Nella Referat Luka Bakar
Nella Referat Luka Bakar
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya sehingga
dapat menyelesaikan referat tentang luka bakar ( combustio ) untuk memenuhi tugas
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran UKRIDA di Rumah Sakit Bayukarta.
Terima kasih juga saya ucapkan kepada dr. Rio Andreas Sp.B selaku konsulen ilmu
bedah yang telah membimbing dalam mengerjakan referat ini sehingga dapat diselesaikan
tepat waktu. Referat ini menguraikan tentang luka bakar dengan gejala-gejalanya serta
komplikasinya. Dengan referat ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi penulis dan
orang yang membacanya terutama mengenai masalah luka bakar. Saya menyadari bahwa
referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saya harapkan saran dan kritik yang
membangun untuk perbaikan yang akan datang.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
1. Kata Pengantar .............................................
2. Daftar Isi..................... 2
3. Pendahuluan..........
1. Pendahuluan
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Luka
bakar berat dapat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi
dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk
penanganannya pun tinggi. Di Amerika Serikat, kurang lebih 250.000 orang
mengalami luka bakar membutuhkan tindakan emergensi, dan sekitar 210 penderita
luka bakar meninggal dunia. Di Indonesia, belum ada angka pasti mengenai luka
bakar, tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk serta industri, angka luka bakar
tersebut makin meningkat.Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan
juga menimbukan efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya
dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar. Beratnya luka
bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Selain beratnya luka bakar, umur dan
keadaan
kesehatan
penderita
sebelumnya
merupakan
faktor
yang
sangat
mempengaruhi prognosis.1
3.
kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang
merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal
dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatulapisan jaringan
ikat.2
Gambar 1. Lapisan kulit
( sumber : www.medicastore.com )
a. Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari
epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan
Merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal
pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh
ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Fungsi Epidermis : Proteksi
barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi
sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans). Epidermis
terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) :
Stratum Korneum : Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan
berganti.
Stratum Lusidum : Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal
telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
Stratum Granulosum : Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang
intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang
dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin.
Terdapat sel Langerhans.
Stratum Spinosum: Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan
tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting
untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi.
4
ikat
yang
menyokong
epidermis
dan
ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan
mechanical shock absorber.2
4. Etiologi
Penyebab luka bakar yang tersering adalah terbakar api langsung yang dapat
dipicu atau diperparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas
kompor rumah tangga, cairan cairan dari tabung pemantik api, yang akan
menyebabkan luka bakar pada seluruh atau sebagian tebal kulit. Pada anak kurang
lebih 60% luka bakar disebabkan oleh air panas yang terjadi pada kecelakaan rumah
tangga, dan umumnya merupakan luka bakar superfisial, tetapi dapat juga mengenai
seluruh ketebalan kulit (derajat tiga).
Penyebab luka bakar lainnya adalah pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik,
maupun bahan kimia. Bahan kimia ini bisa berupa asam atau basa kuat. Asam kuat
menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi protein dan rasa nyeri yang hebat. Asam
hidrofluorida mampu menembus jaringan sampai ke dalam dan menyebabkan
toksisitas sistemik yang fatal, bahkan pada luka yang kecil sekalipun. Alkali atau basa
kuat yang banyak terdapat dalam rumah tangga antara lain cairan emutih pakaian
(bleaching), berbagai cairan pembersih, dll. Luka bakar yang disebabkan oleh basa
kuat akan menyebabkan jaringan mengalami nekrosis yang mencair (liquefactive
necrosis). Kemampuan alkali menembus jaringan lebih dalam lebih kuat daripada
asam, kerusakan jaringan lebih berat karena sel mengalami dehidrasi dan terjadi
denaturasi protein dan kolagen. Rasa sakit baru timbul belakangan sehingga penderita
sering terlambat datang untuk berobat dan kerusakan jaringan sudah meluas.1
Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn) :
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald) ,jilatan
api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak
dengan objek-objek panas lainnya(logam panas, dan lain-lain
Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah
Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
5. Patofisiologi
Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m 2 pada anak
baru lahir sampai 1m2 pada orang dewasa. Apabila kulit terbakar atau terpajan suhu
tinggi, pembuluh kapiler dibawahnya, area sekitarnya dan area yang jauh sekali pun
akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya meningkat. Terjadilah kebocoran
cairan intrakapiler ke interstisial sehingga terjadi udem dan bula yang mengandung
banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan mengakibatkan hilangnya
fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan.
