KEDOKTERAN
UKRIDA
(UNIVERSITAS
KRISTEN
KRIDA
WACANA)
JL.
TERUSAN
ARJUNA
NO.
6
KEBON
JERUK-JAKARTA
BARAT
KEPANITERAAN
KLINIK
STATUS
ANESTESI
FAKULTAS
KEDOKTERAN
UKRIDA
SMF
ILMU
ANESTESI
RSUD
TARAKAN
Nama:
Sherly
Liyo
Tanda tangan
Nim
:
11.2013.140
Dr.
Pembimbing/Penguji
:
Dr.
Nur
Syamsiani,
Sp
An
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
:
Ny.Y
Umur
:
34th
II.
ANAMNESIS
Dilakukan
dengan
autoanamnesis
pada
Tn.
N,
tanggal
24/9/2013
jam
0830
di
kamar
operasi
RSUD
Tarakan.
Riwayat
penyakit
sekarang
Pasien
dengan
G4P3A0
aterm
mengeluh
mulas
sejak
pagi.
Tidak
ada
lendir
dan
darah
dari
alat
kelamin
pasien.
Gerakan
janin
masih
dirasakan.
Pasien
tidak
ingat
Hari
pertama
haid
terakhir.
Anak
pertama
:
9
tahun,
BBL
:
3200gr
SC
Anak
kedua
:
6
tahun,
BBL
:
3000gr
SC
Anak
ketiga
:
5
tahun,
BBL
:
3000gr
SC
Pasien
tidak
pernah
melakukan
antenatal
care.
Pasien
merupakan
pemakai
obat
terlarang
(obat
suntik
dan
pil).
Pasien
merupakan
perokok
berat,
sehari
merokok
2-3
bungkus.
Pasien
memakai
obat
suntik
terakhir
1
hari
yang
lalu
(Tanggal
23/9/2014)
pukul
15:00.
Riwayat
penyakit
penyerta
DM
(-),
Hipertensi
(-).
Asma
(-),
Alergi
(-)
.
hepatitis
C
(+)
Kebiasaan
Merokok
2-3
bungkus
per
hari.
Memakai
obat
terlarang
(obat
suntik
dan
pil)
Riwayat
operasi
sebelumnya
Riwayat
operasi
sectio
caesaria
3kali
,
dengan
anastesi
regional,
tahun
2005,
2008,
dan
2009.tidak
ada
komplikasi.
III.
PEMERIKSAAN
FISIK
1.
Pemeriksaan
umum
Edema
Sensitibiltas
+
Kemaluan
:
VT
:
portio
tabal
lunak.
Pembukaan
1cm
(23/9/2014
pk
16:30).
IV.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
LABORATORIUM
Tanggal
23/9/2014
}
}
}
}
}
}
}
}
Hb
Ht
Eritrosit
Lekosit
Trombosit
BT
CT
GDS
:
8.3
g/dl
:
24.1%
:
3.12juta/uL
:
4.980
/mm3
:
229
ribu/mm3
:
2
menit
:
13
menit
:
99
mg/dl
V.
DIAGNOSA
ASA
:
ASA
2
VI.
DIAGNOSA
KERJA
G4P3A0
hamil
aterm
inpartu
riwayat
SC3x
janin
tunggal
hidup
intra
uteri
VII.
RENCANA
TINDAKAN
BEDAH
SC
+
steril
3
12. Jarum
atraucan
dilepas
dengan
perlahan
dengan
memastikan
keluarnya
LCS
berwarna
jernih
tanpa
darah.
13. Menyuntikan
bunascan
15mg
dan
fentanyl
25mcg
kedalam
rongga
subarachnoid
secara
perlahan
didahului
aspirasi
14. Atraucan
dan
spuit
3cc
dilepaskan
secara
perlahan
15. Daerah
bekas
penyuntikan
disterilkan
dengan
alcohol,
kemudian
ditutup
dengan
kasa
steril
dan
pasien
dibaringkan
di
meja
operasi
16. Pasien
diminta
untuk
mengangkat
kaki
untuk
memastikan
efek
kerja
anaestesi.
Intraoperatif
Lama
operasi
:
08:55
09:50
(55
menit)
Lama
anestesi
:
08:45
09:55
(1jam
10
menit)
Teknik
anastesia
:
spinal
L3-L4.
Darah
(+).
LCS
(+).
