Anda di halaman 1dari 19

Laporan Skill Lab Family Folder Blok 26

Maria Sarche kuna-102012117


B-FF12
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna Utara no. 6, Jakarta 11510
Email: kunasarche@ymail.com
Pendahuluan
Munculnya penyakit yang meresahkan masyarakat sangat erat kaitannya dengan aktivitas
yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi distribusi
penyakit yang mewabah dan membuat masyarakat resah antara lain: okupasi, pola makan,
aktivitas atau kebiasaan (misalnya: merokok, konsumsi alkohol, narkoba). Selain itu, dalam ilmu
epidemiologi sosial, terdapat variable-variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat
kesehatan dan tingkat kematian masyarakat, yaitu: usia, jenis kelamin, ras/ etnis, dan status sosial
ekonomi. Definisi kesehatan tidak hanya mencangkup pada satu hal. Dalam menjelaskan
hubungan antara faktor sosial dan kesehatan, kesehatan dalam hal ini akan merujuk pada satu
pengertian mengenai kesehatan yaitu :1
1.

WHO yaitu suatu keadaan complete physical, mental, dan social well-being, and not
merely the absence of disease and infirmity1

2.

Sosiologiyaitu keadaan kapasitas optimum individu untuk melaksanakan peran dan


tugas yang telah disosialisasikan1

3.

Blum yaitu kesehatan manusia terdiri dari tiga unsur yang saling berinteraksi dan
saling terkait secara hirarkis, yaitu apa yang dinamakannya kesehatan somatik yang
ditandai berlangsungnya fungsi fisiologi dan integrasi anatomi, kesehatan psikis yang
mengacu pada berbagai kemampuanseperti kemampuan mengetahui, mengamati,
menyadari, dan menanggapi keadaan sehat somatiknya sendiri; dan kesehatan sosial
yang mengacu pada kesesuaian perilaku individu dengan anggota lain dalam
keluarganya, dengan keluarganya, dan dengan system sosial.1

Dari ketiga definisi terkait dengan konsep kesehatan, dapat disimpulkan bahwa kesehatan
merupakan keadaan optimum dari seorang individu dalam menjalankan perannya di dalam
struktur dan sistem sosial yang diindikasikan dengan tidak adanya symptom-symptom tertentu.

Laporan kasus

Puskesmas

: Tomang

Nomor register

Tanggal kunjungan

: 22 juli 2015

I.

II.

Identitas Pasien :
Nama
Umur
Jenis kelamin
Pekerjaan
Pendidikan
Alamat

: Aviva
: 8 tahun
: Perempuan
: pelajar
: SD
: Jl. Mandalika selatan

Riwayat Biologis Keluarga :


Keadaan kesehatan sekarang
Kebersihan perorangan
Penyakit yang sering diderita
Penyakit keturunan
Penyakit kronis/menular
Kecacatan anggota keluarga
Pola makan
Jumlah anggota keluarga

: Baik
: Baik
:
: tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
: Sedang
: 6 orang

III.

IV.

V.

Psikologis Keluarga :
Kebiasaan buruk
Pengambilan keputusan
Ketergantungan obat

: Tidur larut malam,


: Keluarga
: Tidak ada
Tempat mencari pelayanan kesehatan

: Puskesmas
: Kurang

Pola rekreasi

Keadaan Rumah /lingkungan :

Jenis bangunan

Lantai rumah

Luas rumah

Penerangan

Kebersihan

Ventilasi

Dapur

Jamban keluarga

Sumber air minum

Sumber pencemaran

System pembuangan air limbah

Tempat pembuangan sampah

Sanitasi lingkungan

Pemanfaatan pekarangan

: Permanen
: keramik
: 4m x 8m =32 m2
: Kurang
: Kurang
: Kurang
: Ada
: Ada
: PAM
: Tidak ada
: Ada
: Ada
: Kurang
: ada tetapi tidak terlalu luas

Spiritual Keluarga :
Ketaatan beribadah
Keyakinan tentang kesehatan

: Cukup
: Kurang

VI.

VII.

