Anda di halaman 1dari 19

DISKUSI KASUS

FARINGITIS

Disusun oleh:
Elizabeth Puji Yanti
G99141016

KEPANITERAAN KLINIK ILMU FARMASI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U R AK AR TA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Faring merupakan salah satu bagian saluran pencernaan yang terletak
diantara rongga mulut dan esophagus dan memegang peranan penting dalam
proses

menelan.

Berbagai

jenis

gangguan

bisa

saja

terjadi

pada

tenggorokan/faring. Gangguan yang terjadi pada tenggorokan umumnya berupa


peradangan (faringitis).
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan
oleh virus, bakteri, alergi, trauma, toksin dan lain-lain 2. Adenovirus merupakan
virus penyebab faringitis akut yang paling sering, sedangkan S. pyogenes

(Streptococcus b-hemolytic group A) merupakan bakteri penyebab faringitis akut


yang paling umum 5. Faringitis lazim terjadi di seluruh dunia, umumnya di daerah
beriklim musim dingin dan awal musim semi. Di negara-negara yang
berpenghasilan tinggi, faringitis umum terjadi pada anak-anak usia 3 hingga 15
tahun. Di Amerika Serikat, rata-rata anak usia 5 tahun terinfeksi faringitis
GABHS (Group A Beta Hemolytic Streptococcus) 7. Faringitis akut merupakan
salah satu klasifikasi dalam faringitis. Faringitis akut adalah suatu penyakit
peradangan tenggorok (faring) yang bersifat mendadak dan cepat memberat.
Faringitis akut dapat menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah
(droplet infection) dari penderita 2.
Pada tahun 2004 di Indonesia dilaporkan bahwa kasus faringitis akut
masuk dalam 10 besar kasus penyakit yang dirawat jalan dengan presentase
jumlah penderita 1,5 % atau sebanyak 214.781 orang 8. Oleh karena itu, makalah
ini ditulis mengingat pentingnya bagi seorang calon dokter umum untuk dapat
mengetahui gejala, mampu menegakkan diagnosis serta memberi terapi sesuai
penyebabnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI FARING
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti
corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak
pada bagian anterior kolum vertebra15. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak
terus menyambung ke esophagus setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas,
faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan
berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan
dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah
berhubungan dengan esophagus. Panjang dinding posterior faring pada orang
dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang
terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir,

fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal 2.


Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring)

15

Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mukosa blanket) dan otot 2.

Gambar 1. Anatomi Faring16


Faring terdiri atas :
Nasofaring
Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian
bawah adalah palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke
belakang adalah vertebra servikal. Nasofaring yang relatif kecil, mengandung
serta berhubungan erat dengan beberapa struktur penting, seperti adenoid,
jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus faring yang
disebut fosa Rosenmuller, kantong Rathke, yang merupakan invaginasi
struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa
faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare,
yang dilalui oleh n. glosofaring, n. vagus dan n.asesorius spinal saraf cranial
dan v.jugularis interna, bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum
dan muara tuba Eustachius 2,15.
Orofaring
Orofaring disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum
mole, batas bawah adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah rongga mulut,
sedangkan ke belakang adalah vertebra sevikal. Struktur yang terdapat di
rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatine, fosa tonsil

serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen
sekum 2,17.
Laringofaring (Hipofaring)
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas
anterior ialah laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior ialah
vertebra servikal. Struktur pertama yang tampak di bawah lidah ialah
valekula. Bagian ini merupakan dua cengkungan yang dibentuk oleh
ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral
pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil (pill pockets) sebab pada
beberapa orang, kadang kadang bila menelan pil akan tersangkut di situ. Di
bawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega
dan pada perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang kadang
bentuk infantile (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam
perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya.
Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi glotis ketika menelan minuman
atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan
ke esophagus 2.
Ruang Faringal
Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinis
mempunyai arti penting, yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring. Ruang
retrofaring( Retropharyngeal space), dinding anterior ruang ini adalah dinding
belakang faring yang terdiri dari mukosa faring, fasia faringobasilaris dan otot
otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat jarang dan fasia prevertebralis.
Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling
bawah dari fasia servikalis. Serat serat jaringan ikat di garis tengah
mengikatnya pada vertebra.Di sebelah lateral ruang ini berbatasan dengan
fosa faringomaksila 2.
Ruang parafaring (Pharyngomaxillary Fossa), ruang ini berbentuk kerucut
dengan dasarnya yang terletak pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis
dan puncaknya pada kornu mayus os hioid. Ruang ini dibatasi di bagian
dalam oleh m. konstriktor faring superior, batas luarnya adalah ramus asenden

