Anda di halaman 1dari 61

BAKTERI PENYEBAB INFEKSI

DI SALURAN NAFAS
A. T. Aman, MD., PhD. Sp.MK
Dept. of Microbiology, Fac. of Medicine
Gadjah Mada University,
Yogyakarta

Introduction
*. Penyebab paling sering pasien datang ke
dokter.
*. Diagnosa tgt: anamnesa, gambaran
klinik, dan pem. Lab.
*. Utk Lab. Mikrobiologi: Penafsiran sering jadi
masalah krn:
- Banyak kuman yg mrpk mikroba normal,
tetapi juga potensial pathogen.
- Kadang sulit mdpt spesimen yg sesuai.
- Spesimen utk kultur kadang tgt kepatuhan
pasien.

Mikroba Normal di Saluran Nafas.


-

Streptococcus beta-hemolyticus Non group A.


Streptococcus alpha-hemolyticus
Streptococcus gamma-hemolyticus
Neisseria meningitidis
Branhamella catarrhalis
H. influenzae
S. aureus dg coagulase neg.
Streptococcus pneumoniae
Coliform bacilli

Mikroba Potential Pathogen di


Saluran Nafas.
-

Streptococcus beta-hemolyticus group A & B.


Streptococcus pneumoniae
H. influenzae
Neisseria gonorrhoeae
Neisseria meningitidis
Branhamella catarrhalis
K. pneumoniae dan Coliform bacilli lain
Bordetella pertussis dan bordetella parapertussis
Pseudomonas aeruginosa.
Chlamydia trachomatis
Legionella spp.
Dll.

Mikroba Potential Pathogen di


Saluran Nafas.
- M. tuberculosis
- Bakteri anaerob: bacteroides spp.,
Fusobacterium spp.
- Berbagai virus
- Jamur: Candida spp., histoplasma
capsulatum.

Pembagian Anatomis
Infeksi saluran nafas, dpt dibagi mjd:
1. Infek. Saluran nafas atas: rongga
hidung, pharynx.
- Pennyebab sebagian besar (> 80%) virus.

2.
3.

Infek. Saluran nafas tengah: epiglotis,


laryng, trachea, bronchus.
Infek. Saluran nafas bawah (paru):
bronceolus terminalis, alveoli, jaringan
pendukung, interstitium.

Infek. Saluran nafas atas:


a.

Rhinitis: paling sering, manifestasi common


cold
-. Demam, edema mucosa hidung, kenaikan
sekresi .> tersumbat.
b. Pharingitis dan tonsilitis: nyeri telan, erythem
dan pembengkakan pd jar. Yg terkena.
c. Stomatitis: peradangan mucosa pd rongga
mulut.
..> -. pd lidah .> glossitis
-. Jaringan gingive dan periodontal:
gingivostomatitis.

Infek. Saluran nafas atas (contd):


d. Lainnya:
-. peritonsillar abscess
-. Retrotosllar abscess
-. Retropharyngeal abscess ..
..> perluasan infeksi mucosa ke jar.
Lebih dalam yg menghasilkan
peradangan dan abscess.

Penyebab utama Infek. Sal. nafas atas:


a. Rhinitis: Rhinovirus, adenovirus,
parainfluenza virus, coronavirus, influenza
virus, respiratory syncyal virus. Bakteri
sangat jarang.

b. Pharingitis- tonsilitis:
Virus: Rhinoviruse, adenovirus,
parainfluenza virus, influenza virus,
Coxsackie viruses, Herpes simplex
virusEpstein-Barr virus.
Bakteri: S. pyogenes, C. diphtheriae, N.
gonorrhoeae

Penyebab utama Infek. Sal. nafas atas


(contd):

c. Stomatitis:
Virus: Herpes Simplex Virus, Coxsackie A
virus

Bakteri/jamur: Fusobacterium, spirochetes,


candida sp.

d. Peritosillar/retropharyngeal abscess :
Virus: tidak pernah ditemukan.
Bakteri/Jamur: Streptococcus grup A (paling
sering).S. aureus, H. influenzae (pd anak),
fusobacterium.