Atraucan
no.26G
Keadaan
prabedah
TB
:
163cm
BB
:
81kg
TD
:
168/47mmHg
Nadi
:
84x/menit
Suhu
:
36C
Medikasi
selama
operasi
:
1. Bunascan15mg
2. Fentanyl
20mcg
3. Metergin
200mcg
4. Oksitosin
20IU
5. Sulfas
atropine
0.5mg
6. Ondancentron
4mg
7. Ketorolac
30mg
Oksigen
canule
2liter/menit
Cairan
Masuk:
a.
Ringer
Asering
:
500
ml
b.
Hes
:
500
ml
Jam
:
8
R
TD
Perdarahan
:
250ml
9
10
Post
operatif
1. Pasca
bedah
di
ruang
pulih
sadar
Pasien
sadar
penuh
dengan
GCS
15.
Keluhan
pasien:
mual
(-),
muntah
(-),
pusing
(-),
nyeri
(+)
Aldrete
score
:
Kesadaran
:
2
(sadar
penuh)
6
VAS
:
4-6
(sakit
sedang)
Tekanan
darah
:
146/82mmHg.
CRT
:
<2detik.
Nadi
:
62x/menit.
SpO2
:
100%
2. Terapi
pasca
bedah
Infus
:
Ringer
Asering
(dalam
24
jam)
Analgetik
:
Fentanyl
200mcg
drip/24
jam
(biotech)
Selimut
hangat
7
TINJAUAN
PUSTAKA
PEMBAHASAN
Definisi
Sub-arachnoid
block
(SAB)
atau
anestesi
spinal
merupakan
salah
satu
tehnik
anestesi
yang
aman,
ekonomis
dan
dapat
dipercaya
serta
sering
digunakan
pada
tindakan
anestesi
sehari-hari.
Tehnik
ini
telah
digunakan
secara
luas
untuk
memberikan
anestesia,
terutama
untuk
operasi
pada
daerah
di
bawah
umbilicus.
Anestesi
spinal
adalah
salah
satu
metode
anestesi
yang
diinduksi
dengan
menyuntikkan
sejumlah
kecil
obat
anestesi
lokal
ke
dalam
cairan
cerebro-spinal
(CSF).
Anestesi
spinal/subaraknoid
disebut
juga
sebagai
analgesi/blok
spinal
intradural
atau
blok
intratekal.
Anestesi
spinal
dihasilkan
bila
kita
menyuntikkan
obat
analgesik
lokal
ke
dalam
ruang
sub
arachnoid
di
daerah
antara
vertebra
L2-L3
atau
L3-L4
atau
L4-L5.
Gambar
1
:
Lokasi
anestesi
spinal
Gambar
2
:
Anatomi
dan
struktur
vertebra
Hal
hal
yang
mempengaruhi
anestesi
spinal
ialah
jenis
obat,
dosis
obat
yang
digunakan,
efek
vasokonstriksi,
berat
jenis
obat,
posisi
tubuh,
tekanan
intraabdomen,
lengkung
tulang
belakang,
operasi
tulang
belakang,
usia
pasien,
obesitas,
kehamilan,
dan
penyebaran
obat.
Pada
penyuntikan
intratekal,
yang
dipengaruhi
dahulu
ialah
saraf
simpatis
dan
parasimpatis,
diikuti
dengan
saraf
untuk
rasa
dingin,
panas,
raba,
dan
tekan
dalam.
Yang
mengalami
blokade
terakhir
yaitu
serabut
motoris,
rasa
getar
(vibratory
sense)
dan
proprioseptif.
Blokade
simpatis
ditandai
dengan
adanya
kenaikan
suhu
kulit
tungkai
bawah.
Setelah
anestesi
selesai,
pemulihan
terjadi
dengan
urutan
sebaliknya,
yaitu
fungsi
motoris
yang
pertama
kali
akan
pulih.
Di
dalam
cairan
serebrospinal,
hidrolisis
anestetik
lokal
berlangsung
lambat.
Sebagian
besar
anestetik
lokal
meninggalkan
ruang
subaraknoid
melalui
aliran
darah
vena
sedangkan
sebagian
kecil
melalui
aliran
getah
bening.
Lamanya
anestesi
tergantung
dari
kecepatan
obat
meninggalkan
cairan
serebrospinal.
