Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum
1. Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling liar dan membatasinya dari lingkungan
hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1.5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat
badan. Kulit merupan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin
kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi
pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh2.
Kulit terdiri dari 3 lapisan pokok yaitu, epidermis, dermis, dan subkutis: (1) Lapisan
epidermis, lapisan terluar kulit, terdiri atas: stratum korneum, stratum lusidum,
stratum granulosum, starum spinosum, dan stratum basale. (2) Lapisan dermis,
lapisan dibawah dermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri
atas lapisan elastic dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel
rambut. (3)Lapisan subkutis, adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak didalamnya2.
Fungsi utama kulit ialah proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh
(termoregulasi), pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D, dan keratinisasi 2.
Fungsi kulit antara lain2:
1. Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau
mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguann kimiawi, misalnya zatzat kimia terutama yang bersifat iritan, contoh lisol, karbol, asam, dan alkali kuat
lainnya; gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultra
violet; gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur.
Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit dalam pajanan sinar matahari
dengan mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena
stratum korneum yang impermeable terhadap berbagai zat kimia dan air,
disamping itu teradapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat-zat
kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit ini mungkin terbentuk dari hasil
ekskresi keringat dan sebum, keasaman kulit menyebabkan pH kulit berkisar pada
pH 5-6,5 sehingga merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri
maupun jamur. Proses keratinisasi juga berperan sebagai sawar (barrier) mekanis
karena sel-sel mati melepaskan diri secara teratur.

2. Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda
padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang
larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan kulit
ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit di
pengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolism dan jenis
venikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel, menembus selsel epidermis atau melalui muara saluran kelenja; tetapi lebih banyak yang
melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara kelenjar.
3. Fungsi ekskresi, kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat tang tidak berguna
lagi atau sisa metabolism dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan
ammonia. Sebum yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan sebum ini
selain meminyaki kulit juga menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit
tidak menjadi kering. Produk kelenjar lemak dan keringat di kulit menyebabkan
keasaman kulit pada pH 5-6,5.
4. Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di
dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang
terletak di dermis. Badan taktil Meissner terletak di papilla dermis berperan
terhadap rabaan, demikian pula pada badan Merkel Ranveir yang terletak di
epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di
epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya didaerah yang
erotic.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), kulit melakukan peranan ini
dengan cara mengeluarkan keringan dan mengerutkan (otot berkontraksi)
pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan
kulit mendapat nutrisi yang cukup baik. Tonus vascular di pengaruhi oleh saraf
simpatis (asetilkolin).
6. Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak
dilapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal :
melanosit adalah 10:1. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran
pigmen (melanosomes) menentukan ras maupun individu. Melanosom dibentuk

oleh alat Golgi dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan O2.pajanan sinar
matahari mempengaruhi produksi melanosom.
7. Fungsi keratinisasi, lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu
keratinosit, sel Langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal
mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah keatas dan berubah
bentuknya menjadi spinosum, makin keatas sel menjadi makin gepeng dan
bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang dan keratinosit
ini menjadi sel tandukyang amorf. Proses ini berlangsung terus menerus seumur
hidup, dan sampai sekarang belum sepenuhnya dimengerti. Matoltsy berpendapat
mungkin keratinosit melalui proses sintesis dan degradasi menjadi lapisan tanduk.
Proses ini berlangsung normal selama 14-21 hari, dan memberi perlindungan kulit
terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.
8. Fungsi pembentukan vit D, dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi
kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.
2. Jamur
Jamur merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia, hewan maupun tumbuhan. Jamur yang dapat menyebabkan penyakit pada
hospesnya adalah jamur pathogen dan opertunistik;
Jamur Patogen Sistematik
Jamur ini dapat menginfeksi dan berkembang pada jaringan host normal tanpa
adanya predisposisi. Jumlahnya lebih sedikit.