Pendekatan diagnosis lab. Infeksi URT:


*. Majoritas penyebab virus: tidak perlu terapi khusus.
*. Diagnosa lab, virus umunya tidak tdk dilakukan, kecuali
outbreak atau memberikan kasus khusus.
->. Pd pharingitis/ tonsillitis: apakah perlu therapi

khusus ?.
->. Spesimen: swab pd pharynx, tonsil (utk
kultur)..> mencari strpt. Grup A.
->. Kalau dicurigai N. gonorrhoea atau C.
diphtheriae: harus disebutkan secara khusus
dlm permintaan.
->. S. pneumoniae, S. aureus, H influenzae dan
N. meningitidis dapat ditemukan (sbg
kolonizer) tetapi tidak selalu sebagai
penyebab.

Infek. Saluran nafas Tengah:


a.

Epiglottitis:
Klinis: nyeri tenggorok dan leher (sering
mulai dg tiba-tiba), demam, serak
(inflamatory stridor), sukar menelan.
Virus sangat jarang.
Bakteri: H. influenzae (paling sering), S.
pyogenes, S. pneumoniae, C. diphtheriae, N.
meningitidis.

Infek. Saluran nafas Tengah (contd).


b. Laryngitis:
-

Klinis: demam, serak (inflamatory


stridor), batuk keras/menyentak. Sering
mrpk perluasan inf. Sal. Nafas atas.
Virus (90%): Rhinoviruse, adenovirus,
parainfluenza virus, influenza virus,.
Respiratory syntial viruses, corona virus,
echovirus.
Bakteri: sangat jarang.

Infek. Saluran nafas Tengah (contd):


c. Bronchitis/ tracheobronchitis:
- Klinis: demam, batuk, disertai
produksi sputum. Sering mrpk
akibat/perluasan Inf. Sal. Nafas atas.
- Virus (80%): adenovirus,
parainfluenza virus, influenza virus,.
Respiratory syntial viruses, measles.
- Bakteri: B. pertussis, H. influenzae,
Chlamydia pneumoniae.

Pendekatan diagnosis lab. Infeksi Saluran


nafas tengah:
->. Jika dicurigai virus, biasanya dialakukan dg
kultur jaringan dg spesimen dari
nasopharynx atau pharynx, atau deteksi
antibodi.
Jika bakteri:
->1. Epiglottitis: yg banyak H. influenzae b, dan >
85% menyebabkan bacterimia, ..> kultur
darah.
->2. Laryngotracheitis/ Laryngotracheiobrochitis:

Pendekatan diagnosis lab. Infeksi :


Jika bakteri:
->2. Laryngotracheitis/ Laryngotracheiobrochitis:
-. Sebagian disebabkan virus.
-. Jika purulent, ,> akut, dpt fatal..> disebabkan
bakteri.
-.> Pemeriksaan bakteriologik, kultur spesimen lesi,
dan darah.
-> 3. Bronchitis akut: Pd infant dan anak balita, penyebeb
utama adl Bordetella pertussis ..> spesimen dari
usapan nasopharynx utk pengecatan Gram dan
kultur.
-. Utk Mycoplasma pneumoniae dan chlamydia
pneumonia: dg serologi.

Infek. Saluran nafas bawah/ paru:


a. Pneumonia akut: infeksi parenchim paru.
Klinis: dpt bertahap, dg demam, batuk,,
atau mendadak krn pneumococcus. Pd
dewasa disertai disertai produksi sputum.
Kesulitan nafas, frex Respirasi naik.
Rontgen: sangat membantu.
Virus: parainfluenza virus, influenza virus,
respiratory syntial viruses (infant).
Bakteri: S. pneumoniae, S. aureus, H.
influenzae, Enterobacteriaceae,
legionella, P. aeruginosa. Chlamydia
pneumoniae.