Kelebihan
atau
manfaat
tehnik
anestesi
regional
ini
adalah
Pasien
tetap
sadar
sehingga
jalan
nafas
serta
sistem
respirasi
tetap
paten
dan
aspirasi
isi
lambung
tidak
mungkin
terjadi
Pemulihan
pasca
operasi
lancer,tanpa
komplikasi
atau
dengan
efek
sedasi
yang
minimal
Pengelolaan
nyeri
pascabedah
karena
blockade
saraf
yang
dihasilkan
dapat
diperpanjang
Blockade
saraf
yg
terhasil
efektif
mencegah
perubahan
metabolic
dan
endokrin
akibat
pembedahan
Mengurangi
jumlah
perdarahan
Menurunkan
angka
komplikasi
tromboemboli
Mengurangi
tempoh
waktu
rawat
inap
6.
Penyakit
jantung
7.
Hipovolemia
ringan
8.
Nyeri
punggung
kronik
PENILAIAN
PRABEDAH
Anamnesis
Hal
yang
pertama
harus
dilakukan
dalam
persiapan
pasien
sebelum
dilakukan
tindakan
anestesi
adalah
menanyakan
identitas
pasien
dan
mencocokan
dengan
data
pasien
mengenai
hari
dan
bagian
tubuh
yang
akan
dioperasi
untuk
menghindari
kesalahan
tindakan
anestesi
dan
pembedahan.
Riwayat
tentang
apakah
pasien
pernah
mendapat
anestesi
sebelumnya
sangatlah
penting
untuk
mengetahui
apakah
ada
hal-hal
yang
perlu
mendapatkan
perhatian
khusus,
misalnya
alergi,
mual-muntah,
nyeri
otot,
gatal,
atau
sesak
nafas
pasca
bedah,
sehingga
kita
dapat
merancang
anestesi
berikutnya
dengan
lebih
baik.
Selain
itu
harus
ditanyakan
juga
riwayat
penyakit
sekarang
dan
dahulu,
riwayat
alergi,
riwayat
penyakit
dalam
keluarga,
dan
riwayat
sosial
seperti
kebiasaan
merokok,
minum
minuman
beralkohol,
kehamilan,
dan
obat-obatan.
Pemeriksaan
fisik
Bagian
ini
menitikberatkan
pada
sistem
kardiovaskular
dan
pernafasan;
sistem
tubuh
yang
lain
diperiksa
bila
ditemukan
adanya
masalah
yang
relevan
dengan
anesthesia
pada
anamnesis.
Pada
akhir
pemeriksaan
fisik,
jalan
nafas
pasien
dinilai
untuk
mengenali
adanya
potensi
masalah.
1. Sistem
kardiovaskular
Periksa
secara
khusus
adanya
tanda-tanda
berikut:
Aritmia;
Gagal
jantung;
Hipertensi;
Penyakit
katup
jantung;
Penyakit
vascular
perifer
Jangan
lupa
untuk
melakukan
pemeriksaan
vena
perifer
untuk
mengidentifikasi
setiap
masalah
yang
berpotensi
pada
akses
IV
2. Sistem
pernafasan
Periksa
secara
khusus
adanya
tanda-tanda
berikut
Gagal
nafas;
Ganguan
ventilasi;
Kolaps,
konsolidasi,
efusi
pleura;
Suara
nafas
dan
gangguan
pernafasan
3. Sistem
saraf
Perlu
dikenali
adanya
penyakit
kronik
sistem
saraf
pusat
dan
perifer,
dan
setiap
tanda
adanya
gangguan
sensorik
atau
motorik
dicatat.
Harus
diingat
bahwa
11
12
Gambar
1.
Kriteria
Mallampati
Jarak
Tiromental
pada
kepala
yang
diekstensikan
sejauh
mungkin,
diukur
jarak
antara
puncak
tulang
pada
dagu
dan
penonjolan
tulang
rawan
tiroid.
Jarak
<7cm
mengisyaratkan
intubasi
sulit.
Skor
Wilson
peningkatan
berat
badan,
berkurangnya
pergerakan
kepala
dan
leher,
berkurangnya
pembukaan
mulut,
dan
adanya
mandibula
yang
mundur
atau
gigi
tonggos
merupakan
predisposisi
terjadinya
peningkatan
kesulitan
intubasi
Tes
Calder
pasien
diminta
untuk
memajukan
mandibula
sejauh
mungkin.
Incisivus
bagian
bawah
akan
terletak
di
depan
(anterior)
atau
sejajar
atau
dibelakang
(posterior)
incisivus
atas.
Dua
yang
disebut
terakhir
mengindikasikan
berkurangnya
lapan
pandang
laringoskop.
