Anda di halaman 1dari 39

RESPONSI

MORBUS HANSEN TIPE MULTI BASILER DENGAN CACAT


DERAJAT 1

Disusun oleh:
Annisa Pertiwi
G99141020

Pembimbing:
dr. Nurrachmat Mulianto, Sp.KK, M.Sc

KEPANITERAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN


KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
0

2015
STATUS RESPONSI
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing

: dr. Nurrachmat Mulianto, Sp.KK, M.Sc

Nama

: Annisa Pertiwi

NIM

: G99141020

MORBUS HANSEN
A.Definisi
Penyakit infeksi kronik granulomatosa dan sekuelnya, yang
disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang menyerang
saraf dan kulit.1
B.Sinonim
Lepra, morbus hansen. 2
C. Epidemiologi
Kusta merupakan penyakit infeksi yang saat ini masih
tinggi

prevalensinya

terutama

di

negara

berkembang,

merupakan penyakit bersifat endemik di seluruh dunia


kecuali

Antartika.

Masalah

epidemiologi

masih

belum

terpecahkan karena cara penularannya belum diketahui


dengan pasti, hanya berdasarkan anggapan yang klasik ialah
melalui kontak langsung antar kulit yang lama dan erat.
Anggapan kedua ialah secara inhalasi, sebab M. leprae masih
dapat hidup beberapa hari dalam droplet.2
Sejak tahun 1990an, prevalensi lepra turun sebanyak
90% disebabkan pasien menyelesaikan terapinya.1 Dari data

WHO menyatakan ada 220.000 kasus pada tahun 2006. Di


Indonesia terdapat 23.169 kasus pada tahun 2012, dengan
20,023 kasus baru pada tahun 2011, dan 173 kasus
diantaranya adalah jenis multi basiler. 9 WHO memiliki target
untuk

menghilangkan

Mycobacterium

leprae

di

dekade

berikutnya, meskipun saat ini masih ada banyak penderita


penyakit kusta.3
Kebanyakan pasien terinfeksi saat masih kecil dimana
penderita tinggal bersama penderita kusta. Penderita kusta
pada

anak-anak

baik

laki-laki

atau

perempuan

sama

besarnya, namun pada orang dewasa pria lebih sering


terkena kusta. Kebersihan yang kurang akan memperbesar
resiko transmisi dari Mycobacterium leprae. Kusta hanya
dapat

ditularkan

oleh

penderita

yang

fase

lepromatus

leprosi.2,3,13lepra pada anak (dibawah usia 15 tahun) masih


banyak di negara dengan endemik kusta. Secara global pada
tahun 2012 terdapat 21.349 kasus anak baru, 76,5 % berasal
dari regio asia tenggara.6
Penularan kusta saat ini masih belum diketahui secara
pasti hanya berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui
kontak langsung antar kulit yang lama dan erat. Anggapan
kedua adalah secara inhalasi, sebab Mycobacterium leprae
dapat bertahan hidup didalam droplet beberapa hari. Masa
tunas kusta sangat bervariasi antara 40 hari sampai 40
tahun, umumnya 3-5 tahun.4
Kusta bukan merupakan penyakit keturunan. Kuman
dapat ditemukan di kulit, folikel rambut, kelenjar keringat dan
air susu ibu, jarang didapat dalam urin. Sputum dapat banyak

mengandung Mycobacterium leprae yang berasal dari traktus


respiratorius atas. Tempat implantasi tidak selalu menjadi
tempat lesi pertama. Seperti yang dikatakan di atas penyakit
kusta dapat menyerang semua umur baik anak-anak maupun
dewasa. Di Indonesia penderita anak-anak di bawah umur 14
tahun, didapatkan 11,39% tetapi anak di bawah umur 1
tahun jarang sekali. Saat ini usaha pencatatan penderita
dibawah usia 1 tahun penting dilakukan untuk mencari
kemungkinan

ada

tidaknya

kusta

konginetal.

Frekuensi

tertinggi kusta terdapat pada orang dengan usia 25-35


tahun.4

D.Etiologi
Kuman

penyebabnya

adalah

Mycobacterium

leprae

ditemukan oleh G.A Hansen pada tahun 1873 yang sampai


sekarang belum dapat dibiakkan dalam media artifisial.
Mycobacterium leprae berbentuk batang dengan ukuran
1-8, lebar 0,2-0,5 biasanya berkelompok dan ada yang
tersebar satu-satu.2 M. leprae sebenarnya tidak toksik,
manifestasi klinis lepra diproduksi oleh respon host terhadap
M. leprae atau juga sebagai akumulasi jumlah bakteri yang
terlalu banyak sebagai tanda infiltrasi difus.1
Mycobacterium leprae merupakan suatu basil tahan asam
yang bersifat intraseluler obligat. Bakteri ini berkembang
dengan baik pada bagian tubuh yang suhunya lebih rendah
(dingin. Laki-laki lebih sering terkena daripada wanita. Hewan
perantara yang biasa menularkan penyakit Kusta antara lain
ditemukan dalam 3 spesies yaitu armadillos, simpanse dan
monyet mangabay.2

Pasien dapat diduga sebagai pauci basiler jika tidak


ditemukan basil tahan asam pada jaringan atau apusan, dan
menjadi multibasiler jika satu atau lebih basil tahan asam
ditemukan.1

Mycobacterium leprae
E. Patogenesis
Lipoprotein dinding sel, ligan untuk reseptor Toll-like 2/1
heterodimer memiliki kemungkinan memulai respon host
pertama kali terhadap M. leprae. Respon ini penting dalam
menentukan hasil interaksi host-parasit. Phenolic glicolipid I
adalah spesies-spesifik dan

imunogenik yang berasal dari

lapisan terluar pada basil, masuk ke sel saraf difasilitasi oleh


spesies-spesifik trisakarida pada phenolic glicolipid I sampai
laminin-2

di

lamina

basalis

sel

Schwann.

Penelitian

menyebutkan bahwa faktor genetik dan lingkungan adalah


faktor

penting

pada

kerentanan

dan

respon

penyakit.

