Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penulisan
Kesehatan gigi merupakan suatu masalah yang selayaknya mendapatkan
perhatian dalam porsi besar, sampai saat ini masalah kesehatan gigi maasih banyak
ditemukan seperti misalnya kasus karies gigi, karena prevalensinya cukup tinggi dalam
ilmu Kedokteran Gigi di Indonesia. Berdasarkan hasil studi morbiditas Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)-Survey Kesehatan Nasional (SURKENAS) tahun 2004
menyebutkan bahwa prevalensi penyakit gigi di Indonesia adalah 90,05 %. Hal ini
merupakan salah satu bukti tidak terawatnya kondisi gigi dan mulut masyarakat
Indonesia. Namun masyarakat di Indonesia masih belum mempertimbangkan kesehatan
gigi dan mulutnya. Terbukti dari separuh masyarakat Indonesia berusia 10 tahun
mengidap masalah gangguan gigi dan mulut yang masih banyak belum teratasi
(Soemariyah, 2010).
Kesehatan gigi sangat berkaitan erat dengan keutuhan serta kesehatan jaringan
pendukungnya. Jaringan pendukung gigi (jaringan periodontal) yang terdiri dari
gingiva (gusi), sementum, ligamen periodontal serta tulang alveolar merupakan struktur
yang menjaga gigi terlindung serta terfiksasi pada tempatnya. Namun demikian,
jaringan periodontal justru dapat menjadi media bagi transmisi penyakit-penyakit
infeksi rongga mulut, bahkan kerusakan jaringan periodontal sendiri dapat menjadi
faktor predisposisi bagi gangguan kesehatan gigi (Simarmata, 2008).
Infeksi dapat mengenai dentin dan pulpa melalui sulcus gingiva maupun
sirkulasi apikal yang berasal dari ligamen periodontal. Infeksi maupun tekanan kunyah
dapat menyebabkan tulang alveolar turun sampai dibawah hubungan sementumenamel, yang akan diikuti oleh resesi gingiva dan terbentuk poket. Keberadaan poket
ini meningkatkan potensi stagnasi bakteri pada kalkulus yang berakhir dengan
gingivitis atau karies. Dengan demikian menjaga keutuhan dan kesehatan struktur
pendukung gigi adalah sama pentingnya dengan perawatan gigi itu sendiri (Simarmata,
2008).
Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa sesungguhnya pengetahuan
mendalam tentang struktur anatomi jaringan periodontal dalam mendukung kesehatan
gigi sangat diperlukan terutama bagi tenaga kesehatan gigi, hal ini disebabkan oleh
adanya fungsi penting dari struktur tersebut terhadap kelangsungan gigi-geligi. Maka
penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai anatomi serta fungsi jaringan
periodontal dalam sistem stomatognasi terutama dalam kepentingannya di dunia
kedokteran gigi praktis.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah struktur anatomi dan histologi dari jaringan pendukung gigi?
2. Bagaimanakah fungsi dari jaringan pendukung gigi dalam sistem stomatognasi?
3. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui struktur anatomi dan histologi dari jaringan pendukung gigi.
2. Mengetahui fungsi dari jaringan pendukung gigi dalam sistem stomatognasi
BAB II
TINJAUAN PUTAKA
daerah stagnasi bakteri yang paling persisten dan strukturnya menyebabkan daerah ini
sangat peka. Di daerah inilah biasanya timbul lesi awal pada gingivitis(Carranza, 2006).
2.2.2 Struktur Mikroskopik Gingiva
a. Epitel gingiva
Sel epitel gingiva bersifat aktif secara metabolik dan dapat bereaksi terhadap rangsangan
eksternal dengan mensintesis sejumlah sitokin, molekul adhesi, faktor pertumbuhan, dan
enzim. Sel epitel juga bereaksi terhadap bakteri dengan meningkatkan proliferasi,
perubahan signal sel, perubahan dalam diferensiasi, dan kematian sel yang merubah
homeostasis jaringan. Guna mempertahankan integritas fungsional jaringan gingiva dari
infeksi bakteri, epitel gingiva dapat menebal dengan cara menambah kecepatan pembelahan
selnya atau disebut keratinisasi. Keratin mempunyai insolubilitas yang tinggi dan resisten
terhadap enzim. Terdapat cornified envelope (CE) pada setiap sel yang mengalami
keratinisasi, CE memiliki ketebalan 15 nm, tersusun dari ikatan silang protein dan lipid
yang bertemu saat diferensiasi terminal. Gabungan protein-lipid dalam struktur CE
menggantikan membrane plasma dan integritasnya sangat vital dalam fungsi pertahanan
(Carranza, 2006).
