FARINGITIS
Disusun oleh:
Elizabeth Puji Yanti
G99141016
menelan.
Berbagai
jenis
gangguan
bisa
saja
terjadi
pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI FARING
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti
corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak
pada bagian anterior kolum vertebra15. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak
terus menyambung ke esophagus setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas,
faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan
berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan
dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah
berhubungan dengan esophagus. Panjang dinding posterior faring pada orang
dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang
terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir,
15
Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mukosa blanket) dan otot 2.
serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen
sekum 2,17.
Laringofaring (Hipofaring)
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas
anterior ialah laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior ialah
vertebra servikal. Struktur pertama yang tampak di bawah lidah ialah
valekula. Bagian ini merupakan dua cengkungan yang dibentuk oleh
ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral
pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil (pill pockets) sebab pada
beberapa orang, kadang kadang bila menelan pil akan tersangkut di situ. Di
bawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega
dan pada perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang kadang
bentuk infantile (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam
perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya.
Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi glotis ketika menelan minuman
atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan
ke esophagus 2.
Ruang Faringal
Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinis
mempunyai arti penting, yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring. Ruang
retrofaring( Retropharyngeal space), dinding anterior ruang ini adalah dinding
belakang faring yang terdiri dari mukosa faring, fasia faringobasilaris dan otot
otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat jarang dan fasia prevertebralis.
Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling
bawah dari fasia servikalis. Serat serat jaringan ikat di garis tengah
mengikatnya pada vertebra.Di sebelah lateral ruang ini berbatasan dengan
fosa faringomaksila 2.
Ruang parafaring (Pharyngomaxillary Fossa), ruang ini berbentuk kerucut
dengan dasarnya yang terletak pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis
dan puncaknya pada kornu mayus os hioid. Ruang ini dibatasi di bagian
dalam oleh m. konstriktor faring superior, batas luarnya adalah ramus asenden
Kematian yang diakibatkan faringitis jarang, tetapi dapat terjadi sebagai hasil
dari komplikasi penyakit ini10.
Faringitis akut baik disertai demam atau tidak, pada umumnya disebabkan
oleh
virus11,
seperti
Rhinovirus,
Adenovirus,
Parainfluenzavirus,
Cytomegalovirus9,12.
Golongan
bakteri
seperti
streptokokus
beta
Virus
Bakteri
+++
++
+
+
+
+
+
Dapat disertai serak
Jamur
+ (muntah)
-/+
-/+
-/+
jarang
+
+
dan rinitis
Pemeriksaan fisik
Faring
Hiperemis
Hiperemis
Tonsil
Pembesaran
Hiperemis
+
Hiperemis, membesar
+
-/sedikit (kecuali
Hiperemis;
tampak plak putih di
orofaring
KGB
Eksudat
Terapi
EBV,banyak)
Istirahat dan minum Kumur air
cukup
hangat/antiseptik
Nystatin
Analgetik
Antibiotik
Kortikosteroid
Analgetika
tablet hisap
Antivirus (untuk HSV)
E. DIAGNOSIS
Diagnosis biasanya dibuat tanpa kesulitan, terutama bila terdapat tanda
dan gejala yang mengarah ke faringitis. Biakan tenggorokan membantu dalam
menentukan organisme penyebab faringitis, dan untuk membedakan faringitis
karena bakteri atau virus1.
Sangatlah penting untuk mengetahui onset, durasi, progresifitas dan
tingkat keparahan dari gejala yang menyertai seperti demam, batuk, kesukaran
bernafas, pembengkakan limfonodi; paparan infeksi, dan adanya penyakit
sistemik lainnya seperti diabetes dan lain-lain. Faring harus diperiksa apakah
terdapat tanda-tanda eritem, hipertrofi, adanya benda asing, eksudat, massa,
petechie dan adenopati. Juga penting untuk menanyakan gejala yang dialami
pasien seperti demam, timbulnya ruam kulit (rash), dan adenopati servikalis.
Jika dicurigai faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus, seorang dokter
harus mendengar adanya suara murmur pada jantung dan mengevaluasi apakah
pada pasien terdapat pembesaran lien dan hepar.
Apabila terdapat tonsil eksudat, pembengkakan kelenjar limfe leher, tidak
disertai batuk dan suhu badan meningkat sampai 38C maka dicurigai adanya
faringitis karena infeksi GABHS4 .
