Anda di halaman 1dari 14

Infeksi Pneumonia Pada Anak

Jeremia Andryanto
102013015
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
Email: jeremiafk015@civitas.ac.id

Pendahuluan
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri;
merupakan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang paling sering
menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita. Bakteri penyebab pneumonia yang paling
sering adalah streptococcus pneumonia (pneumokokus), Hemophilus influenza tipe b (Hib)
dan Staphylococcus aureus (S.aureus). Diperkirakan 75% pneumonia pada anak balita Negara
berkembang termasuk Indonesia disebabkan pneumokokus dan Hib.1
Diseluruh dunia diperkirakan terjadi lebih dari 2 juta kematian balita akibat
pneumonia. Di Indonesia menurut survei kesehatan rumah tangga tahun 2001 kematian bayi
akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa pneumonia menyebabkan
kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun.1
Merujuk pada angka-angka diatas bias dimengerti bahwa para ahli menyebutnya
pneumonia sebagai The forgotten pandemic atau wabah yang terlupakan karena begitu
banyak korban meninggal akibat pneumonia tetapi sangat dikit perhatian yang diberikan
kepada masalah pneumonia. Tidak heran bila kontribusinya yang besar terhadap kematian
balita pneumonia dikenal sebagai pembunuh balita nomor satu.1
Skenario
Seorang anak perempuan berusia 2 tahun dibawa kepuskesmas dengan keluhan sesak
nafas sejak 2 hari yang lalu. Keluhan didahului oleh demam naik turun dan batuk pilek sejak
1 minggu yang llau. Batuk disertai dahak berwana kuning. Nafsu makan pasien juga

menurun. Pada PF didapati kesadaran compos mentis, tampak sesak dan rewel, tidak ada
sianosis, BB 12 Kg, frekuensi nafas 55x/menit, denyut nadi 110x/menit, suhu 38,5C,
pernafasan cuping hidung (+), retraksi intercostal (+), faring hiperemis, terdapat ronkhi basah
halus dan wheezing pada kedua lapang paru.2

Anamnesis
Pada anamnesis kasus pneumonia dapat ditanyakan identitas, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang (RPS), riwayat penyakit dahulu (RPD), riwayat penyakit keluarga (RPK)
riwayat persalinan ibu, riwayat perkembangan anak dan riwayat sosial ekonomi pasien.
Pada anamnesis identitas cermati alamat untuk tahu apakah anak tinggal di daerah
berpolusi atau tidak. Pada anamnesis KU tanyakan apakah anak terdapat batuk/sesa /demam.
Pada anamnesis RPS tanyakan, apakah sebelumnya anak tersedak. Pada anamnesis RPK
tanyakan adakah keluarga yang mengalami sakit serupa. Pada anamnesis RPD tanyakan
apakah pernah mengalami sakit serupa atau riwayat asma dan alergi, cermati ada tidaknya
gastroesofageal refluks (tanyakan apakah pernah heartburn, sering mual/muntah). Pada
anamnesis riwayat persalinan cermati apakah anak lahir BBLR (berat badan bayi lahir
rendah), apakah ada kelainan anatomi bawaan. Pada anamnesis riwayat perkembangan
tanyakan apakah anak minum ASI eksklusif dan apakah anak rutin imunisasi. Pada riwayat
sosial ekonomi tanyakan apakah anak tinggal di rumah yang sempit atau tidak.3
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pada pneumonia umumnya dilakukan dengan cara TTV (tanda-tanda vital),
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pada TTV biasanya didapatkan suhu subfebril atau
tinggi, takikardi, dan peningkatan frekuensi nafas. Pada inspeksi harus diperhatikan bentuk
thoraks dan pergerakannya, keadaan sela iga (pada pneumonia sela iga akan
mencekeung/retraksi). Selain itu juga yang bisa kita inspeksi adalah apakah pasien
mengalami sesak napas, batuk-batuk atau sianosis dan juga melihat apakah napas pasien
cepat atau lambat. Pada palpasi thoraks anterior dan posterior pasien, raba sela iga
(normal, mencembung/mencekung) dan melakukan pemeriksaan vokal fremitus pada thoraks
anterior dan posterior. Pada perkusi pemeriksa mengetuk dinding dada dan mendengar
hasilnya apakah pekak (adanya massa tumor/cairan), hipersonor (pada emfisema), redup