mandibula yang melekat dengan m. pterigoid interna dan bagian posterior


kelenjar parotis. Fosa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya
oleh os stiloid dengan otot yang melekat padanya. Bagian anterior (presteloid)
adalah bagian yang lebih luas dan dapat mengalami proses supuratif sebagai
akibat tonsil yang meradang, beberapa bentuk mastoiditis atau petrositis, atau
dari karies dentis. Bagian yang lebih sempit di bagian posterior (post stiloid)
berisi a.karotis interna, v. jugularis interna, n. vagus yang dibungkus dalam
suatu sarung yang disebut selubung karotis (carotid sheath). Bagian ini
dipisahkan dari ruang retrofaring oleh sesuatu lapisan fasia yang tipis 2.
2.2 FARINGITIS
A. DEFINISI
Faringitis (dalam bahasa Latin; pharyngitis), adalah suatu penyakit
peradangan yang menyerang tenggorok atau faring. Kadang juga disebut
sebagai radang tenggorok1. Faringitis dapat disebabkan oleh virus (40-60%),
bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan lain-lain. Virus dan bakteri
melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal. Paling
sering disebabkan oleh infeksi virus (misal EBV) atau bakteri Streptococcus
beta hemolitikus, Mycoplasma pneumoniae. Biasanya dipermudah dengan daya
tahan yang lemah. Selain itu, faringitis juga dapat terjadi karena menghirup
bahan-bahan kimia yang secara langsung menyebabkan iritasi pada
tenggorokan. Radang tenggorokan/faringitis banyak dialami oleh orang yang
tinggal atau bekerja di tempat yang berdebu, atau lingkungan yang sangat
kering, penggunaan suara yang berlebihan, makanan yang dapat mengiritasi
tenggorokan misal mengonsumsi alkohol, atau batuk yang menetap, atau
alergi2.
B. EPIDEMIOLOGI
Faringitis dapat terjadi pada semua umur dan tidak dipengaruhi jenis
kelamin9, dengan frekuensi yang lebih tinggi terjadi pada populasi anak-anak10.
Faringitis berdasarkan lama berlangsungnya dibedakan menjadi faringitis akut
dan faringitis kronik. Faringitis akut jarang ditemukan pada usia di bawah 1
tahun. Insidensinya meningkat dan mencapai puncaknya pada usia 4-7 tahun,
tetapi tetap berlanjut sepanjang akhir masa anak-anak dan kehidupan dewasa11.

Kematian yang diakibatkan faringitis jarang, tetapi dapat terjadi sebagai hasil
dari komplikasi penyakit ini10.
Faringitis akut baik disertai demam atau tidak, pada umumnya disebabkan
oleh

virus11,

seperti

Rhinovirus,

Adenovirus,

Parainfluenzavirus,

Coksakievirus, Coronavirus, Echovirus, Epstein-Bar virus (mononukleosis)


dan

Cytomegalovirus9,12.

Golongan

bakteri

seperti

streptokokus

beta

hemolitikus kelompok A, merupakan kelompok bakteri yang sering


ditemukan11.
Penyebab faringitis yang lain seperti Candida albicans (Monilia) sering
didapatkan pada bayi dan orang dewasa yang dalam keadaan lemah atau
terimunosupresi10,13.
C. PATOFISIOLOGI
Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel,
kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear 14. Pada
stadium awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi meningkat.
Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan kemudian cenderung
menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi,
pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna
kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid.
Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior,
atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak12.
D. GAMBARAN KLINIS

Gambar 2. Mukosa faring hiperemis

Manifestasi klinis berbeda-beda tergantung penyebab yang mendasarinya.


