Anda di halaman 1dari 2

Mitos

Kehamilan Dan Kelahiran

Marapu adalah sebuah agama atau kepercayaan lokal yang dianut oleh masyarakat di
Pulau Sumba. Lebih dari setengah penduduk Sumba memeluk agama ini. Agama ini memiliki
kepercayaan pemujaan kepada nenek moyang dan leluhur. Pemeluk agama Marapu percaya
bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara dan bahwa setelah akhir zaman mereka akan
hidup kekal di dunia roh, yaitu di surga Marapu yang dikenal sebagai Prai Marapu.
Ngilu katiu adalah angin yang bertiup dan arah udik, karena dapat menimbulkan
penyakit pada manusia dan binatang ternak. Untuk mencegah penyakit yang dibawa oleh
angin itu, orang sumba timur menyelipkan runa kamala pau (daun mangga) pada atap di
sekeliling rumah mereka. Setiap sakit mereka slalu pergi ke tau mapingu (orang pintar) untuk
berobat supaya penyakitnya di sembuhkan.
Pada saat sekitar kelahiran seorang bayi, ada beberapa peristiwa penting yang harus
mendapat perhatian orang tua dan kaum kerabatnya. Misalnya pada bulan keempat masa
kehamilan, diadakan upacara Pamandungu pelungu (meneguhkan tumpuan) dengan
mempersembahkan pahapa, kewadaku dan mangejingu kepada para marapu dan Ndiawa
Tumbu Ndiawa Dedi (Dewa Tumbuh dan Lahir) agar kandungan luput dari mara bahaya.
Selain itu untuk mencegah adanya kekuatan-kekuatan gaib yang bersifat jahat, seorang
wanita yang sedang hamil selalu menyelipkan sebilah pisau bertuah di pinggangnya. Selama
kehamilan suami-istri harus mentaati beberapa pantangan makanan dan perbuatan agar

nantinya tidak menyulitkan kelahiran dan tidak menimbulkan cacat kepada anak yang akan
lahir.
Bila saat kelahiran telah tiba dilakukanlah upacara Hamayangu dengan persembahan
pahapa, kawadaku dan mangejingu untuk menyambut tamu yang baru datang dari alam gaib.
Menurut anggapan orang Sumba, ana rara (bayi) yang akan lahir adalah makhluk gaib yang
datang dari alam gaib dengan tena (perahu). Oleh karena itu , untuk melancarkan
kelahirannya, segala dosa orang tuanya harus diakui dan segala kelalaian dalam memenuhi
kewajiban terhadap para marapu harus dinyatakan. Setelah bayi dilahirkan tali pusatnya di
potong lalu di sumbur dengan pahapa (siri) oleh tau mapingu. Kemudian dimandikan dan
diberi nama melalui upacara Dekangu tamu, dilakukan lagi upacara Hamayangu baha kaheli
untuk membersihkan segala kekotoran dan menghaturkan terima kasih kepada para marapu.
Ketika bayi sudah berumur empat hari dilakukan upacara Kikiru (cukur). Kemudian
rambut dan tali pusar si bayi disimpan dalam kahipatu untuk turut dikuburkan bila dia
meninggal di kemudian hari. Apabila sudah berumur delapan hari dilakukan upacara
Hangguru, yaitu upacara penyambutan si bayi di tengah kaum kerabatnya. Pada masa inilah
ia mulai menginjak tanah dan turut mandi di sungai. Upacara-upacara tersebut selalu disertai
dengan persembahan pahapa, kawadaku dan mangejingu. Khususnya persembahan
mangejingu pada upacara Hangguru, harus disediakan seekor babi yang seIuruh tubuhnya
berwarna hitam (wei mitingu).

Anda mungkin juga menyukai