Jamur Oportunistik
Organisme Oportunistik artinya dalam keadaan normal sifatnya non patogen
tetapi dapat berubah menjadi patogen bila keadaan tubuh melemah, dimana
mekanisme pertahanan tubuh terganggu.

Jamur sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia. Sedemikian eratnya


sehingga manusia tak terlepas dari jamur. Jenis fungi-fungian ini bisa hidup dan
tumbuh di mana saja, baik di udara, tanah, air, pakaian, bahkan di tubuh manusia
sendiri. Manusia termasuk salah satu tempat bagi jamur untuk tumbuh, di samping
bakteri dan virus. Jamur dapat menyebabkan berbagai jenis infeksi kulit. Kelainan
jamur yang sering ditemukan adalah tinea atau ring worm. Infeksi tinea dapat
mengenai kepala, badan, lipat paha, kaki, dan kuku2. Jamur bisa menyebabkan

penyakit yang cukup parah bagi manusia terkadang infeksi jamur dapat disertai
infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulitis, limfangitis, limfadenitis, dan
dapat pula terjadi erysipelas, yang disertai gejala-gejala umum2.
3. Jamur penyebab penyakit kulit
Dermatomikosis yaitu semua penyakit jamur yang menyerang kulit. Sedangkan
dermatofitosis merupakan penyakit pada jaringan kulit yang disebabakan jamur
dermatofita2. Dermatofita merupakan golongan jamur yang gemar mencerna jaringan
yang mengandung zat tanduk (keratin), menggunakan enzim yang disebut
keratinases, jamur dermatofita menginvasi keratin superfisial kulit, namun infeksi
masih terbatas pada lapisan ini, misalnya stratum korneum pada epidermis (kulit ari),
rambut, dan kuku7,8,9,12,13,14,18. Selain itu dinding sel dermatofit juga mengandung
mannans, yang dapat menghambat respon kekebalan tubuh. T rubrum khususnya
mengandung mannans yang dapat mengurangi proliferasi keratinosit, sehingga
menyebabkan keadaan infeksi yang kronis13. Dermatofitosis sering disebut tinea,
ringworm, kurap, teigne, atau Herpes sirsinata. Dermatofita terbagi dalam 3 genus
yaitu: trichophyton (T), mycrosporum (M), dan epidermophyton (E) menyebabkan
penyakit pada manusia dan binatang7,8,9,12,14,15. Lebih dari 39 spesies pada genus
dermatofita tersebut menyebabkan terjadinya tinea12.

Setiap spesies dermatofita

mempunyai afinitas terhadap hospes tertentu, yaitu8,9,14,22 (1). Dermatofita yang


zoofilik terutama menyerang binatang, dan kadang-kadang menyerang manusia,
misalnya Microsporon canis dan Trichophyton verrucosum. (2). Dermatofita yang
geofilik adalah jamur yang hidup di tanah dan dapat menimbulkan radang pada
manusia, misalnya Microsporon gypseum. (3). Dermatofita yang antrofilik menyerang
manusia karena memilih manusia sebagai hospes tetapnya. Dari ketiga macam
dermatomikosis ini, semuanya dapat menginfeksi manusia8. Dermatofitosis mencakup
beberapa manifestasi klinis yang berbeda. Beratnya penyakit tergantung pada strain
atau spesies dari jamur yang menginfeksi, sensitivitas hospes dan tempat infeksi14,15.
Dermatofitosis memiliki distribusi di seluruh dunia sehingga tidak dapat ditemukan
wilayah bebas dari tinea. Diperkirakan infeksi dermatopitosis ini dapat menginfeksi
setiap orang paling sedikit sekali dalam seumur hidupnya19. Dermatofitosis dapat
menyebabkan infeksi jamur superficial yang dapat menyebabkan masalah kesehatan
pada manusia maupun hewan14,16,17. Dermatofitosis dapat menginfeksi manusia dari