Gusi memiliki lapisan epitel yang merupakan epitel skuama berlapis (stratified squamous
epithelium) dinamakan lamina propria. Bagian tengah berupa jaringan ikat, yang dinamakan
lamina propria (Carranza, 2006).
Image Image
Berdasarkan aspek morfologis dan fungsionalnya dibedakan atas tiga bagian, epitel oral/
luar (oral/outer epithelium), epitel sulkular/krevikular (sulcular/crevicular epithelium),
epitel penyatu/jungsional (junctional ephitelium) (Carranza, 2006).
Fungsi utama epitel gingival adalah melindungi struktur yang berada dibawahnya, serta
memungkinkan terjadinya perubahan selektif dengan lingkungan oral. Perubahan tersebut
dimungkinkan oleh adanya proses proliferasi dan diferensiasi(Carranza, 2006).
Epitel gingiva disatukan ke jaringan ikat oleh lamina basal. Lamina basal terdiri atas lamina
lamina basal. Lamina basal terdiri atas lamina lamina basal. Lamina basal terdiri atas
lamina lusida dan lamina densa. Hemidesmosom dari sel-sel epitel basal mengikat lamina
lusida. Komposisi utama dari lamina lusida adalah laminin glikoprotein, sedangkan lamina
densa adalah berupa kolagen tipe IV. Lamina basal berhubungan dengan fibril-fibril
jaringan ikat dengan bantuan fibril-fibril penjangkar (anchoring fibrils) (Carranza, 2006).
Epitel oral. Epitel oral merupakan epitel skuama berlapis yang berkeratin (keratinized) atau
berparakeratin (parakeratinized) yang membalut permukaan vestibular dan oral gingiva.
Meluas dari batas mukogingival ke krista tepi gingiva (crest gingival margin), kecuali pada
permukaan palatal dimana epitel ini menyatu dengan epitel palatum. Lamina basal yang
menyatukan epitel gingiva ke jaringan ikat gingiva bersifat permeabel terhadap cairan,
namun dapat menjadi penghalang bagi bahan partikel tertentu. Mempunyai rete peg yang
menonjol ke arah lamina propria. (Carranza, 2006).
Image Image
Epitel sulkular. Epitel sulkular mendindingi sulkus gingiva dan menghadap ke permukaan
gigi tanpa melekat padanya. Epitel ini merupakan epitel skuama berlapis yang tipis,tidak
berkeratin, tanpa rete peg dan perluasannya mulai dari batas koronal epitel penyatu sampai
ke krista tepi gingival. Selain itu juga memiliki peran penting karena bertindak sebagai
membran semipermeabel yang dapat dirembesi oleh produk bakteri masuk ke gingiva, dan
oleh cairan gingiva yang keluar ke sulkus gingival. (Carranza, 2006).
Epitel penyatu. Epitel penyatu membentuk perlekatan antara gingiva dengan permukaan gigi
dan berupa epitel skuama berlapis tidak berkeratin. Pada usia muda epitel penyatu terdiri
atas 3 4 lapis, namun dengan bertambahnya usia lapisan epitelnya bertambah menjadi 10
20 lapis melekat ke permukaan gigi dengan bantuan lamina basal.panjang epitel penyatu
ini bervariasi antara 0,25 1,35 mm merentang dari dasar sulkus gingiva sampai 1,0 mm
koronal dari batas semento-enamel pada gigi yang belum mengalami resesi (Carranza,
2006).
Bila gigi telah mengalami resesi, epitel penyatu berada pada sementum. Karena
perlekatannya ke permukaan gigi, epitel penyatu dan serat-serat gingiva dianggap sebagai
suatu unit fungsional yang dinamakan unit dentogingival (Carranza, 2006).