Kromosom di regio 10p 13, termasuk lokus PARK2 dan PACRG


yang menyebabkan

kerentan terhadap penyakit parkinson

juga menjadi faktor risiko yang menyebabkan kerentanan


terhadap lepra. Termasuk padan bentuk tuberculoid dan
lepromatosa.1 Kusta dapat menular, walaupun infektivitasnya
tidak tinggi, transmisi terjadi lewat sekresi nasal dan kontak
dekat (misalnya pada keluarga). Basil juga dapat ditularkan
4

lewat abrasi atau ulserasi pada kulit pasien dengan kasus


multi basiler.7
F. Klasifikasi
Jenis klasifikasi yang umum:
A.Klasifikasi Internasional : Klasifikasi Madrid (1953)

Indeterminate ( I )

Tuberkuloid ( T )

Borderline Dimorphous ( B )

Lepromatosa ( L )

B. Klasifikasi untuk kepentingan riset : Klasifikasi Ridley


Jopling (1962)

Tuberkuloid ( TT )

Borderline Tuberkuloid ( BT )

Mid- borderline ( BB )

Borderline Lepromatous ( BL )

Lepromatosa ( LL )

C. Klasifikasi

untuk

kepentingan

Program

Kusta

Klasifikasi WHO (1981) dan modifikasi WHO (1988)

Paubasilar ( PB )

Hanya kusta tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan


BTA negatif menurut Kriteri Ridley dan Jopling atau
tipe I dan T menurut klasifikasi Madrid.

Paling banyak pada anak-anak.6

Multibasiler ( MB )

Termasuk Kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT


menurut criteria Ridley dan Jopling atau B dan L
menurut Madrid dan semua tipe kusta dengan BTA
positif.1

Untuk

pasien

yang

sedang

dalam

pengobatan

diklasifikasikan sebagai berikut :


1.

Bila pada mulanya didiagnosis tipe MB, tetap


diobati sebagai MB apapun hasil pemeriksaan BTA
nya saat ini.

2.

Bila awalnya di diagnosis tipe MB harus dibuat


klasifikasi baru berdasarkan gambaran klinis dan
hasil BTA saat ini.

Selain Klasifikasi diatas juga didapatkan :


o Kusta tipe neural
Yaitu penyakit kusta yang ditandai oleh hilangnya
fungsi sensoris pada daeerah sepanjang distribusi
sensoris batang saraf yang menebal (dapat disertai
paralysis

motoris

maupun

tidak),

tanpa

ditemukannya bercak pada kulit.


o Kusta Histoid
Pada kusta Histoid didapatkan lesi kulit berupa
nodula-nodula

dengan

kulit

sekitarnya

normal,secara klinis didapatkan nodula-nodula licin

berkilat, padat, eritematosa, bentuk bulat atau oval


dengan ukuran penampang bervariasi 1 20 mm.8
G.Manifestasi klinis
Pasien biasanya mengeluh adanya neuropati, kongesti
hidung persisten, menurunnya penglihatan, dan pada laki-laki
hilangnya gairah sexual sampai infertilitas.1
1. Tuberkuloid Leprosi (TT)
TT ditandai dengan kehadiran lesi berukuran kecil yang
unik atau sedikit menunjukkan adanya peninggian (papula
dan

plak)

Peninggian

ini

menunjukkan

kemungkinan

adanya central healing. Lesi TT mempunyai ciri khas yaitu


menurunnya

jumlah

menghilang,

dan

kemudian

keringat,

anestesi:

sensitivitas

nyeri

dengan kusta tuberkuloid


daerah

anestesi

tanpa

rambut

perta

tubuh

matermal,

menghilang.

Ada

yang
taktil,
pasien

mempunyai manifestasi klinis


perubahan

warna

kulit

atau

pembesaran saraf perifer. Penting untuk diingat bahwa lesi


pada wajah dapat menjadikan tanda sensitivitas normal.
Lesi pada kusta tipe TT dapat meniru penyakit berikut:
a. Tinea. Seperti diTT, ada kecenderungan untuk terlihat
central healing; pruritus, ekskoriasi lokal dan bekas
luka

superficial

penting

digunakan

untuk

membedakan lesi tersebut dari lesi pada kusta TT.


b. Lupus eritematosa cutaneous.
Lesiter lokalisasi terutama pada wajah dan daerah
yang terkena tubuh lainnya; ada kecenderungan
untuk penyembuhan spontan, atrofi dan jaringan
parut.
c. Granuloma annular.
Lesi ditandai dengan kehadiran plakat anular sangat
mirip dengan TT tetapi tes sensitivitasnya normal.

2. Borderline leprosy (BL)


Menurut klasifikasi Ridley dan Jopling, sebagian besar
pasien masuk dalam grup ini biasanya ditemukan adanya
keterlibatan

beberapa

saraf

perifer

dan

berat.

Ketidakstabilan adalah karakteristik utama dari kelompok


ini. Tanpa pengobatan pasien BL dapat menurun ke arah
lepromatosa

leprosy

menyajikanaspekklinis

(LL)

dan

yang

kadang-kadang

khasdariLL.

Pada

dapat
pasien

borderline sering sekali terjadi reaksi reversal. Reaksi


reversal terjadi bisa karena obat maupun tidak. Reaksi
reversal ditandai dengan memburuknya lesi kulit dan saraf.
Tanpa adanya perawatan yang adekuat, kelumpuhan sering
terlihat selama reaksi.
3. Borderline Tuberkuloid (BT)
Lesi kulit (10 atau 20 atau lebih) yang mirip dengan
yang diamati pada kusta tuberkuloid. Biasanya lesi lebih
besar daripada yang diamati dalam TT. Hal ini sering untuk
mengamati lesi satelit dekat lesi yang lebih besar atau
"finger-like " yang memanjang dari tepi plakat atau macula
(Gambar 12) ke dalam kulit normal, dan warna bervariasi
dari hipokromik sampai kemerahan. Lesi dapat bervariasi
dalam ukuran, bentuk dan warna pada pasien yang sama.
Reaksi tipe 1 sering terjadi dan muncul bengkak/ ulserasi
lesi kulit. Saraf sering terlibat dalam reaksi di kusta BT.
Fungsi

saraf

dapat

memburuk

dengan

cepat,

dan

diperlukan perawatan segera untuk mencegah deformitas


permanen

dan

cacat.

Pada

tes

BTA

hasilnya

dapat

bervariasi,dari negatif ke positif (+ 2).


4. Kusta borderline (BB) atau kusta mid-borderline
BB kusta ditandai dengan adanya plak infiltrat yang
ukurannya

berbeda-beda,

tidak

berbatas

tegas,

dan

menyerang beberapa daerah kulit normal. Kombinasi lesi


ini memberikan "Swiss chesee like". Makula, plak, papula,
nodul biasanya ditemukan dalam kombinasi dengan lesi
yang khas. Di kusta BB terdapat kumpulan lesi tembaga
kemerahan, biasanya terdistribusi simetris. BB kusta ini
langka dan dianggap terdapat di bagian yang paling tidak
stabil. Pada tes BTA hasilnya dapat bervariasi,dari negatif
ke positif(+ 2 sampai +4).
5. Borderline Lepromatosa (BL)
Seperti dalam jenis kusta lainnya, BL dimulai sebagai
macula hipopigmentasi. Pada pasien ini, lesi meluas, dan
terdistribusi

simetris.