segala usia. Walaupun penyakit ini dapat menginfeksi pada semua usia namun
biasanya lebih banyak ditemukan pada dewasa muda baik laki-laki maupun
perempuan, dengan frekuensi yang berbeda pula. Semua tergantung pada pekerjaan,
kebersihan pribadi dan kondisi iklim14. Prevalensi penyakit juga bervariasi tergantung
pada di wilayah geografis yang berbeda, kelompok tertentu, migrasi tenaga kerja,
imigrasi, kebiasaan sosial, dan kebiasaan bepergian yang dapat menyebabkan
kontribusi pada perubahan distribusi pada infeksi ini14. Telah Diperkirakan 20-25%
dari populasi dunia terinfeksi dermatofit dan kejadian terus untuk meningkatkan
secara cepat14,19.
Golongan dermatofitosis diklasifikasi berdasarkan lokasinya. Disebut Tinea kapitis
jika menyerang kulit kepala, rambut, alis, dan bulu mata. Tinea imbrikata, bila
menyerang seluruh tubuh dengan memberi gambaran klinis yang khas, Tinea
korporis, menyerang badan dan anggota badan, Tinea kruris yang khusus menyerang
lipat paha, daerah bawah perut, dan sekitar anus. Tinea barbae menyerang daerah
dagu, jenggot dan jambang. Tinea manum menyerang tangan dan telapak tangan,
Tinea pedis menyerang sela-sela kaki dan telapak kaki. Dan Tinea unguinum
menyerang kuku2,7,12.
Pada manusia jamur hidup di lapisan tanduk. Jamur itu melepaskan toksin yang bisa
menimbulkan peradangan dan iritasi berwarna merah dan gatal. Infeksinya bisa
berupa bercak-bercak warna putih, merah, atau hitam di kulit dengan bentuk simetris.
Ada pula infeksi yang berbentuk lapisan-lapisan sisik pada kulit. Hal itu tergantung
pada jenis jamur yang menyerang2. Masuknya jamur dalam tubuh dan menginfeksi
kulit dapat melalui6: luka kecil atau aberasi pada kulit, misalnya golongan
dermatofitosis, kromoblastomikosis atau melalui kontak, tetapi tidak perlu ada luka
atau aberasi kulit, seperti golongan dermatofitosis.

4. Tinea pedis
Tinea pedis yang mempunyai nama lain Athlete's foot, ring worm of the foot atau kutu
air, adalah dermatofitosis pada kaki, terutama pada sela-sela jari dan telapak kaki 2,6,18.
Tinea pedis dianggap dermatofitosis yang paling umum di dunia. Dilaporkan, terdapat
70% dari populasi terinfeksi tinea pedis dalam satu waktu6,13. Trichophyton rubrum,