Kedua penyebab di atas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan
intravaskular. Pada luka bakar yang luasnya kurang dari 20%, mekanisme kompensasi
tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas (lebih dari 20%), dapat
terjadi syok hipovolemik disertai gejla yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin,
berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin
berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan, maksimal terjadi setelah delapan jam.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi.
Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhirup.
Udem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan
gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara parau, dan dahak berwarna gelap akibat
7
jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya.
Karbonmonoksida sangat kuat terikat dengan hemoglobin sehingga hemoglobin tidak
mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan yaitu lemas, bingung, pusing,
mual, dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih dari 60%
hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi
serta penyerapan kembali cairan dari ruang interstisial ke pembuluh darah yang
ditandai dengan meningkatnya diuresis.
Luka bakar umumnya tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati yang
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah
infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler
yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan
tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari
kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan
kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial biasanya sangat
berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang
berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi
kuman Gram negatif. Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin
protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada
luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup
luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan
eksudasi oleh jaringan granu lasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan noninvasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang
mudah terlepas dengan nanah yang bayak. Infeksi yang invasif ditandai dengan
keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula
sehat menjadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat dua menjadi
derajat tiga. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan
yang terbakar dan menimbulkan trombosis.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat dua dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen
epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat,
8
atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat dua yang dalam mungkin meninggalkan
parut hipertrofik yang nyeri, gagal, kaku dan secara estetik sangat jelek.
Luka bakar derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami
kontraktur. Bila ini terjadi di prsendian; fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut,
peristaltis usus menurun atau berhenti karena syok. Juga peristaltis dapat menurun
karena kekurngan ion kalium.
Stres atau beban faali setra hipoperfusi daerah splangnikus pada penderita luka
bakar berat dapat menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum
dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai
tukak Curling atau stress ulcer. Aliran darah ke lambung berkurang sehingga terjadi
iskemia mukosa. Bila keadaan ini berlanjut, dapat timbul ulkus akibat nekrosis
mukosa lambung. Yang dikhawatirkan
darah menuju usus juga berkurang, yang pada akhirnya dapat terjadi ileus
intestinal dan disfungsi gastrointestia pada klien dengan luka bakar yang lebih dari
25 %.
d. Sistem Imun
Fungsi sistem immune mengalami depresi. Depresi pada aktivitas
lymphocyte, suatu penurunan dalam produksi immunoglobulin, supresi aktivitas
complement dan perubahan/gangguan pada fungsi neutropil dan macrophage
dapat terjadi pada klien yang mengalami luka bakar yang luas. Perubahanperubahan ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan sepsis yang mengancam
kelangsungan hidup klien.
e. Sistem Respiratori
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan
kadar oksigen arteri dan lung compliance.
Smoke Inhalation
Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner yang seringkali
berhubungan dengan injuri akibat jilatan api. Kejadian injuri inhalasi ini
diperkirakan lebih dari 30 % untuk injuri yang diakibatkan oleh api. Manifestasi
klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi meliputi adanya LB yang mengenai
wajah, kemerahan dan pembengkakan pada oropharynx atau nasopharynx, rambut
hidung yang gosong, agitasi atau kecemasan, takhipnoe, kemerahan pada selaput
hidung, stridor, wheezing, dyspnea, suara serak, terdapat carbon dalam sputum,
dan batuk. Bronchoscopy dan Scaning paru dapat mengkonfirmasikan diagnosis.
Patofisiologi pulmoner yang dapat terjadi pada injuri inhalasi berkaitan dengan
berat dan tipe asap atau gas yang dihirup.
Keracunan Carbon Monoxide
CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu substansi organik
terbakar. Ia merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, yang
dapat mengikat hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen. Dengan terhirupnya
CO, maka molekul oksigen digantikan dan CO secara reversibel berikatan dengan
hemoglobin sehingga membentuk carboxyhemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan
dapat terjadi akibat penurunan secara menyeluruh pada kemampuan pengantaran
oksigen dalam darah. Kadar COHb dapat dengan mudah dimonitor melalui kadar
serum darah.1,3
11
( sumber : www.bedahminor.com )
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak lebih besar. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak
kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi dan rumus 10-15-20 untuk anak.
