Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya sehingga
dapat menyelesaikan referat tentang luka bakar ( combustio ) untuk memenuhi tugas
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran UKRIDA di Rumah Sakit Bayukarta.
Terima kasih juga saya ucapkan kepada dr. Rio Andreas Sp.B selaku konsulen ilmu
bedah yang telah membimbing dalam mengerjakan referat ini sehingga dapat diselesaikan
tepat waktu. Referat ini menguraikan tentang luka bakar dengan gejala-gejalanya serta
komplikasinya. Dengan referat ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi penulis dan
orang yang membacanya terutama mengenai masalah luka bakar. Saya menyadari bahwa
referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saya harapkan saran dan kritik yang
membangun untuk perbaikan yang akan datang.

Karawang, 25 Juni 2015

Penyusun
1

DAFTAR ISI
1. Kata Pengantar .............................................

2. Daftar Isi..................... 2
3. Pendahuluan..........

4. Anatomi dan Fisiologi kulit... 3-5


5. Etiologi........................................................... 6-7
6. Electrical burn. 7
7. Patofisiologi............................................................ 7-10
8. Efek sistemik patofisiologi.. ..10-11
9. Luas luka bakar......................................................................................................11-13
10. Derajat luka bakar..................................................................................................14-16
11. Berat luka bakar.................................................................16-17
12. Fase pada Luka Bakar....17
13. Indikasi rawat inap.18
14. Trauma Inhalasi.18-19
15. Pemeriksaan Lab19
16. Penatalaksanaan.....................................................................................................20-21
17. Resusitasi luka bakar.21-22
18. Cairan intravena22-23
19. Tindakan bedah.23-25
20. medikamentosa..26-27
21. Komplikasi28
22. Prognosis ..29
23. Daftar pustaka........................................................................................................30-31

1. Pendahuluan
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Luka
bakar berat dapat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi
dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk
penanganannya pun tinggi. Di Amerika Serikat, kurang lebih 250.000 orang
mengalami luka bakar membutuhkan tindakan emergensi, dan sekitar 210 penderita
luka bakar meninggal dunia. Di Indonesia, belum ada angka pasti mengenai luka
bakar, tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk serta industri, angka luka bakar
tersebut makin meningkat.Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan
juga menimbukan efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya
dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar. Beratnya luka
bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Selain beratnya luka bakar, umur dan
keadaan

kesehatan

penderita

sebelumnya

merupakan

faktor

yang

sangat

mempengaruhi prognosis.1

2. Defisini Luka Bakar


Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik,
dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan
mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok)
sampai fase lanjut.
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun
tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan
rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan
kimia juga dapat menyebabkan luka bakar.1

3.

Anatomi dan Fisiologi Kulit


Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai peranan
dalam homeostasis. Kulit merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh
kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 3,6 kg dan
luasnya sekitar 1,5 1,9 meter persegi.Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis,
labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat
pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Secara embriologis
3

kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang
merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal
dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatulapisan jaringan
ikat.2
Gambar 1. Lapisan kulit

( sumber : www.medicastore.com )
a. Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari
epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan
Merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal
pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh
ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Fungsi Epidermis : Proteksi
barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi
sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans). Epidermis
terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) :
Stratum Korneum : Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan
berganti.
Stratum Lusidum : Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal
telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
Stratum Granulosum : Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang
intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang
dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin.
Terdapat sel Langerhans.
Stratum Spinosum: Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan
tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting
untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi.
4

Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan


mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale
dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel
Langerhans.
Stratum Basale (Stratum Germinativum) : Terdapat aktifitas mitosis yang
hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara
konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan,
hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang
mengandung melanosit 2.
b. Dermis
Terdiri atas jaringan

ikat

yang

menyokong

epidermis

dan

menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling


tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua lapisan :
Lapisan papiler; tipis : mengandung jaringan ikat jarang.
Lapisan retikuler; tebal : terdiri dari jaringan ikat padat.
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan
bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal,
kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai
dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan
serabut elastin berkurang. Hal ini menyebabkan kulit terjadi kehilangan
kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput. Dermis mempunyai
banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa derivat
epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas
kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis. Fungsi
Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan
shearing forces dan respon inflamasi.2
c. Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit
secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda
menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang
suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat

ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan
mechanical shock absorber.2
4. Etiologi
Penyebab luka bakar yang tersering adalah terbakar api langsung yang dapat
dipicu atau diperparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas
kompor rumah tangga, cairan cairan dari tabung pemantik api, yang akan
menyebabkan luka bakar pada seluruh atau sebagian tebal kulit. Pada anak kurang
lebih 60% luka bakar disebabkan oleh air panas yang terjadi pada kecelakaan rumah
tangga, dan umumnya merupakan luka bakar superfisial, tetapi dapat juga mengenai
seluruh ketebalan kulit (derajat tiga).
Penyebab luka bakar lainnya adalah pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik,
maupun bahan kimia. Bahan kimia ini bisa berupa asam atau basa kuat. Asam kuat
menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi protein dan rasa nyeri yang hebat. Asam
hidrofluorida mampu menembus jaringan sampai ke dalam dan menyebabkan
toksisitas sistemik yang fatal, bahkan pada luka yang kecil sekalipun. Alkali atau basa
kuat yang banyak terdapat dalam rumah tangga antara lain cairan emutih pakaian
(bleaching), berbagai cairan pembersih, dll. Luka bakar yang disebabkan oleh basa
kuat akan menyebabkan jaringan mengalami nekrosis yang mencair (liquefactive
necrosis). Kemampuan alkali menembus jaringan lebih dalam lebih kuat daripada
asam, kerusakan jaringan lebih berat karena sel mengalami dehidrasi dan terjadi
denaturasi protein dan kolagen. Rasa sakit baru timbul belakangan sehingga penderita
sering terlambat datang untuk berobat dan kerusakan jaringan sudah meluas.1
Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn) :
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald) ,jilatan
api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak
dengan objek-objek panas lainnya(logam panas, dan lain-lain
Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah
Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)

Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan


ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi
paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khusunya tunika intima,
sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada
jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown.
Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif.
Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan
terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang
terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.1,3

5. Patofisiologi
Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m 2 pada anak
baru lahir sampai 1m2 pada orang dewasa. Apabila kulit terbakar atau terpajan suhu
tinggi, pembuluh kapiler dibawahnya, area sekitarnya dan area yang jauh sekali pun
akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya meningkat. Terjadilah kebocoran
cairan intrakapiler ke interstisial sehingga terjadi udem dan bula yang mengandung
banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan mengakibatkan hilangnya
fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan.
Kedua penyebab di atas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan
intravaskular. Pada luka bakar yang luasnya kurang dari 20%, mekanisme kompensasi
tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas (lebih dari 20%), dapat
terjadi syok hipovolemik disertai gejla yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin,
berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin
berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan, maksimal terjadi setelah delapan jam.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi.
Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhirup.
Udem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan
gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara parau, dan dahak berwarna gelap akibat
7

jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya.
Karbonmonoksida sangat kuat terikat dengan hemoglobin sehingga hemoglobin tidak
mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan yaitu lemas, bingung, pusing,
mual, dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih dari 60%
hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi
serta penyerapan kembali cairan dari ruang interstisial ke pembuluh darah yang
ditandai dengan meningkatnya diuresis.
Luka bakar umumnya tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati yang
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah
infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler
yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan
tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari
kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan
kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial biasanya sangat
berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang
berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi
kuman Gram negatif. Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin
protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada
luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup
luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan
eksudasi oleh jaringan granu lasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan noninvasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang
mudah terlepas dengan nanah yang bayak. Infeksi yang invasif ditandai dengan
keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula
sehat menjadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat dua menjadi
derajat tiga. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan
yang terbakar dan menimbulkan trombosis.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat dua dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen
epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat,
8

atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat dua yang dalam mungkin meninggalkan
parut hipertrofik yang nyeri, gagal, kaku dan secara estetik sangat jelek.
Luka bakar derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami
kontraktur. Bila ini terjadi di prsendian; fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut,
peristaltis usus menurun atau berhenti karena syok. Juga peristaltis dapat menurun
karena kekurngan ion kalium.
Stres atau beban faali setra hipoperfusi daerah splangnikus pada penderita luka
bakar berat dapat menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum
dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai
tukak Curling atau stress ulcer. Aliran darah ke lambung berkurang sehingga terjadi
iskemia mukosa. Bila keadaan ini berlanjut, dapat timbul ulkus akibat nekrosis
mukosa lambung. Yang dikhawatirkan

pada tukak Curling ini adalah penyulit

perdarahan yang tampil sebagai hematemesis dan/atau melena.Fase permulaan luka


bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein menjadi negatif.
Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi, dan mudah terjadi
infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori
tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat pembakaran
protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot
mengecil, dan berat badan menurun. Kecacatan akibat luka bakar bisa sangat hebat,
terutama bila mengenai wajah. Penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat
akibat cacat tersebut., sampai bisa menimbulkan gangguan jiwa yang disebut
schizophrenia postburn.1
6. Efek Patofisiologi Luka bakar
a. Kulit
Perubahan patofisiologik yang terjadi pada kulit segera setelah luka bakar
tergantung pada luas dan ukuran luka bakar. Untuk luka bakar yang kecil (smaller
burns), respon tubuh bersifat lokal yaitu terbatas pada area yang mengalami injuri.
Sedangkan pada luka bakar yang lebih luas misalnya 25 % dari total permukaan
tubuh ( TBSA : total body surface area) atau lebih besar, maka respon tubuh
terhadap injuri dapat bersifat sistemik dan sesuai dengan luasnya injuri. Injuri luka
bakar yang luas dapat mempengaruhi semua sistem utama dari tubuh
b. Sistem kardiovaskuler
9