Keadaan Sosial Keluarga


Tingkat pendidikan
Hubungan antar aggota keluarga
Hubungan dengan orang lain
Kegiatan organisasi sosial
Keadaan ekonomi
Kultural Keluarga
Adat yang berpengaruh
Lain lain

: Kurang
: Sedang
: Kurang
: Kurang
: Kurang

: Betawi
: Tidak ada

VIII. Daftar anggota keluarga


2

1
3

No

Nama

Hub

Umur

Pendidikan

Pekerjaan

Agama

Tn. B

dgn KK
KK

Keadaan
kesehatan

45 th

SMP

Tukang

Islam

2
3

Ny. S
Nn. R

Isteri
Anak

43 th
16 th

SD
SMP

Bangunan
IRT
-

Islam
Islam

Hub

Um

Pendidikan

dgn

ur

No Nam
a

Pekerja

Keadaan

Imunisasi

Keterangan

Baik

gizi
Cukup

Lupa

B
-

Baik
Baik

Cukup
Cukup

Lupa
Lengkap

+
-

Agama Keadaan

an

Keadaan Imunisasi KB ke

kesehatan gizi

KK

1
2
3
4
5
6

Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam

Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
5

IX.

Keluhan Utama :
Batuk pilek sesak napas demam

X.

Keluhan Tambahan :
Suara serak, susah napas

XI.

Riwayat Penyakit sekarang :


Hari ini pasien mendatangi puskesmas untuk berobat. Keluhan yang
dialami pasien adalah sejak 3 hari yang lalu pasien mengalami batuk pilek yang
tidak kunjung berhenti, disertai demam. Sebelum nya ibu pasien sudah
memberikan obat penurun panas dan hasilnya panas pasien mulai turun. Tetapi
batuk pileknya tidak hilang. Ditambah kadang pasien juga merasakan kesulitan
bernapas dan suaranya serak karena batuk. Ini bukan baru pertama dialami,
sebelumnya sekitar bulan maret pasien juga pernah berobat ke puskesmas dengan
keluhan yang sama. Awalnya gejala batuk pilek ini hanya dialami oleh si pasien
namun sekarang ketiga saudara/saudarinya pun ikut mengalami keluhan yang
sama. Namun yang berobat barulah si pasien ini. Dari keterangan ibu pasien,
keluhan ini semakin bertambah semenjak merka pulang dari kampung halaman 2

XII.

hari yang lalu.


Riwayat penyakit dahulu :
Tidak ada

XIII. Pemeriksaan fisik :


Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Pernapasan
Nadi
Suhu
Status Gizi
IMT

: Sakit sedang
: Compos Mentis
:
:
:
:

= BB (kg) / TB2 (m2)


= 24/(1,30)2 = 14,20kg/m2
6

IMT

Kategori

<18,5

Bera badan kurang

18,5-22,9

Berat badan normal

>23,0

Kelebihan berat badan

23,0-24,9

Beresiko menjadi obese

25,0-29,9

Obese I

>30,0

Obese II

Status gizi

= kurang, berat badan kurang

Keadaan Regional
Thorax
Paru-paru :
Inspeksi
: Simetris saat statis dan dinamic, tidak ada retraksi
Palpasi
: Tidak teraba massa
Perkusi
: Tidak dilakukan
Auskultasi
: Vesikuler +/+, ronchi -/-, whezzing -/Abdomen
Inspeksi
: tampak cembung, gambaran vena dan usus tidak tampak
Palpasi
: supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar & lien tidak teraba
membesar, turgor kulit baik
Perkusi
: timpani
Auskultasi: bising usus (+), normal
XIV. Diagnosis Penyakit ;
Infeksi saluran pernapasan akut
XV. Diagnosis Banding
XVI. Diagnosis keluarga :

XVII. Anjuran penatalaksanaan penyakit :


1. Promotif : Menjelaskan tentang penyakit inspeksi saluran pernapasan atas. Pemberian
penyuluhan tentang ISPA dan bagaimana cara pencegahan dan mengobatinya. Perbaikan
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