Dengan

seiring

waktu

terdapat

macula meluas, menjadi eritematosa dan menginfiltrasi.


Tepi lesi tidak teratur dan menginvasi kulit normal. Reaksi
Tipe 1 dan 2 kusta seringterjadi pada pasien ini. Pada tes
BTA hasilnya sangat positif
6. Kusta lepromatosa (LL)
Karena ketidakmampuan untuk mengeluarkan respon
mediasi seluler yang efektif untuk M. Leprae dan akibat
penyebaran secara hematogen dari bakteri basil, pada
beberapa pasien muncul banyak lesi hiprokomik dan
terdistribusi

simetris.

Tanpa

pengobatan

pasien

ini

akanmenjadi kusta yang non resisten polar lepromatous


(LL). LL ini disebut juga"lepra bonita" (kusta cantik).
Fenomena Lucio dan ulserasi luas diamati sebagai progres
dari penyakit pada pasien ini.
Pada
pasien
LL,
keterlibatan

mukosa

saluran

pernapasan atas sering terjadi dan dapat menyebabkan


bersin, secret mukopurulen, dan epistaksis. Pada kasus
yang

parah,

Keterlibatan

langit-langit
oftalmologi

dan
juga

laring
dapat

yang
terjadi

terlibat.
di

LL.

Lagophthalmos menyebabkan adanya risiko mengeringnya


kornea, trauma, infeksi sekunder, ulserasi dan perforasi.
Kornea anestesi, iritis, uveitis, glaukoma, dan kebutaan
dapat terjadi sebagai akibat dari keterlambatan diagnosis
dan penanganan yang kurang memadai.
KUSTA MULTIBASILER
Sifat

Lepromatosa

Borderline

Mid Borderline

( LL)

Lepromatosa

( BB )

Lesi

Makula,

(BL)
Macula, Plakat, Plakat,Dome-

Bentuk

Infiltrat

papul

difus,papul,no
Jumlah

dul
Tak

shaped
(kubah),Punch

Sukar

ed-out
Dapat

terhitung,prakt dihitung,masih

dihitung, kulit

is tidak ada

ada kulit sehat

sehat jelas ada

sehat
Simetris

Hampir

Asimetris

Halus berkilat

simetris
Halus berkilat

Agak

kulit yang
Distribusi
Permukaan

kasar,agak
Batas
Anestesia

Agak jelas
Tak jelas

berkilat
Agak jelas
Lebih jelas

Banyak

Agak banyak

Banyak (ada

Biasanya

Negatif

globus)

negative

Tak jelas
Tak ada
sampai tak
jelas

BTA
Lesi kulit

Banyak (ada
globus)

Sekret hidung

10

Tes Lepromin

Negatif

Negatif

Biasanya
negatif

KUSTA PAUBASILER
Sifat

Borderline

Tuberkuloid

Indeterminate

Tuberkuloid

( TT )

(I)

Lesi

(BT)
Makula

Makula

Hanya makula

Bentuk

dibatasi

saja,makula

infiltrat,infiltrat dibatasi
saja
Beberapa atau

infiltrat
Satu dapat

Satu atau

satu dengan

beberapa

beberapa

Distribusi

satelit
Masih

Asimetris

Variasi

Permukaan

asimetris
Kering bersisik

Kering bersisik

Halus agak

Jelas

berkilat
Dapat jelas

Jumlah

Batas

Jelas

atau dapat
Anesthesia

Jelas

Jelas

tidak jelas
Tak ada
sampai tak

BTA

Negatif atau +

Negatif

jelas
Negative

Tes lepromin

1
Positif lemah

Positif kuat

Dapat positif

( 3+)

lemah atau
negatif

Perbedaan tipe PB dan MB


N

PB

MB

11

o
1.

Bercak :
1. Jumlah

1-6

Banyak

2. Ukuran

kecil dan besar

Kecil

3. Batas

tegas

Tidak tegas

4. Permukaan

kering dan kasar

Halus dan berkilat

5. Mati rasa

selalu ada dan jelas

Biasanya tidak jelas

6. Kehilangan

biasanya ada

Biasanya tidak ada

unilateral/bilateral,

Bilateral dan

asimetris

simetris

1. Kulit

Tidak ada, kadang

Ada, kadang tidak

2. Mukosa (hidung

ada

ada

tersumbat,

Tidak pernah ada

Ada, kadang tidak

kemampuan
berkeringat,
bulu rontok
7. Distribusi
2.

Infiltrat

perdarahan
3.
4.

5.

6.

ada

hidung)
Nodulus
Ciri-ciri khusus

Penebalan saraf

Deformitas (cacat)

7. Hapusan kulit
Ridley-Jopling

Tidak ada
Penyembuhan di

Ada
Ginekomastia,

bag. Tengah bercak

madarosis, suara

(central healing)
Jumlah sedikit,

parau
Jumlah banyak,

unilateral, lebih

bilateral, pada fase

sering terjadi dini


Biasanya terjadi dini,

lanjut
Pada fase lanjut,

asimetris
BTA (-)

simetris
BTA (+)

Gambaran Klinis organ tubuh lain yang dapat diserang :


1.

Mata

: Iritis, Iridosiklitis, gangguan visus sampai

12

kebutaan
2.

Hidung

: Epistaksis, hidung pelana.

3.

Tulang dan sendi

4.

Lidah

5.

Testis

: Absorbsi, mutilasi, arthritis

: ulkus, nodus
: ginekomastia, epididmis akut, orkitis,

atrofi
6.

Kelenjar Limfe : Limfadenitis

7.

Rambut

8.

Ginjal

: Alopesia, Madarosis
: Glomerulonefritis, amilodosis ginjal,
piolonefritis,nefritisinterstisial

Predileksi Lesi Kulit


Bagian tubuh yang relatif lebih dingin,misalnya pada muka,
hidung,

(mukosa), telinga, anggota tubuh dan bagian

tubuh yang terbuka.