Gambar 4. Rumus Perhitungan Luas luka Bakar
12
( sumber : www.bedahminor.com )
Untuk anak, kepala dan leher 15%, badan depan dan belakang masing-masing
20%, ekstremitas atas kanan dan kiri masing-masing 10%, ekstremitas bawah kanan
dan kiri masing-masing 15%.1,3
Metode Lund dan Browder yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya
porsi massa tubuh di kepala pada anak.
Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan pada anak.
Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat
menggunakan Rumus 9 dan disesuaikan dengan usia:
Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso dan lengan
persentasenya sama dengan dewasa.
Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai dan
turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.
Gambar 5. Tabel Lund and Browder
13
( sumber : www.bedahminor.com )
8. Derajat luka bakar
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu dan lamanya pajanan
suhu tinggi. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga
memperdalam luka bakar Bahan baju yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu
domba (wol). Bahan sintetis, seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar juga
mudah lumer oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehigga memperberat kedalaman
luka bakar. Luka bakar derajat satu hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh
dalam 5-7 hari; misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagaI eritema dengan
keluhan rasa nyeri atau hipersensitivitas setempat.
Gambar 5. Luka Bakar Derajat Satu
14
( sumber : www.nlm.nih.gov )
Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis, tetapi masih ada elemen
epitel sehat tersisa. Elemen epitel tersebut, misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea,
kelenjar keringat, dan pangkal rambut.
Dengan adanya sisa sel epitel ini, luka dapat sembuh sendiri dalam dua
sampai tiga minggu. Gejala yang timbul adalah nyeri, gelembung atau bula berisi
cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena permeabilitas dindingnya
meningkat.
Gambar 6. Luka Bakar Derajat 2
( sumber : www.nlm.nih.gov )
Luka bakar derajat tiga meliputi seluruh kedalaman kulit dan mungkin
subkutis, atau organ yang memungkinkan penyembuhan dari dasar luka.
Biasanya diikuti dengan terbentuknya eskar yang merupakan jaringan nekrosis
akibat denaturasi protein jaringan kulit. Oleh karena itu, untuk mendapatkan
kesembuhan harus dilakukan skin grafting.
Kulit tampak pucat abu-abu gelap atau hitam, dengan permukaan lebih rendah
dari jaringan sekeliling yang masih sehat.
Tidak ada bula dan tidak terasa nyeri oleh karena ujung ujung syaraf sensorik
mengalami kerusakan atau kematian. Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada
proses epitelisasi spontan dari dasar luka.1,2,3
Gambar 7. Luka Bakar Derajat 3
15
( sumber : www.nlm.nih.gov )
Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki,
genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama) risiko signifikan untuk masalah
kosmetik dan kecacatan fungsi
Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor lainnya,
atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya
18
karena karmon monoksida memiliki afinitas 200 kali lebih besar bagi hemoglobin
dibandingkan oksigen.
Sejak dipastikan jalan nafas atas yang paten dan pasien stabil secara
hemodinamik maka harus dilakukan bronkoskopi fiberoptik fleksibel. Bila terjadi
edema pharynx yang jelas maka dapat dipasang pipa endotrakeal. Tanda cedera
inhalasi pada bronkospi mencangkup edema mukosa serta eritema, erosi dan
penimbunan bahan karbon di saluran pernapaan
Pasien cedera inhalasi diterapi dengan simptomatik. Pasien dengan bukti
keracunan karbon monoksida diberi oksigen 100% dengan pipa endotrakeal dan
diikuti dengan seri gas darah sampai ia kembali ke tingkat normal. Oksigen hiperbarik
mungkin diperlukan pada sebagian besar kasus parah.
Pasien dengan cidera paru minimum dapat diterapi dengan oksigen yang di
lembabkan dengan masker bersama bronkodilator dan mukolitik. Pada kasus cedera
lebih parah, sering diperlukan intubasi. Trakeostomi dihindari pada penderita
lukabakar karena komplikasu septik pada daerah operasi.
