Anda di halaman 1dari 21

FAKULTAS

KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
JL. TERUSAN ARJUNA NO. 6 KEBON JERUK-JAKARTA BARAT

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU ANESTESI
RSUD TARAKAN
Nama: Sherly Liyo

Tanda tangan

Nim : 11.2013.140
Dr. Pembimbing/Penguji : Dr. Nur Syamsiani, Sp An

I. IDENTITAS PASIEN

Dr pembimbing: H.A. Djaenudin Sp.OG

Nama : Ny.Y

Umur : 34th

Jenis kelamin : Perempuan


Pekerjaan : Ibu rumahtangga
Alamat : -

Tanggal pemeriksaan :24/9/2014




1

II. ANAMNESIS
Dilakukan dengan autoanamnesis pada Tn. N, tanggal 24/9/2013 jam 0830 di kamar operasi RSUD
Tarakan.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan G4P3A0 aterm mengeluh mulas sejak pagi. Tidak ada lendir dan darah dari alat
kelamin pasien. Gerakan janin masih dirasakan. Pasien tidak ingat Hari pertama haid terakhir.
Anak pertama : 9 tahun, BBL : 3200gr SC
Anak kedua : 6 tahun, BBL : 3000gr SC
Anak ketiga : 5 tahun, BBL : 3000gr SC
Pasien tidak pernah melakukan antenatal care. Pasien merupakan pemakai obat terlarang (obat
suntik dan pil). Pasien merupakan perokok berat, sehari merokok 2-3 bungkus. Pasien memakai
obat suntik terakhir 1 hari yang lalu (Tanggal 23/9/2014) pukul 15:00.

Riwayat penyakit penyerta
DM (-), Hipertensi (-). Asma (-), Alergi (-) . hepatitis C (+)

Kebiasaan
Merokok 2-3 bungkus per hari.
Memakai obat terlarang (obat suntik dan pil)

Riwayat operasi sebelumnya
Riwayat operasi sectio caesaria 3kali , dengan anastesi regional, tahun 2005, 2008, dan 2009.tidak
ada komplikasi.

III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan umum

Keadaan umum : tampak baik


Kesadaran
: kompos mentis
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi
: 77 x/menit
Suhu
: 36C
Frekuensi nafas : 22x/menit
Kulit
: akral hangat, tidak ada kerinat dingin, tidak ada tanda infeksi di regio

vertebra lumbalis maupun sakralis.
Kepala
: normocephal, tidak ada kelainan
Mata
: konjunctiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
Mulut dan gigi : buka mulut >2 jari, tidak ada gigi palsu, tidak ada gigi goyah, gigi
menonjol. Higiene mulut kurang baik.
Mandibula
: tidak ada fraktur, sikatrik. Bentuk dagu normal, tidak ada trismus.
Hidung
: tidak ada obstruksi jalan napas oleh polip, tonsil, adenoid hipertrofi,
2

perdarahan maupun deviasi septum.


Leher
: agak pendek, tidak terdapat sikatriks.
Toraks
: simetris, tidak ditemukan kelainan


: BJ I dan BJ II reguler, gallop (-), murmur (-)


: suara napas vesikuler, wheezing (-), rhonki (-)
Abdomen
: membuncit, ada bekas sectio caesaria.
: supel, tidak ada nyeri tekan , bising usus (+), bunyi patologis (-)
Ekstremitas : akral hangat, nadi kuat

Edema

Sensitibiltas



+




Kemaluan :
VT : portio tabal lunak. Pembukaan 1cm (23/9/2014 pk 16:30).


IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

LABORATORIUM
Tanggal 23/9/2014
}
}
}
}
}
}
}
}

Hb
Ht
Eritrosit
Lekosit
Trombosit
BT
CT
GDS

: 8.3 g/dl
: 24.1%
: 3.12juta/uL
: 4.980 /mm3
: 229 ribu/mm3
: 2 menit
: 13 menit
: 99 mg/dl



V. DIAGNOSA ASA :
ASA 2

VI. DIAGNOSA KERJA
G4P3A0 hamil aterm inpartu riwayat SC3x janin tunggal hidup intra uteri
VII. RENCANA TINDAKAN BEDAH
SC + steril

3

VIII. RENCANA TINDAKAN ANESTESI


Anestesi regional (spinal)

IX. TINDAKAN ANASTESI DAN OPERASI

Preoperatif
Anamnesis :
1. pasien tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan maupun makanan
2. pasien memiliki riwayat sectio cesaria 3x (2005,2008,2009) dengan anestesi regional
(spinal)
3. pasien tidak memiliki penyakit jantung, DM, penyakit paru-paru, hipertensi, penyakit ginjal.
4. Pasien memiliki riwayat penyakit hepatitis C.
5. Pasien menggunakan obat terlarang (suntik dan pil) terakhir menggunakan 1hari SMRS
pukul 15:00 (23 september 2014)

Pemeriksaan fisik :
1. Airway paten, nafas spontan, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing
2. Malampati 2 (uvula dan palatum mole terlihat)
3. Leher ekstensi maksimal
4. Buka mulut >3 jari
5. Tidak ada gigi goyang dan gigi palsu


Tindakan anastesi
Prosedur :
1. Pasien dipersiapkan diruang operasi dengan duduk pada meja operasi
2. Pasien dipasang manset dan oxymeter pulse sebelum dilakukan tindakan anestesi
3. Alat spinal anestesi dipersiapkan (handschoen steril, spuit 3cc, spuit 1cc, atraucan no 26G,
lidocain HCl, Bunascan , fentanyl, kapas steril)
4. Menentukan lokasi crista iliaca kanan dan kiri lalu garis tiarik ke medial dan diberi tanda
dengan menggunakan marker.
5. Melakukan tindakan sepsis antisepsis dengan menyemprotkan alcohol pada daerah
tersebut.
6. Dengan spuit 1 cc diambil lidokain HCl sebanyak 1 cc.
7. Dengan spuit 3 cc diambil fentanyl 25mcg dan bunascan 15mg
8. Melakukan informed consent pada pasien dan meminta pasien membungkukan posisi
badannya .
9. Dengan lidocain HCl 1cc disuntikan di daerah yang sudah diberi tanda
10. Introducer atraucan dimasukan secara perlahan pada L3-L4 hingga masuk ruang
subarachnoid.
11. Atraucan no 26G dimasukan secara perlahan degan bevel menghadap keatas hingga
menembus ruang subarachnoid.
4

12. Jarum atraucan dilepas dengan perlahan dengan memastikan keluarnya LCS berwarna
jernih tanpa darah.
13. Menyuntikan bunascan 15mg dan fentanyl 25mcg kedalam rongga subarachnoid secara
perlahan didahului aspirasi
14. Atraucan dan spuit 3cc dilepaskan secara perlahan
15. Daerah bekas penyuntikan disterilkan dengan alcohol, kemudian ditutup dengan kasa steril
dan pasien dibaringkan di meja operasi
16. Pasien diminta untuk mengangkat kaki untuk memastikan efek kerja anaestesi.

Intraoperatif

Lama operasi : 08:55 09:50 (55 menit)
Lama anestesi : 08:45 09:55 (1jam 10 menit)
Teknik anastesia : spinal L3-L4. Darah (+). LCS (+). Atraucan no.26G


Keadaan prabedah
TB : 163cm
BB : 81kg
TD : 168/47mmHg
Nadi : 84x/menit
Suhu : 36C

Medikasi selama operasi :
1. Bunascan15mg
2. Fentanyl 20mcg

3. Metergin 200mcg
4. Oksitosin 20IU
5. Sulfas atropine 0.5mg

6. Ondancentron 4mg
7. Ketorolac 30mg


Oksigen canule 2liter/menit
Cairan Masuk:
a. Ringer Asering : 500 ml
b. Hes : 500 ml