Segera setelah injuri luka bakar, dilepaskan substansi vasoaktif


(catecholamine, histamin, serotonin, leukotrienes, dan prostaglandin) dari jaringan
yang mengalami injuri. Substansi substansi ini menyebabkan meningkatnya
permeabilitas kapiler sehingga plasma merembes (to seep) kedalam sekitar
jaringan. Injuri panas yang secara langsung mengenai pembuluh akan lebih
meningkatkan permeabilitas kapiler. Injuri yang langsung mengenai membran sel
menyebabkan sodium masuk dan potasium keluar dari sel. Secara keseluruhan
akan menimbulkan tingginya tekanan osmotik yang menyebabkan meningkatnya
cairan intracellular dan interstitial dan yang dalam keadaan lebih lanjut
menyebabkan kekurangan volume cairan intravaskuler. Luka bakar yang luas
menyebabkan edema tubuh general baik pada area yang mengalami luka maupun
jaringan yang tidak mengalami luka bakar dan terjadi penurunan sirkulasi volume
darah intravaskuler. Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap pelepasan
catecholamine dan terjadinya hipovolemia relatif, yang mengawali turunnya
kardiac output. Kadar hematokrit meningkat yang menunjukan hemokonsentrasi
dari pengeluaran cairan intravaskuler. Disamping itu pengeluaran cairan secara
evaporasi melalui luka terjadi 420 kali lebih besar dari normal. Sedangkan
pengeluaran cairan yang normal pada orang dewasa dengan suhu tubuh normal
perhari adalah 350 ml. Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan pada perfusi
organ. Jika ruang intravaskuler tidak diisi kembali dengan cairan intravena maka
shock hipovolemik dan ancaman kematian bagi penderita luka bakar yang luas
dapat terjadi. Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar, permeabilitas kapiler
menurun, tetapi tidak mencapai keadaan normal sampai 2 atau 3 minggu setelah
injuri. Kardiac output kembali normal dan kemudian meningkat untuk memenuhi
kebutuhan hipermetabolik tubuh kira-kira 24 jam setelah luka bakar. Perubahan
pada kardiak output ini terjadi sebelum kadar volume sirkulasi intravena kembali
menjadi normal. Pada awalnya terjadi kenaikan hematokrit yang kemudian
menurun sampai di bawah normal dalam 3-4 hari setelah luka bakar karena
kehilangan sel darah merah dan kerusakan yang terjadi pada waktu injuri. Tubuh
kemudian mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-3 minggu
berikutnya.
c. Sistem Renal dan Gastrointestinal
Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan
menurunnya GFR (glomerular filtration rate), yang menyebabkan oliguri. Aliran
10

darah menuju usus juga berkurang, yang pada akhirnya dapat terjadi ileus
intestinal dan disfungsi gastrointestia pada klien dengan luka bakar yang lebih dari
25 %.
d. Sistem Imun
Fungsi sistem immune mengalami depresi. Depresi pada aktivitas
lymphocyte, suatu penurunan dalam produksi immunoglobulin, supresi aktivitas
complement dan perubahan/gangguan pada fungsi neutropil dan macrophage
dapat terjadi pada klien yang mengalami luka bakar yang luas. Perubahanperubahan ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan sepsis yang mengancam
kelangsungan hidup klien.
e. Sistem Respiratori
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan
kadar oksigen arteri dan lung compliance.
Smoke Inhalation
Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner yang seringkali
berhubungan dengan injuri akibat jilatan api. Kejadian injuri inhalasi ini
diperkirakan lebih dari 30 % untuk injuri yang diakibatkan oleh api. Manifestasi
klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi meliputi adanya LB yang mengenai
wajah, kemerahan dan pembengkakan pada oropharynx atau nasopharynx, rambut
hidung yang gosong, agitasi atau kecemasan, takhipnoe, kemerahan pada selaput
hidung, stridor, wheezing, dyspnea, suara serak, terdapat carbon dalam sputum,
dan batuk. Bronchoscopy dan Scaning paru dapat mengkonfirmasikan diagnosis.
Patofisiologi pulmoner yang dapat terjadi pada injuri inhalasi berkaitan dengan
berat dan tipe asap atau gas yang dihirup.
Keracunan Carbon Monoxide
CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu substansi organik
terbakar. Ia merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, yang
dapat mengikat hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen. Dengan terhirupnya
CO, maka molekul oksigen digantikan dan CO secara reversibel berikatan dengan
hemoglobin sehingga membentuk carboxyhemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan
dapat terjadi akibat penurunan secara menyeluruh pada kemampuan pengantaran
oksigen dalam darah. Kadar COHb dapat dengan mudah dimonitor melalui kadar
serum darah.1,3

11

7. Luas luka bakar


Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Pada
orang dewasa digunakan rumus 9, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung,
perut, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan,
paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%,
sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu untuk menaksir luasnya
permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.
Gambar 3. Rule of Nine untuk Dewasa

( sumber : www.bedahminor.com )
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak lebih besar. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak
kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi dan rumus 10-15-20 untuk anak.
Gambar 4. Rumus Perhitungan Luas luka Bakar

12

( sumber : www.bedahminor.com )
Untuk anak, kepala dan leher 15%, badan depan dan belakang masing-masing
20%, ekstremitas atas kanan dan kiri masing-masing 10%, ekstremitas bawah kanan
dan kiri masing-masing 15%.1,3
Metode Lund dan Browder yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya
porsi massa tubuh di kepala pada anak.
Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan pada anak.
Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat
menggunakan Rumus 9 dan disesuaikan dengan usia:
Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso dan lengan
persentasenya sama dengan dewasa.
Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai dan
turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.
Gambar 5. Tabel Lund and Browder

13

( sumber : www.bedahminor.com )
8. Derajat luka bakar
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu dan lamanya pajanan
suhu tinggi. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga
memperdalam luka bakar Bahan baju yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu
domba (wol). Bahan sintetis, seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar juga
mudah lumer oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehigga memperberat kedalaman
luka bakar. Luka bakar derajat satu hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh
dalam 5-7 hari; misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagaI eritema dengan
keluhan rasa nyeri atau hipersensitivitas setempat.
Gambar 5. Luka Bakar Derajat Satu

14

( sumber : www.nlm.nih.gov )
Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis, tetapi masih ada elemen
epitel sehat tersisa. Elemen epitel tersebut, misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea,
kelenjar keringat, dan pangkal rambut.
Dengan adanya sisa sel epitel ini, luka dapat sembuh sendiri dalam dua
sampai tiga minggu. Gejala yang timbul adalah nyeri, gelembung atau bula berisi
cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena permeabilitas dindingnya
meningkat.
Gambar 6. Luka Bakar Derajat 2