Semua pasien dengan stridor atau dispne harus diintubasi. Pemasangan pipa T
untuk memberikan oksigen yang dilembabkan ke pasien mungkin terapi yang
memadai samapi edema mereda tetapi pasien dengan penurunan PO 2 atau pola
ventilasi yang terburuk harus diberikan ventilator volume dan tekanan akhir ekspirasi
positif mungkin diperlukan. Pada pasien demikian ini, pemantauan invasive harus
sangat dipertimbangkan untuk menyingkirkan masalah pergeseran cairan dengan
ancaman pemburukan paru lebih lanjut. Walaupun steroid telah dianjurkan dimasa
lampau namun penggunaan pada penderita luka bakar dengan cedera inhalasi tidak
diindikasikan.3
14 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan pada luka bakar mayor. Hal ini
untuk menunjang tatalaksana, mengingat luka bakar mayor dapat menyebabkan
kerusakan yang lebih berat dan gangguan keseimbangan metabolisme tubuh yang
berat. Hal ini harus dikenali sehingga bisa diatasi secepat mungkin. Pemeriksaan yang
19
20
Luka akibat asam hidrofluorida perlu dilavase (cuci bilas) sebanyakbanyaknya dan diberi gel kalsium glukonat topikal. Pemberian kalsium sistemik juga
diperlukan karena asam hidrofluorida mengendapkan kalsium pada luka bakar.
Perawatan
lokal
adalah
mengoleskan
luka
dengan
antiseptik
dan
b Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka
bakar untuk perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena
(melalui infus) diberikan bila luas luka bakar >10%. Bila kurang dari itu dapat
diberikan cairan melalui mulut. Cairan merupakan komponen penting karena
pada luka bakar terjadi kehilangan cairan baik melalui penguapan karena kulit
yang berfungsi sebagai proteksi sudah rusak dan mekanisme dimana terjadi
perembesan cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar pembuluh darah
yang mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema). Bila hal ini terjadi
dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka volume cairan dalam
pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan kekurangan cairan yang
berat dan mengganggu fungsi organ-organ tubuh.5
16.
21
22
Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus ditentukan
secara teliti. Kemudian, jumlah cairan infus yang akan diberikan dihitung. Ada
beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini.
Cara Evans
Luas luka dalam % x BB dalam kg menjadi mL NaCl per 24 jam.
Luas luka dalam % x BB dalam kg menjadi mL plasma per 24 jam.
Keduanya merupakan pengganti cairan yang hilang akibat udem. Plasma
diperlukan untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh da meninggikan
tekanan osmosis sehingga mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali cairan
yang telah keluar.
Sebagai pengganti cairan yang hilang akibat penguapan, diberikan 2.000 cc
glukosa 5% per 24 jam.
Separuh jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. Penderita
mula-mula dipuasakan karena peristaltis usus terhambat pada keadaan prasyok, dan
mulai diberikan minum segera setelah fungsi usus normal kembali. Kalau diuresis
pada hari ketiga memuaskan dan penderita dapat dikurangi, bahkan dihentikan.
Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan
rumus Baxter, yaitu luas luka bakar dalam % x BB dalam kg x 4mL larutan Ringer.
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan
dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan kristaloid yaitu larutan ringer laktat .
Hari kedua diberikan setengah cairan pertama.
Pemberian cairan dapat ditambah (jika perlu), misalnya bila penderita dalam
keadaan syok, atau jika diuresis kurang. Untuk itu, pemantauan yang ketat sangat
penting , karena fluktuasi perubahan keadaan sangat cepat terutama pada fase awal
luka bakar. Intinya, status hidrasi penderita luka bakar luas harus dipantau terusmenerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat diihat dari diuresis normal yaitu
sekurang-kurangnya 1000-1500mL/24jam atau 1 mL/kgBB/jam dan 3mL/kgBB/jam
pada pasien anak. Yang penting juga adalah pengamatan apakah sirkulasi normal atau
tidak. Besarnya kehilangan cairan pada luka bakar luas disertai resusitasi yang tidak
23
Penutupan luka bakar dengan bahan biologis seperti kulit mayat atau kulit binatang
atau amnion manusia dapat dilakukan jika terdapat keterbatasan luas kulit penderita
atau terlalu payah. Walaupun kemungkinan ditolak, bahan tersebut dapat berfungsi
sementara sebagai penghalang penguapan berlebihan, pencegah infeksi yang lebih
parah, dan mengurangi nyeri. Namun, sedikit demi sedikit penutup sementara ini
harus diganti dengan kulit penderita sendiri sebagai penutup permanen.
Sebaiknya pada penderita luka bakar derajat dua dalam dan derajat tiga
dilakukan skin grafting untuk mencegah terjadinya keloid dan jaringan parut yang
24
hipertropik. Skin grafting dapat dilakukan sebelum hari kesepuluh, yaitu sebelum
timbulnya jaringan granulasi.