Trichophyton mentagrophytes, and Epidermophyton floccosum adalah penyebab


terjadinya tinea pedis, namun penyebab tinea pedis yang paling sering didunia adalah
Trichophyton rubrum yang memberikan kelainan menahun8,13.Tinea pedis atau
ringworm of the foot adalah infeksi dermatofita pada kaki, terutama pada sela jari dan
telapak kaki13. Oleh karena daerah ini lembab, maka sering terlihat maserasi berupa
kulit putih dan rapuh. Pada umumnya, jamur tumbuh pada kulit kaki karena faktor
kelembaban2. Hal itu dapat disebabkan kaki yang sering berkeringat, kaki sering
terpajan air, kaki selalu basah, kaki kurang dijaga kebersihannya, atau sepatu terlalu
tertutup6. Biasanya Tinea pedis lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan
dengan perempuan13,14. Lesi yang ditimbulkan bisa menyebabkan gatal, tapi derajat
gatal yang di timbulkan berbeda-beda dari setiap individu 10. Bentuk klinis dapat
terjadi bertahun-tahun, tanpa keluhan berarti. Bahkan sebagian di antara penderitanya
total bebas gejala Sebagian penderitanya baru merasa terganggu ketika muncul bau
tak sedap dari kulit kaki mereka2. Pada suatu waktu ditemukan, infeksi jamur ini
dapat bertahan lama, tidak aktif untuk beberapa tahun namun kemudian menjadi aktif
ketika umur seseorang mencapai 60-70 tahun6. Tidak menutup kemungkinan
munculnya infeksi bakteri (infeksi sekunder) yang dapat menunjukkan gejala mulai
dari yang ringan (bintil-bintil merah yang perih) hingga yang lebih berat seperti nyeri
dan demam hingga seulitis, limfangitis, limfadenitis, dan dapat pula terjadi erysipelas,
yang disertai gejala-gejala umum2. Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan
kematian, namun dampaknya dapat menyebabkan pasien mengalami gangguan
psikologis, fisik, dan sosial, dengan berkurangnya kualitas hidup dan keterbatasan
interaksi dengan orang lain18.
5. Faktor risiko
Beberapa predisposisi factor host yang berpengaruh pada peningkatan terjadinya tinea
pedis diantaranya adalah peningkatan angka kejadian HIV/AIDS dan banyaknya
pasien yang menjalani kemoterapi, penggunaan steroids, transpalntasi organ dan
pemberian nutrisi parenteral, tempat tinggal, hyperhidrosis, psoriasis, pasien yang
mengalami obesitas, diabetes mellitus, immunosupresi, stress, penuaan, atau pasien
yang mempunyai penyakit sistemik juga menyebabkan meningkatnya tinea
pedis6,8,11,18. Salah satu factor risiko yang signifikan adalah diabetes, dikatakan orang

dengan diabetes mempunyai kemungkinan lebih dari 50% terkena infeksi tinea pedis
dibandingkan orang tanpa diabetes6. Selain itu factor local yang dapat mempengaruhi
kejadian tinea pedis adalah kontak langsung dengan penderita, penggunaan sarana
pemandian umum bersama, ruang locker, atau kolam renang umum 6,11. Pemakaian
kaus kaki, alas kaki dan sepatu berbahan kulit juga menjadi factor resiko dari Tinea
Pedis19,20,21. Kondisi sosial ekonomi serta kurangnya kebersihan pribadi juga
memegang peranan penting pada infeksi jamur (insiden penyakit jamur pada sosial
ekonomi lebih rendah lebih sering terjadi daripada sosial ekonomi yang lebih baik,
hal ini terkait dengan status gizi yang mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang
terhadap penyakit). Kebersihan pribadi (mencuci kaki setiap hari, menjaga kaki selalu
kering) yang kurang diperhatikan turut mendukung tumbuhnya jamur.
6. Gejala Klinis
Tinea pedis terdiri dari beberapa macam tipe klinis, dan yang paling sering ditemukan
adalah2,3,6,9:
1. Bentuk interdigitalis yang merupakan kelainan berupa maserasi, skuamasi serta
erosi di celah-celah jari terutama jari ke-4 dan 5. Kulit terlihat putih, dapat
berbentuk fisura dan sering tercium bau yang tidak enak. Lesi dapat meluas ke
bawah jari dan telapak kaki. Adanya oklusi dan infeksi dari bakteri lain seperti
Pseudomonas, Proteus dan Staphylococcus aureus kemudian membuat erosi
dengan pruritus dan bau yang merupakan karakteristik dari dermatofitosis
kompleks atau athletes foot.
2. Bentuk lain adalah moccasin foot. pada seluruh kaki, dari telapak, tepi sampai
punggung kaki terlihat kulit menebal dan bersisik; eritema biasanya ringan dan
terutama terlihat pada bagian tepi lesi. Di bagian tepi lesi dapat pula dilihat papul
dan kadang-kadang vesikel. Patogen umumnya adalah T. rubrum, diikuti E.
floccosum dan T. interdigitale
3. Tipe Vesikobulosa Tinea pedis tipe visokobulosa umumnya disebabkan oleh rantai
zoofilik dari T. interdigitale (T. mentagrophytes var. mentagrophytes), memiliki
temuan klinis yakni vesikel dengan 22 diameter lebih dari 3mm, vesikopustula,
atau bulla pada telapak kaki dan area periplantar. Tipe ini jarang ditemukan pada
anak-anak namun apabila terjadi, biasanya disebabkan oleh T. rumbrum.