2. Preventif :
mempertahankan daya tahan tubuh dengan gizi seimbang, menjaga kondisi udara
sekitar
Khusus bayi melalui pemberian ASI eksklusif
Upaya mencuci tangan
Imunisasi
Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Mencegah anak-anak berhubungan dengan penderita ISPA
3. Kuratif:
Antitusif: Dekstrometorfan, 15-30 mg setiap 4-6 jam.
Analgetik-antipiretik: Paracetamol tablet 500 mg 3 kali sehari selama 5 hari.
XVIII. Prognosis :
Penyakit : dubia ad bonam
Keluarga : dubia ad bonam
Masyrakat : dubia ad bonam

XIX. Resume
Dari hasil pemeriksaan saat kunjungan rumah pada tangga 22 juli 2015,
didapatkan bahwa pasien adalah penderita inspeksi saluran pernapasan akut. Pasien
kurang memiliki pengetahuan tentang penyakitnya sehingga melakukan pola hidup yang
salah, kurang tidur, kurang olahraga dan berobat tidak teratur. Rumah pasien tergolong
rumah yang tidak sehat dilihat dari kurangnya ventilasi dan udara dalam ruangan yang
panas.Ayah pasien memiliki kebiasaan sering merokok baik di dalam rumah maupun di
lingkungan luar rumah oleh karena itu pasien disarankan untuk melakukan pencegahan
sekunder untuk mencegah komplikasi yang dapat timbul dengan minum obat secara
teratur, dan olahraga secara teratur, memperbaiki pola makan dan melakukan hal-hal yang
terdapat dalam perilaku hidup sehat. Sedangkan keluarga pasien sebagai kelompok resiko
tinggi, dianjurkan untuk berperilaku hidup sehat sedini mungkin, mulai dari menghindari
asapa rokok, dan buat ayah pasien di anjurkan untuk tidak merokok di dalam rumah, serta
hidup dengan pola makan yang sehat. Untuk mencapai kesehatan yang menyeluruh
8

hendaknya didukung pula oleh kondisi rumah yang sehat, oleh karena itu pasien
disarankan untuk memperbaiki ventilasi ruangan.

Tinjauan pustaka
Inspeksi saluran pernapasan akut.
Pendahuluan
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi pada
anak.Insidens menurut kelompok umur Balita diperkirakan 0,29 episode per anak/tahun di
negaraberkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara maju. Ini menunjukkan bahwa
terdapat156 juta episode baru di dunia per tahun dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di
negaraberkembang. Kasus terbanyak terjadi di India (43 juta), China (21 juta) dan Pakistan
(10juta)dan Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta episode. Dari semua kasus
yangterjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. Episode
batuk-pilek pada Balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali per tahun (Rudan et al Bulletin WHO
2008). ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di Puskesmas (40%-60%)
dan rumah sakit (15%-30%).
Pneumonia adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibanding dengan
gabunganpenyakit AIDS, malaria dan campak. Di dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2
jutaBalita meninggal karena Pneumonia (1 Balita/20 detik) dari 9 juta total kematian Balita.
Diantara 5 kematian Balita, 1 di antaranya disebabkan oleh pneumonia. Bahkan karena besarnya
kematian pneumonia ini, pneumonia disebut sebagai pandemi yang terlupakan atau the
forgotten pandemic. Namun, tidak banyak perhatian terhadap penyakit ini, sehingga pneumonia
disebut

juga

pembunuh

Balita

yang

terlupakan

atau

the

forgotten

killer

of

children(Unicef/WHO 2006, WPD 2011). Di negara berkembang 60% kasus pneumonia


disebabkan oleh bakteri, menurut hasil Riskesdas 2007 proporsi kematian Balita karena
pneumonia menempati urutan kedua (13,2%) setelah diare. Sedangkan SKRT 2004 proporsi
kematian Balita karena pneumonia menempati urutan pertama sementara di negara maju
umumnya disebabkan virus.
Berdasarkan bukti bahwa faktor risiko pneumonia adalah kurangnya pemberian ASI
eksklusif,gizi buruk, polusi udara dalam ruangan (indoor air pollution), BBLR, kepadatan
pendudukdan kurangnya imunisasi campak. Kematian Balita karena Pneumonia mencakup 19%
dari seluruh kematian Balita dimana sekitar 70% terjadi di Sub Sahara Afrika dan Asia Tenggara.
Walaupun data yang tersedia terbatas, studi terkini masih menunjukkan Streptococcus
10