Bagaimanapun, terdapat banyak tumpang tindih tanda dan gejala penyakit
tersebut sehingga secara klinis seringkali sukar untuk dibedakan antara satu
bentuk faringitis dengan bentuk lainnya11.
Penderita faringitis biasanya menunjukan gejala-gajala sebagai berikut 4:
1) sakit pada tenggorokan
2) tenggorokan terasa tersumbat secara konstan
3) sakit dan terasa sukar saat menelan, menelan ludah biasanya lebih sakit
daripada menelan makanan.
4) Suara menjadi serak dan menjadi batuk
5) Mulut berbau kurang sedap
6) Demam, sakit kepala, sakit pada otot dan sendi, dan keluar ingus.
Sebagai akibat dari faringitis dapat pula muncul gejala-gejala seperti
pembengkakan kelenjar getah bening di leher, panas demam, muntah-muntah,
dan lain-lain. Radang tenggorokan/faringitis biasanya berlangsung sekitar 3-10
hari5.
Tabel 1. Faringitis akut berdasarkan penyebabnya2
Gejala
Demam
Nyeri kepala
Rinorea
Mual
Nyeri tenggorok
Nyeri telan
Sulit menelan
Batuk

Virus

Bakteri

+++
++

+
+
+
+
+
Dapat disertai serak

Jamur

+ (muntah)
-/+
-/+
-/+
jarang

+
+

dan rinitis
Pemeriksaan fisik
Faring

Hiperemis

Hiperemis

Tonsil
Pembesaran

Hiperemis
+

Hiperemis, membesar
+

-/sedikit (kecuali

Hiperemis;
tampak plak putih di
orofaring

KGB
Eksudat
Terapi

EBV,banyak)
Istirahat dan minum Kumur air
cukup

hangat/antiseptik

Nystatin
Analgetik

Kumur air hangat


Analgetik (kp) dan

Antibiotik
Kortikosteroid
Analgetika

tablet hisap
Antivirus (untuk HSV)

E. DIAGNOSIS
Diagnosis biasanya dibuat tanpa kesulitan, terutama bila terdapat tanda
dan gejala yang mengarah ke faringitis. Biakan tenggorokan membantu dalam
menentukan organisme penyebab faringitis, dan untuk membedakan faringitis
karena bakteri atau virus1.
Sangatlah penting untuk mengetahui onset, durasi, progresifitas dan
tingkat keparahan dari gejala yang menyertai seperti demam, batuk, kesukaran
bernafas, pembengkakan limfonodi; paparan infeksi, dan adanya penyakit
sistemik lainnya seperti diabetes dan lain-lain. Faring harus diperiksa apakah
terdapat tanda-tanda eritem, hipertrofi, adanya benda asing, eksudat, massa,
petechie dan adenopati. Juga penting untuk menanyakan gejala yang dialami
pasien seperti demam, timbulnya ruam kulit (rash), dan adenopati servikalis.
Jika dicurigai faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus, seorang dokter
harus mendengar adanya suara murmur pada jantung dan mengevaluasi apakah
pada pasien terdapat pembesaran lien dan hepar.
Apabila terdapat tonsil eksudat, pembengkakan kelenjar limfe leher, tidak
disertai batuk dan suhu badan meningkat sampai 38C maka dicurigai adanya
faringitis karena infeksi GABHS4 .

Pemeriksaan Laboratorium
Kultur tenggorok merupakan pemeriksaan gold standart yang dilakukan
untuk menegaskan suatu diagnosis dari faringitis yang disebabkan oleh bakteri
GABHS. Untuk mencapai hasil yang akurat, pangambilan swab dilakukan pada
daerah tonsil dan dinding faring posterior. Spesimen diinokulasi pada agar
darah dan ditanami disk antibiotik. Kriteria standar untuk penegakan diagnosis
infeksi GABHS adalah persentase sensitifitas mencapai 90-99 %. Kultur
tenggorok sangat penting bagi penderita yang lebih dari 10 hari 3. Sedangkan

