Anda di halaman 1dari 4

Journal Reading

Long-term Effects of Therapy with Ranibizumab on


Diabetic Retinopathy Severity and Baseline Risk
Factors for Worsening Retinopathy

Dipresentasikan oleh :
Alvin Hadisaputra
NIM. 1408465584

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2015

Resume Jurnal
Judul Jurnal

Efek Jangka Panjang dari Terapi Ranibizumab pada


Keparahan Diabetic Retinopathy dan Baseline Risk

Tujuan

Factors untuk Perburukan Retinopati


Untuk menilai efek dari pemberian

Ranibizumab

intravitreal hingga 3 tahun pada keparahan Diabetic


Retinopathy (DR), mengevaluasi efek dari penundaan
pemberian terapi Ranibizumab terhadap keparahan DR,
dan mengetahui karakteristik dasar dari pasien yang
berhubungan dengan perkembangan proliferative DR
Desain

(PDR)
Analisis eksploratif dari phase III, randomized, double-

Peserta

masked, sham-controlled multicenter clinical trial


Orang dewasa dengan Diabetic Macular Edema (DME)
(N=759),

baseline

tajam

penglihatan

terbaik

yang

terkoreksi 20/40 sampai 20/320 Snellen Equivalent, dan


Metodologi

ketebalan fovea sentral 275 um


Pasien diberi injeksi Ranibizumab atau Sham 0.3 atau 0.5
mg secara acak setiap bulan. Peserta dengan injeksi Sham
dapat beralih ke Ranibizumab 0.5 mg saat tahun ketiga
(sham/0.5 mg crossover). Faktor resiko dasar dievaluasi
untuk mengetahui hubungan terhadap kejadian PDR.
Waktu awal dari terjadinya PDR dianalisis menggunakan
metode Kaplan-Meier untuk menghitung probabilitas

Penilaian Keluaran Utama

kumulatif dari setiap grup.


Perubahan pada mata yang diteliti menggunakan skala
keparahan Early Treatment Diabetic Retinopathy Study dan
keluaran yang mengarah pada PDR berdasarkan perubahan
yang

Hasil

tampak secara fotografi disertai klinis

yang

mendukung ke arah PDR.


Pada bulan ke 36, sebagian besar mata yang diberi
Ranibizumab mempunyai 2 atau 3 langkah perbaikan
dari DR dibandingkan dengan yang diberi sham/0.5 mg.

Perbaikan 3 dicapai dalam 36 bulan dengan 3.3%, 15.0%,


dan 13.2% dari sham 0.5mg, 0.3mg, dan 0.5mg
Ranibizumab (P<0.0001). Selama 36 bulan, 39.1% mata
dengan sham/0.5mg menderita PDR dinilai dari keluaran,
dibandingkan dengan 18.3% dan 17.1% mata yang diterapi
menggunakan 0.3 atau 0.5 mg ranibizumab. Munculnya
macular capillary nonperfusion pada baseline nampaknya
berhubungan dengan perkembangan PDR pada mata yang
diterapi dengan Ranibizumab namun tidak mempengaruhi
perbaikan tajam penglihatan secara bermakna pada mata
Kesimpulan

dengan DME setelah terapi Ranibizumab.


Ranibizumab, yang diberikan pada pasien dengan DME
selama 12-36 bulan pada studi ini, dapat menurunkan
keparahan DR dan mencegah perburukan. Penundaan
terapi

ranibizumab

dapat

membatasi

efek

tersebut.

Walaupun jarang, PDR masih dapat terjadi walaupun sudah


diterapi dengan anti-vascular endothelial growth factor
(VEGF) dan ini mungkin berkaitan dengan macular
Rangkuman dan

nonperfusion.
Penelitian ini menunjukkan

Hasil Pembelajaran

perjalanan penyakit DR dapat dicapai dengan pemberian

bahwa modifikasi

dari

Ranibizumab intravitreal sebagai anti VEGF. Pemberian


ranibizumab disarankan sedini mungkin untuk mencapai
efek yang maksimal. Dalam peneilitian ini juga ditemukan
sekitar 10% dari sampel dengan terapi anti-VEGF tidak
efektif dalam mencegah terjadinya PDR. Ini mungkin
disebabkan oleh karena DR tidak hanya berurusan dengan
VEGF saja, namun faktor lain seperti growth factor
modulation (cth: insulin-like growth factors, angiopoietin),
aktivasi dari matrix metalloproteinase, dan berbagai respon
dari

proses

inflamasi,

maka

dalam

penelitian

ini

diramalkan akan adanya terapi lain di masa depan yang


menyasar mekanisme patofisiologis tersebut. Faktor resiko

utama dari perburukan menuju PDR adalah macular


nonperfusion, dan mata ini disarankan untuk diawasi secara
ketat dan diberikan terapi ranibizumab sedini mungkin.

Anda mungkin juga menyukai