Predileksi kerusakan Saraf tepi
Kuman ini lebih sering mengenai saraf tepi yang lebih
superfisial dengan suhu yang relatif lebih dingin.Saraf tepi
yang terkena akan menunjukan berbagai kelainan yaitu :
N.Fasialis

Cabang temporal dan zigomatik menyebabkan

lagoftalmus
Cabang bukal, mandibular dan servikal
menyebabkan kehilangan ekspresi wajah dan
kegagalan mengatupkan bibir

N. aurikularis magnus

: anestesi daun telinga

N. Radialis

Anestesia dorsum manus, serta ujung proksimal

jari telunjuk
Tangan gantung (wrist drop)

13

Tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan


tangan

N. Ulnaris

Anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan

jari manis
Ckelingking dan jari manis
Atrofi hipotenar dan otot interseus serta kedua otot
lumbrikalis medial

N. Medianus

Anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari,

telunjuk dan jari tengah


Tidak mampu aduksi ibu jari
Clawing ibu jari, telunjuk dan jari tengah
Ibu jari kontraktur
Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral

N. Peroneus komunis

Anestesia tungkai bawah, bagian lateral dan

dorsum pedis
Kaku gantung (foot drop)
Kelemahan otot peroneus

N. Tibialis posterior

Anestesia telapak kaki


Claw toes
Paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis

H.DIAGNOSIS
Diagnosis Penyakit kusta di dasarkan pada penemuan tanda
kardinal (tanda utama), yaitu
1. Bercak kulit yang mati rasa

14

Bercak

hipopgmentasi

atau

eritematosa,

mendatar

(makula) atau meninggi (plak). Mati rasa pada bercak


bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa raba, rasa
suhu, rasa nyeri.
2. Penebalan Saraf Tepi
Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau
tanpa gannguan fungsi saraf yang terkena, yaitu :
a.

Gangguan fungsi saraf sensoris : mati rasa

b.

Gangguan fungsi motoris

c.

Gangguan fungsi otonom

: paresis atau paralisis

:kulitkering,retak,edema,tempat pertumbuhan rambut


terganggu
Hilangnya sensai pada ekstremitas disebabkan oleh kerusakan
3.

Ditemukan kuman tahan asam


M. leprae tidak dapat ditumbuhkan pada media tanpa
sel, sehingga dilakukan pengecatan dengan metode ZiehlNeelsen memakai cat karbolfuhsin.1
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Bakterioskopis (sayatan kulit)
Indeks Bakteri ( IB ) :
1+ bila 1-10 BTA dalam 100 LP
2+ Bila 1-10 BTA dalam 10 LP
3+ bila 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP
4+ bila 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP
5+ bila 101-1000 BTA rata-rata dalam 1 LP
6+ bila > 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP
Pemeriksaan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya
dengan minyak emersi. Hasil yang lebih akurat dan reliabel
adalah dengan menghitung indeks bakteri pada lesi kulit
dengan

indeks

logaritma

biopsi.

Indeks

ini

dapat

15

mengetahui pasien terinfeksi pada awal pengobataan dan


progresifitasnya.2
Indeks Morfologi (IM)
Indeks morfologi dikalkulasi dengan menghitung kuman
batang yang solid pada pewarnaan tahan asam, basil lepra
yang diwarnai dengan karbol fuchsin yang solid merupakan
bakteri yang viabel, basil yang terwarna irreguler mungkin
karena mati dan berdegenerasi.4
2. Biopsi Kulit
Biopsi kulit dapat digunakan untuk menunjukan indeks
morfologi, yang berguna untuk evaluasi pengobatan pasien
yaitu jumlah bakteri yang viabel per 100 bakteri pada
jaringan lepra.5
3. Tes Lepromin
Lepromin
dimatikan
jaringan

adalah suspensi yang berisi M.Lepra


diambil

dari

Armadillo.

manusia
Setelah

yang

terinfeksi

terjadi

yang
dan

inokulasi

intradermal,akan timbul reaksi cepat (48 jam, reaksi


Fernandez)

juga

reaksi

lambat

(3-4

minggu,reaksi

mitsuda).Reaksi Mitsuda merupakan respon granulomatosis


terhadap antigen adalah lebih tepat.Pasien-pasien dengan
kusta tipe TT atau BT mempunyai respon positif kuat (> 5
mm) akan tetapi pasien dengan tipe LL tidak

ada

respon.Tes ini merupakan petunjuk untuk mengetahui


fungsi sistem imunitas seluler seseorang. Respon imunitas
seluler terhadap M.Leprae juga dapat dilihat dengan
menggunakan Lymphocite Transformation Test (LTT) dan
Lymphocyte Migration Inhibition Test (LMIT). Dasar test ini
adalah untuk mendeteksi antibodi atau antigen M.Leprae.4
4. Tes-tes Serologis

16

Tes

serologi

mayor

meliputi

Fluorescent

Antibody

absorbtion test (FLA-ABS),Radioimunoassay (RIA),ELISA,


Passive

Hemaglutination

Assay

(PHA),Serum

Antibody

Compettion Test (SACT) dan Particle agglutination assay


(PAA).
5. Analisa Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR

bisa

untuk

mendeteksi

dan

mengidentifikasi M.Leprae.
Tehnik ini sering digunakan ketika basil tahan

asam telah ditemukan tetapi gambaran klinis atau


gambaran

histopatologinya

atipikal.Test

ini

tidak

berguna saat basil tahan asam tidak ditemukan dengan


mikrosakop cahaya.4
6. Pemeriksaan Histopatologi

Pada

tipe

TT

didapatkan

bangunan

epiteloid

granuloma dalam papiladermis,disekitarnya di dapatkan


struktur
Limfosit

neovaskuler.Granuloma
yang

meluas

ke

tertangkap

epidermis

dan

oleh
kadang

terbentuk sel datia langhans. Nervus pada dermal


dihancurkan atau mengalami pembengkakan karena
adanya granuloma,tidak didapatkan basil tahan asam.

Pada tipe LL epidermis normal,daerah yang tidak


patologik

memisahkan

epidermis

dari

reaksi

granulomatous difus dengan makrofag,sel busa histiosit


yang besar (Virchow atau sel lepra)dan didapatkan
banyak basil tahan asam yang bergabung membentuk
globi.Sel

epiteloid

ditemukan.Granuloma

dan
banyak

sel

datia

terdapat

di

tidak
sekitar

pembuluh darah,saraf dan kulit kadang ditemukan

17

banyak sel plasma.Saraf kulit dapat terlihat dengan


mudah.
Tipe BT, Granuloma terdiri dari epiteloid dan

limfosit,saraf pada kulit kebanyakan sudah rusak,basil


mungkin ditemukan atau tidak ada.
Tipe BB,granuloma terdiri dari epiteloid, saraf kulit

mungkin masih ada dan basil terlihat lebih banyak dari


tipe BT.
Tipe BL, granuloma dibangun oleh histiosit,saraf

kulit masih ada dan basil ditemukan lebih banyak dari


tipe lainya.3
J. KOMPLIKASI
Reaksi Kusta
Terminologi reaksi digunakan untuk menggambarkan
keadaan mengenai berbagai gejala dan tanda radang akut
lesi

penderita

kelaziman

pada

kusta,yang

dapat

perjalanan

dianggap

penyakit

atau

sebagai
bagian

komplikasi penyakit kusta. Seluruh komplikasi penyakit


kusta yang dimaksud meliputi :

Komplikasi jaringan akibat invasi massif M.leprae

Komplikasi akibat reaksi

Komplikasi akbat imunitas yang menurun

Komplikasi akibat kerusakan saraf

Komplikasi disebabkan resisten terhadap obat antikusta


Penyebab pasti dari reaksi kusta belum diketahui
dengan pasti, kemungkinan reaksi ini menggambarkan
reaksi hipersensitifitas akut terhadap antigen basil yang
menimbulkan gangguan keseimbangan imunitas yang
telah ada.