Pembaharuan gingiva . Epitel oral memgalami pembaharuan secara terus menerus.
Ketebalan epitel terpelihara oleh adanya keseimbangan antara pembentukan sel baru pada
lapisan basal dan lapisan spinosa dengan pengelupasan sel-sel tua pada permukaan. Laju
aktivitas mitotik tersebut paling tinggi pada pagi hari dan paling rendah pada sore hari
(Carranza, 2006).
b. Sulcus Gingiva
Sulkus ginggiva merupakan suatu celah dangkal disekeliling gigi dengan dinding sebelah
dalam adalah permukaan gigi dan dinding sebelah luar adalah epitel sebelah dalam dari
gingiva bebas. Sulkus ini membetuk seperti huruf V, dan kedalamnya dapat diselipkan alat
prob periodontal dalam keadaan yang sangat normal dan bebas kuman (eksperimental)
kedalamannya bisa 0 atau mendekati 0, namun secara klinis biasanya dijumpai sulkus
gingiva.
Dengan kedalaman tertentu. Secara histologis kedalamannya adalah 1,5 1,8 mm.
Kedalaman klinis diukur dengan alat prob (dinamakan kedalaman probing) adalah 2,0 3,0
mm.
c. Cairan sulcus gingiva
Cairan sulkus gingiva (CSG) adalah suatu produk filtrasi fisiologis dari pembuluh darah
yang termodifikasi. Cairan sulkus gingiva dapat berasal dari jaringan gingiva yang sehat.
Cairan sulkus gingiva berasal dari serum darah yang terdapat dalam sulkus gingiva baik
gingiva dalam keadaan sehat maupun meradang. Pada CSG dari gingival yang meradang
jumlah polimorfonuklear leukosit, makrofag, limfosit, monosit, ion elektrolit, protein plasma
dan endotoksin bakteri bertambah banyak, sedangkan jumlah urea menurun. Komponen
seluler dan humoral dari darah dapat melewati epitel perlekatan yang terdapat pada celah
gusi dalam bentuk CSG. Pada keadaan normal, CSG yang banyak mengandung leukosit ini
akan melewati epitel perlekatan menuju ke permukaan gigi. Aliran cairan ini akan
meningkat bila terjadi gingivitis atau periodontitis. Cairan sulkus gingiva bersifat alkali
sehingga dapat mencegah terjadinya karies pada permukaan enamel dan sementum yang
halus. Keadaan ini menunjang netralisasi asam yang dapat ditemukan dalam proses karies
di area tepi gingiva. Cairan sulkus gingiva juga dapat digunakan sebagai indikator untuk
menilai keadaan jaringan periodontal secara objektif sebab aliran CSG sudah lebih banyak
sebelum terlihatnya perubahan klinis radang gingiva bila dibandingkan dengan keadaan
normal (Carranza, 2006).
menjadi arteri gigi dan arteri interalveolar. Pada gigi-gigi belakang juga bercabang
menjadi arteri interadikular. Arteri gigi masuk ke dasar kripta tulang ,dan sebelum
menembus foramen apikal, bercabang menjadi arteriola dan kapiler-kapiler untuk
membentuk suatu anyaman (pleksus) yang mensuplai daerah apikal ligamen
periodontal (Grossman, 1995) .
Arteri interalveolar bercabang dari arteri alveolar dari sebelah koronal melintas
tulang kanselus dinding lateral kripta tulang; cabang-cabang lateralnya, disebut arteri
perforating, masuk melalui plat kribriform ke dalam ligamen periodontal lateral. Ateri
menjadi arteriola dan kapiler-kapiler membentuk anyaman yang subur. Pleksus arterial
gigi dan interal veolar lebih mencolok pada sisi tulang ligamen karena aktifitas
mengubah bentuk tulang yang konstan. Arteri interal veolar keluar melalui krista
presassus alveolar dan membentuk cabang-cabang gingival. Cabang-cabang gingival
ini mensuplai gingiva dan bagian koronal ligamen peridontal (Grossman, 1995) .