4. Tipe Akut Ulseratif. Tinea pedis dengan zoofilik T. interdigitale yang diikuti
superinfeksi dari bakteri gram negatif seringkali menghasilkan vesikel, pustula
dan ulcus purulent pada telapak kaki. Selulitis, limfangitis, limfadenopati dan
demam juga sering ditemukan.
7. Diagnosis
Diagnosis tinea pada umumnya dapat ditegakkan berdasarkan gejala-gejala klinis
yang khas dan pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-20% dan biakan 2,3,6.
Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu 15-20 menit hal ini
dilakukan untuk melarutkan jaringan. Untuk mempercepat proses pelarutan dapat
dilakukan pemanasan sediaan basah diatas api kecil. Untuk melihat elemen jamur
lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH. Pada sediaan kulit dan
kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan
bercabang, maupun spora berderet (arthospora)2.
8. Diagnosis Banding Tinea pedis
Tinea pedis perlu dibedakan dengan penyakit lain di kaki, ada beberapa diagnosis
banding yang perlu diketahui, antara lain2:
1. Dermatitis, batasan tidak jelas, bagian tepi tidak lebih aktif daripada bagian
tengah. Adanya vesikel-vesikel steril pada jari-jari kaki dapat merupakan reaksi
antigen.
2. Dermatitis kontak, pada hyperhidrosis terlihat kulit yang mengelupas (maserasi).
Kalau hanya terlihat vesikel-vesikel, biasanya terletak sangat dalam dan terbatas
pada telapak kaki dan tangan kelainan tidak meluas sampai sela-sela jari.
3. Akrodermatitis kontinua dan morbus Andrews sangat sukar dibedakan dengan
penyakit dermatofitosis bila berdasarkan pemeriksaan klinis saja, pemerikssaan
laboratorium diperlukan untuk membedakan satu dengan yang lain.
4. Kandidosis (erosi interdigitalis blastomisetika), membedakan dengan tinea pedis
kadang agak sulit. Diperlukan pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH dan
sediaan.
9. Pengobatan
Penyakit Tinea pedis sering kambuh sehingga untuk menghindari factor risiko seperti
hindari pemaparan dengan air dalam waktu lama, gunakan sepatu yang mempunyai
ventilasi yang bagus, hindari memakai sepatu tertutup, sepatu sempit, yang digunakan
sepanjang hari, usahakan selama pemakaian sepatu dan kaus kaki harus selalu kering,
dianjurkan menggunakan kaos kaki berbahan wool karena dapat menjaga kulit kaki

agar tetap kering serta membuat kaki lebih nyaman, serta tidak bertelanjang kaki atau
selalu memakai sandal saat kekamar mandi maupun keluar rumah sehingga dapat
menghindari tertularnya dengan penderita tinea pedis maupun kontak dengan jamur
penyebab Tinea pedis6. Menjaga kaki agar tetap kering dan bersih merupakan metode
terbaik untuk pencegahan, mengeringkan sepatu, mengganti kaos kaki, menggunakan
bedak, menggosokkan alcohol setelah mandi dapat membantu mencegah terjadinya
infeksi kulit kaki akibat jamur7. Obat-obat anti-jamur dapat diberikan secara topikal
(dioles), ada pula yang tersedia dalam bentuk oral (obat minum). Jenis obat luar
(salep) seringkali digunakan jika lesi kulit tidak terlalu luas. Salep harus dioleskan
pada kulit yang telah bersih, setelah mandi atau sebelum tidur selama dua minggu,
meskipun lesinya telah hilang. Tanda dan gejala (seperti kemerahan, gatal, dan rasa
panas) dapat diobati dengan kombinasi steroid/krim anti jamur. Steroid tidak selalu
diberikan, hanya diberikan jika terdapat gejala inflamasi6.