18

Berbagai faktor yang dianggap sering mendahului


timbulnya reaksi kusta antara lain :
Setelah

pengobatan

antikusta

yang

intensif

Ada

Infeksi rekuren

Pembedahan

Stress fisik

Imunisasi

Kehamilan

Saat-saat setelah melahirkan


2

tipe

reaksi

menurut

hipersensitivitas

yang

menyebabkannya, yaitu:
1. Reaksi

lepra

tipe

1,

yang

disebabkan

oleh

hipersensitivitas seluler
2. Reaksi lepra tipe 2 disebabkan oleh hipersensitivitas
humoral
3. Fenomene

Lucio

atau

reaksi

kusta

tipe

3,yang

merupakan lanjutan dari reaksi tipe 2.


Reaksi Kusta tipe I
Menurut Jopling reaksi kusta tipe 1 adalah delayed
hypersensitivity reaction. Antigen yang berasal dari basil
yang telah mati akan bereaksi dengan limfosit T disertai
perubahan sistem imunitas seluler yang cepat. Jadi pada
dasarnya reaksi kusta tipe 1 ini terjadi akibat perubahan
keseimbangan antar imunitas seluler dan basil maka hasil
akhir reaksi tersebut dapat terjadi upgrading/reversal
apabila menuju ke arah tuberkuloid (terjadi peningkatan

19

SIS)

atau

down

grading

apabila

menuju

kebentuk

lepromatosa (terjadi penurunan SIS).


Secara garis besar manifestasi dari reaksi kusta tipe
1 dapat digolongkan sebagai berikut :
Organ

yang Reaksi ringan

diserang
Kulit

Reaksi berat

Lesi kulit yang telah

Lesi yang telah ada

ada menjadi

menjadi

lepromatosa

eritematosa. Timbul
lesi baru kadangkadang disertai

Saraf

Kulit

dan

bersama-sama

Membesar tidak

panas dan malaise.


Mrmbesar,nyeri,fun

nyeri fungsi tidak

gsi terganggu

terganggu. lesi

berlangsung lebih

kurang dari 6

dari 6 minggu

minggu
saraf Lesi yang telah ada

Lesi kulilt yang

menjadi lebih

eritematosa disertai

eritematosa,nyeri

ulserasi atau edema

saraf berlangsung

pada tangan/kaki

kurang dari 6

dan fungsinya

minggu

terganggu,berlangs
ung > 6 mg

Reaksi Kusta tipe II


Reaksi kusta tipe 2 ini dikenal dengan nama Eritema
Nodusum Leprosum (ENL). Reaksi ini merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe III menurut comb dan Gell, antigen
berasal dari produk kuman yang telah mati dan bereaksi
dengan

antibody

membentuk

kompleks

Ag-Ab

yang

mengaktivasi komplemen sehingga terjadi ENL. Jadi ENL

20

merupakan reaksi humoral yang merupakan manifestasi


sindrom komplek imun. Terutama terjadi pada bentuk LL
dan kadang-kadang pada bentuk BL, biasanya terjadi
gejala sistemik.
Baik Reaksi tipe 1 maupun tipe 2 ada hubungannya
dengan pemberian pengobatan antikusta hanya saja
reaksi tipe 2 tidak lazim terjadi pada 6 bulan pertama
pengobatan, tetapi justru terjadi pada akhir pengobatan
karena basil telah menjadi granular.Selain itu pada reaksi
ini tidak terlihat gambaran perubahan lesi kusta.
Manifestasi reaksi lepra tipe 2 dapat sebagai berikut :
Organ

yang Reaksi ringan

diserang
Kulit

Saraf

Mata

Reaksi berat

Timbul sedikit nodus banyak nodus yang


yang beberapa

nyeri dan

diantaranya terjadi

mengalami ulserasi

ulserasi.Disertai

disertai demam

demam ringan dan

tinggi dan malaise

malaise
Saraf membesar

Saraf membesar,

tetapi nyeri dan

nyeri dan fungsinya

fungsinya tidak

terganggu.

terganggu
Tidak ada gangguan

Nyeri, penurunan
visus dan merah

Testis
Kulit,

Lunak,tidak nyeri
saraf,

mata Gejalanya seperti

disekitar limbus
Lunak, nyeri dan
membesar
Gejalanya seperti

dan testis bersama- tersebut diatas

tersebut diatas

sama

disertai keadaan

21

sakit yang keras dan


nyeri yang sangat.
Fenomena Lucio
Lucio leprosy (diffuse non-nodular type of leprosy)
yang ditetapkan pertama kali oleh Lucio dan Alvarado
pada tahun 1852 di Mexico adalah salah satu tipe dari
kusta dengan gambaran klinik kusta tipe muiltibasiler.
Gambaran klinis lucio leprosy umumnya status generalis
tidak ditemukan kelainan, kulit terlihat eritem yang
menebal dan mengkilat, kerontokan rambut, penebalan
kelopak mata sehingga penderita terlihat mengantuk dan
melankolik. Penurunan sensoris terjadi biasanya setelah
kelainan kulit menghilang. Sama seperti pada kusta tipe
lepromatosa dapat terjadi edema dan ulkus pada kedua
tungkai.
Ulserasi juga dapat terjadi pada mukosa hidung
menyebabkan

gejala-gejala

hidung

dan

epistaksis,

mengenai laring sehingga suara menjadi serak dan


iktiosis pada fase lanjut. Namun demikian tidak terdapat
nodul,

kelemahan

motorik,

kontraksi

jari-jari

dan

kerusakan mata.
Pemeriksaan
anemia

laboratorium

normokrom

biasanya

normositer

ringan

didapatkan
dan

pada

pemeriksaan bubur jaringan kulit dengan pewarnaan Zeihl


Neelsen ditemukan banyak basil tahan asam. Kerusakan
akibat kusta dapat menyebabkan ulserasi, selulitis, skar
da destruksi tulang.Kerusakan pada mata dapat terjadi
lagoftalmus, ectropion dan entropion.
Klasifikasi Cacat

22

Cacat pada tangan dan kaki


Tingkat 0:
Tidak ada gangguan sensibilitas,tidak ada kerusakan atau
deformitas yang terlihat
Tingkat 1:
Ada gangguan sensibilitas tanpa kerusakan atau deformitas yang
terlihat
Tingkat 2:
Terdapat kerusakan atau deformitas
Cacat pada mata
Tingkat 0 :
Tidak ada gangguan pada mata akibat kusta;tidak ada gannguan
penglihatan
Tingkat 1 :
Ada gangguan pada mata akibat kusta; tidak ada gangguan
penglihatan
Tingkat 2 :
Gangguan

penglihatan

berat

(visus

<

6/60;tidak

dapat

menghitung jari pada jarak 6 meter


K.DIAGNOSIS BANDING
Beberapa hal penting dalam menentukan diagnosis
banding :

Ada macula hipopigmentasi

Pemeriksaan bakteriologi memperlihatkan


basil tahan asam

Ada daerah anestesi

Ada pembengkaan saraf tepi atau cabangcabangnya.