Gigi-gigi posterior juga mempunyai arteri interadikular yang melintas tulang
kanselus sementum interadikular. Arteri-arteri ini membentuk cabang yang mensuplai
ligamen periodontal pada furkasi akar (Grossman, 1995) .
Vena intrdental, vena interadikular dan vena gigi mengalir ke dalam vena
alveolar. Juga dijumpai anyaman pembuluh limfatik yang mengikuti drainase vena ke
dalam saluran limfe alveolar (Grossman, 1995) .
Pembuluh darah ligamen periodontal memberikan dua fungsi penting: fungsi
nutritif bagi sel-sel ligamen periodontal; dan fungsi protektif. Anasmotisis arteri-vena
dan struktur menyerupai gromeruli antara arteri dan vena dijumpai pada vaskulatur
peridontal dan mengatur tekanan darah dan tekanan jaringan; disamping itu
memberikan mekanisme hidrolik untuk menyokong gigi waktu berfungsi (Grossman,
1995).
Inervasi
Saraf alveolar yang dimulai pada saraf trigeminal, menginervasi ligamen
peridontal dan dibagi dalam saraf peridontal mendaki (ascending) atau saraf gigi, saraf
interalveola dan saraf intraradikular. Saraf ligamen periodontal, seperti pada jaringan
konektif lainnya, mengikuti distribusi arteri. Cabang cabang alveolar menginervasi
daerah apikal, cabang interalveolar menginervasi ligamen peridontal lateral, dan
cabang-cabang saraf interadikular menginervasi ligamen periodontal furkasi gigi
posterior (Grossman, 1995) .
Saraf berakhir sebagai serabut dengan diameter kecil atau besar. Serabut
berdiameter kecil, baik yang bermielin atapun yang tidak bermielin, berakhir sebagai
ujung bebas pada ruang interstisial dan berhubungan dengan rasa sakit. Serabut
berdiameter besar bermielin, berakhir sebagai ujung khusus berupa tombol atau
kumparan dekat serabut utama ligamen peridontal, dan merupakan mekanoseptor yang
berhubungan dengan sentuhan, tekanan dan propriosepsi (Grossman, 1995) .
Saraf simpapetik mengikuti pembuluh darah arterial dalam ligamen periodontal.
Saraf-saraf itu berhubungan dengan kontrol vasomotor aliran darah di dalam arteri dan
kapiler (Grossman, 1995) .
Ujung saraf ligamen peridontal memungkinkan seseorang merasakan sakit,
sentuhan, tekanan, propriosepsi. Propiosepsi, yang memberikan informasi pada
gerakan dan posisi dalam ruang, memungkinkan seseorang merasakan kekuatan yang
diberikan pada gigi-gigi, gerakan gigi dan tempat benda asing pada atau diantara
permukaan gigi. Rasa propioseptif ini dapat menggerakkan mekanisme refleks protektif
yang membuka rahang bawah untuk mencegah injuri pada gigi atau ligamen
periodontal bila seseorang menggigit suatu benda keras. Propiosepsi memungkinkan
lokalisasi daerah inflamasi pada ligamen periodontal. Reaksi inflamasi semacam itu
pada ligamen peridontal dapat diketahui dengan ujian perkusi dan palpasi (Grossman,
1995).
Sel-sel Ligamen Periodontal
Sel-sel aktif ligamen periodontal adalah fibroblas, osteoblas, dan sementoblas.
Fibroblas adalah sel-sel membentuk kumparan dengan nuklei oval dan prosesus
sitoplasmik yang panjang. Biasanya sejajar dengan serabut kolagen, dengan
prosesusnya terbungkus di sekitar bundel serabut. Fibroblas mensintesis kolagen dan
matriks dan terlibat dalam degradasi kolagen untuk pengubahan bentuknya. Hasilnya
adalah suatu pengubahan bentuk serabut utama yang konstan dan pemeliharaan suatu
ligamen periodontal yang sehat. Karena fungsi yang penting ini, maka fibroblas
merupakn sel-sel ligamen periodontal yang paling penting (Grossman, 1995) .