pneumonia, Haemophilus influenza dan Respiratory Syncytial Virus sebagai penyebab utama
pneumonia pada anak (Rudan et al Bulletin WHO 2008). Pengendalian ISPA di Indonesia
dimulai pada tahun 1984, bersamaan dengan diawalinya pengendalian ISPA di tingkat global
oleh WHO.
Klasifikasi ISPA dapat dikelompokkan berdasarkan golongannya dan golongannya umur yaitu :
a. Menurut Anonim (2008) ISPA berdasarkan golongannya :
1)

Pneumonia yaitu proses infeksi akut yang mengenai jaringan paruparu (alveoli).

2)

Bukan pneumonia meliputi batuk pilek biasa (common cold), radang tenggorokan
(pharyngitis), tonsilitis dan infeksi telinga (otitis media).

b. Menurut Khaidirmuhaj (2008), ISPA dapat dikelompokkan berdasarkan golongan umur


yaitu:
1)

Untuk anak usia 2-59 bulan :


a)

Bukan pneumonia bila frekuensi pernafasan kurang dari 50 kali


permenit untuk usia 2-11 bulan dan kurang dari 40 kali permenit untuk usia 12-59
bulan, serta tidak ada tarikan pada dinding dada.

b)

Pneumonia yaitu ditandai dengan nafas cepat (frekuensi pernafasan


sama atau lebih dari 50 kali permenit untuk usia 2-11 bulan dan frekuensi
pernafasan sama atau lebih dari 40 kali permenit untuk usia 12-59 bulan), serta
tidak ada tarikan pada dinding dada.

c)

Pneumonia

berat

yaitu

adanya

batuk

dan

nafas

cepat

(fastbreathing) dan tarikan dinding pada bagian bawah ke arah dalam (servere
chest indrawing).
2)

Untuk anak usia kurang dari dua bulan :


a)

Bukan pneumonia yaitu frekuensi pernafasan kurang dari 60 kali


permenit dan tidak ada tarikan dinding dada.

b)

Pneumonia berat yaitu frekuensi pernafasan sama atau lebih dari


60 kali permenit (fast breathing) atau adanya tarikan dinding dada tanpa nafas
cepat.

Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkhiol dan alveoli yang dapat disebabkan oleh
berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit. Pneumonia menjadi penyebab
kematian tertinggi pada balita dan bayi serta menjadi penyebab penyakit umum terbanyak.Tanda
11

serta gejala yang lazim dijumpai pada pneumonia adalah demam, tachypnea, takikardia, batuk
yang produktif, serta perubahan sputum baik dari jumlah maupun karakteristiknya. Selain itu
pasien akan merasa nyeri dada seperti ditusuk pisau, inspirasi yang tertinggal pada pengamatan
naik-turunnya dada sebelah kanan pada saat bernafas. Mikroorganisme penyebab pneumonia
meliputi: bakteri, virus, mycoplasma, chlamydia dan jamur. Pneumonia karena virus banyak
dijumpai pada pasien immunocompromised, bayi dan anak. Virus-virus yang menginfeksi adalah
virus saluran napas seperti RSV, Influenza type A, parainfluenza, adenovirus.
Etiologi
Lebih dari 90% disebabkan oleh virus. Virus tersebut meliputi rhinovirus, parainfluenza virus,
adenovirus, coxsackleivirus, RSV, coronavirus. Sedangkan penyebab tersering ISPA adalah
streptococcus -hemoliticus.
Epidemiologi
ISPA meliputi 50%dari keseluruhan penyakit pada anak berusia dibawah 5 tahun dan 30% pada
anak berusia 5-12 tahun. Sebagian besar ISPA terbatas pada saluran pernapasan atas sja, hanya
sekitar 5% kasus yang melibatkan saluran pernapasan bawah. ISPA lebih sering doialami anakanak dari pada orang dewasa (6-8 kali vs 2-4 kali pertahun). Insidensnya meingkat seiring
pertambahan usia, mencapai puncak pada usia 4-7 tahun. ISPA yang disebabkan oleh bakteri
(faringitis streptococcus) memliki insiden tetinggi pada usia 5-18 tahun dan jarang dialami pada
usia dibawah 3 tahun.
Faktor resiko
o Gizi kurang/buruk
o Tidak mengkonsumsi ASI
o Berat badan lahir rendah
o Imunisasi tidak lengkap
o Pendidikan orangtua rendah
o Tingkat sosioekonomi rendah