Inf. Paru (contd):


b. Pneumonia kronik: infeksi parenchim paru.
Klinis: mulai pelan-pelan, berkembang
selama beberapa minggu atau bulan dan
dpt berlangsung smp mingguan -tahunan.
Gambaran klinis: batuk, susah tidur, nafsu
makan turun dan BB turun, keringat
malam. Dpt berlanjut dg batuk darah,
nyeri dada & dyspnea.
Virus: jarang.
Bakteri: M. tuberculosis, Myc. yg lain.
Jamur: Histoplasma capsulatum,
cryptococcus neoformans, blastomyces
dermatitidis.

Infek. Saluran nafas bawah/ paru:


c. Abces paru:
- Sering mrpk komplikasi pneumonia
akut/kronik, atau mrpk bagian dari proses
kronik.
Klinis: tdk khas, menyerupai pneumonia
akut/khronik. Yg khas adl. Adanya
demam, batuk dan produksi sputum yg
bau.
Virus: Tidak ada.
Bakteri: Campuran bact. Anaerob,
actinomyces, S. aureus,
Enterobacteriaceae, P. aeruginosa.

Pendekatan diagnosis lab. Infeksi Saluran


nafas bawah:
->A.. Spesimen utama: sputum (dianjurkan dg
expectotrant), terutama jika dicurigai
pneumonia oleh bakteri.
- Keuntungan: mudah, tanpa resiko pd
pasien.
-. Kerugian: kesulitan interpretasi, karena
terkontaminasi flora oropharynx dan saliva,
keculi yg ditemukan bakteri khusus spt M.
tbc.
-. Sputum terbaik: sputum pagi hari (segera
stl bangun).

Pendekatan diagnosis lab. Infeksi Saluran


nafas bawah:
->. Pemerikasaan mikroskopic langsung
bermanfaat: lekosit PMN dan banyak
bakteri ..> mgk pneumonia krn bakteri.
->. B. Spesimen yg lebih baik: spesimen
langsung dari paru (utk yg tdk menghasilkan
sputum atau yg hasil lab, tdk konklusisf).
-. Tehnik a.l.: aspirasi transtrachea,
bronchoalveolar lavage (BAL), aspirasi
langsung atau biopsi.
-. Specimen dilakukan pemeriksaan
mikrobiologi.

Topik Bahasan
*1. Corynebacterium diphteriae.

*2. Haemophilus Influenzae.


*3. Bodetella pertussis.

1. Corynebacterium diphteriae
A. Introduction.
- Ditularkan melalui: droplet, kontak
langsung dg kulit, muntahan.
- Kasusnya sekarang sangat jarang krn
keberhasilan immunisasi.
- Di USA: 10 kasus/tahun.
- Biasanya krn outbreak.
- Krn budaya/kepercayaan: menolak immunisasi
- Krn: proses immunisasi yg tdk adekuat.

1. Corynebacterium diphteriae
B. Manifestasi klinik.
- Inkubasi antara 2-4 hari
- Infeksi: pharingitis atau tonsilitis
- Gejala: demam, nyeri telan, malaise.
- Signs: adanya exudat
- Membran (pseudomembran):
- muncul pd tonsil, uvula, palatum molle dan dinding
pharynx.
- Warna: putih keabuan.
- t. a: koagulasi fibrin, lekosit, dan debris sel akibat
dari toxin yng dihasilkan kuman.
- Membran dapat memanjang dari oropharinx sampai
larynx atau trachea.

1. Corynebacterium diphteriae
B. Manifestasi klinik (contd).
- Pada kasus yand tanpa komplikasi: penderita
sembuh dalam 5-10 hari tanpa komplikasi.
- Komplikasi dan efek fatal dpt tjd krn:
- i. Obstruksi saluran nafas:
- oleh membran, edem dan perdarahan,
- dpt tiba-tiba, tjd kesulitan nafas (suffocation).
- ii. Absobsi toksin difteri (DT) pd tempat infeksi:
- Jantung: muncul mg ke 2-3, myocarditis,
pembesaran dan lemah, kegagalan jantung
congesti dan dyspneu.