(adanya infiltrate), dan timpani (pada penyakit pneumothorak). Pada auskultasi pemeriksa
mendengarkan suara paru-paru. Hilangnya suara nafas normal, adanya suara retak, atau
peningkatan suara bisikan (whispered pectoryloqui) dapat mengenali daerah pada paru yang
keras dan yang penuh cairan yang dinamakan konsolidasi.
Pemeriksaan penunjang

Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan

diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan " air
broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja
tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke
arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh
Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral
atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan
konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.4

Pemeriksaan mikrobiologis
Pada pneumonia anak, pemeriksaan mikrobiologis tidak rutin dilakukan, kecuali pada

pneumonia berat yang rawat inap. Spesimen pemeriksaan ini berasal dari usap tenggorok,
sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru . Spesimen dari
saluran napas atas kurang bermanfaat untuk kultur dan uji serologis karena tingginya
prevalens kolonisasi bakteri.
Kultur sputum umumnya memerlukan kurang lebih dua sampai tiga hari, jadi sebagian besar
dari sputum digunakan untuk konfirmasi antibiotika yang sudah diberikan dan sensitif
terhadap infeksi itu. Pada contoh darah dapat dikultur dengan cara yang sama untuk mencari
infeksi dalam darah(kultur darah). Setiap bakteri yang teridentifikasi kemudian di uji untuk
melihat antibiotik mana yang paling efektif. 4

Pemeriksaan darah
Pada pneumonia virus atau mikoplasma, umunya leukosit normal atau sedikit

meningkat, tidak lebih dari 20.000/mm3 dengan predominan limfosit. Pada pneumonia
bakteri didapatkan leukositosis antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan sel
polimorfonuklear khususnya granulosit. Leukositosis hebat (30.000/mm3) hampir selalu
menunjukkan pneumonia bakteri. Adanya leukopenia (<5.000/mm3) menunjukkan prognosis
yang buruk. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan peningkatan LED. Namun, secara

umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan infeksi
virus dan bakteri secara pasti.4

Tes Serologi
Uji serologis untuk deteksi antigen dan antibodi untuk bakteri tipik memiliki

sensitivitas dan spesifisitas rendah. Pada deteksi infeksi bakteri atipik, peningkatan antibodi
IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.
Tes serologi darah yang spesifik untuk bakteri lain (Mycoplasma,Legionella,dan
Chlamydophila) dan tes urine untuk antigen Legionella yang tersedia. Sekresi dari
pernapasan dapat juga dicoba untuk menunjukan virus seperti influenza,virus syncyal
respiratory dan adenovirus.4
Anatomi
Didalam suatu mekanisme respirasi atau bernafas setiap manusia menarik nafas dan
memasukan udara. Udara yang masuk tentunya tidak langsung mencapai kedaerah tujuan
utamanya melainkan melalui beberapa tempat. Beberapa tempat yang dilalui oleh udara
tersebut adalah sebagai berikut: 5,6,7
1) Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung
berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar
keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk
lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi
menyaring partikel kotoran dalam ukuran lebih kecil yang masuk bersama udara. Juga
terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara
yang masuk.
2) Faring (Tenggorokan)
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran,
yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan
(orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring
(tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan
menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.

3) Kerongkongan (Trakea)

Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya 10 cm, terletak sebagian di leher dan
sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin
tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring
benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
4) Cabang-cabang Kerongkongan (Bronkus)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan
bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan
bronkus bentuknya tidak teratur. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus. Stelah
keluar dari daerah bronki inilah mulai terjadinya pertukaran udara.
5) Bronkiolus
Bronkiolus, yaitu jalan nafas intralobular berdiameter 5 mm atau kurang, tidak
memiliki tualng rawan atau kelenjar dalam mukosanya/hanya terdapat sebaran sel goblet di
dalam epitel segmen awal. Pada bronkiolus yang besar, epitelnya adalah epitel bertingkat
silindris bersilia, yang masik memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel epitel
selapis silindris bersilia atau selapun kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil.
Epitel bronkiolus terminalis juga mengandung sel clara. Sel-sel ini, yan tidak memiliki silia,
memiliki granul sekretori di dalam aspeknya dan diketahui menyekresi protein yang
melindungi lapisan bronkiolus terhadap polutan oksidatif dan implamasi. Bronkiolus
terminalis becabang menjadi 2 atau lebih bronkiolus respiratorius yang berfungsi sebagai
daerah peralihan antara bagian konduksi dan bagian respirasi dari system pernapasan.
Mukosa bronkiolus repiratorius secara structural identik dengan mukosa bronkiolus
terminalis kecuali dindingnya yang diselingi oleh banyak alveolus tempat terjadinya
pertukaran gas. Bagaia bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel
clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel bronkiolus menyatu dengan sel-sel alveolus
gepeng (sel alveolus tipe 1). Makin ke distal di sepanjang bronkiolus ini, jumlah alveolusnya
makin banyakdan jarak di antaranya makin pendek.
6) Alveolus
Alveolus