Tidak
satupun
dari
tes
ini,
sendiri
atau
gabungan,
akan
memprediksi
semua
kesulitan
intubasi.
Mallampati
kelas
III
atau
IV
dengan
jarak
tiromental
<7cm
akan
memprediksi
80%
kesulitan
intubasi.
Apabila
masalah
sudah
diantisipasi,
anestesi
harus
direncakanan
sesuai
dengan
temuannya.
Apabila
terbukti
sulit
diintubasi,
hal
ini
harus
dicatat
di
tempat
yang
jelas
terlihat
dalam
catatan
pasien
dan
pasien
diberitahu.
Persiapan
analgesia
spinal
Pada
dasarnya
persiapan
untuk
analgesia
spinal
seperti
persiapan
pada
anastesia
umum.
Daerah
sekitar
tempat
tusukan
diteliti
apakah
akan
menimbulkan
kesulitan,misalnya
ada
kelainan
anatomis
tulang
punggung
atau
pasien
gemuk
sekali
sehingga
tak
teraba
tonjolan
prosesus
spinosus.
Selain
itu
perlu
diperhatikan
hal-hal
di
bawah
ini:
1.
Informed
consent
13
Gambar
3
:
pasien
dalam
posisi
lateral
dekubitus
14
Gambar
4
:
pasien
dalam
posisi
duduk
2.
Perpotongan
antara
garis
yang
menghubungkan
kedua
garis
Krista
iliaka,missal
L2-L3,
L3-L4,
L4-L5.
Tusukan
pada
L1-L2
atau
diatasnya
berisiko
trauma
terhadap
medulla
spinalis.
3.
Sterilkan
tempat
tusukan
dengan
betadine
atau
alcohol.
4.
Beri
anastesi
local
pada
tempat
tusukan,misalnya
dengan
lidokain
1-2%
2-3ml
5.
Cara
tusukan
median
atau
paramedian.
Untuk
jarum
spinal
besar
22G,23G,25G
dapat
langsung
digunakan.
Sedangkan
untuk
yang
kecil
27G
atau
29G
dianjurkan
menggunakan
penuntun
jarum
yaitu
jarum
suntik
biasa
semprit
10cc.
tusukkan
introduser
sedalam
kira-kira
2cm
agak
sedikit
kearah
sefal,kemudian
masukkan
jarum
spinal
berikut
mandrinnya
ke
lubang
jarum
tersebut.
Jika
menggunakan
jarum
tajam
(Quincke-Babcock)
irisan
jarum
(bevel)
harus
sejajar
dengan
serat
duramater,
yaitu
pada
posisi
tidur
miring
bevel
mengarah
ke
atas
atau
ke
bawah,
untuk
menghindari
kebocoran
likuor
yang
dapat
berakibat
timbulnya
nyeri
kepala
pasca
spinal.
Setelah
resensi
menghilang,
mandarin
jarum
spinal
dicabut
dan
keluar
likuor,
pasang
semprit
berisi
obat
dan
obar
dapat
dimasukkan
pelan-pelan
(0,5ml/detik)
diselingi
aspirasi
sedikit,
hanya
untuk
meyakinkan
posisi
jarum
tetap
baik.
Kalau
anda
yakin
ujung
jarum
spinal
pada
posisi
yang
benar
dan
likuor
tidak
keluar,
putar
arah
jarum
90
biasanya
likuor
keluar.
Untuk
analgesia
spinal
kontinyu
dapat
dimasukan
kateter..
6.
Posisi
duduk
sering
dikerjakan
untuk
bedah
perineal
misalnya
bedah
hemoroid
(wasir)
dengan
anestetik
hiperbarik.
Jarak
kulit-ligamentum
flavum
dewasa
6cm.
Tinggi
blok
analgesia
spinal
Faktor
yang
mempengaruhi:
-
Volume
obat
analgetik
local:
makin
besar
makin
tinggi
daerah
analgesia
15
Maneuver
valsava:
mengejan
meninggikan
tekanan
liquor
serebrospinal
dengan
akibat
batas
analgesia
bertambah
tinggi.
Tempat
pungsi:
pengaruhnya
besar
pada
L4-5
obat
hiperbarik
cenderung
berkumpul
ke
kaudal(saddle
blok)
pungsi
L2-3
atau
L3-4
obat
cenderung
menyebar
ke
cranial.
ringan.