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka
bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia
yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari
permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan
sebagai daerah donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan
kulit pasien secara autograft dapat dilakukan secara split thickness skin graft atau full
thickness skin graft. Bedanya dari teknik teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit
yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut,
kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang lubang pada kulit donor
(seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan
mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari
lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah
dilakukannya pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat
dilakukan dengan mesin dermatome ataupun dengan manual dengan pisau Humbly
atau Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor
(larutan epinefrin) dan juga anestesi.
Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari
eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah dilakukan
eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya, pengendalian
perdarahan sangat diperlukan.
Saat ini telah banyak terdapat material pengganti kulit (skin subtitute) yang
dapat digunakan jika skin grafting tidak bisa dilakukan. Skin subtitute ini antara lain
integra, aloderm, dan dermagraft. Aloderm adalah dermis manusia yang elemenelemen epitelnya telah dibuang sehingga secara teoritis bersifat bebas antigen, dan
berfungsi sebagai kerangka pengganti dermis. Dermagraft merupakan hasil
pembiakan fibroblas neonatus yang digabung dengan membran silikon, kolagen babi,
dan jaring (mesh) nilon. Setelah dua minggu, membran silikon dikelupas dan
digantikan dengan STTG (split thickness skin graft). Integra merupakan analog
dermis yang terbuat dari lapisan kolagen dan kondroitin ditambah lapisan silikon
tipis.1
25
19. Nutrisi
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2.5003.000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi.
Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya memerlukan fisioterapi untuk
memperlancar peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu, sendi
diistirahatkan dalam posisi fungsional dengan bidai.1,
20. Medikamentosa
Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Yang
banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap pseudomonas.
Bila ada infeksi, antibiotik diberikan berdasarkan hasil biakan dan uji kepekaan
kuman.
Untuk mengatasi nyeri, paling baik diberikan opiat melalui intravena dalam
dosis serendah mungkin yang bisa menghasilkan analgesia yang adekuat namun tanpa
disertai hipotensi. Selanjutnya, diberikan pencegahan tetanus berupa ATS dan/atau
toksoid.
Luka bakar derajat satu dan dua yang menyisakan elemen epitel berupa
kelenjar sebasea, kelenjar keringat, atau pangkal rambut, dapat diharapkan sembuh
sendiri, asal dijaga supaya elemen epitel tersebut tidak hancur atau rusak karena
infeksi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan infeksi. Pada luka lebih dalam,
perlu diusahakan secepat mungkin membuang jaringan kulit yang mati dan memberi
obat topikal yang daya tembusnya tinggi sampai mencapai dasar jaringan mati.
Perawatan setempat dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup.
Ada beberapa jenis obat yang dianjurkan seperti golongan silver sulfadiazine
dan yang terbaru MEBO (moist exposure burn ointment). Obat topikal yang dipakai
dapat berbentuk larutan, salep atau krim. Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk
sediaan kasa (tulle). Antiseptik yang dipakai adalah yodium povidon atau nitrasargenti 0,5%. Kompres nitras-argenti yang selalu dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai
bakteriostatik untuk semua kuman. Obat ini mengendap sebagai garam sulfida atau
klorida yang memberi warna hitam sehingga mengotori semua kain. Krim silver
sulfadiazine 1% sangat berguna karena bersifat bakteriostatik, mempunyai daya
26
tembus yang cukup, efektif terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi, dan
aman. Krim ini dioleskan tanpa pembalut, dan dapat dibersihkan dan diganti setiap
hari.
Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah. Permukaan luka
yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit berkembang.
Kerugiannya, bila digunakan obat tertentu, misalnya nitras-argenti, alas tidur menjadi
kotor. Penderita dan keluarga pun merasa kurang enak karena melihat luka yang
tampak kotor. Sedapat mungkin luka yang tampak kotor. Sedapat mungkin luka
dibiarkan terbuka setelah diolesi obat.
Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang dimaksudkan
untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi, tetapi tutupnya sedeikian rupa
sehingga masih cukup longgar untuk berlangsungnya penguapan. Keuntungan
perawatan tertutup adalah luka tampak rapi, terlindung, dan enak bagi penderita.