1. Corynebacterium diphteriae
B. Manifestasi klinik (contd).

- Komplikasi dan efek fatal dpt tjd krn :


- ii. Absobsi toksin difteri (DT) pd tempat infeksi:
- Syaraf; dg akibat kelumpuhan otot mata &
palatum molle.
- Biasanya refersible, kecuali melibatkan
diafragma.
- Infeksi non-respiratoir: kulit berupa lesi pustula atau
lesi kronik.
- Komplikasi akibat infeksi non-respiratoir sangat jarang.

- Komplikasi: diakibatkan oleh toksin (plasmid encoded).


- Kesembuhan krn antibodi.

1. Corynebacterium diphteriae.
C. Bakteriology.
- Genus Corynebacterium.

- Ciri genus:
- Batang (club shape) agak bengkok, ujung melebar:
coryne (Yunani)= club.
- Ujung: terkumpul granula.
- Granula dpt dideteksi dg cat khusus; Neisser.
- Gram post, aerob.
- Susunan: menyebar, berpasangan, spt huruf cina.
- Katalase post.
- Nonmotile.

1. Corynebacterium diphteriae
D. Pathogenesis.
- Manifestasi klinis inf. C. diphteriae diakibatkan
oleh efek toksin DT lokal & sistemik.
- Proses kolonisasi di mukosa pharing m/p di kulit
belum diketahui.
- C. diphteriae pathogen mempunyai gen yg
terletak di bakteriophage.
- Produksi toksin di rangsang oleh Fe rendah (invivo).
- Toksin diphteri (DT) t.a.: subunit A dan B.
- Subunit A mrpk catalytic domain, B mrpk binding
domain

1. Corynebacterium diphteriae
D. Pathogenesis (contd).
- Subunit B: binding domain
-

Berinteraksi dg receptor dipermukaan sel target


Memfasilitasi translokasi DT ke dalam sel
Di dalam sel subunit A & B dipisahkan.
Pemisahan subunit syarat untuk dpt beraksi

- Subunit A: catalytic domain


- Bersifat enzymatic.
- Target: protein elongation factor 2 (EF-2)
- Aktifitas: menyebabkan EF-2 mjd tdk aktif, dg
demikian, sintesi protein terhenti.

1. Corynebacterium diphteriae
D. Pathogenesis (contd).
- Sifat reaksinya permanen.
- Setelah menghambat satu EF-2, dpt
bereaksi dg EF-2 lain

- C. diphteriae yg tdk terinfeksi virus


(tidak lysogenik): tdk memproduksi
toksin.
- Dpt menimbulkan pharingitis, tetapi tdk
menimbulan lesi khas.

1. Corynebacterium diphteriae
D. Diagnosis.
- Awalnya: ditegakkan berdasarkan
gambaran klinis.
- Pemeriksaan mikroskopik langsung dari
usapan pharinx tdk memastikan.
- Pengecatan granula: Neisser
- Diagnosa pasti: dg isolasi & identifikasi
kuman.
- Tehnik paling sensitif: PCR.

1. Corynebacterium diphteriae
D. Diagnosis (contd).
- Spesimen: usapan pharinx, usapan dibawah
membran .
- Ideal: usapan langsung ditanam pd medium
tellurit, atau Tinsdale (paling ideal).
- Media transport: Amies.
- Inkubasi: 370C, 18-24 jam, kalau mgk dg 5%
CO2.
- Sensitifitas Pem. Mikroskopik: rendah.
- Hasil kultur: identifikasi lebih lanjut.

1. C. diphteriae
D. Diagnosis (contd).
- Spesimen: usapan pharinx, usapan dibawah
membran .
- Ideal: usapan langsung ditanam pd medium
~tellurit, atau Tinsdale (paling ideal).
- Media transport: Amies.
- Inkubasi: 370C, 18-24 jam, kalau mgk dg 5%
CO2.
- Sensitifitas Pem. Mikroskopik: rendah.
- Hasil kultur: identifikasi lebih lanjut.