Osteoblas atau sel pembentuk tulang ditemukan di pinggir ligamen periodontal
melapisi soket tulang. Biasanya terlihat dalam berbagai tingkat diferensiasi. Dalam
keadaan aktif berbentuk kuboidal dan dapat menimbun suatu lapisan materiks, disebut
osteoid diantaranya dan tulang dewasa. Bila tidak aktif kelihatan seperti sel gepeng
dan dapat menyerupai fibroblas. Fungsi osteoblas adalah deposisi kolagen dan matriks
yang ditumpuk pada permukaan tulang dimana terikat serabut sharpey. Kalsifikasi
osteoid menjangkar serabut-serabut Sharpey. Pengubahan bentuk tulang yang konstan
memberikan perubahan ikatan ligamen periodontal pada tulang yang terus menerus
(Grossman, 1995) .
Osteoklas atau sel peresorpsi-tulang ditemukan di pinggir tulang pada masa
pengubahan bentuk tulang. Osteoklas adalah sel bernuklei banyak dengan batas suatu
kerut atau garis-garis ke arah daerah resorpsi tulang. Bila osteoklas mengalami
demeneralisasi dan menghancurkan matriks maka akan terbentuk daerah berlubang
lubang pada tulang yang disebut Lakuna Howship (Grossman, 1995) .
Sementoblas sebagai yang dibicarakan sebelumnya terletak di garis pinggir
ligamen peridontal berhadapan dengan sementum. Sementoblas dengan prosesus
sitoplasmik, terlihat kuboidal bila pada suatu lapisan tunggal, atau skuamus bila pada
lapisan multipel. Fungsinya adalah menimbun suatu matrik terdiri dari fibril kolagen
dan substansi dasar yang disebut sementoid. Sementoid ditemukan diantara sementum
yang mengapur dan lapisan sementoblas yang menebal pada masa aktifitas. Serabut
ligamen periodontal ditemukan diantara sementoblas dan terjebak di dalam sementoid.
Bila sementoid mengapur, serabut ligamen periodontal terkait di dalam sementum yang
baru terbentuk dan disebut serabut sharpey, sama seperti terkaitnya serabut
periodontal dalam tulang. Sementoid mungkin melindungi sementum terhadap erosi
(Grossman, 1995) .
Sementoklas, atau sel yang meresorpsi sementum, tidak ditemukan pada
ligamen peiodontal normal.karena umumnya sementum tidak mengubah bentuk dan
hanya ditemukan pada pasien dengan kondisi patologik tertentu (Grossman, 1995) .
Sel-sel lain yang terdapat pada ligamen periodontal normal adalah sisa-sisa
sel epitelial Malasses, sel-sel mesenkimal tidak berkembang, sel mast dan makrofag.
Sisa-sisa sel epitelial Malasses adalah sisa selubung akar epitelial Hertwig. Sel-sel ini
berlokasi pada sisi sementum ligamen periodontal. Fungsinya tidak diketahui teteapi
dapat berkembang biak untuk membentuk kista pada stimulinoksius (Grossman, 1995) .
Sel Massenkimal yang tidak berkembang biasanya adalah sel stelat dengan
nuklei besar yang terlek dekat dengan pembuluh darah. Sel ini mungkin berkembang
menjadi fibroblas, odontoblas atau sementoblas (Grossman, 1995) .
Sel-sel mast, ditemukan dekat pembuluh darah adalah sel-sel besar, bulat/oval
dengan nuklei bulat yang terletak di tengah. Sitoplasmanya mempunyai banyak granula
merah yang dapat mengaburkan nuklei. Granula ini mengandung heparin, koagulan
darah dan histamin yang dapat menuingkatkan permeabilitas kapiler. Histamin, yang
dilepaskan melalui degranelasi sel mast yang disebabkan oleh reaksi inflamasi akut,
mengerutkan sel endotelial pada dinding pembuluh yang menghasilkan ruang
interselulair dan permeabilitas vaskular (Grossman, 1995) .