Tipe I ( Makula hipopigmentasi ) :


o

Tinea versikolor

23

Vitiligo

Ptiriasis Rosea

Dermatitis seboroika

Liken simplek kronik

Tipe TT ( Makula eritematosa dengan pinggir meninggi )


o

Tinea Corporis

Psoriasis

Lupus eritematosus tipe discoid

Ptiriasis rosea

Tipe BT,BB,BL (Infiltrat merah tak berbatas tegas)


o

Selulitis

Erisipelas

Psoriasis

Tipe LL ( Bentuk nodula )


o

Lupus eritematosissistemik

Dermatomiositis

Erupsi obat

L. PENATALAKSANAAN
Tujuan farmako terapi pada penderita kusta adalah untuk
mengurangi

morbiditas,

mencegah

komplikasi

dan

menghilangkan penyakit ini nantinya.


Manajemen
terapi

paenatalaksanaan

medikamentosa

menghentikan

proses

penderita

diantaranya
infeksi,

mencakup

kemoterapi

untuk

penatalaksanaan

untuk

meminimalkan deformitas berupa rehabilitasi fisik, sosial dan


psikologi.

Deformitas

potensial

dapat

dicegah

dengan

memberi edukasi pada pasien tentang adanya kerusakan


saraf dengan perawatan diri untuk mengurangi kerusakan
yang lain.

24

Mengetahui perjalanan penyakit pasien sangat penting


untuk

mengetahui

kepatuhan

pasien

dalam

berobat,

memonitor resistensi terhadap obat dan reaksi yang timbul


akibat obat.
Medikamentosa
Program Multi Drug Terapi (MDT) dimulai pada tahun 1981
yaitu ketika kelompok studi kemoterapi WHO secara resmi
mengeluarkan

rekomendasi

pengobatan

kusta

dengan

kombinasi yang selanjutnya dikenal sebagai rejimen MDTWHO.Rejimen ini terdiri atas kombinasi obat-obatan Dapson,
Rifampisin dan klofasimin. Kombinasi obat-obatan ini dapat
membunuh bakteri patogen dan menyembuhkan pasien.
MDT adalah suatu terapi yang aman, efektif dan mudah
didapatkan oleh penderita yang kurang mampu.
Obat-obat pada rejimen MDT-WHO
1. Dapson (DDS, 4,4 diamino difenil sulfon). Digunakan
untuk terapi
bakteriostatik

bentuk MB dan PB Obat ini bersifat


dengan

menghambat

enzim

dihidrofolat

sintetase. Jadi tidak seperti pada kuman lain, dapson bekerja


sebagai anti metabolit PABA. Resistensi terhadap dapson
timbul sebagai akibat kandungan enzim sintetase yang
terlalu tinggi pada kuman kusta. Dapson biasanya diberikan
dalam dosis tunggal, yaitu 50-100 mg/hari untuk dewasa atau
2 mg/kg BB untuk anak-anak. Indeks morfologi kuman pada
penderita LL yang diobati dengan dapson biasanya menjadi 0
setelah 5 sampai 6 bulan. Obat sangat murah, efektif dan
relatif aman. Efek samping yang mungkin timbul antara lain :
erupsi

obat,

neuropati,

anemia
nekrosis

hemolitik,
epidermal

leukopenia,

insomnia

toksik,hepatitis

dan

25

methemoglobinemia. Namun efek samping tersebut jarang


dijumpai pada dosis lazim.
2. Rifampisin merupakan obat yang paling ampuh saat ini
untuk kusta dan bersifat bakterisidal kuat pada dosis lazim.
Rifampisin bekerja dengan menghambat enzim polimerase
RNA yang berikatan secara irreversibel. Dosis tunggal 600
mg/hari (atau 5-15 mg/kg bb) mampu membunuh kuman
kira-kira 99,9 % dalam waktu beberapa hari.Pemberian
seminggu sekali dengan dosis tinggi ( 900-1200 mg) dapat
menimbulkan gejala yang disebut flu like syndrom.Pemberian
600 mg atau 1200 mg sebulan sekali ditoleransi dengan baik.
Efek

samping

yang

harus

diperhatikan

adalah

hepatotoksik,nefrotoksik,gejala gastrointestinal dan erupsi


kulit. Obat ini harganya mahal dan saat ini telah dilaporkan
adanya resistensi. Pada anak, dosisnya adalah 1 mg/kgBB.6
3. Klofazimin (lamprene CIBA GEIGY : B-663). Obat ini
merupakan turunan zat warna iminofenazine dan mempunyai
efek

bakteriostatik

sama

dengan

dapson.

Bekerjanya

mungkin melalui gangguan metabolisme radikal oksigen. Di


samping itu obat ini juga mempunyai efek antiinflamasi
sehingga berguna untuk pengobatan reaksi kusta khususnya :
ENL. Dosis untuk kusta adalah 50 mg/hari atau 100 mg tiga
kali seminggu dan untuk anak-anak 1mg/kg BB/hari.Selain itu
dosis bulanan 300 mg juga diberikan setiap bulan untuk
mengurangi reaksi tipe 1 dan 2. Kekurangan obat ini
harganya mahal di samping itu menyebabkan pigmentasi
kulit

yang

sering

merupakan

masalah

pada

ketaatan

penderita. Efek sampingnya hanya terjadi pada dosis tinggi,


berupa gangguan gastrointestinal (nyeri abdomen, diare,
anoreksi dan vomitus).