Contoh obat yang dapat diberikan:


Obat topical8,23,24:
Golongan

Azol-imidazol

alilamin/benzil
amin
Anti jamur
topical lain
Tolnaftat

Nama Obat

Dosis

Lama Pemakaian

clotrimazol krim 1%
ekonazol krim 1%
mikonazol krim 2%
Ketokonazol krim 2%
Bifonazole krim 1%
tiokonazol krim 1%
naftifin hydrochloride

2 kali sehari
2 kali sehari

2-4 minggu
2-4 minggu

2 kali sehari
1-2 kali sehari
1 kali sehari
2 kali sehari
1 kali sehari

2-4 minggu
4-6 minggu
3 minggu24
6 minggu
1 minggu

krim 1%
Terbinafin 1%
Haloprogin krim 1%

1-2 kali sehari

2 kali sehari

1-2 minggu24
2-4 minggu

Tolnaftat krim 1%

2-3 kali sehari

7-21 hari

Nama obat
Terbinafin

Dosis
250 mg/hari

Lama Pemakaian
2-4 minggu

Itraconazole
Fluconazole
Griseofulvin

400 mg/hari
200 mg/minggu
0,5 g/hari

1 minggu-1 bulan
4-8 minggu
4-6 bulan23

Obat Oral8,23:
Golongan
Anti jamur
golongan lain
Azol-imidazol
Griseofulvin

B. Lokasi Pendulangan Intan Desa Pumpung Kecamatan Cempaka Kota

Banjarbaru Kalimantan Selatan


Secara geografis, Kecamatan Cempaka berada di bagian tenggara kota Banjarbaru,
berbatasan dengan Kecamatan Banjarbaru Selatan di sebelah Utara, sebelah Selatan
dengan dengan Kabupaten Tanah Laut sebelah Timur Kabupaten Banjar, sedangkan
sebelah Barat dengan Kecamatan Liang Anggang1.
Berdasarkan letak astronomis KecamatanCempaka terletak 3o270 Lintang Selatan
dan 114o450 Bujur Timur. (Statistis Daerah Kecamatan Cempaka 2014).

Ke
camatan Cempaka adalah kawasan penambangan intan dan emas yang terletak 47 km
dari Kota Banjarmasin dan 7 km dari Kota Banjarbaru. Di tempat ini pengunjung
dapat melihat langsung bagaimana para pekerja mencari Intan atau Emas di lobanglobang penuh galian dan penuh lumpur1.
Kecamatan Cempaka kota Banjarbaru, didominasi oleh karakteristik geografis
dataran tinggi dengan rata-rata ketinggian topografi antara 50 sampai 150 meter di

atas permukaan laut (Pusat Statistik Provinsi Kalimatan Selatan: 1993 ). Sehingga
praktis, kawasan pendulangan intan, di Pumpung atau Ujung Murung misalnya, juga
dikelilingi oleh bukit-bukit yang menyembul1.
Kawasan pendulangan intan tradisional di Kecamatan Cempaka, paling banyak
tersebar di Kelurahan Sungai Tiung. Kelurahan seluas 21,50 Km2 dengan jumlah
kepadatan 306 jiwa per Km2, ini memiliki dua kawasan pendulangan intan tradisional
yang telah dikenal di mata dunia, yaitu Desa Pumpung. Desa Pumpung, terkenal
karena temuan intan sebesar telur ayam dengan berat 166,7 kerat, pada 30-an tahun
silam. Belakangan intan tersebut dinamai Trisakti1.
C. Kerangka Konsep
Variabel Independen

Variabel Dependen

Lama bekerja

Tinea Pedis

Variable Tergantung
Usia
jenis kelamin
pendidikan
APD
PHBS
Kebersihan
lingkungan kerja

D. Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat di rumuskan hipotesis sebagai berikut:
Ho: tidak ada hubungan lama bekerja dengan kejadian Tinea pedis dikalangan pekerja
pendulang intan tradisional di Desa Pumpung Kecamatan Cempaka Kota
Banjarbaru Kalimantan Selatan
Ha: ada hubungan lama bekerja dengan kejadian Tinea pedis dikalangan pekerja
pendulang intan tradisional di Desa Pumpung Kecamatan Cempaka Kota
Banjarbaru Kalimantan Selatan

DAFTAR PUSTAKA
1. Badan pusat statistic kota banjarbaru. 2014. Statistic Daerah Kecamatan Cempaka.
Banjarbaru. http://banjarbarukota.bps.go.id
2. Djuanda, Adhi dkk,. 2013. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
3. Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffel D, Wolff K. Fitzpatrick's dermatology
in general medicine. USA: Mc Graw-Hill Companies; 2012
4. Geographer, eni. 2012. Penambangan Intan Kecamatan Cempaka Kalsel.
http://egeografer.blogspot.com
5. Carlo CJ, Mac Williams Bowe P. 2012. Tinea Pedis (Athletes foot). Available at :
http://www.bhchp.org
6. Claire J. Carlo, MD, Patricia MacWilliams Bowe, RN, MS. 2012. Tinea pedis, also
called athletes foot, is a fungal infection of the foot that is very common among
homeless populations. Fungi are plant-like organisms that live as parasites or
saprophytes (organisms that rely on dead tissue for their nutrition). The health care of
homeless person
7. Nester, Anderson, Roberts. 2012. Microbiology a human perspective. Edisi 7. McGrawHill Internasional Edition
8. Mandell, Douglas & Bennetts. 2010. Principle and practice of Infectious disease.
Churchill Livingstone
9. Jawetz, Melnick & Adelbergs. 2010. Medical microbiology. Edisi 25. McGraw-Hill
Medical
10. Lawrence, Sarah, Marcia, Jennifer. 2010. Manual of gender dermatology. Jones &
Bartlett Learning
11. Micheal, Jonathan, Kashif. 2010. Essential dermatology for chiropractor. Jones &
Bartlett Learning
12. Kelly Cowan, Marjorie. 2014. Microbiology: A system approach. Edisi 4. McGraw Hill
Higher Education
13. Courtney, MR. 2014. Tinea pedis. www.emedicine.com
14. Ali naseri, Muhammad Javad, Hojjatollah. 2013. Survillance of dermatophytosis in
northeast of Iran (Mashhad) and review of published studies. Journal of Mycopathologia
15. Richardson MD, Warnock DK. 2012 Fungal infection: diagnosis and management UK.
Edisi 4. Oxford: Wiley

16. Nweze E. 2010. Dermatophytosis in Western Africa: a review. Pak J Biol Sci.
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed
17. Ameen M. 2010. Epidemiology of superficial fungal infections. Clin Dermatol.
www.sciencedirect.com/science/article
18. Sabadin CS, Fontoura MMC, Saggin LMF, Fischman Olga. 2010. Onychomycosis and
Tinea pedis in althletes from the state of rio grande do sul (Brazil): a cross-sectional
study. Mycopathologia
19. Zhan Ping, Jiang Qing. 2013. The epidemiologi of Tinea mannum in Nanchang area,
South China. Mycopathologi
20. Zhan P, Ge YP, Lu XL, She XD, Li ZH, Liu WD. 2010. A casecontrol analysis and
laboratory study of the two feet-one hand syndrome in two dermatology hospitals in
China. Clin Exp Dermatol.
21. Brasch J. 2010. Pathogenesis of tinea. J Dtsch Dermatol Ges
22. Achterman, RR. 2012. A foot in the door for dermatophyte research. PLoS Pathogens
www.plospathogens.org
23. Setiabudy rianto, bahroelim bahry. 2012. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: FKUI
24. MIMS edisi bahasa Indonesia. Volume 13. 2012. PT. Buana Ilmu Populer (Gramedia)

Anda mungkin juga menyukai