WHO yaitu suatu keadaan complete physical, mental, dan social well-being, and not
merely the absence of disease and infirmity1
2.
3.
Blum yaitu kesehatan manusia terdiri dari tiga unsur yang saling berinteraksi dan
saling terkait secara hirarkis, yaitu apa yang dinamakannya kesehatan somatik yang
ditandai berlangsungnya fungsi fisiologi dan integrasi anatomi, kesehatan psikis yang
mengacu pada berbagai kemampuanseperti kemampuan mengetahui, mengamati,
menyadari, dan menanggapi keadaan sehat somatiknya sendiri; dan kesehatan sosial
yang mengacu pada kesesuaian perilaku individu dengan anggota lain dalam
keluarganya, dengan keluarganya, dan dengan system sosial.1
Dari ketiga definisi terkait dengan konsep kesehatan, dapat disimpulkan bahwa kesehatan
merupakan keadaan optimum dari seorang individu dalam menjalankan perannya di dalam
struktur dan sistem sosial yang diindikasikan dengan tidak adanya symptom-symptom tertentu.
Laporan kasus
Puskesmas
: Tomang
Nomor register
Tanggal kunjungan
: 22 juli 2015
I.
II.
Identitas Pasien :
Nama
Umur
Jenis kelamin
Pekerjaan
Pendidikan
Alamat
: Aviva
: 8 tahun
: Perempuan
: pelajar
: SD
: Jl. Mandalika selatan
: Baik
: Baik
:
: tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
: Sedang
: 6 orang
III.
IV.
V.
Psikologis Keluarga :
Kebiasaan buruk
Pengambilan keputusan
Ketergantungan obat
: Puskesmas
: Kurang
Pola rekreasi
Jenis bangunan
Lantai rumah
Luas rumah
Penerangan
Kebersihan
Ventilasi
Dapur
Jamban keluarga
Sumber pencemaran
Sanitasi lingkungan
Pemanfaatan pekarangan
: Permanen
: keramik
: 4m x 8m =32 m2
: Kurang
: Kurang
: Kurang
: Ada
: Ada
: PAM
: Tidak ada
: Ada
: Ada
: Kurang
: ada tetapi tidak terlalu luas
Spiritual Keluarga :
Ketaatan beribadah
Keyakinan tentang kesehatan
: Cukup
: Kurang
VI.
VII.
: Kurang
: Sedang
: Kurang
: Kurang
: Kurang
: Betawi
: Tidak ada
1
3
No
Nama
Hub
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
Tn. B
dgn KK
KK
Keadaan
kesehatan
45 th
SMP
Tukang
Islam
2
3
Ny. S
Nn. R
Isteri
Anak
43 th
16 th
SD
SMP
Bangunan
IRT
-
Islam
Islam
Hub
Um
Pendidikan
dgn
ur
No Nam
a
Pekerja
Keadaan
Imunisasi
Keterangan
Baik
gizi
Cukup
Lupa
B
-
Baik
Baik
Cukup
Cukup
Lupa
Lengkap
+
-
Agama Keadaan
an
Keadaan Imunisasi KB ke
kesehatan gizi
KK
1
2
3
4
5
6
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
5
IX.
Keluhan Utama :
Batuk pilek sesak napas demam
X.
Keluhan Tambahan :
Suara serak, susah napas
XI.
XII.
: Sakit sedang
: Compos Mentis
:
:
:
:
IMT
Kategori
<18,5
18,5-22,9
>23,0
23,0-24,9
25,0-29,9
Obese I
>30,0
Obese II
Status gizi
Keadaan Regional
Thorax
Paru-paru :
Inspeksi
: Simetris saat statis dan dinamic, tidak ada retraksi
Palpasi
: Tidak teraba massa
Perkusi
: Tidak dilakukan
Auskultasi
: Vesikuler +/+, ronchi -/-, whezzing -/Abdomen
Inspeksi
: tampak cembung, gambaran vena dan usus tidak tampak
Palpasi
: supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar & lien tidak teraba
membesar, turgor kulit baik
Perkusi
: timpani
Auskultasi: bising usus (+), normal
XIV. Diagnosis Penyakit ;
Infeksi saluran pernapasan akut
XV. Diagnosis Banding
XVI. Diagnosis keluarga :
2. Preventif :
mempertahankan daya tahan tubuh dengan gizi seimbang, menjaga kondisi udara
sekitar
Khusus bayi melalui pemberian ASI eksklusif
Upaya mencuci tangan
Imunisasi
Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Mencegah anak-anak berhubungan dengan penderita ISPA
3. Kuratif:
Antitusif: Dekstrometorfan, 15-30 mg setiap 4-6 jam.