untuk faringitis jamur dapat dilakukan biakan jamur menggunakan agar


sabouroud dextrosa2.
F. PENGOBATAN
Terapi faringitis virus adalah tirah baring dan minum yang cukup, kumur
dengan air hangat, aspirin atau asetaminofen sebagai analgetik dan tablet hisap.
Komplikasi seperti sinusitis atau pneumonia biasanya disebabkan oleh invasi
bakteri karena adanya nekrosis epitel yang disebabkan oleh virus. Antibiotika
dicadangkan untuk komplikasi ini13.
Faringitis streptokokus paling baik diobati dengan pemberian penisilin
oral dengan dosis 250 mg, 2 atau 3 kali sehari untuk anak-anak, dan 250 mg 4
kali sehari atau 500 mg 2 kali sehari untuk dewasa selama 10 hari4. Pemberian
obat ini biasanya akan menghasilkan respon klinis yang cepat dengan
terjadinya penurunan suhu badan dalam waktu 24 jam. Eritromisin (20-40
mg/kgBB/hari dengan pemberian 2,3 atau 4 kali perhari selama 10 hari)
merupakan obat lain dengan hasil memuaskan, jika penderita alergi terhadap
penisilin, dan klindamisin (20-30 mg/kgBB/hari selama 10 hari) atau
amoksisilin clavulanat (40 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis selama 10 hari) dapat
diberikan bila faringitis tetap persisten11,14.
Tanpa menghiraukan etiologinya, seharusnya diberikan antipiretik untuk
mengatasi nyeri atau demam. Obat yang dianjurkan seperti ibuprofen atau
asetaminofen9. Jika penderita menderita nyeri tenggorokan yang sangat hebat,
selain terapi obat, pemberian kompres panas atau dingin pada leher dapat
membantu meringankan nyeri. Berkumur-kumur dengan larutan garam hangat
dapat pula memberikan sedikit keringanan gejala terhadap nyeri tenggorokan,
dan hal ini dapat disarankan pada anak-anak yang lebih besar yang dapat
kooperatif 11.
E. PROGNOSIS
Sebagian besar faringitis dapat sembuh spontan dalam 10 hari, namun
sangat penting untuk mewaspadai terjadinya komplikasi 3.

BAB III
ILUSTRASI KASUS

A. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada penderita tanggal 30 Juli 2015 di poli umum.
1. Identitas Penderita
Nama
Umur
Jenis kelamin
Agama
Pekerjaan
Alamat
Tanggal masuk
Tanggal pemeriksaan

: An. N
: 10 tahun
: Laki-laki
: Islam
: Pelajar
: Sukoharjo
: 30 Juli 2015
: 30 Juli 2015

2. Keluhan Utama
Nyeri tenggorokan
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli umum dengan keluhan nyeri tenggorokan yang
sudah dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Nyeri dirasakan terus menerus,

sedikit berkurang sehabis meminum air hangat. Keluhan disertai demam,


sakit kepala, nyeri telan, badan terasa lemas dan merasa seperti ada lendir
menempel di tenggorokan sehingga pasien kadang-kadang berdeham
karena merasa tidak nyaman. Tidak didapati adanya keluhan pada telinga
maupun hidung, mual maupun muntah juga disangkal. Sebelum muncul
keluhan pasien sempat mengkonsumsi gorengan cukup banyak yang dibeli
di pinggir jalan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Sakit Serupa
: Disangkal
Riwayat Hidung Meler
: Disangkal
Riwayat Demam Rheumatik : Disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang mengalami penyakit serupa.
6. Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasan jajan di sembarang tempat setiap kali pulang
sekolah.
7. Anamnesis sistemik
Kepala

Sakit kepala (+), pusing (-),

nggliyer (-), jejas (-), leher kaku (-)


Mata

Penglihatan

kabur

(-),

pandangan ganda (-), pandangan berputar (-),


berkunang-kunang (-).
Hidung

Pilek

(-),

mimisan

(-),

tersumbat (-)
Telinga

: Pendengaran berkurang(-) keluar

cairan (-),
Mulut

Sariawan (-), luka pada sudut

bibir (-), bibir pecah-pecah (-), gusi berdarah


(-), mulut kering (-).

Tenggorokan

Nyeri

(+),

nyeri

menelan (+), suara serak (-), gatal (-).