1. C. diphteriae
D. Diagnosis (contd).
- Hasil kultur:
- Koloni C. diphteriae dibagi mjd 4 biotype
(WHO): gravis, mitis, belfanti, intermedius.
- Reaksi biokimiawi
- Pengecatan.

- Dasar biotype: morphologi koloni dan


reaksi biokimia.

1. Corynebacterium diphteriae
D. Diagnosis (contd).
- C. diphteriae biotype intermdius: koloni kecil,
putih keabu-abuan (gray) atau translucent.
- Biotype lain (gravis, mitis, belfanti): koloni besar,
sekitar 2 mm (stlh 24 jam), dg warna koloni
putih, opak.
- C. diphteriae biotype intermedius: jarang
ditemukan pada isolat klinik.
- C. diphteriae biotype belfanti: hampir tidak
pernah ada yang memproduksi toksin.

1. Corynebacterium diphteriae
E. Treatment.
- Sasaran:
- menetralkan toksin (dg anti toksin):
hanya menetralkan toksin bebas.
- melenyapkan penyebab (C. diphteriae):
dg antibiotik yg sesuai: penicillin,
cephalosporin, erythromycin.

- Pd kasus dg komplikasi: sesuai dg


kondisi, supportif.

1. Corynebacterium diphteriae
F. Pencegahan:
- Immunisasi: 3-4 dosis
- Vaksin cukup efektif.
- Individu yg telah mdpt vaksinasi mgk
terkena infeksi, tetapi biasanya
manifestasi klinisnya ringan.

2. Haemophilus influenzae
A. Introduction.
- . Sebelum ditemukan vaksin: 1 dalam 200
anak terkena Hib ketika usia mencaoai 2-5
th.
- Manifestasi klinis tersering:
- usia < 2 th: meningitis.
- Usia 2-5 th: epiglottitis dan pneumonia

- Berbagai spesies Haemophilus mrpk


bakteri normal pd saluran nafas atas.

2. Haemophilus influenzae
A. Introduction (contd).
- Carrier rate Haemophilus influenzae
mencapai 80% pada anak dan 20-50% pd
dewasa.
- Sebagian besar strain H. influenzae tdk
memp kapsul, akan tetapi sebagian carrier
juga memp. kapsul

2. Haemophilus influenzae
B. Morphology dan struktur kuman.
- Genus: Haemophilus.
- Ciri Genus:
- Bakteri batang: bervariasi mulai dari
coccobacill sampai, dg fillamentous
- Gram negatif, tdk tahan asam.
- Tdk motil, tdk membentuk spora.
- Fakultatif anaerob.

2. Haemophilus influenzae
B. Morphology dan ..(contd).
- Dlm genus ini yg pathogen thd manusia
a.l.: H. influenza, H. parainfluenzae, H.
ducreyi, H. hemolyticus dan H.
parahaemolyticus.
- H. influenzae: pertumbuhan invitro
memerlukan factor: X dan V (NAD/
vitamin). Spesies lain memerlukan salah
satu saja.

2. Haemophilus influenzae
C. Manifestasi Klinis.
1. Meningitis: biasanya didahului
gambaran infeks saluran nafas atas
spt: nasopharingitis, sinusitis dan otitis
media.
- Apakah infeksi virus mrpk faktor predisposisi
atau gambaran awal infeksi, tdk jelas.

2. Haemophilus influenzae
C. Manifestasi Klinis (contd).
2. Epiglottitis akut: mrpk infeksi akut dg
peradangan epiglottis dan
sekitarnya, ..> menutup jalan udara.
- Permulaannya mendadak, dg demam, nyeri telan,
batuk yg berat, dan cepat (dlm 24 jam) menjadi
berat.
- Epiglottis: membesar, merah spt cherry, dan
menonjol menghalangi jalan nafas.
- Kondisi ini emergency: perlu tracheostomy.