26

4. Etionamid dan protionamid, Kedua obat ini merupakan


obat antituberkulosis dan hanya sedikit dipakai pada kusta.
Dahulu dipakai sebagai pengganti klofazimin, pada kasuskasus yang keberatan karena pigmentasinya obat ini bekerja
bakteriostatik tetapi karena cepat timbul resistensi, lebih
toksik harganya mahal serta efek hepatotoksiknya, maka
sekarang tidak dianjurkan lagi pada rejimen pengobatan
kusta.
Skema Rejimen MDT-WHO
Rejimemen MDT-WHO baku terdiri atas kombinasi obatobatan dapson, Rifampisin dan klofazimin dengan skema
menurut WHO sebagai berikut :
1. Rejimen PB untuk kusta PB, terdiri atas Rifampisin 600 mg
sebulan sekali, di bawah pengawasan ditambah dapson 100
mg/hr (1-2 mg/kgBB) selama 6 bulan
2. Rejimen

MB

untuk

kusta

MB,

terdiri

atas

kombinasi

Rifampisisn 600 mg sebulan sekali di bawah pengawasan,


dapson 100 mg/hari swakelola, ditambah klofazimin 300 mg
sebulan sekali diawasi dan 50 mg/hari swakelola. Lama
pengobatan minimal 2 tahun dan juga mungkin sampai BTA
negatif. Dosis tersebut merupakan dosis dewasa untuk anakanak disesuaikan dengan berat badan
Obat dan dosis Rejimen MDT-PB
Obat

Rifampisin

Dewasa
BB< 35 kg BB >

Anak
35 10-14 tahun

450

kg
600

450 mg/bln

mg/bln

mg/bln

(diawasi)

(diawasi)

(diawasi)

27

Dapson

50

mg/hr 100mg/hr

50 mg/hr

(swakelola)

(1-2

1-2

mg/kg

mg/kgBB/har

BB/hr)

i)

Obat kusta dalam Rejimen MDT MB


Obat

Dewasa
BB<35 kg
BB . 35 kg

Rifampisin

Anak
10-14

450mg/bln

tahun
600mg/bula 450 mg/bln

(diawasi)

n (diawasi)

(12-15
mg/kgBB/bl
)

Klofazimin

300 mg/bln

(diawsi
200 mg/bln

diawasi

diawasi

dan

diteruskan

diteruskan

50

50 mg/hr

selang

Dapson

swakelola
50 mg/hr

swakelola

(1-2 mg/kg

100mg/hari

mg

sehari
50 mg/hari

BB/hari)
Obat Kusta baru
Dalam pelaksanaanya program MDT WHO masih ada
beberapa masalah yang timbul, yaitu adanya persisten,
resistensi, rifampisin dan lamanya pengobatan terutama
untuk kusta MB. Untuk penderita kusta PB rejimen MDT-PB
juga masih menimbulkan beberapa masalah antara lain:
masih menetapnya lesi kulit setelah 6 bulan pengobatan dan
late reversal Reaction yang timbul setelah MDT. Oleh karena
itu diperlukan obat-obat baru dengan mekanisme bakterisidal
yang berbeda dengan obat-obat rejimen MDT saat ini, obat28

obat kusta baru yang ideal memiliki syarat antara lain :


bersifat bakterisidal kuat terhadap M.Leprae, tidak antagonis
dengan obat yang sudah ada aman dan akseptabilitas
penderita baik dapat di berikan per oral dan sebaiknya
diberikan tidak lebih dari sekali sehari.Obat-obatan yang
dipakai yaitu :
1. Ofloksasin 400 mg/hari diberikan bersama rifampisin
600mg/hari selama 1 bulan baik untuk penderita kusta
MB atau PB
2. Minosiklin 100 mg/hari
3. Klaritromisin 500 mg/hari untuk penderita kusta tipe
MB.3
Terapi komplikasi
Kortikosteroid, terutama prednisolon merupakan terapi untuk
reaksi lepra dan kerusakan saraf pada lepra. Kortikosteroid
memiliki mekanisme menekan sitokin proinflamasi termasuk
tumor necrosis alpha(TNFa). Respon klinis bervariasi antara 5080% untuk perbaikan saraf.
Non Medikamentosa
Edukasi :
Pasien harus diberi penjelasan tentang diagnosis

dan prognosis penyakitnya.


Pasien

harus

diberitahu

bagaimana

tentang

hilangnya sensasi rasa yang terjadi, pasien harus berhati-hati


dan mencegah terjadinya trauma dengan menggunakan alas
kaki.

Pada

penelitian

ditemukan

bahwa

Staphylococcus

aureus adalah bakteri gram negatif yang paling banyak


ditemukan pada lesi pasien kust. Trauma dapat menyebabkan
infeksi bakteri sekunder yang membutuhkan antibiotik.8

29

Mengetahui kapan

terjadinya anestesi pada

anggota tubuh dan kelemahanya serta kerusakan pada


matanya.
Pasien harus mempelajari bagaimana mengenal

timbulnya

reaksi

kusta

dan

ia

harus

mendapatkan

pengobatan secepatnya jika hal ini terjadi.


-

Deforrmitas yang potensial kemungkinan biasa


dicegah jika penderita dapat mengatasi kerusakan saraf sejak
dini dan berlatih untuk mengurangi kerusakan lebih lanjut.

Kemungkinan pasien membutuhkan konsultasi


psikologi dalam menghadapi penyakitnya untuk mengatasi
stigma yang beredar di masyarakat.

Fisio

terapi

dan

terapi

okupasi

dibutuhkan

sebagai rehabilitasi.
-

Penggunaan

obat

sesuai

aturan

dan

memperhatikan cara pemakaian, jangan terlalu berlebihan


karena dapat menyebabkan iritasi.2

30

DAFTAR PUSTAKA
1.

Rea, L Modlin. Leprosy. In : Fitzpatricks Dermatology in


General Medicine. 6th ed. Vol. I, Mc Graw Hill, New York, 2003 :
1962-1972

2.

Djuanda A. Kusta. Dalam : Kosasih, I made Wisnu,


Syamsoe- Daili, Menaldi. Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi V.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007 ; 173-80.

3.

Siregar, R.S. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Edisi


kedua. Cetakan pertama. Jakarta: EGC; 2005.h.29-34.

4.

Mulyati, K. Pudji, Susilo, J. Leprosi. Dalam: Sutanto, I.,


Ismid, I. S., Sjarifuddin, P.K., Sungkar, S., editor. Buku ajar
parasitologi kedokteran. Edisi keempat. Jakarta: FK UI;
2008.h.319-25.

5.

Butlin C, Saunderson P. Children with leprosy. Lepr Rev


(2014) 85, 69-73.

6.

Ho CK. The management of leprosy in the public sector


in Hong Kong. Hong Kong J. Dermatol. Venereol. (2013) 21,
188-190

7.

Shravani V, Gupta G, Bindu H, Reddy M, Kapur I.


Bacteriological study of aerobic isolates from lesion of hands
and feet in leprosy patiens. International journal of current
microbiology and applied science (2015) 4, 1111-1117.

8.

Kwan Z, Pailoor J, Tan L, Robinson S, Wong S, Ismail R.


Leprosy- An imported disease. Lepr Rev (2014) 85, 170-176.

9.