merupakan

penonjolan

(evaginasi)

mirip

kantong

di

bronkiolus

respiratorius, duktus alveolaris, dan sakus alveolaris. Alveoli bertanggung jawab atas
terbentunya struktur brongga di paru. Setiap dinding terletak diantara 2 alveolu yang
bersebelahan dan karenya di sebut sebagai septum atau dinding interalveolar. Satu septum
terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis, dengan kapiler, fibroblast, serat elastin dan retikulin,
matriks dan sel jaringan ikat di antara kedua lapisan tersebut.

7) Paru-paru (Pulmo)
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh
otot-otot intercostalis externus dan internus pada rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh
diafragma yang berotot kuat. Vena, arteri, dan nervus intercostalis juga ikut memparsarafi
bagian rongga dada ini. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster)
yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paruparu dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang
langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang
menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura
parietalis). Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang
berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk
secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain. Paruparu tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Paru-paru
berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk
pertukaran gas. Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter 1
mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus. Bronkiolus tidak mempunyi
tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai
epitelium berbentuk kubus bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia.
Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara (alveolus).Alveolus terdapat pada ujung akhir
bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa
atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara
kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan.
Diagnosis Kerja
Pneumonia
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli)
biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk,
demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia
baik pneumonia maupun bronchopneumonia disebut pneumonia.
Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas cepat.
Napas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan napas cepat
diketahui dengan menghitung tarikan napas dalam satu menit. Untuk balita umur 2 tahun
sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau lebih dalam satu menit, balita umur 2 bulan

sampai 2 tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih per menit, dan umur kurang dari 2 bulan
tarikan napasnya 60 kali atau lebih per menit.

Diagnosis Banding
Bronkitis Akut
Walaupun diagnosis bronkitis akut sering dibuat, namun pada anak-anak keadaan ini
mungkin tidak dijumpai sebagai wujud klinis tersendiri. Bronkitis merupakan akibat beberapa
keadaan lain saluran pernapasan atas dan bawah, dan trakea biasanya terlibat. Bronkitis akut
biasanya didahukui oleh infeksi pernapasan atas. Infeksi sekunder biasanya diakibatkan oleh
Streptococcus pneumoniae, Moraxella catarrhalis, H. influenzae dapat terjadi. Hasnya pada
anak ialah datang dengan batus sering, tidak produkktif dan timbuknya relatif bertahap, mulai
2-3 hari setelah rhinitis.
Pada saat penyakit memburuk penderita biasanya dapat terganggu oleh suara siulan
selama rspirasi, nyeri dada, dan kadang-kadang oleh napas pendek. Batuk proksimal atau rasa
mencekik pada saat sekresi tekadang disertai muntah. Dalam beberapahari batuk menjadi
produktif dan sputum berubah warnadari jernih menjadi purulen. Dalam 5-10 hari batuk
mulai menghilang dan mukus mulai encer dan badan mulai sangat malaise. Tanda-tanda fisik
bervariasi menurut umur dan stadium penyakit. Pada anak yang gizinya baik komplikasinya
sedikit, sedangkan pada anak yang malnutrisi komplikasinya bisa berupa, otitis, sinusitis dan
pneumonia. Tidak ada terapi spesifik sebagian besar sembuh tanpa pengobatan apapun. Anak
dengan serangan bronkitis akut berulang perlu dievaluasi dengan cermat untuk kemungkinan
anomali saluran pernapasan, benda asing, bronkiektasia, alergi, sinusitis, kistik fibrosis.8
Bronkiolitis
Bronkiolitis akut terjadi akibat obstruksi saluran pernapasan kecil penyakit ini terjadi
pada usia 2 tahun pertama dengan insiden memuncak pada usia 6 bulan. Penyakit ini paling
sering mengakibatkan anak harus rawat inap. Bronkiolitis ditandai dengan adanya obstruksi
bronkiolus yang disebabkan oleh edema dan kumpulan mucus serta kumpulan puin-puing
seluler dan oleh invasi oleh bagian-bagian bronkus yang lebih kecil oleh virus sehingga
terjadi penebalan pada dinding bronkiolus. Penebalan sesedikit apapun pada pronkiolus pada
bayi dapat sangat mempengaruhi aliran udara. Anak mula-mula menderita infeksi ringan
saluran napas atas disertai dengan ingus dan bersin. Gejala ini biasanya berakhir beberapa
hari.dan dapat disertai dengan penurunan nafsu makan. Dan demam 38,5-39oC.
perkembangan kegawatan biasanya disertai dengan batuk proksimal, dispnea, dan iritabilitas.