Makrofag juga dijumpai di dekat pembuluh darah. Dalam bentuknya, makrofag
menyerupai fibroblast, tetapi dengan prosesus yang lebih pendek dan kecil dan nuclei
yang berwarna agak gelap. Fungsinya adalah memfagositosis debris selular dan benda
asing. Makrofag mempunyai vakuola digestif berisi enzim lisosomal yang memproses
bahan yang dimakan (Grossman, 1995) .
Kalsifikasi
Sementikel dapat ditemukan di dalam ligament periondontal. Kalsifikasi ini
terikat pada sementum, tertanam didalamnya, atau bebas dalam ligament periodontal
dekat dengan batas sementum. Sel epithelial mungkin membentuk nodus untuk
kalsifikasi ini (Grossman, 1995) .
Penyakit pulpa bermanifestasi pada ligament periodontal. Reaksi inflamasi
berkisar dari abses sampai granuloma dan kista, dan dapat merusak dan mengganti
ligament periodontal (Grossman, 1995) .
Fungsi Ligamen Periodontal
Fungsi fisikal, yaitu sebagai penghantar tekanan oklusal ke tulang alveolar,
mencekatkan gigi ke tulang alveolar mempertahankan hubungan jaringan gingival ke
gigi dan menahan tekanan oklusal pada gigi untuk melindungi pembuluh darah, saraf
dan tekanan mekanis(Grossman, 1995) ..
Fungsi formatif, berperan dalam pembentukan dan resorpsi dari struktur
jaringan pendukung gigi (Grossman, 1995) .
Fungsi nutrisi dan sensori, yaitu untuk memasok nutrient ke sementum, tulang
alveolar dan gingival melalui pembuluh darah oleh ligament periodontal. Persyarafan
ligament periodontal memiliki sensitivitas yang dapat mendeteksi dan melokalisir
tekanan eksternal terhadap gigi (Grossman, 1995) .
2.5 Tulang Alveolar
Prosesus alveolar dibagi menjadi tulang alveolar yang sebenarnya dan tulang
alveolar pendukung.
Tulang Alveolar Sebenarnya
Tulang alveolar yang sebenarnya adalah tulang yang membatasi alveolus atau
soket tulang yang berisi akar gigi. Tulang alveolar sebenarnya adalah bagian dari
jaringan periradikular. Pembentukannya dimulai oleh osifikasi intra-membran pada
tingkat awal pembentukan akar. Osteoblas pada tepi ligament periodontal menumpuk
suatu matriks organic yang disebut osteoid, yang terdiri dari fibril kolagen dan
substansi dasar yang terdiri dari fibril kolagen dan substansi dasar yang terdiri dari
glikoprotein, fosfoprotein, lipid dan proteoglikan. Pada waktu ostetoblas menumpuk
matriks, beberapa terjebak di dalamnya; sel-sel ini disebut osteosit. Matriks mengapur
karena deposisi kristal hidroksiapatit yang terutama terdiri dari kalsium dan fosfat
(Grossman, 1995) .
Osteosit dalam tulang yang mengapur terletak dalam ruang oval yang disebut
lakuna, yang saling berhubungan dengan melalui kanalikuli. Sistem kanal ini membawa
nutrient ke dalam osteoid dan membuang hasil metaboliknya yang tidak berguna.
Tulang yang ditimbun bagian demi bagian selama aktivitas osteoblastik membentuk
lembaran-lembaran tulang yang disebut lamella. Masa istirahat dibatasi oleh garisgaris gelap yang disebut garis-garis istirahat, yang berjalan sejajar dengan permukaan
tulang. Osteosit di dalam lakunya disebarkan secara rata pada seluruh permukaan
lamela. Lamela, garis-garis istirahat, lakuna dengan osteositnya, dan kanalikuli
memberikan tulang sifat histologiknya (Grossman, 1995) .
Tulang alveolar yang sebenarnya terdiri dari bundel tulang di tepi alveoli dan
tulang yang berlamela ke daeah pusat prosesus alveolar. Tulang disebelah tepi disebut
bundel tulang karena serabut Sharpey ligament periodontal tertanam didalamnya.
Karena serabut Sharpey di sebelah tepi dapat mengapur dan karena lamela hampir tidak
jelas, tulang ini tebal dan mempunyai penampilan yang lebih radiopak dalam radiograf
daripada tulang kanselus atau ruang ligament periodontal. Gambaran radiogfrafik
tulang alveolar sebenarnya disebut lamina dura (Grossman, 1995) .