Sistem respirasi

Sesak nafas (-), batuk

(-), dahak (-), batuk darah (-), mengi (-), tidur


mendengkur (-)
Sistem kardiovaskuler

Sesak

nafas

saat beraktivitas (-), nyeri dada

(-) ,

berdebar-debar (-)
Sistem gastrointestinal

Mual

(-),

muntah (-), perut sebah (-), diare (-),nyeri ulu


hati (-), perut seperti diremas-remas (-)
Sistem muskuloskeletal :Nyeri otot (-), nyeri
sendi (-), kaku otot (-) hiperkinetik (-)
Sistem genitourinaria

Susah kencing

(-), nyeri saat kencing (-),keluar darah (-),


kencing nanah (-), sulit memulai kencing (-),
warna kencing kuning jernih
Ekstremitas: Atas

Luka

tremor (-), ujung jari terasa

(-),

flapping
dingin (-),

kesemutan (-), bengkak(-), sakit sendi (-),


panas (-), berkeringat (-), palmar eritema (-)
Bawah

:Luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin (-),


kesemutan di kedua kaki (-), sakit sendi (-),
bengkak (-) kedua kaki
Sistem neuropsikiatri : Kejang (-), gelisah (-),
kesemutan (-), mengigau (-), emosi tidak stabil
(-)
Sistem Integumentum

Kulit

kuning

(-), pucat (-), gatal (-), bercak merah

kehitaman di bagian dada, punggung, tangan


dan kaki (-)
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Compos mentis, lemah, tampak sakit ringan.
2. Tanda Vital
Tensi

: 120/70mmHg

Nadi

: 82 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup.

Frekuensi nafas

: 18 x/menit, tipe thoracal

Suhu

: 38C per axiler

3. Status Gizi
BB = 35 kg
TB = 130 cm

35
1,30 2
BMI =

= 20,71 kg/m2 (harga normal = 18,5-22,5 kg/m2)

Kesan : normoweight
4. Kulit
Ikterik (-), peteki (-), turgor cukup, hiperpigmentasi (-), bekas garukan (-),
kulit kering (-), kulit hiperemis (-), bakas luka (-) pada paha kiri sebala
dorsal
5. Kepala
bentuk mesocephal, rambut warna hitam, sukar dicabut (-), luka (-)
6. Wajah
Simetris, eritema (-)
7. Mata
konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan subkonjungtiva
(-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+)
normal, oedem palpebra (-/-), strabismus (-/-)
8. Telinga

sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-) gangguan fungsi pendengaran
(-)
9. Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-),
fungsi pembau baik, foetor ex nasal (-)
10. Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat (-), lidah
tifoid (-), papil lidah atropi (-), luka pada sudut bibir (-), foetor ex ore (-),
faring hiperemis (+) disertai eksudat (+).
11. Leher
JVP normal (R+2) cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-),
pembesaran kelenjar getah bening (+)
12. Thoraks
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), spider nevi (-),
pernafasan thorakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar
getah bening aksilla (-), rambut ketiak rontok (-)
13. Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tampak

Palpasi

: Ictus cordis teraba di SIC V linea axillaris anterior sinistra,

thrill (-), kuat angkat (+)


Perkusi

: Batas jantung DBN

Auskultasi : HR 92 x/menit, bunyi jantung I-II intensitas normal, regular,


bising (-) gallop(-)
14. Pulmo
Depan
Inspeksi :
Statis

: normochest, simetris kanan-kiri, sela iga tak melebar,


retraksi (-)

Dinamis

: simetris, sela iga tak melebar, retraksi (-), pergerakan


paru simetris

Palpasi :
Statis

: simetris, sela iga tidak melebar, retraksi (-)

Dinamis

: pengembangan paru simetris, tidak ada yang tertinggal

Fremitus : fremitus raba simetris


Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar paru kanan-kiri vesikuler, suara tambahan (-)
RBK(-/-)
Belakang
Inspeksi :
Statis

: punggung kanan kiri simetris

Dinamis

: pengembangan dada simetris

Palpasi : fremitus raba kanan kiri simetris


Perkusi : paru kanan sonor, paru kiri sonor
Batas paru kanan bawah setinggi vertebre thoraks VI
Batas paru kiri bawah setinggi vertebre thoraks VII
Peranjakan diafragma : sulit dievaluasi
Auscultasi: DBN
15. Punggung
kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok kostovertebra (-/-)
16. Abdomen
Inspeksi

: dinding perut // dinding dada, distended (-), venektasi


(-), sikatrik (-), striae alba (-)

Auskultasi

: peristaltik (+) normal

Perkusi

: timpani,

Palpasi

: supel,
Hepar teraba 4cm di bawah arcus costa dekstra
Tepi tumpul,konsistensi lunak, nyeri tekan (-)

17. Genitourinaria
Ulkus (-), secret (-), tanda-tanda radang (-)
18. Kelenjar getah bening inguinal

tidak membesar
C. DIAGNOSIS
Faringitis bakterial
D. TUJUAN TERAPI
Prinsip pengobatan faringitis:
Untuk menghilangkan penyebab utama

Untuk menghilangkan gejala simptomatis yang dirasa mengganggu

E. TERAPI
NON MEDIKAMENTOSA:
Pasien dianjurkan untuk istirahat dan minum yang cukup, berkumur
dengan menggunakan air hangat, tidak jajan sembarangan terlebih dahulu,
tidak berbagi makanan maupun minuman atau menggunakan tempat makan
bersamaan dengan orang lain untuk mencegah penularan, dan mengkonsumsi
antibiotik yang diberikan hingga habis, apabila obat habis masih belum
didapatkan perbaikan klinis maka pasien diminta untuk kontrol kembali untuk
dicari lebih lanjut penyebab pasti yang diderita oleh pasien.
MEDIKAMENTOSA:
R/ Penicillin mg 250
Fla pulv dtd No.XXX
3 dd pulv I
R/ Parasetamol mg 250/5cc
Fla syr ad cc 60
p.r.n (1-3) dd Cth I
Pro : An N (10 Tahun)
F. PEMBAHASAN OBAT
1. Penicillin V (Fenoksimetil penisilin)
Penisilin V merupakan salah satu dari kelompok antibiotik betalaktam.
Bersama dengan penisilin G termasuk dalam jenis penisilin alam, akan tetapi
penisilin V memiliki sifat tahan asam sehingga dapat diberikan peroral.
Penicillin bekerja dengan menghambat pembentukan mukopeptida yang
diperlukan oleh kuman untuk sintesis dinding sel mikroba dimana terhadap

mikroba yang sensitif maka penisilin akan menghasilkan efek bakterisid.


Mekanisme kerja penisilin dengan urutan sebagai berikut: (1) obat bergabung
dengan penisilin binding protein pada kuman; (2) Terjadi hambatan sintesis
dinding sel kuman karena proses transpeptidasi antar rantai peptidoglikan
terganggu; (3) Terjadi aktivasi enzim proteolitik pada dinding sel. Penisilin V
memiliki aktivitas antimikroba yang sama dengan penisilin G yakni spektrum
sempit dan efektif terutama terhadap mikroba gram positif yang sensitif.
Penisilin V tersedia dalam bentuk tablet 250mg; 625mg; dan sirup 125 mg/5 ml
18

.
Dalam kasus diatas kita dapat menggunakan antibiotik untuk membunuh

kuman. Penegakan diagnosis infeksi kuman dapat dilihat dari adanya demam
tinggi, nyeri kepala dan adanya eksudat yang khas tanpa disertai batuk. Bakteri
tersering yang menyebabkan infeksi faring ialah streptococcus B hemolitikus
grup A , yaitu bakteri gram positif. Berdasarkan literatur-literatur antibiotik
yang dapat kita gunakan adalah penicillin apabila pasien tidak memiliki
riwayat alergi terhadap penicillin sehingga dalam kasus ini pasien dapat
diberikan penicillin tablet sebanyak 2-3 kali dengan dosis 250 mg setiap kali
pemberian dimana dosis disesuaikan dengan usia pasien dan diberikan selama
10 hari.
2. Parasetamol 18
Indikasi:
Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak tahan asetosal.
Sebagai analgesik, misalnya untuk mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala,
sakit gigi, sakit waktu haid dan sakit pada otot. Sebagai antipiretik misalnya
menurunkan demam pada influenza dan setelah vaksinasi.
Kontra Indikasi:
Hipersensitif terhadap parasetamol, defisiensi glokose-6-fosfat dehidroganase,
serta penderita dengan gangguan fungsi hati.
Deskripsi:
Parasetamol atau asetaminofen adalah derivat p-aminofenol yang
mempunyai sifat antipiretik/analgesik. Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus
aminobenzen dan mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral sedangkan
sifat

analgesik

parasetamol

serupa

dengan

salisilat

sehingga

dapat

menghilangkan

rasa

nyeri

ringan

sampai

sedang. Sedangkan

efek

antiinflamasinya sangat lemah.


Pembahasan:
Pada kasus ini diberikan parasetamol dengan tujuan untuk menghilangkan
demam dan sebagai analgesik karena pada pasien didapatkan adanya nyeri
tenggorokan serta nyeri telan. Parasetamol bekerja menghambat pembentukan
prostaglandin yang merupakan inisial peningkatan temperature set body . Dosis
yang digunakan ialah 250 mg untuk anak usia 10 tahun. Parasetamol di
metabolisme di hati. Efek samping yang mungkin terjadi ialah reaksi alergi
namun jarang terjadi, methemoglobinemia, hemolisis eritrosit, hepatotoksik.
Namun parasetamol di pilih sebagai terapi dalam kasus ini juga dikarenakan
tingkat keamanannya yang cukup aman.
DAFTAR PUSTAKA
1.

Hilger PA. Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam: Boeis

2.

Buku Ajar Penyakit THT ed.6. Jakarta: EGC.1994.


Rusmarjono dan Bambang Hermani, 2007. Bab IX Nyeri Tenggorok.
Dalam: Efiaty A.S., Nurbaiti I., Jenny B. dan Ratna D.R.. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta, 2007.

3.

Edisi ke-6: 212- 215; 217-218.


Kazzi,A.,Antoine,

4.

http://www.emedicine.com/med/topic735 htm.2006.
Alan,L.,Bisno. Acute Pharyngitis. http://www.nejm.org.vol 344;3;205-

5.

210.
Miriam T. Vincent, M.D., M.S., Nadhia Clestin, M.D., and Aneela N.

Wills,J.

Pharyngitis..

Hussain, M.D., 2004. Pharyngitis. In: A Peer-Reviewed Journal of the


American Academy of Family Physician. State University of New
YorkDownstate Medical Center, Brooklyn, New York. Available From:
6.
7.

http://www.aafp.org/afp/2004/0315/p1465.html.
www.emedicine.com/med/topic735 htm.2006
Somro A, et al. 2011. Pharyngitis and Sore Throat: A Review. In: African
Journal of Biotechnology Vol. 10(33), ppp. 6190-6197. Available From:
http://www.academicjournals.org/AJB.

8.

Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2004.

9.

Available from: http://www.depkes.go.id


Simon, HK. Pediatrics. 2005. Pharyngitis.

http://www.emedicine.Com/emerg/topic.395.htm.
10. Kazzi,
AA.
2005.

Pharyngitis.

http://www.emedicine.Com/emerg/topic.419.htm.
11. Berhman, E. Richard dan Victor C.V.1992. Sistem pernafasan: Infeksiinfeksi Saluran Nafas Bagian Atas dalam: Nelson Ilmu Penyakit Anak
Bagian 2. EGC. Jakarta; 297-98.
12. Adam, Goerge L.1997. Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring
dalam: Boeis Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. Jakarta; 328-29.
13. Eugen B.K, D. Thaher R.C, dan Bruce W.P. 1993. Sakit Tenggorokan.
Dalam: Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok. EGC, Jakarta;297-98.
14. Mansjoer, A (ed). 1999. Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok:
Tenggorok dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. FK UI. Jakarta;
118.
15. Arjun

Joshi,

2011.

Pharynx

Anatomy.

Available

From:

http://emedicine.medscape.com/article/1949347-overview#showall
16. Frank H. Netter, MD., 2006. Pharynx: Median Section and Pharynx:
Opened Posterior View. In: Atlas of Human Anatomy 4th Edition. Section
1 Head and Neck.Plate 63, 66.
17. Rospa H. dan Sri Mulyani, 2011. Tenggorokan Atas (Faring dan Tonsil).
Dalam: Asuhan Keperawatan Gangguan THT. Jakarta: TIM, 2011. Edisi
Pertama: 99- 100, 154-156.
18. Istiantoro YH, Gan VHS. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI.

Anda mungkin juga menyukai