Perjalana fase yang paling kritis selama 48-72 jam pertama setelah batuk dan dispnea.
Pada fase ini anak akan merasa sangat sakit, sedangkan pada bayi akan mengalami apnea.
Sesudah periode kritis biasanya penyembuhan terjadi sangat cepat.

Namun dapat juga

menyebabkan kematian yang merupakan akibat dari serangan apnea yang lama, asidosis
respiratorik yang berat yang tidak terkompensasi, atau dehidrasi akibat kehilangan penguapan
air dan takipnea serta ketidak mampuan minum cairan. Komplikasi bakteri seperti
bronkopneumonia dan otitis media tidak lazim terjadi. Untuk penanganan penderita biasanya
diletakan atau ditempatkan pada ruangan yang udaranya telah dilembabkan. Ribavirin
(virazol), suatu agen antivirus yang tersedia untuk pengobatan akibat infeksi virus RSV.
Antibiotic tidak mempunyai nilai terapeutik kecuali penderita ada pneumonia bakteri.
Kortikosteroid tidak bermanfaat dan dapat membahayakan pada keadaan tertentu. Biasanya
obat-obatan bronkodilatator biasanya digunakan pada terapi empiric. Karena obstruksi terjadi
pada tingkat bronkiolus, trakeostomi tidak bermanfaat dan menimbulkan resiko yang besar
pada penderita yang akut. Beberapa penderita kondisinya dapat memburuk dapat dengan
cepat menjadi kegagalan pernapasan, sehingga memerlukan bantuan ventilasi.8
Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat
kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering
menginfeksi organ paru-paru (90%) dibandingkan bagian lain tubuh manusia. Penderita yang
terinfeksi biasanya akan mengalami demam subfebris yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti
influenza dan bersifat hilang timbul. Gejala lain, penurunan nafsu makan dan berat badan,
batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah), perasaan tidak enak
(malaise), dan lemah. Gejala lain antara lain dahak bercampur darah/batuk darah, sesak nafas
dan rasa nyeri pada dada, demam/meriang lebih dari sebulan, berkeringat pada malam hari
tanpa penyebab yang jelas, badan lemah dan lesu, nafsu makan menurun dan terjadi
penurunan berat badan.

Etiologi

Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri,


virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.9
1. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah
Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu
pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera
memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi
pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut
jantungnya meningkat cepat.
2. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus
yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV).
Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas,
pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya
sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat.
Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat
dan kadang menyebabkan kematian.
3. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada
manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri,
meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya
berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia,
tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat
rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati.
4. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut

pneumonia

pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia


(PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur.
Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa
bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan
jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru.
Epidemologi
Kejadian pneumonia pada balita di dunia terjadi di 15 negara dan Indonesia
menduduki urutan keenam dengan insidensi per tahunnya sekitar 6 juta (UNICEF/WHO,

2006). Pada tahun 2001, SKN menyebutkan 22,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita
di Indonesia disebabkan oleh penyakit respiratori terutama pneumonia.
Propinsi NTB, menurut Depkes RI tahun 2008, menduduki urutan pertama kejadian
pneumonia anak di Indonesia. Yaitu sekitar 56,6%. Di Propinsi NTB, Dinkes Propinsi NTB
melaporkan bahwa jumlah kejadian pneumonia pada tahun 2007 sebanyak 55.752 kasus
dimana lebih dari 70% tersebar di empat kabupaten/kota yaitu 14.247 kasus (25,5%) di
Kabupaten Lombok Barat, 9.877 kasus (17,7%) di Kabupaten Lombok Timur, 9.828 kasus
(17,6%) di Kota Mataram, dan 9.741 kasus (17,4%) di Kabupaten Lombok Tengah.10