Jam : 8
R

TD

Perdarahan :
250ml

9 10





Post operatif
1. Pasca bedah di ruang pulih sadar
Pasien sadar penuh dengan GCS 15.
Keluhan pasien: mual (-), muntah (-), pusing (-), nyeri (+)
Aldrete score :
Kesadaran : 2 (sadar penuh)
6

Respirasi : 2 (sanggup diminta bernafas dalam dan batuk)


Sirkulasi : 2 (tekanan darah naik/turun berkisar 20%)
Warna kulit : 2 (merah muda, capillary refill <2 detik)
Aktivitas : 1 (2 anggota tubuh dapat bergerak aktif dan dapat diperintah)


VAS : 4-6 (sakit sedang)

Tekanan darah : 146/82mmHg. CRT : <2detik.
Nadi : 62x/menit. SpO2 : 100%

2. Terapi pasca bedah
Infus : Ringer Asering (dalam 24 jam)
Analgetik : Fentanyl 200mcg drip/24 jam (biotech)
Selimut hangat





























7

TINJAUAN PUSTAKA
PEMBAHASAN


Definisi
Sub-arachnoid block (SAB) atau anestesi spinal merupakan salah satu tehnik anestesi yang aman,
ekonomis dan dapat dipercaya serta sering digunakan pada tindakan anestesi sehari-hari. Tehnik
ini telah digunakan secara luas untuk memberikan anestesia, terutama untuk operasi pada daerah
di bawah umbilicus.
Anestesi spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan menyuntikkan sejumlah
kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal (CSF). Anestesi spinal/subaraknoid disebut
juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita
menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3
atau L3-L4 atau L4-L5.


Gambar 1 : Lokasi anestesi spinal


Gambar 2 : Anatomi dan struktur vertebra
Hal hal yang mempengaruhi anestesi spinal ialah jenis obat, dosis obat yang digunakan, efek
vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen, lengkung tulang belakang,
operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan penyebaran obat.
Pada penyuntikan intratekal, yang dipengaruhi dahulu ialah saraf simpatis dan parasimpatis,
diikuti dengan saraf untuk rasa dingin, panas, raba, dan tekan dalam. Yang mengalami blokade
terakhir yaitu serabut motoris, rasa getar (vibratory sense) dan proprioseptif. Blokade simpatis
ditandai dengan adanya kenaikan suhu kulit tungkai bawah. Setelah anestesi selesai, pemulihan
terjadi dengan urutan sebaliknya, yaitu fungsi motoris yang pertama kali akan pulih.
Di dalam cairan serebrospinal, hidrolisis anestetik lokal berlangsung lambat. Sebagian besar
anestetik lokal meninggalkan ruang subaraknoid melalui aliran darah vena sedangkan sebagian
kecil melalui aliran getah bening. Lamanya anestesi tergantung dari kecepatan obat meninggalkan
cairan serebrospinal.
Kelebihan atau manfaat tehnik anestesi regional ini adalah

Pasien tetap sadar sehingga jalan nafas serta sistem respirasi tetap paten dan aspirasi isi
lambung tidak mungkin terjadi
Pemulihan pasca operasi lancer,tanpa komplikasi atau dengan efek sedasi yang minimal
Pengelolaan nyeri pascabedah karena blockade saraf yang dihasilkan dapat diperpanjang

Blockade saraf yg terhasil efektif mencegah perubahan metabolic dan endokrin akibat
pembedahan
Mengurangi jumlah perdarahan
Menurunkan angka komplikasi tromboemboli
Mengurangi tempoh waktu rawat inap

Indikasi Anestesi regional:


1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetric-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatric biasanya dikombinasikan dengan anesthesia
umum ringan
Kontra indikasi absolute:
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
5. Tekanan intracranial meningkat
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.
Kontra indikasi relative:
1. Infeksi sistemik
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
10

6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronik

PENILAIAN PRABEDAH
Anamnesis

Hal yang pertama harus dilakukan dalam persiapan pasien sebelum dilakukan tindakan
anestesi adalah menanyakan identitas pasien dan mencocokan dengan data pasien mengenai hari
dan bagian tubuh yang akan dioperasi untuk menghindari kesalahan tindakan anestesi dan
pembedahan.

Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesi sebelumnya sangatlah penting
untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus, misalnya alergi,
mual-muntah, nyeri otot, gatal, atau sesak nafas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang
anestesi berikutnya dengan lebih baik.

Selain itu harus ditanyakan juga riwayat penyakit sekarang dan dahulu, riwayat alergi,
riwayat penyakit dalam keluarga, dan riwayat sosial seperti kebiasaan merokok, minum minuman
beralkohol, kehamilan, dan obat-obatan.

Pemeriksaan fisik

Bagian ini menitikberatkan pada sistem kardiovaskular dan pernafasan; sistem tubuh yang
lain diperiksa bila ditemukan adanya masalah yang relevan dengan anesthesia pada anamnesis.
Pada akhir pemeriksaan fisik, jalan nafas pasien dinilai untuk mengenali adanya potensi masalah.
1. Sistem kardiovaskular
Periksa secara khusus adanya tanda-tanda berikut:
Aritmia;
Gagal jantung;
Hipertensi;
Penyakit katup jantung;
Penyakit vascular perifer
Jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan vena perifer untuk mengidentifikasi
setiap masalah yang berpotensi pada akses IV
2. Sistem pernafasan
Periksa secara khusus adanya tanda-tanda berikut
Gagal nafas;
Ganguan ventilasi;
Kolaps, konsolidasi, efusi pleura;
Suara nafas dan gangguan pernafasan
3. Sistem saraf
Perlu dikenali adanya penyakit kronik sistem saraf pusat dan perifer, dan setiap
tanda adanya gangguan sensorik atau motorik dicatat. Harus diingat bahwa
11

beberapa kelainan akan mempengaruhi sistem kardiovaskular dan pernafasan;


misalnya distrofia miotonika dan sklerosis multiple.
4. Sistem muskuloskeletal
Catat setiap keterbatasan pergerakan dan deformitas bila pasien memiliki kelainan
jaringan ikat. Pasien yang mengidap penyakit rheumatoid kronik sangat sering
mengalami pengurangan massa otot, neuropati perifer, dan keterlibatan paru.
Vertebra servikalis dam sendi temporomandibular pasien perlu diperhatikan secara
khusus.

Jalan nafas
Jalan nafas semua pasien harus dinilai untuk mencoba memprediksi apakah pasien
akan sulit diintubasi.


Observasi anatomi pasien, amati:
Keterbatasan membuka mulut;
Mandibula yang mundur (receding mandible)
Posisi, jumlah, dan kesehatan gigi;
Ukuran lidah
Pembengkakan jaringan lunak didepan leher;
Deviasi laring atau trakea;
Keterbatasan fleksi dan ekstensi vertebra servikalis.
Temuan salah satu dari hal tersebut mengindikasikan bahwa intubasi
mungkin akan lebih sulit. Namun, harus diingat bahwa semua ini bersifat
subjektif.
Pemeriksaan bedside sederhana
Kriteria Mallampati pasien, duduk tegak, diminta untuk membuka mulut
mereka dan menjulurkan lidah semaksimal mungkin. Gambaran struktur
faring dicatat dan digolongkan sebagai kelas I-IV (gambar 1). Kelas III
dan IV mengindikasikan intubasi sulit.