( sumber : www.nlm.nih.gov )
Luka bakar derajat tiga meliputi seluruh kedalaman kulit dan mungkin
subkutis, atau organ yang memungkinkan penyembuhan dari dasar luka.
Biasanya diikuti dengan terbentuknya eskar yang merupakan jaringan nekrosis
akibat denaturasi protein jaringan kulit. Oleh karena itu, untuk mendapatkan
kesembuhan harus dilakukan skin grafting.
Kulit tampak pucat abu-abu gelap atau hitam, dengan permukaan lebih rendah
dari jaringan sekeliling yang masih sehat.
Tidak ada bula dan tidak terasa nyeri oleh karena ujung ujung syaraf sensorik
mengalami kerusakan atau kematian. Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada
proses epitelisasi spontan dari dasar luka.1,2,3
Gambar 7. Luka Bakar Derajat 3

15

( sumber : www.nlm.nih.gov )

9. Beratnya luka bakar


Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh
kedalaman luka bakar. Walaupun demikian beratnya luka bergantung pada dalam,
luas, dan letak luka. Umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya akan sangat
mempengaruhi prognosis.
Selain dalam dan luasnya luka bakar, prognosis dan penanganan ditentukan
oleh letak luka, usia, dan keadaan kesehatan penderita. Perawatan daerah perineum,
ketiak, leher, dan tangan sulit, antara lain karena mudah mengalami kontraktur. Bayi
dan orang usia lanjut daya kompensisanya lebih rendah, maka bila terbakar
digolongkan ke dalam golongan berat.1

10. Petunjuk klasifikasi beratnya luka bakar menurut ABA


a. Luka Bakar Berat
Derajat II III > 20% pada pasien berusia < 10 tahun atau diatas 50 tahun
Derajat II III > 25% pada kelompok usia lain
Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki dan perineum
Adanya cidera pada jalan nafas tanpa memperhitungkan luas luka bakar
Luka bakar listrik tegangan tinggi
16

b. Luka Bakar Sedang


Luka bakar dengan luas 15-25 % mengenai orang dewasa dengan luka bakar derajat
III kurang dari 10%
Luka bakar dengan luas 10-20 % pada anak usia kurang dari 10 tahun atau dewasa
lebih dari 40 tahun dengan luka bakar derajat III kyrang dari 10%
Luska bakar derajat III kurang dari 10% pada anak maupun dewasa yang tidak
c.

mengenai muka, tangan, kaki , perineum


Luka Bakar Ringan
Luka bakar derajat II dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa
Luka bakar derajat II dengan luas kurang dari 10% pada anak-anak
Luka bakar derajat III dengan luas kurang dari 2% pada segala usia yang tidak
mengenai muka, tangan, kaki, perineum.4

11. Fase pada Luka Bakar


Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka bakar, yaitu:
a. Fase awal, fase akut, fase syok
Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada
saluran nafas yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan adanya
eskar melingkar di dada atau trauma multipel di rongga toraks; dan gangguan
sirkulasi seperti keseimbangan cairan elektrolit, syok hipovolemia.
b. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan
sepsis. Hal ini merupakan dampak dan atau perkembangan masalah yang timbul
pada fase pertama dan masalah yang bermula dari kerusakan jaringan (luka dan
sepsis luka)
c. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi
jaringan. Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut
hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan jaringan
atau struktur tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan berlangsung lama.1,3
12. Indikasi Rawat Inap
Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk
dirawat inap bila:
a

Luka bakar derajat III > 5%


17

Luka bakar derajat II > 10%

Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki,
genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama) risiko signifikan untuk masalah
kosmetik dan kecacatan fungsi

Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas

Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor lainnya,
atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya

Adanya trauma inhalasi.1

13. Trauma Inhalasi


Cedera suhu murni pada system pernafasan jarang terlihat pada penderita luka
bakar karena satu-satunya cara untuk membakar batang trakeobronkus dengan
inhalasi batang tenggorokan. Korban kebakaran terpapar asap yang mengandung
bahan kimia berbahaya, termasuk sulfur dioksida, asam hidroklorida, hidrosianida,
karbon monoksida dan karbon dioksida. Inhalasi agen jenis ini menyebabkan
kerusakan paru yang parah dan bertanggung jawab bagi komponen luka bakar tunggal
ynag paling mematikan.
Banyak pasien yang meninggal segera ditempat kejadian Karen trauma
inhalasi. Dari semua pasien luka bakar yang dibawa ke rumah sakit, cedera inhalasi
terlihat pada 30%. Sebagian pasien cedera inhalasi menderita luka bakar disekitar
kepala dan leher serta sering terbakar dalam ruang tertutup. Tetapi penting diketahui
bahwa sebagian besar pasien luka bakar kepala dan leher tidak menderita cedera paru.
Pertolongan pertama untuk korban dengan kemungkinan cedera inhalasi terdiri
dari pemindahaan penderita dari sumber gas berbahaya dan memberikan oksigen.
Ketika pertama kali diperiksa di rumah sakit semua penderita luka bakar dengan luka
bakar wajah hrus diperiksa bagi cedera inhalasi.
Indeks kecurigaan lebih tinggi pada pasien dengan rambut hidung gosong,
edema mulut dan pharynx, serak atau ada sputum berkarbon. Sementara foto toraks
pada masa awal pada pasca luka bakar biasanya normal, harus tetap dilakukan sebagai
dasar dan untuk menyingkirkan penyakit paru yang memang telah ada. Penentuan gas
darah dilakukan dengan mengevakuasi adanya karboksihemoglobin di dalam darah