Analgetik-antipiretik: Paracetamol tablet 500 mg 3 kali sehari selama 5 hari.
XVIII. Prognosis :
Penyakit : dubia ad bonam
Keluarga : dubia ad bonam
Masyrakat : dubia ad bonam
XIX. Resume
Dari hasil pemeriksaan saat kunjungan rumah pada tangga 22 juli 2015,
didapatkan bahwa pasien adalah penderita inspeksi saluran pernapasan akut. Pasien
kurang memiliki pengetahuan tentang penyakitnya sehingga melakukan pola hidup yang
salah, kurang tidur, kurang olahraga dan berobat tidak teratur. Rumah pasien tergolong
rumah yang tidak sehat dilihat dari kurangnya ventilasi dan udara dalam ruangan yang
panas.Ayah pasien memiliki kebiasaan sering merokok baik di dalam rumah maupun di
lingkungan luar rumah oleh karena itu pasien disarankan untuk melakukan pencegahan
sekunder untuk mencegah komplikasi yang dapat timbul dengan minum obat secara
teratur, dan olahraga secara teratur, memperbaiki pola makan dan melakukan hal-hal yang
terdapat dalam perilaku hidup sehat. Sedangkan keluarga pasien sebagai kelompok resiko
tinggi, dianjurkan untuk berperilaku hidup sehat sedini mungkin, mulai dari menghindari
asapa rokok, dan buat ayah pasien di anjurkan untuk tidak merokok di dalam rumah, serta
hidup dengan pola makan yang sehat. Untuk mencapai kesehatan yang menyeluruh
8
hendaknya didukung pula oleh kondisi rumah yang sehat, oleh karena itu pasien
disarankan untuk memperbaiki ventilasi ruangan.
Tinjauan pustaka
Inspeksi saluran pernapasan akut.
Pendahuluan
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi pada
anak.Insidens menurut kelompok umur Balita diperkirakan 0,29 episode per anak/tahun di
negaraberkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara maju. Ini menunjukkan bahwa
terdapat156 juta episode baru di dunia per tahun dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di
negaraberkembang. Kasus terbanyak terjadi di India (43 juta), China (21 juta) dan Pakistan
(10juta)dan Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta episode. Dari semua kasus
yangterjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. Episode
batuk-pilek pada Balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali per tahun (Rudan et al Bulletin WHO
2008). ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di Puskesmas (40%-60%)
dan rumah sakit (15%-30%).
Pneumonia adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibanding dengan
gabunganpenyakit AIDS, malaria dan campak. Di dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2
jutaBalita meninggal karena Pneumonia (1 Balita/20 detik) dari 9 juta total kematian Balita.
Diantara 5 kematian Balita, 1 di antaranya disebabkan oleh pneumonia. Bahkan karena besarnya
kematian pneumonia ini, pneumonia disebut sebagai pandemi yang terlupakan atau the
forgotten pandemic. Namun, tidak banyak perhatian terhadap penyakit ini, sehingga pneumonia
disebut
juga
pembunuh
Balita
yang
terlupakan
atau
the
forgotten
killer
of
pneumonia, Haemophilus influenza dan Respiratory Syncytial Virus sebagai penyebab utama
pneumonia pada anak (Rudan et al Bulletin WHO 2008). Pengendalian ISPA di Indonesia
dimulai pada tahun 1984, bersamaan dengan diawalinya pengendalian ISPA di tingkat global
oleh WHO.
Klasifikasi ISPA dapat dikelompokkan berdasarkan golongannya dan golongannya umur yaitu :
a. Menurut Anonim (2008) ISPA berdasarkan golongannya :
1)
Pneumonia yaitu proses infeksi akut yang mengenai jaringan paruparu (alveoli).
2)
Bukan pneumonia meliputi batuk pilek biasa (common cold), radang tenggorokan
(pharyngitis), tonsilitis dan infeksi telinga (otitis media).
b)
c)
Pneumonia
berat
yaitu
adanya
batuk
dan
nafas
cepat
(fastbreathing) dan tarikan dinding pada bagian bawah ke arah dalam (servere
chest indrawing).
2)
b)
Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkhiol dan alveoli yang dapat disebabkan oleh
berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit. Pneumonia menjadi penyebab
kematian tertinggi pada balita dan bayi serta menjadi penyebab penyakit umum terbanyak.Tanda
11
serta gejala yang lazim dijumpai pada pneumonia adalah demam, tachypnea, takikardia, batuk
yang produktif, serta perubahan sputum baik dari jumlah maupun karakteristiknya. Selain itu
pasien akan merasa nyeri dada seperti ditusuk pisau, inspirasi yang tertinggal pada pengamatan
naik-turunnya dada sebelah kanan pada saat bernafas. Mikroorganisme penyebab pneumonia
meliputi: bakteri, virus, mycoplasma, chlamydia dan jamur. Pneumonia karena virus banyak
dijumpai pada pasien immunocompromised, bayi dan anak. Virus-virus yang menginfeksi adalah
virus saluran napas seperti RSV, Influenza type A, parainfluenza, adenovirus.