Patofisiologi
Paru memiliki beberapa mekanisme pertahanan yang efektif yang diperlukan karena
sistem respiratori selalu terpajan dengan udara lingkungan yang sering kali terpolusi serta
mengandung iritan, patogen, dan alergen. Sistem pertahanan organ respiratorik terdiri dari
tiga unsur, yaitu refleks batuk yang bergantung pada integritas saluran respiratori, otot-otot
pernapasan, dan pusat kontrol pernapasan di sistem saraf pusat.
Pneumonia terjadi jika mekanisme pertahanan paru mengalami gangguan sehingga
kuman patogen dapat mencapai saluran napas bagian bawah. Agen-agen mikroba yang
menyebabkan pneumonia memiliki tiga bentuk transmisi primer: (1) aspirasi sekret yang
berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring, (2) infeksi aerosol
yang infeksius, dan (3) penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal. Aspirasi dan
inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia,
sementara penyebaran secara hematogen lebih jarang terjadi.Setelah mencapai alveoli, maka
mikroorganisme patogen akan menimbulkan respon khas yang terdiri dari empat tahap
berurutan, yaitu10
1. Stadium Kongesti (4 12 jam pertama): eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui
pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.
2. Stadium Hepatisasi merah (48jam berikutnya): paru tampak merah dan bergranula karena
sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisialveoli.
3. Stadium Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari): paru tampak kelabu karenaleukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
4. Stadium Resolusi (7 sampai 11 hari): Eksudat mengalami lisis dandireabsorpsi oleh makrofag

sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula.

Manifestasi Klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga
sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam
kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS.
Gejala infeksi umum seperti demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan napsu
makan, dan keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare. Gejala gangguan
respiratori seperti batuk, sesak napas, retraksi dada,takipnea, napas cuping hidung, air hunger,
merintih, sianosis.
Penatalaksanaan
Medika mentosa
1. Antibiotik
Diagnosis etiologi pneumonia sangat sulit untuk dilakukan, sehingga pemberian antibiotik
diberikan secara empirik sesuai dengan pola kuman tersering yaitu Streptococcus pneumonia
dan H. influenza. Pemberian antibiotik sesuai kelompok umur. Untuk umur dibawah 3 bulan
diberikan golongan penisilin dan aminoglikosida. Untuk usia > 3 bulan, pilihan utama adalah
ampisilin dipadu dengan kloramfenikol. Bila keadaan pasien berat atau terdapat empiema,
antibiotik adalah golongan sefalosporin. Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam
setelah panas turun, dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7 10 hari. Bila diduga
penyebab pneumonia adalah S.aureus, kloksasilin dapat segera diberikan. Bila alergi terhadap
penisilin dapat diberikan cefazolin, klindamisin, atau vancomycin. Lama pengobatan untuk
Stafilokokus adalah 3 4 minggu.10
2. Tatalaksana rawat inap
Penatalaksanaan bergantung pada usia anak dan keadaan klinis (klinis-beratnya pneumonia).
Sebagian besar pneumonia pada anak usia 3 bulan-5 tahun disebabkan infeksi virus. Oleh
karena itu pada anak usia tersebut apabila anak tampak sakit ringan, tidak demam, dapat
diobati dengan rawat jalan. Namun apabila tidak perbaikan dalam 48 jam atau terdapat
perburukan, anak harus segera dibawa ke rumah sakit. Penanganan yang dilakukan di rumah
sakit adalah sebagai berikut :10
1. Pemberian oksigen (O2) bila saturasi oksigen <92% (terutama pneumonia berat/sangat
berat)
2. Antipiretik/ penurun panas. Penurun panas yang biasa diberikan adalah paracetamol

dan ibuprofen.
3. Pemberian antibiotik. Pada pneumonia sedang-berat antibiotik diberikan melalui
infus. Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman di setiap rumah sakit.
4. Pemberian cairan yang cukup untuk mencegah dehidrasi. Pada pneumonia ringan dan
anak bisa minum, cairan dapat diberikan melalui oral (minum) dan pada pneumonia
sedang sampai berat atau anak susah minum atau diperlukan antibiotik infus maka di
perlukan untuk pemasangan infuse.
Nonmedika mentosa11