18

karena karmon monoksida memiliki afinitas 200 kali lebih besar bagi hemoglobin
dibandingkan oksigen.
Sejak dipastikan jalan nafas atas yang paten dan pasien stabil secara
hemodinamik maka harus dilakukan bronkoskopi fiberoptik fleksibel. Bila terjadi
edema pharynx yang jelas maka dapat dipasang pipa endotrakeal. Tanda cedera
inhalasi pada bronkospi mencangkup edema mukosa serta eritema, erosi dan
penimbunan bahan karbon di saluran pernapaan
Pasien cedera inhalasi diterapi dengan simptomatik. Pasien dengan bukti
keracunan karbon monoksida diberi oksigen 100% dengan pipa endotrakeal dan
diikuti dengan seri gas darah sampai ia kembali ke tingkat normal. Oksigen hiperbarik
mungkin diperlukan pada sebagian besar kasus parah.
Pasien dengan cidera paru minimum dapat diterapi dengan oksigen yang di
lembabkan dengan masker bersama bronkodilator dan mukolitik. Pada kasus cedera
lebih parah, sering diperlukan intubasi. Trakeostomi dihindari pada penderita
lukabakar karena komplikasu septik pada daerah operasi.
Semua pasien dengan stridor atau dispne harus diintubasi. Pemasangan pipa T
untuk memberikan oksigen yang dilembabkan ke pasien mungkin terapi yang
memadai samapi edema mereda tetapi pasien dengan penurunan PO 2 atau pola
ventilasi yang terburuk harus diberikan ventilator volume dan tekanan akhir ekspirasi
positif mungkin diperlukan. Pada pasien demikian ini, pemantauan invasive harus
sangat dipertimbangkan untuk menyingkirkan masalah pergeseran cairan dengan
ancaman pemburukan paru lebih lanjut. Walaupun steroid telah dianjurkan dimasa
lampau namun penggunaan pada penderita luka bakar dengan cedera inhalasi tidak
diindikasikan.3

14 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan pada luka bakar mayor. Hal ini
untuk menunjang tatalaksana, mengingat luka bakar mayor dapat menyebabkan
kerusakan yang lebih berat dan gangguan keseimbangan metabolisme tubuh yang
berat. Hal ini harus dikenali sehingga bisa diatasi secepat mungkin. Pemeriksaan yang

19

dapat dilakukan: Hemoglobin, hematokrit, elektrolit, gula darah, golongan darah,


kadar COHb dan kadar sianida (pada luka bakar akiibat kebakaran di ruangan).1,3
1. Non medikamentosa
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan
oksigen pada api yang menyala. Korban dapat mengusahakannya dengan cepat
menjatuhkan diri dan berguling agar bagian pakaian yang terbakar tidak meluas.
Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri, misalnya dengan
mencelupkan bagian yang terbakar atau menceburkan diri ke air dingin, atau
melepaskan baju yang tersiram panas. Pertolongan pertama setelah sumber panas
dihilangkan adalah merendam daerah luka bakar dalam air atau menyiramnya dengan
air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas menit. Upaya pendinginan ini,
dan upaya mempertahankan suhu dingin pada jam pertama akan menghentikan proses
koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi. Yang akan terus
berlangsung walaupun api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas. Oleh
karena itu, merendam bagian yang terbakar selama lima belas menit pertama dalam
air sangat bermanfaat untuk menurunkan suhu jaringan sehingga kerusakan lebih
dangkal dan diperkecil, luka yang sebenarya menuju derajat dua dapat berhenti pada
derajat satu, atau luka yang akan menjadi tingkat tiga dihentikan pada tingkat dua atau
satu. Pencelupan atau penyiraman dapat dilakukan dengan air apa saja yang dingin,
tidak usah steril.
Pada luka bakar ringan prinsip penanganan utama adalah mendinginkan
daerah yang terbakar dengan air, mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisa-sisa
sel epitel untuk berproliferasi, dan menutup permukaan luka. Luka dapat dirawat
secara tertutup atau terbuka. Pada luka bakar berat, selain penanganan umum seperti
pada luka bakar ringan, kalau perlu, dilakukan resusitasi segera bila penderita
menunjukkan gejala syok. Bila penderita menunjukkan gejala terbakarnya jalan nafas,
diberikan campuran udara lembab dan oksigen. Kalau terjadi udem laring, dipasang
pipa endotrakea atau dibuat trakeostomi. Trakeostomi berfungsi untuk membebaskan
jalan napas, mengurangi ruang mati, dan memudahkan pembersihan jalan napas dari
lendir atau kotoran. Bila ada dugaan keracunan CO, segera diberikan oksigen murni.

20

Luka akibat asam hidrofluorida perlu dilavase (cuci bilas) sebanyakbanyaknya dan diberi gel kalsium glukonat topikal. Pemberian kalsium sistemik juga
diperlukan karena asam hidrofluorida mengendapkan kalsium pada luka bakar.
Perawatan

lokal

adalah

mengoleskan

luka

dengan

antiseptik

dan

membiarkannya terbuka untuk perawatan terbuka atau menutupnya dengan pembalut


sterila untuk perawatan tertutup. Kalau perlu, penderita dimandikan dahulu.
Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya dari
ABC (airway, breathing, Circulation)
a

Airway and breathing


Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwarna
jelaga (black sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada
wajah. Luka bakar pada daerah orofaring dan leher membutuhkan tatalaksana
intubasi (pemasangan pipa saluran napas ke dalam trakea/batang tenggorok)
untuk menjaga jalan napas yang adekuat/tetap terbuka. Intubasi dilakukan di
fasilitas kesehatan yang lengkap. Seluruh pasien luka bakar sebaiknya
mendapat oksigen 100% dengan non-rebreathing mask.5

b Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka
bakar untuk perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena
(melalui infus) diberikan bila luas luka bakar >10%. Bila kurang dari itu dapat
diberikan cairan melalui mulut. Cairan merupakan komponen penting karena
pada luka bakar terjadi kehilangan cairan baik melalui penguapan karena kulit
yang berfungsi sebagai proteksi sudah rusak dan mekanisme dimana terjadi
perembesan cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar pembuluh darah
yang mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema). Bila hal ini terjadi
dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka volume cairan dalam
pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan kekurangan cairan yang
berat dan mengganggu fungsi organ-organ tubuh.5
16.