2. Haemophilus influenzae
C. Manifestasi Klinis (contd).
3. Cellulitis: berupa pembekaan dg warna
merah kebiruan di pipi dan sekitar mata.
- Sakit tekan
- Biasanya disertai demam dan didahului
infeksi URT atau otitis media.
4. Arthritis: biasanya menyertai manifestasi
lain dari infeksi H. influenzae.
- Klinis: biasanya berupa demam, nyeri
sendi besar (dan tunggal) dan disertai
bakteriemia.

2. Haemophilus influenzae
D. pathogenesis.
- H. influenzae ada yg berkapsul & tdk.
- Yg invasif biasanya yg berkapsul.
- Yg invasif dpt sampai ke jaringan yang
dlm: CNS, sendi dan tulang.
- Tlh diidentifikasi lebih dari 180 clone, ttp
hanya 9 clone bertanggung jawab terhadap
>80% yg invasif.
- Sebagian besar yang ditemukan pada
individu normal tdk terkait dg yang invasif.

2. Haemophilus influenzae
D. Pathogenesis (contd):
- Pathogenesis infeksi H. influenzae baru
sedikit yg diketahui.
- Kapsul bersifat anti phagosit, krn itu
diduga mrpk faktor virulensi utama.
- Kuman ini tdk menghasilkan toksin,
tetapi diduga menhasilkan zat yg
memfasilitasi kolonisasi.
- 90% infeksi H. influenzae tdk invasif,
berupa otitis media, sinusitis dan
bronchitis kronik.

2. Haemophilus influenzae
D. Pathogenesis (contd):
-. Pili diduga penting untuk penempelan
pd sel host.
- Diduga kuat sintesa kapsul berkaitan
erat dg sintesa adherence factors, yg
menentukan kemampuan bakteri utk tbh
pd host.
- Telah diketahui kuman ini mampu
melakukan transitosis melewati sel
epitel. Faktor yg berperan ?.

2. Haemophilus influenzae
E. Diagnosis.
- Gambaran Klinis dan pemeriksaan Klinis cukup
utk mdp kan diagnosa presumptif H. influenzae.
- Diagnosa ditegakkan dg: isolasi dan identifikasi.
- Spesimen: tempat lesi atau darah (untuk yg diduga
bakteriemi).
- Bakteri cocco bacill, atau batang, gram negatif yg tdk
tumbuh di media agar darah, tetapi tbh pd coklat agar.
- Konfirmasi: kultur memerlukan faktor V dan X.

F. Treatment.
- Antibiotik yang sesuai.

3. Bordetella pertussis
A. Introduction.
- Penyebab: whooping cough, batuk rejan.
- Di negara yg tdk divaksinasi, incidensinya
tinggi.
- Di dunia: 50 juta cases/th, dg 350. 000
kematian.
- Kekebalan yg tjd setelah infeksi akan
hilang stl 5-12 th, ..> pertussis menjangkiti
anak dan orang tua.
- Orang tua menggantikan anak-anak sbg
reservoir di neg. dg vaksinasi.

3. Bordetella pertussis
B. Klinis.
- Gejala dpt dibagi mjd:
- 1. typical (classical)
- 2. atypical.

- Typical, t. a. : fase catarrhal (1-2 mg), fase


paroxismal (1-6 mg); fase convalescent (24 mg, atu beberapa bulan).
- Fase catarrhal: biasanya tdk spesifik
- Rinorrhea, bersin, demam (rendah), batuk
ringan.
- Rinorrhea: mucoid dan profuse, selama 1-2 mg

3. Bordetella pertussis
B. Klinis (contd).
- Fase paroxysmal:
- Batuk berat, terus menerus, diatas 50 x hari
- Berlangsung 1-2 mg.
- Muntah.

- Fase convalescence: gejala diatas


menurun.
- Pd anak: batuk kadang tidak ada, ttp tdp:
choking dan apneu.
- Komplikasi: sianosis dan pneumonia lebih
banyak tjd pd anak.