Marcell MN, Riberio, Patrocinio LG, Patrocinio JA, Fleury


RN, Goulart IM. Bacterial load in the nose and its correlation
to the immune response in leprosy patients. Lepr Rev (2013)
84, 85-91.

31

10.

Parashar A, Basu A, Saikia N, Sharma R. Extensive Ulnar

Nerve Necrosis: A Complication of Tuberculoid Leprosy. Lepr


Rev (2013) 84, 100-104
11.

Daniel E, Rao P, Courtright P. Facial sensory loss in

multi-bacillary leprosy patients. Lepr Rev (2013) 84, 194-198.


12.

Raju R, Suneetha S, Jadhav R, Chaduvula M, Atkinson S,

Jain S, et al. Serological response to prednisolone treatment in


leprosy reactions: study of TNFa, antibodies to phenolic
glycolipid-1, lipoarabinomaan, ceramide and S100-B. Lipid
and health and disease 2014, 13:119.
13.

Fadhly M, Ali F, Saraya M. Delayed diagnosis of leprosy

in kuwait child. Kuwait medical journak 2014; 46 (3): 246-248.

32

STATUS RESPONSI
ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing

: dr. Nurrachmat Mulianto, Sp. KK, M.Sc

Nama

: Annisa Pertiwi

NIM

: G 99141020

I. ANAMNESIS
A. Identitas
Nama
No rekam medik
Umur
Jenis kelamin
Agama
Status
Pekerjaan
Alamat
Tanggal periksa

: Nn. TW
: 01298591
: 18 tahun
: Perempuan
: Islam
: Belum menikah
: Pelajar
: Sragen
: 7 Juli 2015

B. Keluhan utama
Muncul bercak kemerahan di wajah sejak 2 tahun yang lalu
C. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluhkan timbul

bercak

kemerahan

di

tubuhnya kurang lebih sejak 2 tahun yang lalu. Kemerahan


muncul pertama kali di wajah dan di tangan kiri. Bercak
tidak terasa gatal maupun nyeri, pasien merasakan tebaltebal pada bercak kemerahan, jika dicubit tidak terlalu
terasa. Pasien pernah memeriksakan ke dokter umum dan
puskesmas, tetapi hanya diberikan vitamin dan salep.
Pasien juga merasakan jari kelingking kiri tidak kuat untuk
mengangkat, dan tidak merasakan dingin maupun panas,
pasien juga merasakan keram pada tangan kanan.
D. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit serupa

: disangkal

33

Riwayat
Riwayat
Riwayat
Riwayat
Riwayat
Riwayat

alergi makanan
: disangkal
alergi obat
: disangkal
atopi
: disangkal
diabetes mellitus
: disangkal
hipertensi
: disangkal
kontak dengan penyakit sejenis : +, ibu

E. Riwayat penyakit keluarga


Riwayat penyakit serupa
Riwayat alergi
Riwayat atopi
Riwayat diabetes mellitus
Riwayat hipertensi

: +, ibu
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

F. Riwayat Kebiasaan
Pasien biasa mandi 2 kali sehari, dengan air sumur pompa.
Ganti pakaian dalam 2 kali sehari dan pakaian luar 2 kali
sehari. Pasien tidak pernah memakai handuk bersamaan.
Pasien masih tinggal bersama kedua orangtuanya.
G. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang pelajar. Pasien berobat dengan
menggunakan BPJS.
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status generalis
Keadaan umum
mentis
Vital sign :

TD
HR
RR
T
TB
BB

Kepala
Mata
Mulut
Leher
Thorax Anterior

: tampak sakit ringan, compos


:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

120/80 mmHg
88 x/ menit
24 x/ menit
36,5 o C
162 cm
45 Kg
mesocephal
lagoftalmus (-), madarosis (-)
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal

34

Thorax Posterior : dalam batas normal


Ekstremitas atas : lihat status dermatologi
Ekstremitas bawah
: dalam batas normal
B. Status dermatologi

Regio facialis: tampak plakat hipopigmentasi berbatas


tegas multipel dengan tepi eritem

Regio brachii-antebrachii dextra-sinistra: tampak plakat


hipopigmentasi berbatas tegas multipel dengan tepi
eritem

35

III.

PEMERIKSAAN SARAF
A.

Sensibilitas Lesi
Raba

hipoestesi
Tajam/tumpul
:

hipoestesi
Panas/dingin

hipoestesi
B. Pembesaran Saraf
N. Aurikularis magnus

: -/-

N. Ulnaris
: -/+
N. Peroneus Lateralis
: -/N. Tibialis posterior
: -/C. Pemeriksaan Sensorik
N. Ulnaris
:
normal/hipoestesi
N. Medianus
: normal/normal
N. Tibialis Posterior
: normal/normal
D. Pemeriksaan Motorik
N. Ulnaris
N. Medianus
N. Radialis
N. Tibialis Posterior

: normal /menurun
: normal/normal
: normal/normal
: normal/normal

IV. DIAGNOSIS BANDING


Morbus hansen tipe multi basiler
Tinea korporis

36

Psoriasis gutata
Ptiriasis rosea
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan bakterioskopik:
Telinga kanan
: Indeks Bakteri (+1)
Telinga kiri : Indeks Bakteri (+1)
Lesi
: Indeks Bakteri (-)
2. Pemeriksaan KOH : (-)
Usul pemeriksaan histopatologi
Usul pemeriksaan laboratorium darah
VI. DIAGNOSIS KERJA
Morbus hansen tipe multi basiler
Cacat derajat 1
VII. TERAPI
Non medikamentosa
1. Edukasi pasien tentang penyakitnya, cara meminum obat
serta efek samping pemakaian obat
2. Konsultasi ke bagian neurologi untuk menangani gangguan
saraf
3. Bekerjasama ke Puskesmas tempat pasien mengambil obat
MDT MB untuk pemantauan terapi
4. Memakai sandal atau pelindung kaki untuk mencegah
terjadinya luka
5. Memakai sarung tangan jika akan memegang benda panas
6. Merawat kulit kaki agar tidak kering dan pecah
7. Menggunakan masker untuk berjaga-jaga
Medikamentosa
1. MDT MB
Diminum di depan petugas kesehatan : hari ke 1
2 kapsul Rifampisin @ 300 mg (600 mg)
3 tablet Lampren @ 100 mg (300 mg)
1 tablet Dapsone/DDS 100 mg
Pengobatan harian: hari ke 2-28
1 tablet Lampren 50 mg

37

1 tablet Dapsone/DDS 100 mg


1 blister untuk 1 bulan
Lama pengobatan: 12 blister diminum selama 12-18 bulan
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad sanam
: dubia
Ad fungsionam : dubia
Ad kosmetikam : dubia ad malam

38

Anda mungkin juga menyukai