Tatalaksana resusitasi luka bakar

21

Tatalaksana resusitasi jalan nafas:


Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan
manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan
sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas.
Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif
dan menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi
memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah
mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika dibanding
dengan intubasi.
Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi
jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian
oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan
terbentuk radikal bebas yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis.
Perawatan jalan nafas
Penghisapan sekret (secara berkala)
Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam
lumen jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan.
Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9%
ditambah dengan bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat
dengan khasiat tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan produksi sekret),
natrium bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih
kontroversial)
Bilasan bronkoalveolar
Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi
paru.1

17. Pemberian cairan intravena

22

Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus ditentukan
secara teliti. Kemudian, jumlah cairan infus yang akan diberikan dihitung. Ada
beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini.
Cara Evans
Luas luka dalam % x BB dalam kg menjadi mL NaCl per 24 jam.
Luas luka dalam % x BB dalam kg menjadi mL plasma per 24 jam.
Keduanya merupakan pengganti cairan yang hilang akibat udem. Plasma
diperlukan untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh da meninggikan
tekanan osmosis sehingga mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali cairan
yang telah keluar.
Sebagai pengganti cairan yang hilang akibat penguapan, diberikan 2.000 cc
glukosa 5% per 24 jam.
Separuh jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. Penderita
mula-mula dipuasakan karena peristaltis usus terhambat pada keadaan prasyok, dan
mulai diberikan minum segera setelah fungsi usus normal kembali. Kalau diuresis
pada hari ketiga memuaskan dan penderita dapat dikurangi, bahkan dihentikan.
Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan
rumus Baxter, yaitu luas luka bakar dalam % x BB dalam kg x 4mL larutan Ringer.
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan
dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan kristaloid yaitu larutan ringer laktat .
Hari kedua diberikan setengah cairan pertama.
Pemberian cairan dapat ditambah (jika perlu), misalnya bila penderita dalam
keadaan syok, atau jika diuresis kurang. Untuk itu, pemantauan yang ketat sangat
penting , karena fluktuasi perubahan keadaan sangat cepat terutama pada fase awal
luka bakar. Intinya, status hidrasi penderita luka bakar luas harus dipantau terusmenerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat diihat dari diuresis normal yaitu
sekurang-kurangnya 1000-1500mL/24jam atau 1 mL/kgBB/jam dan 3mL/kgBB/jam
pada pasien anak. Yang penting juga adalah pengamatan apakah sirkulasi normal atau
tidak. Besarnya kehilangan cairan pada luka bakar luas disertai resusitasi yang tidak
23

betul dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Hionatremia sebagai gejala


keracunan air dapat menyebabkan udem otak dengan tanda-tanda kejang. Kekurangan
ion K akibat banyaknya kerusakan sel dapat diketahui dari EKG yang menunjukkan
depresi segmen ST atau gelomabang U. Ketidakseimbangan elektrolit ini juga harus
dikoreksi namun bukan menjadi prioritas utama dalam resusitasi cairan emergensi
manajemen primer pasien trauma.1,3

18. Tindakan bedah


Pemotongan eskar atau eskarotomi dilakukan pada luka bakar derajat tiga
yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh karena pengerutan keropeng dan
pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan penjepitan yang
membahayakan sirkulasi sehingga bagian distal bisa mati. Tanda dini penjepitan
adalah nyeri, kemudian kehilangan daya rasa sampai kebas pada ujung-ujung distal.
Keadaan ini harus cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang yang membuka
keropeng sampai jepitan terlepas.
Debridemen diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati
dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan sesegera mungkin setelah
keadaan penderita menjadi stabil karena eksisi tangensial juga menyebabkan
perdarahan. Biasanya eksisi dini ini dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7, dan pasti
boleh dilakukan pada hari ke-10. Eksisi tangensial sebaiknya tidak dilakukan lebih
dari 10% luas permukaan tubuh, karena dapat terjadi perdarahan yang cukup banyak.
Luka bakar yang telah dibersihkan atau luka granulasi dapat ditutup dengan skin graft
yang umumnya diambil dari kulit penderita

sendiri (skin grafting autologus).

Penutupan luka bakar dengan bahan biologis seperti kulit mayat atau kulit binatang
atau amnion manusia dapat dilakukan jika terdapat keterbatasan luas kulit penderita
atau terlalu payah. Walaupun kemungkinan ditolak, bahan tersebut dapat berfungsi
sementara sebagai penghalang penguapan berlebihan, pencegah infeksi yang lebih
parah, dan mengurangi nyeri. Namun, sedikit demi sedikit penutup sementara ini
harus diganti dengan kulit penderita sendiri sebagai penutup permanen.
Sebaiknya pada penderita luka bakar derajat dua dalam dan derajat tiga
dilakukan skin grafting untuk mencegah terjadinya keloid dan jaringan parut yang