Diagnosis
12

1. Manifestasi klinis

Rhinitis diseut juga common cold, sirisa ataupun selesma. Ditandai dengan
pilek hidung gatal dan juga bersin, hidung tersumbat iritasi tenggorokan dan
juga demam. Selain itu dapat ditemukan gejala umum infeksi virus seperti
mialgia, malaise, iritable. Pemeriksaan fisik tidak menunjukan tnda yang khas,
dapat ditemukan edema dan eritema mukosa hidung serta limfadenopati
servikalis anterior

Faringitis-Tonsilitis-Tonsilofairngitis bakterialis(streptococcus sp.) ditandai


dengan nyeri tenggorokan dengan awitan mendadak, disfagia,demam
tinggi(dapat mevapai 400 C), nyeri kepala dan keluhan gastrointestinal, seperti
nyeri perut atau muntah. Pada pemeriksaan fisis ditemukan faring
hiperemis,tonsil bengkak dengan eksudasi, kelenjar getah bening anterior
bengkak dengan nyeri, uvula bengkak dan hiperemis, ptekie alatum molle dan
ruam skarlatina (ruam kemerahan seperti sunburn dsertai rasa gatal muncul
pada wajah dan leher menyebar ke dada dan punggung kemudian ke seluruh
tubuh.)

Faringitis Viral. Ditandai dengan rinorea, suara serak, batuk, konjungtivitis


diare dengan aiwatan yang bertahap melibatkan beberapa mukosa dan adanya
kontak dengan pasien rinitis.

Faringitis Difteri. Ditandai dnegan membrana simetris(daat meluas dari batas


anterior tonsil,hingga ke palatum mole dan atau ke uvula) mulai berdarah
berwarna kelabu pada faring.

Rinosinositis. Ditandai dnegan rinorea hidung tersumbat bersin-bersin/gatal,


batuk, neyri tekan wajah/pipi, nyeri kepala, ingus purulen, postnasal drip,
napas bau, hiposmia/anosmia, dan demam. Pada pemeriksaan fisis dapat
ditemukan edema-eritema mukosa hidung desertai dengan rinorea, nyeri tekan
dilokasi sinus, postnasal drip di dinding belakang faring dan deviasi septum
nasi/polip sebagai faktor predisposisi.

2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
13

Faringitis; kutur swab tenggorok padafaringitis bakterialbertujuan untuk


mendeteksi adanya bakteri streptococcus -hemolitikus grup A.

Rinosinsitis;
o Roentgen; menunjukan adanya perselubungan homogen, penebalan
mukosa sedikitnya 4mm atau adanya air fluid level.
o CT scan sinus paranasal; dapat memberikan gambar yang lebih akurat
daripada roentgen namun bukan pemerikasaan yang rutin dilakukan.
o Pemeriksaan mikrobiologi dnegan bahan sekret hidung(yang umum
dilakukan namun akan ditemukan kuman yang merupakan flora
normal hidung disamping kuman patogen). Baku emasnya adalah
spesimen yang didapat dari pungsi atau aspirasi sinus maksilaris (tidak
ruti dilakukan pada anak karena memerlukan anastesi umum).
Diagnosis ditegakan apabila ditemukan bakteri >104U/mL
o Pemeriksaan transluminasi untuk mengetahui adanya cairan di sinus
yang sakit (akan terlihatlebih suram dari pada yang sehat).