Analgesik
paska
bedah
dapat
berlangsung
selama
4
jam
atau
lebih,
sedangkan
pemberian
dengan
tehnik
anestesi
kaudal
akan
memberikan
efek
analgesik
selama
8
jam
atau
lebih.
Pada
dosis
0,25
0,375
%
merupakan
obat
terpilih
untuk
obstetrik
dan
analgesik
paska
bedah.
Konsentrasi
yang
lebih
tinggi
(0,5
0,75
%)
digunakan
untuk
pembedahan.
Konsentrasi
infiltrasi
0,25
-
0.5
%,
blok
saraf
tepi
0,25
0,5
%,
epidural
0,5
0,75
%,
spinal
0,5
%.
Dosis
maksimal
pada
pemberian
tunggal
adalah
175
mg.
Dosis
rata-ratanya
3
4
mg
/
kgBB.
FENTANYL
Fentanyl
termasuk
obat
golongan
analgesik
narkotika.
Analgesik
narkotika
digunakan
sebagai
penghilang
nyeri.
Dalam
bentuk
sediaan
injeksi
IM
(intramuskular)
Fentanyl
digunakan
untuk
menghilangkan
sakit
yang
disebabkan
kanker.
Menghilangkan
periode
sakit
pada
kanker
adalah
dengan
menghilangkan
rasa
sakit
secara
menyeluruh
dengan
obat
untuk
mengontrol
rasa
sakit
yang
persisten/menetap.
Obat
Fentanyl
digunakan
hanya
untuk
pasien
yang
siap
menggunakan
analgesik
narkotika.
Fentanyl
bekerja
di
dalam
sistem
saraf
pusat
untuk
menghilangkan
rasa
sakit.
Beberapa
efek
samping
juga
disebabkan
oleh
aksinya
di
dalam
sistem
syaraf
pusat.
Pada
pemakaian
yang
lama
dapat
menyebabkan
ketergantungan
tetapi
tidak
sering
terjadi
bila
pemakaiannya
sesuai
dengan
aturan.
Ketergantungan
biasa
terjadi
jika
pengobatan
dihentikan
secara
mendadak.
Sehingga
untuk
mencegah
efek
samping
tersebut
perlu
dilakukan
penurunan
dosis
secara
bertahap
dengan
periode
tertentu
sebelum
pengobatan
dihentikan.
Aksi
sinergis
dari
fentanyl
dan
anestesi
lokal
di
blok
neuraxial
pusat
(CNB)
meningkatkan
kualitas
analgesia
intraoperatif
dan
juga
memperpanjang
analgesia
pascaoperasi.
Durasi
biasa
pada
efek
analgesik
adalah
30
sampai
60
menit
setelah
dosis
tunggal
intravena
sampai
100
mcg
(0,1
mg).
Dosis
injeksi
Fentanyl
12,5
g
menghasilkan
efek
puncak,
dengan
dosis
yang
lebih
rendah
tidak
memiliki
efek
apapun
dan
dosis
tinggi
meningkatkan
kejadian
efek
samping.
Komplikasi
anestesia
spinal
Komplikasi
analgesia
spinal
dibagi
menjadi
komplikasi
dini
dan
komplikasi
delayed.
Komplikasi
berupa
gangguan
pada
sirkulasi,respirasi
dan
gastrointestinal.
Komplikasi
sirkulasi:
Hipotensi
terjadi
karena
vasodilatasi,
akibat
blok
simpatis,
makin
tinggi
blok
makin
berat
hipotensi.
Pencegahan
hipotensi
dilakukan
dengan
memberikan
infuse
cairan
kristaloid(NaCl,Ringer
laktat)
secara
cepat
sebanyak
10-15ml/kgbb
dlm
10
menit
segera
setelah
penyuntikan
anesthesia
spinal.
Bila
dengan
cairan
infuse
cepat
tersebut
masih
terjadi
hipotensi
harus
diobati
dengan
vasopressor
seperti
efedrin
intravena
sebanyak
25mg
diulang
setiap
3-4
menit
sampai
mencapai
tekanan
darah
yang
dikehendaki.
Bradikardia
dapat
terjadi
karena
aliran
darah
balik
berkurang
atau
karena
blok
simpatis,dapat
diatasi
dengan
sulfas
atropine
1/8-1/4
mg
IV.
17
Komplikasi
respirasi:
1. Analisa
gas
darah
cukup
memuaskan
pada
blok
spinal
tinggi,bila
fungsi
paru-paru
normal.