24

hipertropik. Skin grafting dapat dilakukan sebelum hari kesepuluh, yaitu sebelum
timbulnya jaringan granulasi.
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka
bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia
yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari
permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan
sebagai daerah donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan
kulit pasien secara autograft dapat dilakukan secara split thickness skin graft atau full
thickness skin graft. Bedanya dari teknik teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit
yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut,
kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang lubang pada kulit donor
(seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan
mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari
lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah
dilakukannya pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat
dilakukan dengan mesin dermatome ataupun dengan manual dengan pisau Humbly
atau Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor
(larutan epinefrin) dan juga anestesi.
Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari
eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah dilakukan
eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya, pengendalian
perdarahan sangat diperlukan.
Saat ini telah banyak terdapat material pengganti kulit (skin subtitute) yang
dapat digunakan jika skin grafting tidak bisa dilakukan. Skin subtitute ini antara lain
integra, aloderm, dan dermagraft. Aloderm adalah dermis manusia yang elemenelemen epitelnya telah dibuang sehingga secara teoritis bersifat bebas antigen, dan
berfungsi sebagai kerangka pengganti dermis. Dermagraft merupakan hasil
pembiakan fibroblas neonatus yang digabung dengan membran silikon, kolagen babi,
dan jaring (mesh) nilon. Setelah dua minggu, membran silikon dikelupas dan
digantikan dengan STTG (split thickness skin graft). Integra merupakan analog
dermis yang terbuat dari lapisan kolagen dan kondroitin ditambah lapisan silikon
tipis.1
25

19. Nutrisi
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2.5003.000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi.
Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya memerlukan fisioterapi untuk
memperlancar peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu, sendi
diistirahatkan dalam posisi fungsional dengan bidai.1,
20. Medikamentosa
Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Yang
banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap pseudomonas.
Bila ada infeksi, antibiotik diberikan berdasarkan hasil biakan dan uji kepekaan
kuman.
Untuk mengatasi nyeri, paling baik diberikan opiat melalui intravena dalam
dosis serendah mungkin yang bisa menghasilkan analgesia yang adekuat namun tanpa
disertai hipotensi. Selanjutnya, diberikan pencegahan tetanus berupa ATS dan/atau
toksoid.
Luka bakar derajat satu dan dua yang menyisakan elemen epitel berupa
kelenjar sebasea, kelenjar keringat, atau pangkal rambut, dapat diharapkan sembuh
sendiri, asal dijaga supaya elemen epitel tersebut tidak hancur atau rusak karena
infeksi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan infeksi. Pada luka lebih dalam,
perlu diusahakan secepat mungkin membuang jaringan kulit yang mati dan memberi
obat topikal yang daya tembusnya tinggi sampai mencapai dasar jaringan mati.
Perawatan setempat dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup.
Ada beberapa jenis obat yang dianjurkan seperti golongan silver sulfadiazine
dan yang terbaru MEBO (moist exposure burn ointment). Obat topikal yang dipakai
dapat berbentuk larutan, salep atau krim. Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk
sediaan kasa (tulle). Antiseptik yang dipakai adalah yodium povidon atau nitrasargenti 0,5%. Kompres nitras-argenti yang selalu dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai
bakteriostatik untuk semua kuman. Obat ini mengendap sebagai garam sulfida atau
klorida yang memberi warna hitam sehingga mengotori semua kain. Krim silver
sulfadiazine 1% sangat berguna karena bersifat bakteriostatik, mempunyai daya
26

tembus yang cukup, efektif terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi, dan
aman. Krim ini dioleskan tanpa pembalut, dan dapat dibersihkan dan diganti setiap
hari.
Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah. Permukaan luka
yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit berkembang.
Kerugiannya, bila digunakan obat tertentu, misalnya nitras-argenti, alas tidur menjadi
kotor. Penderita dan keluarga pun merasa kurang enak karena melihat luka yang
tampak kotor. Sedapat mungkin luka yang tampak kotor. Sedapat mungkin luka
dibiarkan terbuka setelah diolesi obat.
Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang dimaksudkan
untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi, tetapi tutupnya sedeikian rupa
sehingga masih cukup longgar untuk berlangsungnya penguapan. Keuntungan
perawatan tertutup adalah luka tampak rapi, terlindung, dan enak bagi penderita.
Hanya, diperlukan tenaga dan dan lebih banyak pembalut dan antiseptik. Kadang
suasana luka yang lembap dan hangat memungkinkan kuman untuk berkembang biak.
Oleh karena itu, bila pembalut melekat pada luka, tetapi tidak berbau, sebaiknya
jangan dilepaskan, tetapi ditunggu sampai terlepas sendiri.1

21. Merujuk Pasien Luka Bakar


Sangatlah penting bagi dokter di pelayanan kesehatan primer untuk
menentukan kapan sebuah kasus luka bakar cukup ditanganinya sendiri, dirujuk ke
rumah sakit, atau harus langsung dikirim ke RS dengan unit luka bakar. Keputusan ini
dibuat dengan mempertimbangkan luas, dalam, lokasi, kondisi komorbiditas,
penyebab luka bakar, serta usia pasien Yang dapat ditangani sebagai pasien rawat
jalan langsung oleh dokter adalah kasus luka bakar minor yaitu luas luka bakar
derajat2 <10% LPT pada orang dewasa atau pada anak-anak atau lansia, luka bakar
derajat 3 <2% LPT tidak tidak mengenai area wajah, genitalia, persendian, tidak
disebabkan oleh listrik atau zat kimia, tidak ada trauma termal inhalasi dan tidak ada
kondisi komorbiditas yang signifikan. Di luar kriteria ini pasien harus segera dirujuk
ke rumah sakit atau langsung ke RS dengan unit luka bakar jika terdapat kriteria
berikut :
Luka bakar derajat 2 > 1 0% LPT
27