3. Bordetella pertussis
C. Bacteriology.
- Genus: Bodetella.
- Ciri Genus:
-

Bakteri berbentuk coccobacil, Gram negatif.


Sebagian motil.
Aerob, dg pertbh optimal pd 35-370C.
Mengoksidasi asam amino,
tdk memfermentasi karbohidrat.
B. pertussis tumbuh relatif lambat dibanding
spesies lain.

3. Bordetella pertussis
D. Pathogenesis.
- B. pertussis memproduksi sejumlah
faktor virulensi, a. l.:
- Toksin: Pertussis toksin, adenylate
cyclase toksin, tracheal cytotoxin).
- Fimbria.
- Fillamentous hemagglutinin.
- Ttracheal collonization factor.
- Faktor yg mjd perantara penempelan dg
cilia sel epitel.

3. Bordetella pertussis
D. Pathogenesis.
- B. pertussis memproduksi sejumlah
faktor virulensi, a. l.:
- Toksin: Pertussis toksin, adenylate
cyclase toksin, tracheal cytotoxin).
- Fimbria.
- Fillamentous hemagglutinin.
- Ttracheal collonization factor.
- Faktor yg mjd perantara penempelan dg
cilia sel epitel.

3. Bordetella pertussis
D. Pathogenesis (contd).
- B. pertussis memproduksi sejumlah
faktor virulensi, a. l.:
- Toksin: Pertussis toksin, adenylate cyclase
toksin, tracheal cytotoxin).
- Fimbria.
- Fillamentous hemagglutinin.
- Ttracheal collonization factor.
- Faktor yg mjd perantara penempelan dg
cilia sel epitel

3. B. pertussis
E. Diagnosis.
- Berdasarkan gambaran klinis.
- Laboratoris:
- Spesimen: usapan nasopharinx. Ideal diambil pd
fase catarrhal/ awal paroxysmal.
- (biasanya dicurigai stl fase paroxysmal
berlangsung beberapa waktu) ..> bakteri sdh
sangat menurun.
- Kuman tdk ada di darah atau tempat lain.
- Aspirasi nasopharengeal: ideal, cukup banyak.
- Idealnya langsung ditanam.
- Media transport:

3. B. pertussis
E. Diagnosis (contd).
- Laboratoris:
- Media trasnport:
- Regan-Lowe transport medium;
- 1% acid hydrolyzed casein
- Amis medium dg charcoal.

- Kultur: paling spesifik. Media a. l.: RL medium,


patato infussion.
- Inkubasi: 35-370C, 7 hari (3 hari mulai dpt
diamati).
- Pd RL agar: B. pertusis membentuk koloni bulat,
berwarna perak-merkuri, dan bersinar.

3. B. pertussis
E. Diagnosis (contd).
- Diagnosis lain:
-

Serologis (ELISA)
Deteksi nucleic acid: PCR..
Test kepekaan: belum ada standard.
Genotypic strain typing: Pulsed-field Gel
electrophoresis (PFGE).
- Direct detection: fluorochrome-conjugated
antibody:
- The most rapid and simple diagnosis.
- Spesimen: NP aspirate.

3. Bordetella pertussis
F. Treatment.
- Supportif.
- Antibiotik yang sesuai: bermanfaat pd awal
sakit, dan membatasi penyebaran.
-

Misal: erythromycin
Trimethoprim-sulfamethoxazole
Ciprofloxacin
Levofloxacin

G. Prevention.
- Vaksinasi: purified Whole cell/whole cell
(three dosis).
- Booster later in chilhood.

References
1.

Murray et al., Manual of Clinical


Mycrobiology, 8th ed. (2003).

2.

Ryan K. J. (Ed): Sherris Medical


Microbilogy, 4rd ed (2004). Appleton &
Lange, Norwalk, Connecticut.
Dalton and Nottebart: Interpretative
Medical Microbiology. 1st Ed. 1986.
Churchill Livingstone.

3.

Anda mungkin juga menyukai