Pemeriksaan Laboratorium
Kultur tenggorok merupakan pemeriksaan gold standart yang dilakukan
untuk menegaskan suatu diagnosis dari faringitis yang disebabkan oleh bakteri
GABHS. Untuk mencapai hasil yang akurat, pangambilan swab dilakukan pada
daerah tonsil dan dinding faring posterior. Spesimen diinokulasi pada agar
darah dan ditanami disk antibiotik. Kriteria standar untuk penegakan diagnosis
infeksi GABHS adalah persentase sensitifitas mencapai 90-99 %. Kultur
tenggorok sangat penting bagi penderita yang lebih dari 10 hari 3. Sedangkan
BAB III
ILUSTRASI KASUS
A. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada penderita tanggal 30 Juli 2015 di poli umum.
1. Identitas Penderita
Nama
Umur
Jenis kelamin
Agama
Pekerjaan
Alamat
Tanggal masuk
Tanggal pemeriksaan
: An. N
: 10 tahun
: Laki-laki
: Islam
: Pelajar
: Sukoharjo
: 30 Juli 2015
: 30 Juli 2015
2. Keluhan Utama
Nyeri tenggorokan
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli umum dengan keluhan nyeri tenggorokan yang
sudah dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Nyeri dirasakan terus menerus,
Penglihatan
kabur
(-),
Pilek
(-),
mimisan
(-),
tersumbat (-)
Telinga
cairan (-),
Mulut
Tenggorokan
Nyeri
(+),
nyeri
Sesak
nafas
(-) ,
berdebar-debar (-)
Sistem gastrointestinal
Mual
(-),
Susah kencing
Luka
(-),
flapping
dingin (-),
Kulit
kuning
: 120/70mmHg
Nadi
Frekuensi nafas
Suhu
3. Status Gizi
BB = 35 kg
TB = 130 cm
35
1,30 2
BMI =
Kesan : normoweight
4. Kulit
Ikterik (-), peteki (-), turgor cukup, hiperpigmentasi (-), bekas garukan (-),
kulit kering (-), kulit hiperemis (-), bakas luka (-) pada paha kiri sebala
dorsal
5. Kepala
bentuk mesocephal, rambut warna hitam, sukar dicabut (-), luka (-)
6. Wajah
Simetris, eritema (-)
7. Mata
konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan subkonjungtiva
(-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+)
normal, oedem palpebra (-/-), strabismus (-/-)
8. Telinga
sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-) gangguan fungsi pendengaran
(-)
9. Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-),
fungsi pembau baik, foetor ex nasal (-)
10. Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat (-), lidah
tifoid (-), papil lidah atropi (-), luka pada sudut bibir (-), foetor ex ore (-),
faring hiperemis (+) disertai eksudat (+).
11. Leher
JVP normal (R+2) cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-),
pembesaran kelenjar getah bening (+)
12. Thoraks
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), spider nevi (-),
pernafasan thorakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar
getah bening aksilla (-), rambut ketiak rontok (-)
13. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Dinamis
Palpasi :
Statis
Dinamis
Dinamis
Auskultasi
Perkusi
: timpani,
Palpasi
: supel,
Hepar teraba 4cm di bawah arcus costa dekstra
Tepi tumpul,konsistensi lunak, nyeri tekan (-)
17. Genitourinaria
Ulkus (-), secret (-), tanda-tanda radang (-)
18. Kelenjar getah bening inguinal
tidak membesar
C. DIAGNOSIS
Faringitis bakterial
D. TUJUAN TERAPI
Prinsip pengobatan faringitis:
Untuk menghilangkan penyebab utama
E. TERAPI
NON MEDIKAMENTOSA:
Pasien dianjurkan untuk istirahat dan minum yang cukup, berkumur
dengan menggunakan air hangat, tidak jajan sembarangan terlebih dahulu,
tidak berbagi makanan maupun minuman atau menggunakan tempat makan
bersamaan dengan orang lain untuk mencegah penularan, dan mengkonsumsi
antibiotik yang diberikan hingga habis, apabila obat habis masih belum
didapatkan perbaikan klinis maka pasien diminta untuk kontrol kembali untuk
dicari lebih lanjut penyebab pasti yang diderita oleh pasien.
MEDIKAMENTOSA:
R/ Penicillin mg 250
Fla pulv dtd No.XXX
3 dd pulv I
R/ Parasetamol mg 250/5cc
Fla syr ad cc 60
p.r.n (1-3) dd Cth I
Pro : An N (10 Tahun)
F. PEMBAHASAN OBAT
1. Penicillin V (Fenoksimetil penisilin)
Penisilin V merupakan salah satu dari kelompok antibiotik betalaktam.
