PENDAHULUAN
2.1
Latar Belakang
Kebutuhan akan regulasi industri farmasi berasal dari adanya asimetri informasi
antara produsen farmasi dengan konsumen dan praktisi medis. Hal tersebut
menandakan bahwa konsumen dan praktisi medis tidak dapat menilai keamanan atau
mengamati kualitas dan khasiat obat-obatan tersebut sendiri. Oleh karena itu, suatu
regulasi dibutuhkan untuk menjamin setiap tahap siklus produksi farmasi, sehingga
semua obat yang diproduksi sudah dipastikan kualitas dan kemanannya. Regulasi
tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen (Brhlikova,
et. al., 2007).
Good Manufacturing Practises atau GMP memberikan regulasi secara
mendasar dan menyeluruh bagi industri mulai dari persyaratan kualitas produk,
tenaga kerja, fasilitas dan alat produksi, dokumentasi, proses produksi dan in-process
control, kemasan dan label, penyimpanan dan distribusi, uji laboratorium, validasi,
keluhan, dan kontrak produsen. GMP atau dalam bahasa Indonesia disebut Cara
Pembuatan Obat Yang Baik atau CPOB, merupakan bagian dari penjaminan mutu
untuk memastikan bahwa produk dihasilkan secara konsisten dan diatur untuk dapat
memenuhi kualitas standar yang sesuai untuk tujuan penggunaannya dan memenuhi
persyaratan untuk dipasarkan oleh pihak yang berwenang (WHO, 2004).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sejarah cGMP
Sebelum munculnya peraturan mengenai produksi obat dan makanan, terjadi
tahun 1930, diganti Food and Drug Administration (FDA) untuk menegakkan
undang-undang yang berkaitan dengan makanan dan obat-obatan.
d. Pada tahun 1937, batch sulfanilamide dilarutkan dalam pelarut dietilen glikol.
Ada 358 keracunan dan 107 kematian, sebagian besar anak-anak. Akibat
kejadian ini, FDCA direvisi dan disahkan pada tahun 1938 yang
mengharuskan obat diuji sebelum rilis untuk keselamatan.
e. Pada tahun 1955, beberapa anak divaksinasi dengan vaksin polio (polio
paralitik). Lima puluh satu orang lumpuh dan sepuluh meninggal. Masalah itu
ditelusuri ke salah satu produsen yang tampaknya bahan tidak bisa membunuh
virus yang digunakan untuk membuat vaksin. Insiden ini menyebabkan
peningkatan inspeksi pabrik dan pengujian keamanan produk sebelum rilis
kepada publik.
f. Salah satu keberhasilan besar dari FDA terjadi di awal 1960-an. Pada saat itu
obat thalidomide umumnya diresepkan untuk insomnia dan mual pada ibu
hamil di Eropa. Sayangnya, obat ini menyebabkan lahirnya ribuan anak-anak
tanpa lengan atau kaki. Thalidomide tidak digunakan secara komersial di
Amerika Serikat karena Dr Frances Kelsy dari FDA menolak untuk
menerimanya di Amerika Serikat sampai itu terbukti aman. Berita tentang
tragedi thalidomide mempengaruhi kongres AS tahun 1962 untuk untuk
melakukan perubahan regulasi yang diperlukan supaya obat terbukti aman dan
efektif sebelum rilis.
(Barbara, 2000).
GMP versi World Health Organization (WHO) pertama kali dirancang atas
permintaan dari Twentieth World Health Assembly dengan draft berjudul Good
Manufacturing Practice in The Manufacture and Quality Control of Medicines and
Pharmaceutical Specialities. Pada tahun 1968, teks direvisi dan dibahas oleh Komite
Ahli WHO, teks tersebut kemudian diterbitkan (dengan beberapa revisi) pada tahun
1971 dalam bentuk tambahan untuk edisi kedua dari The International
Pharmacopoeia (WHO, 2014).
Sejak saat itu, banyak Negara yang mengembangkan GMP untuk diberlakukan
di negaranya dengan mengacu pada GMP versi WHO, yaitu:
1. Pedoman GMP WHO yang pertama kali digunakan di Negara
berkembang, dimana pedoman ini lebih longgar dibandingkan dengan
2.
3.
4.
5.
Singapura
6. International Organization of Standards (ISO)
7. Pharmaceutical Inspection Cooperation Scheme (PICS)
(Grazal and Earl, 1997).
Pada tahun 1969, perkumpulan organisasi kesehatan dunia menghasilkan
rancangan sertifikasi WHO untuk standar mutu produk farmasi yang layak beredar di
perdagangan Internasional. Revisi dari rancangan sertifikasi dan pedoman GMP
diberlakukan pada tahun 1975. Sejak saat itu, rancangan sertifikasi telah ditambahkan
untuk mengatur:
1. Makanan ternak yang diberikan kepada hewan penghasil pangan
2. Bahan baku sediaan farmasi, yang disetujui oleh negara pengimpor dan
pengekspor
3. Informasi keamanan dan efikasi obat
(WHO, 2011).
Pada tahun 1970, The European Free Trade Association (EFTA) membentuk
Pharmaceutical Inspection Convetion (PIC/S). Anggota awal PIC/S terdiri dari 10
negara yang tergabung ke dalam EFTA pada saat itu. Namun dengan seiring
perjalanan waktu, negara yang masuk ke dalam keanggotaan PIC tidak hanya negara
yang tergabung ke dalam EFTA tetapi juga negara non-EFTA. Langkah ini membuat
Uni Eropa memimpin dalam proses harmonisasi regulasi farmasi. Sebuah langkah
lebih lanjut dilakukan melalui perjanjian bilateral dengan Amerika Serikat dan Jepang
melalui harmonisasi internasional regulasi farmasi (Brhlikova, et. al., 2007).
Saat ini, regulasi produk farmasi di Amerika Serikat (AS) dinamakan
current GMP, untuk menunjukkan bahwa peraturannya bersifat dinamis. cGMP
yang pernah berlaku adalah:
tahun 1800
tengah1900
DAFTAR PUSTAKA
WHO.
for