Luka bakar yang mengenai daerah wajah, tangan, kaki, genitalia, perineum,

persendian utama
Luka bakar derajat 3 pada kelompok usia berapa pun
Luka bakar listrik (termasuk tersambar petir)
Luka bakar akibat zat kimia
Terdapat cedera inhalasi
Terdapat masalah medis sebelumnya (pre-existing medical conditions) kondisi

komorbiditas
Terdapat trauma penyerta, tetapi dengan luka bakar yang paling berpotensi
menimbulkan mortalitas dan morbiditas.
Jika trauma penyerta yang lebih berpotensi tinggi menimbulkan mortalitas dan
morbiditas, pasien distabilkan terlebih dahulu di trauma center sebelum ditransfer ke
unit luka bakar.
Pasien luka bakar anak yang dirawat di rumah sakit yang tidak memiliki petugas dan
fasilitas pelayanan pasien pediatrik yang memadai.
Penderita luka bakar yang memerlukan penanganan khusus untuk masalah emosional
dan sosial atau memerlukan tindakan rehabilitatif khusus (mencakup kasus
penganiayaan dan penelantaran anak).6

22. Komplikasi
SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap
berbagai stimulus klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma, luka
bakar, reaksi autoimun, sirosis, pankreatitis, dll.
Respon ini merupakan dampak dari pelepasan mediator-mediator inflamasi
(proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam proses penyembuhan luka,
namun oleh karena pengaruh beberapa faktor predisposisi dan faktor pencetus, respon
ini berubah secara berlebihan (mengalami eksagregasi) dan menyebabkan kerusakan
pada organ-organ sistemik, menyebabkan disfungsi dan berakhir dengan kegagalan
organ terkena menjalankan fungsinya; MODS (Multi-system Organ Disfunction
Syndrome) bahkan sampai kegagalan berbagai organ (Multi-system Organ
Failure/MOF).
SIRS dan MODS merupakan penyebab utama tingginya angka mortalitas pada
pasien luka bakar maupun trauma berat lainnya. Dalam penelitian dilaporkan SIRS
dan MODS keduanya menjadi penyebab 81% kematian pasca trauma; dan dapat
dibuktikan pula bahwa SIRS sendiri mengantarkan pasien pada MODS.
28

Ada 5 hal yang bisa menjadi aktivator timbulnya SIRS, yaitu infection, injury,
inflamation, inadequate blood flow, dan ischemia-reperfusion injury. Kriteria klinik
yang digunakan, mengikuti hasil konsensus American College of Chest phycisians
dan the Society of Critical Care Medicine tahun 1991, yaitu bila dijumpai 2 atau lebih
menifestasi berikut selama beberapa hari, yaitu:
-

Hipertermia (suhu > 38C) atau hipotermia (suhu < 36C)

Takikardi (frekuensi nadi > 90x/menit)

Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2 rendah
(PaCO2 < 32 mmHg)
Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm3), leukopeni (< 4000 sel/mm3)

atau dijumpai > 10% netrofil dalam bentuk imatur (band).


Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab (dari hasil kultur
darah/bakteremia), maka SIRS disebut sebagai sepsis. SIRS akan selalu berkaitan
dengan MODS karena MODS merupakan akhir dari SIRS.
Pada dasarnya MODS adalah kumpulan gejala dengan adanya gangguan
fungsi organ pada pasien akut sedemikian rupa, sehingga homeostasis tidak dapat
dipertahankan tanpa intervensi. Bila ditelusuri lebih lanjut, SIRS sebagai suatu proses
yang berkesinambungan sehingga dapat dimengerti bahwa MODS menggambarkan
kondisi lebih berat dan merupakan bagian akhir dari spektrum keadaan yang berawal
dari SIRS.
Setelah sembuh dari luka masalah berikutnya adalah akibat dari jaringan parut
yang dapat menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat menganggu fungsi dan
menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetika terutama bila paryt
tersebut menjadi koloid. Kekauan sendi membutuhkan fisioterapi intensif dan
kontraktur membutuhkan tindakan bedah.
Pada cacat estetika yang berat mungkin diperlukan psikiater untuk
mengembalikan rasa percaya diri penderita dan diperlukan pertolongan ahli bedah
rekonstruksi terutama jika cacat mengenai wajah. Bila luka bakar merusak jalan nafas
akibat inhalasi dapat terjadi ateletaksis, pneumonia atau insufisiensi fungsi paru
pascatrauma.1,3,5

Prognosis

29

Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya
permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu faktor
letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan
kecepatan penyembuhan.
Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada luka bakar
antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik dan
kontraktur.5

DAFTAR PUSTAKA
1. Hasibuan LY, Soedjana H, Bisono. Luka dalam buku ajar ilmu bedah. Edisi
ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.103-10.
2. David, S. 2008. Anatomi fisiologi kulit dan penyembuhan luka dalam
Surabaya Plastic Surgery. http://surabayaplasticsurgery.blogspot.com. Diakses
26 Juni 2015
3. Georgiade G, Pederson W. Luka bakar dalam sabiston buku ajar bedah. Edisi
ke-17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.h.151-9
4. American Burn Association. Guidelines for service standars and severity
classification in the treatment of burn injury. Bulletin of the American Collage
of Surgeons. 69(10). 24-8.
5. Klarisa C, Bangun K. Luka bakar dalam kapita selekta kedokteran. Edisi ke-4.
Jakarta: Penerbit Media Aesculapikus; 2014.h.251-6.
6. Prasetyo TOH, Rendy L, Juni 2008, Pertimbangan praktis merujuk pasien
luka

bakar.

Majalah

Kedokteran

Indonesia.

http://indonesia.digitaljournals.org, 25 Juni 2015

30

Volume

58,

No

6,

Anda mungkin juga menyukai