Tulang alveolar yang sebenarnya dapat juga dianggap sebagai plat kribriform.
Istilah ini timbul karena banyaknya foramina yang melubangi tulang. Foramina ini berisi
pembuluh darah dan saraf yang mensuplai gigi-gigi, ligament periodontal dan tulang
(Grossman, 1995) .
Tulang Alveolar Pendukung
Berdekatan dengan tulang alveolar yang sebenarnya terdapat suatu diploe
tulang kanselus ditutup oleh dua lamina eksterna tulang padat. Salah satu dari lamina
eksterna tulang padat adalah disebelah vestibular, dan yang lain adalah di sebelah
lingual atau palatal. Tulang kanselus terdiri dari tulang yang berlamela tersusun dalam
cabang-cabang disebut trabekula. Diantara trabekula terdapat ruang meduler, terisi
dengan sumsum. Sumsum dapat seperti lemak atau hematopoitik. Pada orang dewasa,
sumsum pada rahang bawah dan rahang atas biasanya berlemak, tetapi jaringan
hematopoitik ditemukan pada tempat tertentu misalnya seperti tubersositas rahang
bawah dan rahang atas biasanya berlemak, tetapi jaringan hematopoitik ditemukan
pada tempat tertentu misalnya seperti tuberositas rahang atas, daerah periradikular gigi
molar rahang atas dan rahang bawah, dan daerah periradikular gigi premolar. Ruang
sumsum hematopoitik kelihatan radiolusen pada radiograf (Grossman, 1995) .
Dalam tulang kanselus juga dijumpai kanal nutrient. Kanal-kanal ini berisi
pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf. Kanal biasanya berakhir pada krista alveolar pada
foramina kecil-kecil dan dengan melalui foramina tersebut pembuluh dan saraf masuk
ke dalam gingiva (Grossman, 1995) .
Jumlah tulang kanselus bervariasi di antara daerah rahang atas dan rahang
bawah dan tergantung pada lebar prosesus alveolar serta ukuran dan bentuk akar gigi
(Grossman, 1995) .
Tulang kortikal (padat) menutupi tulang kanselus dan dibentuk oleh tulang
berlamela. Tulang berlamela ini mempunyai lakuna yang tersusun dalam lingkaran
konsentrik lakuna yang tersusun dalam lingkaran konsentrik disekeliling kanal sentral
yang disebut sistem Havers. Tulang kortikal bergabung dengan tulang alveolar yang
sebenarnya untuk membentuk Krista alveolar di sekeliling leher gigi (Grossman, 1995) .
Tulang digunakan sebagai reservoir kalsium badan. Badan, dibawah kontrol
hormonal, mengatur dan memelihara metabolisme kalsium. Untuk itu, terjadi
pengubahan tulang secara fisiologik dan konstan oleh aktivitas osteoklastik dan
osteoblastik. Aktivitas ini dapat lebih mudah dilihat pada trabekula. Pola trabekular
secara konstan diubah sebagai reaksi terhadap tekanan oklusal. Pada trabekula
didapati garis-garis istirahat, yang merupakan ciri masa aktivitas osteoblastik, dan
garis resorptif, yang merupakan ciri masa aktivitas osteoklastik. Garis-garis istirahat
mempunyai ciri garis-garis resorpsi tepinya belekuk-lekuk (scalloped) dan mengarah
pada daerah resorpsi yang dikenal sebagai lakuna Howship (Grossman, 1995) .
Penyakit pulpa dapat mempengaruhi jaringan daerah periradikular. Perubahan
radang akut pada ligament periodontal yang dimulai dalam pulpa menyebabkan
ekstrusi gigi. Perubahan radang kronis yang berasal dari pulpa pada ligamen
periodontal dapat menyebabkan resopsi lamina dura, resorpsi akar eksternal, daerah
resopsi tulang, atau daerah pemadatan tulang. Penyakit sistemik dapat juga
menyebabkan perubahan tulang pada daerah peradikular (Grossman, 1995) .