Bersama dengan penisilin G termasuk dalam jenis penisilin alam, akan tetapi
penisilin V memiliki sifat tahan asam sehingga dapat diberikan peroral.
Penicillin bekerja dengan menghambat pembentukan mukopeptida yang
diperlukan oleh kuman untuk sintesis dinding sel mikroba dimana terhadap
.
Dalam kasus diatas kita dapat menggunakan antibiotik untuk membunuh
kuman. Penegakan diagnosis infeksi kuman dapat dilihat dari adanya demam
tinggi, nyeri kepala dan adanya eksudat yang khas tanpa disertai batuk. Bakteri
tersering yang menyebabkan infeksi faring ialah streptococcus B hemolitikus
grup A , yaitu bakteri gram positif. Berdasarkan literatur-literatur antibiotik
yang dapat kita gunakan adalah penicillin apabila pasien tidak memiliki
riwayat alergi terhadap penicillin sehingga dalam kasus ini pasien dapat
diberikan penicillin tablet sebanyak 2-3 kali dengan dosis 250 mg setiap kali
pemberian dimana dosis disesuaikan dengan usia pasien dan diberikan selama
10 hari.
2. Parasetamol 18
Indikasi:
Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak tahan asetosal.
Sebagai analgesik, misalnya untuk mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala,
sakit gigi, sakit waktu haid dan sakit pada otot. Sebagai antipiretik misalnya
menurunkan demam pada influenza dan setelah vaksinasi.
Kontra Indikasi:
Hipersensitif terhadap parasetamol, defisiensi glokose-6-fosfat dehidroganase,
serta penderita dengan gangguan fungsi hati.
Deskripsi:
Parasetamol atau asetaminofen adalah derivat p-aminofenol yang
mempunyai sifat antipiretik/analgesik. Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus
aminobenzen dan mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral sedangkan
sifat
analgesik
parasetamol
serupa
dengan
salisilat
sehingga
dapat
menghilangkan
rasa
nyeri
ringan
sampai
sedang. Sedangkan
efek
2.
3.
4.
http://www.emedicine.com/med/topic735 htm.2006.
Alan,L.,Bisno. Acute Pharyngitis. http://www.nejm.org.vol 344;3;205-
5.
210.
Miriam T. Vincent, M.D., M.S., Nadhia Clestin, M.D., and Aneela N.
Wills,J.
Pharyngitis..
http://www.aafp.org/afp/2004/0315/p1465.html.
www.emedicine.com/med/topic735 htm.2006
Somro A, et al. 2011. Pharyngitis and Sore Throat: A Review. In: African
Journal of Biotechnology Vol. 10(33), ppp. 6190-6197. Available From:
http://www.academicjournals.org/AJB.
8.
9.
http://www.emedicine.Com/emerg/topic.395.htm.
10. Kazzi,
AA.
2005.
Pharyngitis.
http://www.emedicine.Com/emerg/topic.419.htm.
11. Berhman, E. Richard dan Victor C.V.1992. Sistem pernafasan: Infeksiinfeksi Saluran Nafas Bagian Atas dalam: Nelson Ilmu Penyakit Anak
Bagian 2. EGC. Jakarta; 297-98.
12. Adam, Goerge L.1997. Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring
dalam: Boeis Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. Jakarta; 328-29.
13. Eugen B.K, D. Thaher R.C, dan Bruce W.P. 1993. Sakit Tenggorokan.
Dalam: Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok. EGC, Jakarta;297-98.
14. Mansjoer, A (ed). 1999. Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok:
Tenggorok dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. FK UI. Jakarta;
118.
15. Arjun
Joshi,
2011.
Pharynx
Anatomy.
Available
From:
http://emedicine.medscape.com/article/1949347-overview#showall
16. Frank H. Netter, MD., 2006. Pharynx: Median Section and Pharynx:
Opened Posterior View. In: Atlas of Human Anatomy 4th Edition. Section
1 Head and Neck.Plate 63, 66.
17. Rospa H. dan Sri Mulyani, 2011. Tenggorokan Atas (Faring dan Tonsil).
Dalam: Asuhan Keperawatan Gangguan THT. Jakarta: TIM, 2011. Edisi
Pertama: 99- 100, 154-156.
18. Istiantoro YH, Gan VHS. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI.