rongga
hidung, pharynx.
- Pennyebab sebagian besar (> 80%) virus.
2.
3.
b. Pharingitis- tonsilitis:
Virus: Rhinoviruse, adenovirus,
parainfluenza virus, influenza virus,
Coxsackie viruses, Herpes simplex
virusEpstein-Barr virus.
Bakteri: S. pyogenes, C. diphtheriae, N.
gonorrhoeae
c. Stomatitis:
Virus: Herpes Simplex Virus, Coxsackie A
virus
d. Peritosillar/retropharyngeal abscess :
Virus: tidak pernah ditemukan.
Bakteri/Jamur: Streptococcus grup A (paling
sering).S. aureus, H. influenzae (pd anak),
fusobacterium.
khusus ?.
->. Spesimen: swab pd pharynx, tonsil (utk
kultur)..> mencari strpt. Grup A.
->. Kalau dicurigai N. gonorrhoea atau C.
diphtheriae: harus disebutkan secara khusus
dlm permintaan.
->. S. pneumoniae, S. aureus, H influenzae dan
N. meningitidis dapat ditemukan (sbg
kolonizer) tetapi tidak selalu sebagai
penyebab.
Epiglottitis:
Klinis: nyeri tenggorok dan leher (sering
mulai dg tiba-tiba), demam, serak
(inflamatory stridor), sukar menelan.
Virus sangat jarang.
Bakteri: H. influenzae (paling sering), S.
pyogenes, S. pneumoniae, C. diphtheriae, N.
meningitidis.
Topik Bahasan
*1. Corynebacterium diphteriae.
1. Corynebacterium diphteriae
A. Introduction.
- Ditularkan melalui: droplet, kontak
langsung dg kulit, muntahan.
- Kasusnya sekarang sangat jarang krn
keberhasilan immunisasi.
- Di USA: 10 kasus/tahun.
- Biasanya krn outbreak.
- Krn budaya/kepercayaan: menolak immunisasi
- Krn: proses immunisasi yg tdk adekuat.
1. Corynebacterium diphteriae
B. Manifestasi klinik.
- Inkubasi antara 2-4 hari
- Infeksi: pharingitis atau tonsilitis
- Gejala: demam, nyeri telan, malaise.
- Signs: adanya exudat
- Membran (pseudomembran):
- muncul pd tonsil, uvula, palatum molle dan dinding
pharynx.
- Warna: putih keabuan.
- t. a: koagulasi fibrin, lekosit, dan debris sel akibat
dari toxin yng dihasilkan kuman.
- Membran dapat memanjang dari oropharinx sampai
larynx atau trachea.
1. Corynebacterium diphteriae
B. Manifestasi klinik (contd).
- Pada kasus yand tanpa komplikasi: penderita
sembuh dalam 5-10 hari tanpa komplikasi.
- Komplikasi dan efek fatal dpt tjd krn:
- i. Obstruksi saluran nafas:
- oleh membran, edem dan perdarahan,
- dpt tiba-tiba, tjd kesulitan nafas (suffocation).
- ii. Absobsi toksin difteri (DT) pd tempat infeksi:
- Jantung: muncul mg ke 2-3, myocarditis,
pembesaran dan lemah, kegagalan jantung
congesti dan dyspneu.
1. Corynebacterium diphteriae
B. Manifestasi klinik (contd).
1. Corynebacterium diphteriae.
C. Bakteriology.
- Genus Corynebacterium.
- Ciri genus:
- Batang (club shape) agak bengkok, ujung melebar:
coryne (Yunani)= club.
- Ujung: terkumpul granula.
- Granula dpt dideteksi dg cat khusus; Neisser.
- Gram post, aerob.
- Susunan: menyebar, berpasangan, spt huruf cina.
- Katalase post.
- Nonmotile.
1. Corynebacterium diphteriae
D. Pathogenesis.
- Manifestasi klinis inf. C. diphteriae diakibatkan
oleh efek toksin DT lokal & sistemik.
- Proses kolonisasi di mukosa pharing m/p di kulit
belum diketahui.
- C. diphteriae pathogen mempunyai gen yg
terletak di bakteriophage.
- Produksi toksin di rangsang oleh Fe rendah (invivo).
- Toksin diphteri (DT) t.a.: subunit A dan B.
- Subunit A mrpk catalytic domain, B mrpk binding
domain
1. Corynebacterium diphteriae
D. Pathogenesis (contd).
- Subunit B: binding domain
-
1. Corynebacterium diphteriae
D. Pathogenesis (contd).
- Sifat reaksinya permanen.
- Setelah menghambat satu EF-2, dpt
bereaksi dg EF-2 lain
1. Corynebacterium diphteriae
D. Diagnosis.
- Awalnya: ditegakkan berdasarkan
gambaran klinis.
- Pemeriksaan mikroskopik langsung dari
usapan pharinx tdk memastikan.
- Pengecatan granula: Neisser
- Diagnosa pasti: dg isolasi & identifikasi
kuman.
- Tehnik paling sensitif: PCR.
1. Corynebacterium diphteriae
D. Diagnosis (contd).
- Spesimen: usapan pharinx, usapan dibawah
membran .
- Ideal: usapan langsung ditanam pd medium
tellurit, atau Tinsdale (paling ideal).
- Media transport: Amies.
- Inkubasi: 370C, 18-24 jam, kalau mgk dg 5%
CO2.
- Sensitifitas Pem. Mikroskopik: rendah.
- Hasil kultur: identifikasi lebih lanjut.
1. C. diphteriae
D. Diagnosis (contd).
- Spesimen: usapan pharinx, usapan dibawah
membran .
- Ideal: usapan langsung ditanam pd medium
~tellurit, atau Tinsdale (paling ideal).
- Media transport: Amies.
- Inkubasi: 370C, 18-24 jam, kalau mgk dg 5%
CO2.
- Sensitifitas Pem. Mikroskopik: rendah.
- Hasil kultur: identifikasi lebih lanjut.
1. C. diphteriae
D. Diagnosis (contd).
- Hasil kultur:
- Koloni C. diphteriae dibagi mjd 4 biotype
(WHO): gravis, mitis, belfanti, intermedius.
- Reaksi biokimiawi
- Pengecatan.
1. Corynebacterium diphteriae
D. Diagnosis (contd).
- C. diphteriae biotype intermdius: koloni kecil,
putih keabu-abuan (gray) atau translucent.
- Biotype lain (gravis, mitis, belfanti): koloni besar,
sekitar 2 mm (stlh 24 jam), dg warna koloni
putih, opak.
- C. diphteriae biotype intermedius: jarang
ditemukan pada isolat klinik.
- C. diphteriae biotype belfanti: hampir tidak
pernah ada yang memproduksi toksin.
1. Corynebacterium diphteriae
E. Treatment.
- Sasaran:
- menetralkan toksin (dg anti toksin):
hanya menetralkan toksin bebas.
- melenyapkan penyebab (C. diphteriae):
dg antibiotik yg sesuai: penicillin,
cephalosporin, erythromycin.
1. Corynebacterium diphteriae
F. Pencegahan:
- Immunisasi: 3-4 dosis
- Vaksin cukup efektif.
- Individu yg telah mdpt vaksinasi mgk
terkena infeksi, tetapi biasanya
manifestasi klinisnya ringan.
2. Haemophilus influenzae
A. Introduction.
- . Sebelum ditemukan vaksin: 1 dalam 200
anak terkena Hib ketika usia mencaoai 2-5
th.
- Manifestasi klinis tersering:
- usia < 2 th: meningitis.
- Usia 2-5 th: epiglottitis dan pneumonia
2. Haemophilus influenzae
A. Introduction (contd).
- Carrier rate Haemophilus influenzae
mencapai 80% pada anak dan 20-50% pd
dewasa.
- Sebagian besar strain H. influenzae tdk
memp kapsul, akan tetapi sebagian carrier
juga memp. kapsul
2. Haemophilus influenzae
B. Morphology dan struktur kuman.
- Genus: Haemophilus.
- Ciri Genus:
- Bakteri batang: bervariasi mulai dari
coccobacill sampai, dg fillamentous
- Gram negatif, tdk tahan asam.
- Tdk motil, tdk membentuk spora.
- Fakultatif anaerob.
2. Haemophilus influenzae
B. Morphology dan ..(contd).
- Dlm genus ini yg pathogen thd manusia
a.l.: H. influenza, H. parainfluenzae, H.
ducreyi, H. hemolyticus dan H.
parahaemolyticus.
- H. influenzae: pertumbuhan invitro
memerlukan factor: X dan V (NAD/
vitamin). Spesies lain memerlukan salah
satu saja.
2. Haemophilus influenzae
C. Manifestasi Klinis.
1. Meningitis: biasanya didahului
gambaran infeks saluran nafas atas
spt: nasopharingitis, sinusitis dan otitis
media.
- Apakah infeksi virus mrpk faktor predisposisi
atau gambaran awal infeksi, tdk jelas.
2. Haemophilus influenzae
C. Manifestasi Klinis (contd).
2. Epiglottitis akut: mrpk infeksi akut dg
peradangan epiglottis dan
sekitarnya, ..> menutup jalan udara.
- Permulaannya mendadak, dg demam, nyeri telan,
batuk yg berat, dan cepat (dlm 24 jam) menjadi
berat.
- Epiglottis: membesar, merah spt cherry, dan
menonjol menghalangi jalan nafas.
- Kondisi ini emergency: perlu tracheostomy.
2. Haemophilus influenzae
C. Manifestasi Klinis (contd).
3. Cellulitis: berupa pembekaan dg warna
merah kebiruan di pipi dan sekitar mata.
- Sakit tekan
- Biasanya disertai demam dan didahului
infeksi URT atau otitis media.
4. Arthritis: biasanya menyertai manifestasi
lain dari infeksi H. influenzae.
- Klinis: biasanya berupa demam, nyeri
sendi besar (dan tunggal) dan disertai
bakteriemia.
2. Haemophilus influenzae
D. pathogenesis.
- H. influenzae ada yg berkapsul & tdk.
- Yg invasif biasanya yg berkapsul.
- Yg invasif dpt sampai ke jaringan yang
dlm: CNS, sendi dan tulang.
- Tlh diidentifikasi lebih dari 180 clone, ttp
hanya 9 clone bertanggung jawab terhadap
>80% yg invasif.
- Sebagian besar yang ditemukan pada
individu normal tdk terkait dg yang invasif.
2. Haemophilus influenzae
D. Pathogenesis (contd):
- Pathogenesis infeksi H. influenzae baru
sedikit yg diketahui.
- Kapsul bersifat anti phagosit, krn itu
diduga mrpk faktor virulensi utama.
- Kuman ini tdk menghasilkan toksin,
tetapi diduga menhasilkan zat yg
memfasilitasi kolonisasi.
- 90% infeksi H. influenzae tdk invasif,
berupa otitis media, sinusitis dan
bronchitis kronik.
2. Haemophilus influenzae
D. Pathogenesis (contd):
-. Pili diduga penting untuk penempelan
pd sel host.
- Diduga kuat sintesa kapsul berkaitan
erat dg sintesa adherence factors, yg
menentukan kemampuan bakteri utk tbh
pd host.
- Telah diketahui kuman ini mampu
melakukan transitosis melewati sel
epitel. Faktor yg berperan ?.
2. Haemophilus influenzae
E. Diagnosis.
- Gambaran Klinis dan pemeriksaan Klinis cukup
utk mdp kan diagnosa presumptif H. influenzae.
- Diagnosa ditegakkan dg: isolasi dan identifikasi.
- Spesimen: tempat lesi atau darah (untuk yg diduga
bakteriemi).
- Bakteri cocco bacill, atau batang, gram negatif yg tdk
tumbuh di media agar darah, tetapi tbh pd coklat agar.