Hanya, diperlukan tenaga dan dan lebih banyak pembalut dan antiseptik. Kadang
suasana luka yang lembap dan hangat memungkinkan kuman untuk berkembang biak.
Oleh karena itu, bila pembalut melekat pada luka, tetapi tidak berbau, sebaiknya
jangan dilepaskan, tetapi ditunggu sampai terlepas sendiri.1
Luka bakar yang mengenai daerah wajah, tangan, kaki, genitalia, perineum,
persendian utama
Luka bakar derajat 3 pada kelompok usia berapa pun
Luka bakar listrik (termasuk tersambar petir)
Luka bakar akibat zat kimia
Terdapat cedera inhalasi
Terdapat masalah medis sebelumnya (pre-existing medical conditions) kondisi
komorbiditas
Terdapat trauma penyerta, tetapi dengan luka bakar yang paling berpotensi
menimbulkan mortalitas dan morbiditas.
Jika trauma penyerta yang lebih berpotensi tinggi menimbulkan mortalitas dan
morbiditas, pasien distabilkan terlebih dahulu di trauma center sebelum ditransfer ke
unit luka bakar.
Pasien luka bakar anak yang dirawat di rumah sakit yang tidak memiliki petugas dan
fasilitas pelayanan pasien pediatrik yang memadai.
Penderita luka bakar yang memerlukan penanganan khusus untuk masalah emosional
dan sosial atau memerlukan tindakan rehabilitatif khusus (mencakup kasus
penganiayaan dan penelantaran anak).6
22. Komplikasi
SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap
berbagai stimulus klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma, luka
bakar, reaksi autoimun, sirosis, pankreatitis, dll.
Respon ini merupakan dampak dari pelepasan mediator-mediator inflamasi
(proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam proses penyembuhan luka,
namun oleh karena pengaruh beberapa faktor predisposisi dan faktor pencetus, respon
ini berubah secara berlebihan (mengalami eksagregasi) dan menyebabkan kerusakan
pada organ-organ sistemik, menyebabkan disfungsi dan berakhir dengan kegagalan
organ terkena menjalankan fungsinya; MODS (Multi-system Organ Disfunction
Syndrome) bahkan sampai kegagalan berbagai organ (Multi-system Organ
Failure/MOF).
SIRS dan MODS merupakan penyebab utama tingginya angka mortalitas pada
pasien luka bakar maupun trauma berat lainnya. Dalam penelitian dilaporkan SIRS
dan MODS keduanya menjadi penyebab 81% kematian pasca trauma; dan dapat
dibuktikan pula bahwa SIRS sendiri mengantarkan pasien pada MODS.
28
Ada 5 hal yang bisa menjadi aktivator timbulnya SIRS, yaitu infection, injury,
inflamation, inadequate blood flow, dan ischemia-reperfusion injury. Kriteria klinik
yang digunakan, mengikuti hasil konsensus American College of Chest phycisians
dan the Society of Critical Care Medicine tahun 1991, yaitu bila dijumpai 2 atau lebih
menifestasi berikut selama beberapa hari, yaitu:
-
Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2 rendah
(PaCO2 < 32 mmHg)
Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm3), leukopeni (< 4000 sel/mm3)
Prognosis
29
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya
permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu faktor
letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan
kecepatan penyembuhan.
Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada luka bakar
antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik dan
kontraktur.5
DAFTAR PUSTAKA
1. Hasibuan LY, Soedjana H, Bisono. Luka dalam buku ajar ilmu bedah. Edisi
ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.103-10.
2. David, S. 2008. Anatomi fisiologi kulit dan penyembuhan luka dalam
Surabaya Plastic Surgery. http://surabayaplasticsurgery.blogspot.com. Diakses
26 Juni 2015
3. Georgiade G, Pederson W. Luka bakar dalam sabiston buku ajar bedah. Edisi
ke-17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.h.151-9
4. American Burn Association. Guidelines for service standars and severity
classification in the treatment of burn injury. Bulletin of the American Collage
of Surgeons. 69(10). 24-8.
5. Klarisa C, Bangun K. Luka bakar dalam kapita selekta kedokteran. Edisi ke-4.
Jakarta: Penerbit Media Aesculapikus; 2014.h.251-6.
6. Prasetyo TOH, Rendy L, Juni 2008, Pertimbangan praktis merujuk pasien
luka
bakar.
Majalah
Kedokteran
Indonesia.
30
Volume
58,
No
6,