2. Penderita
PPOM
atau
COPD
merupakan
kontra
indikasi
untuk
blok
spinal
tinggi.
3. Apnoe
dapat
disebabkan
karena
blok
spinal
yang
terlalu
tinggi
atau
karena
hipotensi
berat
dan
iskemia
medulla.
4. Kesulitan
bicara,batuk
kering
yang
persisten,sesak
nafas,merupakan
tanda-tanda
tidak
adekuatnya
pernafasan
yang
perlu
segera
ditangani
dengan
pernafasan
buatan.
Komplikasi
gastrointestinal:
Nausea
dan
muntah
karena
hipotensi,hipoksia,tonus
parasimpatis
berlebihan,pemakaian
obat
narkotik,reflek
karena
traksi
pada
traktus
gastrointestinal
serta
komplikasi
delayed,pusing
kepala
pasca
pungsi
lumbalmerupakan
nyeri
kepala
dengan
cirri
khasterasa
lebih
berat
pada
perubahan
posisi
dari
tidur
ke
posisi
tegak.
Mulai
terasa
pada
24-48jam
pasca
pungsi
lumbal,dengan
kekerapan
yang
bervariasi.
Pada
orang
tua
lebih
jarang
dan
pada
kehamilan
meningkat.
Pencegahan:
1.
Pakailah
jarum
lumbal
yang
lebih
halus
2.
Posisi
jarum
lumbal
dengan
bevel
sejajar
serat
duramater
3.
Hidrasi
adekuat,minum/infuse
3L
selama
3
hari
Pengobatan:
1.
Posisi
berbaring
terlentang
minimal
24
jam,kepala
tidak
boleh
diangkat,
boleh
miring
kanan
kiri.
2.
Hidrasi adekuat
3.
Hindari mengejan
4.
Bila
cara
diatas
tidak
berhasil
berikan
epidural
blood
patch
yakni
penyuntikan
darah
pasien
sendiri
5-10ml
ke
dalam
ruang
epidural.
Retentio
urine
Fungsi
kandung
kencing
merupakan
bagian
yang
fungsinya
kembali
paling
akhir
pada
analgesia
spinal,
umumnya
berlangsung
selama
24
jam.
Kerusakan
saraf
permanen
merupakan
komplikasi
yang
sangat
jarang
terjadi.
18
19
2.
Besarnya
dosis
3.
Ada
tidaknya
vasokonstriktor
4.
Besarnya
penyebaran
anestetik
local
Komplikasi
tindakan
1. Hipotensi
berat
1. Akibat
blok
simpatis
terjadi
venous
pooling.
Pada
dewasa
dicegah
dengan
memberikan
infus
cairan
elektrolit
1000
ml
atau
koloid
500
ml
sebelum
tindakan.
2. Bradikardia
3. Dapat
terjadi
tanpa
disertai
hipotensi
atau
hipoksia,terjadi
akibat
blok
sampai
T-2
4. Hipoventilasi
5. Akibat
paralisis
saraf
frenikus
atau
hipoperfusi
pusat
kendali
nafas
5. Trauma
pembuluh
saraf
6. Trauma
saraf
7. Mual-muntah
8. Gangguan
pendengaran
9. Blok
spinal
tinggi
atau
spinal
total
Komplikasi
pasca
tindakan
1. Nyeri
tempat
suntikan
2. Nyeri
punggung
3. Nyeri
kepala
karena
kebocoran
likuor
4. Retensio
urine
5. Meningitis
20
Daftar
pustaka
1. Latief
SA,
Suryadi
KA,
Dachlan
MR.
Petunjuk
Praktis
Anestesiologi.
Edisi
2.
Jakarta:
Bagian
Anestesiologi
dan
Terapi
Intensif
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia;
2002.
2. Farmakologi
Dan
Terapeutik
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia;
2007.
3. Ezekiel
MR.
Current
Clinical
Strategies
Handbook
of
Anesthesiology.
Edisi
2004-2005.
California
:
Current
Clinical
Strategies
Publishing;2004.
4. Sriwidodo.
Cermin
dunia
kedokteran
masalah
anastesi.
No.33.
Jakarta:
pusat
penelitian
dan
pengembangan
PT
Kalbe
Farma.
1984.
5. Morgan
GE,
Mikhail
MS,
Murray
MJ.
Clinical
Anesthesiology.
Edisi
4.
USA:
McGrawHill.2006.
21