- Konfirmasi: kultur memerlukan faktor V dan X.
F. Treatment.
- Antibiotik yang sesuai.
3. Bordetella pertussis
A. Introduction.
- Penyebab: whooping cough, batuk rejan.
- Di negara yg tdk divaksinasi, incidensinya
tinggi.
- Di dunia: 50 juta cases/th, dg 350. 000
kematian.
- Kekebalan yg tjd setelah infeksi akan
hilang stl 5-12 th, ..> pertussis menjangkiti
anak dan orang tua.
- Orang tua menggantikan anak-anak sbg
reservoir di neg. dg vaksinasi.
3. Bordetella pertussis
B. Klinis.
- Gejala dpt dibagi mjd:
- 1. typical (classical)
- 2. atypical.
3. Bordetella pertussis
B. Klinis (contd).
- Fase paroxysmal:
- Batuk berat, terus menerus, diatas 50 x hari
- Berlangsung 1-2 mg.
- Muntah.
3. Bordetella pertussis
C. Bacteriology.
- Genus: Bodetella.
- Ciri Genus:
-
3. Bordetella pertussis
D. Pathogenesis.
- B. pertussis memproduksi sejumlah
faktor virulensi, a. l.:
- Toksin: Pertussis toksin, adenylate
cyclase toksin, tracheal cytotoxin).
- Fimbria.
- Fillamentous hemagglutinin.
- Ttracheal collonization factor.
- Faktor yg mjd perantara penempelan dg
cilia sel epitel.
3. Bordetella pertussis
D. Pathogenesis.
- B. pertussis memproduksi sejumlah
faktor virulensi, a. l.:
- Toksin: Pertussis toksin, adenylate
cyclase toksin, tracheal cytotoxin).
- Fimbria.
- Fillamentous hemagglutinin.
- Ttracheal collonization factor.
- Faktor yg mjd perantara penempelan dg
cilia sel epitel.
3. Bordetella pertussis
D. Pathogenesis (contd).
- B. pertussis memproduksi sejumlah
faktor virulensi, a. l.:
- Toksin: Pertussis toksin, adenylate cyclase
toksin, tracheal cytotoxin).
- Fimbria.
- Fillamentous hemagglutinin.
- Ttracheal collonization factor.
- Faktor yg mjd perantara penempelan dg
cilia sel epitel
3. B. pertussis
E. Diagnosis.
- Berdasarkan gambaran klinis.
- Laboratoris:
- Spesimen: usapan nasopharinx. Ideal diambil pd
fase catarrhal/ awal paroxysmal.
- (biasanya dicurigai stl fase paroxysmal
berlangsung beberapa waktu) ..> bakteri sdh
sangat menurun.
- Kuman tdk ada di darah atau tempat lain.
- Aspirasi nasopharengeal: ideal, cukup banyak.
- Idealnya langsung ditanam.
- Media transport:
3. B. pertussis
E. Diagnosis (contd).
- Laboratoris:
- Media trasnport:
- Regan-Lowe transport medium;
- 1% acid hydrolyzed casein
- Amis medium dg charcoal.
3. B. pertussis
E. Diagnosis (contd).
- Diagnosis lain:
-
Serologis (ELISA)
Deteksi nucleic acid: PCR..
Test kepekaan: belum ada standard.
Genotypic strain typing: Pulsed-field Gel
electrophoresis (PFGE).
- Direct detection: fluorochrome-conjugated
antibody:
- The most rapid and simple diagnosis.
- Spesimen: NP aspirate.
3. Bordetella pertussis
F. Treatment.
- Supportif.
- Antibiotik yang sesuai: bermanfaat pd awal
sakit, dan membatasi penyebaran.
-
Misal: erythromycin
Trimethoprim-sulfamethoxazole
Ciprofloxacin
Levofloxacin
G. Prevention.
- Vaksinasi: purified Whole cell/whole cell
(three dosis).
- Booster later in chilhood.
References
1.
2.
3.