Etiologi
Lebih dari 90% disebabkan oleh virus. Virus tersebut meliputi rhinovirus, parainfluenza virus,
adenovirus, coxsackleivirus, RSV, coronavirus. Sedangkan penyebab tersering ISPA adalah
streptococcus -hemoliticus.
Epidemiologi
ISPA meliputi 50%dari keseluruhan penyakit pada anak berusia dibawah 5 tahun dan 30% pada
anak berusia 5-12 tahun. Sebagian besar ISPA terbatas pada saluran pernapasan atas sja, hanya
sekitar 5% kasus yang melibatkan saluran pernapasan bawah. ISPA lebih sering doialami anakanak dari pada orang dewasa (6-8 kali vs 2-4 kali pertahun). Insidensnya meingkat seiring
pertambahan usia, mencapai puncak pada usia 4-7 tahun. ISPA yang disebabkan oleh bakteri
(faringitis streptococcus) memliki insiden tetinggi pada usia 5-18 tahun dan jarang dialami pada
usia dibawah 3 tahun.
Faktor resiko
o Gizi kurang/buruk
o Tidak mengkonsumsi ASI
o Berat badan lahir rendah
o Imunisasi tidak lengkap
o Pendidikan orangtua rendah
o Tingkat sosioekonomi rendah
Diagnosis
12
1. Manifestasi klinis
Rhinitis diseut juga common cold, sirisa ataupun selesma. Ditandai dengan
pilek hidung gatal dan juga bersin, hidung tersumbat iritasi tenggorokan dan
juga demam. Selain itu dapat ditemukan gejala umum infeksi virus seperti
mialgia, malaise, iritable. Pemeriksaan fisik tidak menunjukan tnda yang khas,
dapat ditemukan edema dan eritema mukosa hidung serta limfadenopati
servikalis anterior
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
13
Rinosinsitis;
o Roentgen; menunjukan adanya perselubungan homogen, penebalan
mukosa sedikitnya 4mm atau adanya air fluid level.
o CT scan sinus paranasal; dapat memberikan gambar yang lebih akurat
daripada roentgen namun bukan pemerikasaan yang rutin dilakukan.
o Pemeriksaan mikrobiologi dnegan bahan sekret hidung(yang umum
dilakukan namun akan ditemukan kuman yang merupakan flora
normal hidung disamping kuman patogen). Baku emasnya adalah
spesimen yang didapat dari pungsi atau aspirasi sinus maksilaris (tidak
ruti dilakukan pada anak karena memerlukan anastesi umum).
Diagnosis ditegakan apabila ditemukan bakteri >104U/mL
o Pemeriksaan transluminasi untuk mengetahui adanya cairan di sinus
yang sakit (akan terlihatlebih suram dari pada yang sehat).
Penatalaksanaan
Sebagian rinitisa disebakan oleh virus sehingga terapi antibiotik tidak diberikan. Pemberian
antibiotik tidak bermanfaat dan terbukti tidak dapat mencegah kelainan sekunder.
1. Terapi medika mentosa
a. Pengobatan simptomatis; dekongestan, antihistamin atau analgetik
b. Pada faringitis umumnya hanya diberikan terapi simptomatis;
o Apabila curiga faringitisstreptococcal berikan antibiotik selama 10 hari;
penisilin 15-30 mg/kgBB/hari (3 kali sehari); ampisilin 15-100
mg/kgBB/hari(4kali sehari); amoksisilin 25-50mg/kgBB/hari(4 kali
sehari)
o Pemebrian antibiotik sefalosporin golongan 1 dan 2 juga dapat
memberikan efek yang smaa namum tidak diberikan karena resiko
resistensinya lebih besar.
c. Pada rinosinositis dapat diberikan amoksisilin 45mg/kgBB/hari (2 kali sehari)
14
amoksisilin-klavulanat
dosis
tinggi
(80-90mg/kgBB/hari
komplikasi
akibat
media,rinosinusitis,mastoiditis,adenitis
servikalis,
penyebaran
abses
langsung
(otitis
retrofaringeal/parafaringeal,
rumahnya yaiu di Puskesmas Grogol III, dan dilihat dari hasil kunjungan rumah pasien,
didapatkan bahwa tempat tinggal pasien, termasuk dalam kategori kurang sehat, sebab
kurangnya ventilasi dalam rumah, kurangnya pencahayaan di dalam rumah serta kurangnya
kebersihan didalam rumah tersebut (dapat dilihat di lampiran).
Maka terbukti bahwa kesehatan manusia sangat dipengaruhi oleh beberapa unsur menurut
Teori Blum. Oleh karena itu sebagai dokter keluarga yang bekerja di Puskesmas, sebaiknya dapat
memberikan penyuluhan perorangan untuk memperbaiki pola hidup pasien.
Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan saat kunjungan rumah pada tanggal 4 Maret 2011, didapatkan
bahwa pasien adalah penderita Hipertensi stage Itidak terkontrol. Pasien
kurang memiliki
pengetahuan tentang penyakitnya sehingga melakukan pola hidup yang salah, kurang tidur,
kurang olahraga dan berobat tidak teratur. Rumah pasien tergolong rumah yang tidak sehat
dilihat dari kurangnya ventilasi dan udara dalam ruangan yang panas.Ayah pasien memiliki
riwayat sakit darah tinggi oleh karena itu pasien disarankan untuk melakukanpencegahan
sekunder untuk mencegah komplikasi yang dapat timbul dengan minum obat secara teratur,
kontrol tekanan darahnya secara rutin minimal 1 bulan sekali dan olahraga secara teratur,
memperbaiki pola makan dan melakukan hal-hal yang terdapat dalam perilaku hidup sehat.
Sedangkan keluarga pasien sebagai kelompok resiko tinggi, dianjurkan untuk berperilaku hidup
sehat sedini mungkin dan mengontrol tekanan darah secara teratur dan hidup dengan pola makan
yang sehat. Untuk mencapai kesehatan yang menyeluruh hedaknya didukung pula oleh kondisi
rumah yang sehat, oleh karena itu pasien disarankan untuk memperbaiki ventilasi ruangan.
Saran
Pada penderita semua anak-anak yang mempunyai keluhan seperti demam batuk pilek
dan sudah terdiagnosis sebagai ISPA agar lebih memperhatikan keadaan kesehatan lingkungan
sekitar, seperti tempat pembuangan sampah ataupun polusi yang dapat menganggu sistem
pernapasan. Pada keluarga pasien sebagai kelompok risiko tinggi, untuk berperilaku hidup sehat
dengan cara menjaga ataupun menjauhkan diri dari tempat-tempat yang mungkin bisa
menyebabkan terjangkit penyakit yang sama seperti tempat berdebu ataupun yang sirklasi
udaranya tidak teratur ataupun tidak lancar. Untuk mencapai kesehatan yang menyeluruh yaitu
16
dengan memperbaiki kondisi rumah dengan cara memperbaiki ventilasi ruangan, pencahayaan
yang cukup dan menjaga kebersihan rumah, serta menjaga agar jagan ada anggota keluarga yang
merokok di dsekitar rumah baik itu di dalam maupun di luar rumah.
17
Daftar pustaka
1. Sunarto, K. Sosiologi Kesehatan. Pusat Penerbitan Universitas Indonesia. Hlm. 2.3-2.5,
2002
2. Kasper DL, Fauci AS, Lonjo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL: Harrison's
Principles Of Internal Medicine, 16 th ed, Mc Graw Hill Med. Publ.Div., 2005.
3. Mansjoer A, Suprohalita, Wardhani WL, Setiowulan W: Kapita Selekta Kedokteran,
Jakarta, Media Aaesculapius FKUI, 2001.
4. WHO Techn. Rep. Ser. 231, Arterial Hypertension & IHD (Preventive Aspects WHO
Chronicle 1962
5. Noer MS: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ketiga, Jilid kesatu, Balai Penerbit
FKUI, 2003.
6. Wawolumaya.C.Survei Epidemiologi Sederhana, Seri No.1, 2001. Cermin Dunia
Kedokteran No. 150, 2006 35
7. Boedhi-Darmojo, R. Community Prevalence of hypertension in Indonesia 8th World
Congress of Cardiology, Tokyo, 1978
8. Kartari, dkk.: Blood Pressure values and Prevalence of Hypertension in certain Ethnic
Groups in Indonesia, Bull. Health Studies, 1976
9. Mustacchi P. The Interface of the work environment and hypertension, Med. Clin. N-Am.,
61.3,531, 1977
10. Boedhi-Darmojo. R, Imam Parsudi dkk. Knowledge and Attitude of doctors on
Hypertension, 3rd ASEAN Congress of Cardiology, Singapore (1980), in MEDIKA II,7,
634-638, 1985
LAMPIRAN
18
19