12




Gambar 1. Kriteria Mallampati

Jarak Tiromental pada kepala yang diekstensikan sejauh mungkin,
diukur jarak antara puncak tulang pada dagu dan penonjolan tulang
rawan tiroid. Jarak <7cm mengisyaratkan intubasi sulit.
Skor Wilson peningkatan berat badan, berkurangnya pergerakan
kepala dan leher, berkurangnya pembukaan mulut, dan adanya
mandibula yang mundur atau gigi tonggos merupakan predisposisi
terjadinya peningkatan kesulitan intubasi
Tes Calder pasien diminta untuk memajukan mandibula sejauh
mungkin. Incisivus bagian bawah akan terletak di depan (anterior)
atau sejajar atau dibelakang (posterior) incisivus atas. Dua yang
disebut terakhir mengindikasikan berkurangnya lapan pandang
laringoskop.


Tidak satupun dari tes ini, sendiri atau gabungan, akan memprediksi semua kesulitan intubasi.
Mallampati kelas III atau IV dengan jarak tiromental <7cm akan memprediksi 80% kesulitan
intubasi. Apabila masalah sudah diantisipasi, anestesi harus direncakanan sesuai dengan
temuannya. Apabila terbukti sulit diintubasi, hal ini harus dicatat di tempat yang jelas terlihat
dalam catatan pasien dan pasien diberitahu.

Persiapan analgesia spinal
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia umum. Daerah
sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,misalnya ada kelainan
anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus
spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
1. Informed consent
13

Mendapatkan persetujuan pasien untuk di anestesi


2. Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran
Hb,Ht, Leukosit, trombosit, waktu perdarahan, waktu pembekuan

Teknik analgesia spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah
posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi
dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30
menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.

1. Setelah dimonitor,tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal
kepala,selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk
maximal agar processus spinosus mudah teraba.Posisi lain adalah duduk. Duduk sedikit
membungkuk dalam keadaan relaks,pasien tidak mengkakukan otot, dagu rapat ke dada dengan
kaki lurus di atas meja operasi.


Gambar 3 : pasien dalam posisi lateral dekubitus

14


Gambar 4 : pasien dalam posisi duduk
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka,missal L2-L3, L3-L4,
L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alcohol.
4. Beri anastesi local pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,23G,25G dapat langsung
digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum
yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit
kearah sefal,kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika
menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat
duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk
menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah
resensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat
dan obar dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk
meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar
dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal
kontinyu dapat dimasukan kateter..
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir)
dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa 6cm.


Tinggi blok analgesia spinal
Faktor yang mempengaruhi:
- Volume obat analgetik local: makin besar makin tinggi daerah analgesia

15

- Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia


- Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah analgetik.
- Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi. Kecepatan
penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan.
-

Maneuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal dengan akibat batas
analgesia bertambah tinggi.

Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung berkumpul ke
kaudal(saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung menyebar ke cranial.

- Berat jenis larutan: hiperbarik , isobarik atau hipobarik


- Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat batas analgesia yang
lebih tinggi.
- Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan,umumnya larutan analgetik sudah menetap
sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi pasien.

Obat-Obat Anestesi Spinal

Bupivakain
Bupivakain merupakan obat anestesi lokal dengan rumus bangun sebagai berikut : 1-butyl-N-
(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide hydrochloride. Bupivakain adalah derivat butil dari
mepivakain yang kurang lebih tiga kali lebih kuat daripada asalnya. Obat ini bersifat long acting dan
disintesa oleh BO af Ekenstem dan dipakai pertama kali pada tahun 196312. Secara komersial
bupivakain tersedia dalam 5 mg/ml solutions. Dengan kecenderungan yang lebih menghambat
sensoris daripada motoris menyebabkan obat ini sering digunakan untuk analgesia selama
persalinan dan pasca bedah
Pada tahun-tahun terakhir, larutan bupivakain baik isobarik maupun hiperbarik telah
banyak digunakan pada blok subrakhnoid untuk operasi abdominal bawah. Pemberian bupivakain
isobarik, biasanya menggunakan konsentrasi 0,5%, volume 3-4 ml dan dosis total 15-20 mg,
sedangkan bupivakain hiperbarik diberikan dengan konsentrasi 0,5%, volume 2-4ml dan total
dosis 15-22,5 mg. Bupivakain dapat melewati sawar darah uri tetapi hanya dalam jumlah kecil. Bila
diberikan dalam dosis ulangan, takifilaksis yang terjadi lebih ringan bila dibandingkan dengan
lidokain. Salah satu sifat yang paling disukai dari bupivakain selain dari kerjanya yang panjang
adalah sifat blockade motorisnya yang lemah. Toksisitasnya lebih kurang sama dengan tetrakain16.
Bupivakain juga mempunyai lama kerja yang lebih panjang dari lignokain karena mempunyai
kemampuan yang lebih besar untuk mengikat protein. Untuk menghilangkan nyeri pada persalinan,
dosis sebesar 30 mg akan memberikan rasa bebas nyeri selama 2 jam disertai blokade motoris yang
16

ringan. Analgesik paska bedah dapat berlangsung selama 4 jam atau lebih, sedangkan pemberian
dengan tehnik anestesi kaudal akan memberikan efek analgesik selama 8 jam atau lebih. Pada dosis
0,25 0,375 % merupakan obat terpilih untuk obstetrik dan analgesik paska bedah. Konsentrasi
yang lebih tinggi (0,5 0,75 %) digunakan untuk pembedahan. Konsentrasi infiltrasi 0,25 - 0.5 %,
blok saraf tepi 0,25 0,5 %, epidural 0,5 0,75 %, spinal 0,5 %. Dosis maksimal pada pemberian
tunggal adalah 175 mg. Dosis rata-ratanya 3 4 mg / kgBB.

FENTANYL
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika digunakan
sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi IM (intramuskular) Fentanyl digunakan
untuk menghilangkan sakit yang disebabkan kanker. Menghilangkan periode sakit pada kanker
adalah dengan menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh dengan obat untuk mengontrol rasa
sakit yang persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya untuk pasien yang siap
menggunakan analgesik narkotika.
Fentanyl bekerja di dalam sistem saraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit. Beberapa
efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf pusat. Pada pemakaian yang
lama dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya sesuai
dengan aturan. Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara mendadak.
Sehingga untuk mencegah efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan dosis secara bertahap
dengan periode tertentu sebelum pengobatan dihentikan.
Aksi sinergis dari fentanyl dan anestesi lokal di blok neuraxial pusat (CNB) meningkatkan
kualitas analgesia intraoperatif dan juga memperpanjang analgesia pascaoperasi. Durasi biasa pada
efek analgesik adalah 30 sampai 60 menit setelah dosis tunggal intravena sampai 100 mcg (0,1 mg).
Dosis injeksi Fentanyl 12,5 g menghasilkan efek puncak, dengan dosis yang lebih rendah tidak
memiliki efek apapun dan dosis tinggi meningkatkan kejadian efek samping.

Komplikasi anestesia spinal
Komplikasi analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi delayed. Komplikasi
berupa gangguan pada sirkulasi,respirasi dan gastrointestinal.

Komplikasi sirkulasi:
Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, makin tinggi blok makin berat hipotensi.
Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan infuse cairan kristaloid(NaCl,Ringer laktat)
secara cepat sebanyak 10-15ml/kgbb dlm 10 menit segera setelah penyuntikan anesthesia spinal.
Bila dengan cairan infuse cepat tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan vasopressor
seperti efedrin intravena sebanyak 25mg diulang setiap 3-4 menit sampai mencapai tekanan darah
yang dikehendaki.
Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau karena blok simpatis,dapat
diatasi dengan sulfas atropine 1/8-1/4 mg IV.
17

Komplikasi respirasi:
1. Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi,bila fungsi paru-paru normal.
2. Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk blok spinal tinggi.
3. Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau karena hipotensi berat
dan iskemia medulla.
4. Kesulitan bicara,batuk kering yang persisten,sesak nafas,merupakan tanda-tanda tidak
adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani dengan pernafasan buatan.
Komplikasi gastrointestinal:
Nausea dan muntah karena hipotensi,hipoksia,tonus parasimpatis berlebihan,pemakaian obat
narkotik,reflek karena traksi pada traktus gastrointestinal serta komplikasi delayed,pusing kepala
pasca pungsi lumbalmerupakan nyeri kepala dengan cirri khasterasa lebih berat pada perubahan
posisi dari tidur ke posisi tegak. Mulai terasa pada 24-48jam pasca pungsi lumbal,dengan
kekerapan yang bervariasi. Pada orang tua lebih jarang dan pada kehamilan meningkat.
Pencegahan:
1. Pakailah jarum lumbal yang lebih halus
2. Posisi jarum lumbal dengan bevel sejajar serat duramater
3. Hidrasi adekuat,minum/infuse 3L selama 3 hari
Pengobatan:
1.

Posisi berbaring terlentang minimal 24 jam,kepala tidak boleh diangkat, boleh miring kanan
kiri.

2.

Hidrasi adekuat

3.

Hindari mengejan

4.

Bila cara diatas tidak berhasil berikan epidural blood patch yakni penyuntikan darah pasien
sendiri 5-10ml ke dalam ruang epidural.

Retentio urine
Fungsi kandung kencing merupakan bagian yang fungsinya kembali paling akhir pada analgesia
spinal, umumnya berlangsung selama 24 jam. Kerusakan saraf permanen merupakan komplikasi
yang sangat jarang terjadi.


18

Anastetik local untuk analgesia spinal


Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-1.008. Anastetik local
dengan berat jenis sama dengan css disebut isobaric. Anastetik local dengan berat jenis lebih besar
dari css disebut hiperbarik. Anastetik local dengan berat jenis lebih kecil dari css disebut hipobarik.
Anastetik local yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur
anastetik local dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh
dengan mencampur dengan air injeksi.
Anestetik local yang paling sering digunakan:
1. Lidokaine(xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobaric, dosis 20-100mg (2-5ml)
2. Lidokaine(xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003, sifat hyperbaric,
dose 20-50mg(1-2ml)
3. Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobaric, dosis 5-20mg
4. Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat hiperbarik, dosis
5-15mg(1-3ml)

Penyebaran anastetik local tergantung:
Faktor utama:
a. berat jenis anestetik local(barisitas)
b. posisi pasien
c. Dosis dan volume anestetik local
Faktor tambahan
a. Ketinggian suntikan
b. Kecepatan suntikan/barbotase
c. Ukuran jarum
d. Keadaan fisik pasien
e. Tekanan intra abdominal
Lama kerja anestetik local tergantung:
1. Jenis anestesi local

19

2. Besarnya dosis
3. Ada tidaknya vasokonstriktor
4. Besarnya penyebaran anestetik local

Komplikasi tindakan
1. Hipotensi berat
1. Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan memberikan
infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum tindakan.
2. Bradikardia
3. Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok sampai T-2
4. Hipoventilasi
5. Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
5. Trauma pembuluh saraf
6. Trauma saraf
7. Mual-muntah
8. Gangguan pendengaran
9. Blok spinal tinggi atau spinal total
Komplikasi pasca tindakan
1. Nyeri tempat suntikan
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4. Retensio urine
5. Meningitis


20

Daftar pustaka
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi 2. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002.
2. Farmakologi Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
3. Ezekiel MR. Current Clinical Strategies Handbook of Anesthesiology. Edisi 2004-2005.
California : Current Clinical Strategies Publishing;2004.
4. Sriwidodo. Cermin dunia kedokteran masalah anastesi. No.33. Jakarta: pusat penelitian dan
pengembangan PT Kalbe Farma. 1984.
5. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology. Edisi 4. USA: McGrawHill.2006.

21

Anda mungkin juga menyukai