Penatalaksanaan
Sebagian rinitisa disebakan oleh virus sehingga terapi antibiotik tidak diberikan. Pemberian
antibiotik tidak bermanfaat dan terbukti tidak dapat mencegah kelainan sekunder.
1. Terapi medika mentosa
a. Pengobatan simptomatis; dekongestan, antihistamin atau analgetik
b. Pada faringitis umumnya hanya diberikan terapi simptomatis;
o Apabila curiga faringitisstreptococcal berikan antibiotik selama 10 hari;
penisilin 15-30 mg/kgBB/hari (3 kali sehari); ampisilin 15-100
mg/kgBB/hari(4kali sehari); amoksisilin 25-50mg/kgBB/hari(4 kali
sehari)
o Pemebrian antibiotik sefalosporin golongan 1 dan 2 juga dapat
memberikan efek yang smaa namum tidak diberikan karena resiko
resistensinya lebih besar.
c. Pada rinosinositis dapat diberikan amoksisilin 45mg/kgBB/hari (2 kali sehari)
14

o Pada anak yang alergi amoksisilin dapat diberikan sefodoksin 10


mg/kgBB/hari dosis tnggal atau seforuksim 30mg/kgBB/hari (2kali sehari)
o Pada anak dengan reaksi alergi berat dapat diberikan klaritromisin 15
mg/kgBB/hari(2 kali sehari) atau azitromisin 10mg/kgBB/hari pada hari
perta,a dan dilanjutkan 5mg/kgBB/hari dan dilanjutkan dosis tunggal
selama 3-4 hari
o Jika kuman resisten penisilin dapat diberikan klindamisisn 30-40
mg/kgBB/hari (3 kali sehari)
o Pada anak yang tidak kunjung sembuh dnegan pemebrian amoksisilin,
diberikan

amoksisilin-klavulanat

dosis

tinggi

(80-90mg/kgBB/hari

komponen amoksisilin dan 6,4 mg/kgBB/hari komponen klavulanat dibagi


dalam 2 dosis)
2. Terapi non medika mentosa, seperti elevasi kepala, minum dan istirahat yang cukup
bermanfaat dalam tatalaksana rinitis.
Komplikasi dan prognosis
Secara umum ISPA jarang menimbulkan komplikasi. Faringitis streptococcus dapat
menimbulkan

komplikasi

akibat

media,rinosinusitis,mastoiditis,adenitis

servikalis,

penyebaran
abses

langsung

(otitis

retrofaringeal/parafaringeal,

pnemonia)atau penyebaran hematogen (meningitis, osteomielitis,artritis septik, demam rematik,


glomerulonefritis).
Pembahasan
Menurut teori Blum, didapatkan bahwa kesehatan manusia terdiri beberapa unsur yang saling
berinteraksi dan saling terkait secara hirarkis yaitu lingkungan, pelayanan kesehatan, perilaku
dan keturunan. Dari hasil kunjungan rumah pada penderita infeksi saluran pernapasan akut,
didapat bahwa pasien memiliki keturunan darah tinggi dari ayahnya, dan pasien juga memiliki
pola hidup yang kurang sehat sehingga memacu meningkatnya tekanan darahnya, antara lain,
memiliki kebiasaan tidur larut malam dan istirahat kurang, tidak mengontrol makanan yang
dikonsumsi, kurangnya olah raga serta tidak teratur minum obat anti hipertensinya. Pasien
mengaku sering berobat untuk mengontrol tekanan darahnya di Puskesmas terdekat dari
15

rumahnya yaiu di Puskesmas Grogol III, dan dilihat dari hasil kunjungan rumah pasien,
didapatkan bahwa tempat tinggal pasien, termasuk dalam kategori kurang sehat, sebab
kurangnya ventilasi dalam rumah, kurangnya pencahayaan di dalam rumah serta kurangnya
kebersihan didalam rumah tersebut (dapat dilihat di lampiran).
Maka terbukti bahwa kesehatan manusia sangat dipengaruhi oleh beberapa unsur menurut
Teori Blum. Oleh karena itu sebagai dokter keluarga yang bekerja di Puskesmas, sebaiknya dapat
memberikan penyuluhan perorangan untuk memperbaiki pola hidup pasien.
Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan saat kunjungan rumah pada tanggal 4 Maret 2011, didapatkan
bahwa pasien adalah penderita Hipertensi stage Itidak terkontrol. Pasien