Penatalaksanaan yang dilakukan adalah untuk mengatur diet pasien anak pneumonia yang
memberikan makanan yang memenuhi gizi seimbang. Selain itu diet juga berfungsi
meningkatkan berat badan sehingga status gizi pasien meningkat menjadi status gizi yang
baik. Satu lagi tujuan diet pasien pneumonia yakni meningkatkan berat badan sehingga status
gizi pasien meningkatkan daya tahan tubuh, dengan kata lain penerapan diet pasien
pneumonia memegang peranan penting dalam mendukung proses penyembuhannya. Untuk
itu, sebisa mungkin setiap pasien pneumonia harus menjalankan terapi diet untuk
mempercepat proses penyembuhannya.

Terapi diet yang diterapkan untuk pasien pneumonia memiliki beberapa syarat. Beberapa
syarat diet pneumonia yang harus dijalani di antaranya yaitu pemenuhan energy yang
diberikan sesuai dengan kebutuhan 100 mg/kg BBI (berat badan ideal). Selain itu juga
ditambah dengan faktor stress 20 %. Kemudian syarat lain ada;ah pemenuhan protein 15%
dari kebutuhan energy total. Disamping pemenuhan kebutuhan nutrisi pokok seperti energy,
protein, lemak dan karbohidrat. Pasien pneumonia juga harus memenuhi kebutuhan vitamin
serta mineralnya.

Mencegah sebisa mungkin agar anak tidak terlalu kelelahan bermain dan menangis
karena akan merangsang refleks batuk.

Mencegah sebisa mungkin agar anak sementara waktu tidak langsung terpapar udara
yang terkontaminasi seperti asap polusi.

Memperhatikan kebersihan rumah dan lingkungan.


Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,
pneumotoraks atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis prulenta.Empiema torasis

merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri, curiga ke arah ini
apabila terdapat demam persisten meskipun sedang diberiantibiotik, ditemukan tanda klinis
dan gambaran foto dada yang mendukung yaituadanya cairan pada satu atau kedua sisi dada.
Dilaporkan juga mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik kanan meningkat,
kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak
berusia 2-24
bulan. Oleh karena miokarditis merupakankeadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk
melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan
enzim.10
Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat di turunkan
sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang
terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.12
Kesimpulan
Pneumonia adalah suatu proses peradangan di mana terdapat konsolidasi yang
disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pneumonia dapat disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur, ataupun benda asing lain yang masuk ke saluran nafas. Gejala klinis pneumonia
menunjukkan adanya batuk bersputum dan persisten, sesak nafas, nyeri dada, demam
subfebril, retraksi sela iga, nafas cepat, dan takipneu. Pneumonia dapat dikelompokan
menjadi beberapa kelompok, berdasarkan umur, gejala dan epidemiologi, bakteri penyebab,
dan predileksi infeksi. Pengobatan pneumonia dapat dengan pemberian antibiotika intravena
maupun oral misal penisilin, antibiotik golongan fluorokuinolon, dan golongan sefalosporin.
Daftar pustaka
1. Misnadiarly. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia Pada Anak Balita, Orang
Dewasa, Usia Lanjut. Ed. 1. Jakarta: Pustaka Obor Populer ; 2008. h. 26-27
2. Hardjodisastro D. Menuju seni ilmu Kedokteran. 1 st ed. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama; 2006. h.217
3.

Staff Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 3. Jakarta: Bagian
Ilmu Kesehatan FKUI.h. 1228-1243

4. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta. EGC. 2003.h.266-77


5. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Ed. 6. Jakarta: EGC;

2006.h.87-100
6.

Gunardi S. Anatomi Sistem Pernapasan. Jakarta: Penerbit FKUI; 2007 :3-86

7. Prober CB. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15: Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran; 2012.883-84, 1483-86


8. Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta
9.Rahajoe, Nastini.N.2008.Buku Ajar Respirologi,Edisi 1.Jakarta : IDAI Nelson. 2000.
10.

Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,Volume 2.Jakarta :EGC.


Misnadiarly. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia;2010.h.21-4

11. UNICEF.WHO. Pneumonia The Forgotten Killer Of Children. New York: UNICEF;
2006. h. 30
12. Behrman RE, Vaughan VC, 1992, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi 12,
Penerbit EGC, Jakarta, hal: 617-628.

Anda mungkin juga menyukai