kurang memiliki

pengetahuan tentang penyakitnya sehingga melakukan pola hidup yang salah, kurang tidur,
kurang olahraga dan berobat tidak teratur. Rumah pasien tergolong rumah yang tidak sehat
dilihat dari kurangnya ventilasi dan udara dalam ruangan yang panas.Ayah pasien memiliki
riwayat sakit darah tinggi oleh karena itu pasien disarankan untuk melakukanpencegahan
sekunder untuk mencegah komplikasi yang dapat timbul dengan minum obat secara teratur,
kontrol tekanan darahnya secara rutin minimal 1 bulan sekali dan olahraga secara teratur,
memperbaiki pola makan dan melakukan hal-hal yang terdapat dalam perilaku hidup sehat.
Sedangkan keluarga pasien sebagai kelompok resiko tinggi, dianjurkan untuk berperilaku hidup
sehat sedini mungkin dan mengontrol tekanan darah secara teratur dan hidup dengan pola makan
yang sehat. Untuk mencapai kesehatan yang menyeluruh hedaknya didukung pula oleh kondisi
rumah yang sehat, oleh karena itu pasien disarankan untuk memperbaiki ventilasi ruangan.
Saran
Pada penderita semua anak-anak yang mempunyai keluhan seperti demam batuk pilek
dan sudah terdiagnosis sebagai ISPA agar lebih memperhatikan keadaan kesehatan lingkungan
sekitar, seperti tempat pembuangan sampah ataupun polusi yang dapat menganggu sistem
pernapasan. Pada keluarga pasien sebagai kelompok risiko tinggi, untuk berperilaku hidup sehat
dengan cara menjaga ataupun menjauhkan diri dari tempat-tempat yang mungkin bisa
menyebabkan terjangkit penyakit yang sama seperti tempat berdebu ataupun yang sirklasi
udaranya tidak teratur ataupun tidak lancar. Untuk mencapai kesehatan yang menyeluruh yaitu
16

dengan memperbaiki kondisi rumah dengan cara memperbaiki ventilasi ruangan, pencahayaan
yang cukup dan menjaga kebersihan rumah, serta menjaga agar jagan ada anggota keluarga yang
merokok di dsekitar rumah baik itu di dalam maupun di luar rumah.

17

Daftar pustaka
1. Sunarto, K. Sosiologi Kesehatan. Pusat Penerbitan Universitas Indonesia. Hlm. 2.3-2.5,
2002
2. Kasper DL, Fauci AS, Lonjo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL: Harrison's
Principles Of Internal Medicine, 16 th ed, Mc Graw Hill Med. Publ.Div., 2005.
3. Mansjoer A, Suprohalita, Wardhani WL, Setiowulan W: Kapita Selekta Kedokteran,
Jakarta, Media Aaesculapius FKUI, 2001.
4. WHO Techn. Rep. Ser. 231, Arterial Hypertension & IHD (Preventive Aspects WHO
Chronicle 1962
5. Noer MS: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ketiga, Jilid kesatu, Balai Penerbit
FKUI, 2003.
6. Wawolumaya.C.Survei Epidemiologi Sederhana, Seri No.1, 2001. Cermin Dunia
Kedokteran No. 150, 2006 35
7. Boedhi-Darmojo, R. Community Prevalence of hypertension in Indonesia 8th World
Congress of Cardiology, Tokyo, 1978
8. Kartari, dkk.: Blood Pressure values and Prevalence of Hypertension in certain Ethnic
Groups in Indonesia, Bull. Health Studies, 1976
9. Mustacchi P. The Interface of the work environment and hypertension, Med. Clin. N-Am.,
61.3,531, 1977
10. Boedhi-Darmojo. R, Imam Parsudi dkk. Knowledge and Attitude of doctors on
Hypertension, 3rd ASEAN Congress of Cardiology, Singapore (1980), in MEDIKA II,7,
634-638, 1985

LAMPIRAN
18

19

Anda mungkin juga menyukai