Polip Nasi
Polip Nasi
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Sumbatan hidung adalah salah satu yang paling sering dikeluhkan ke
dokter pada pelayanan primer. Ini adalah gejala bukan diagnosis, banyak
faktor dan kondisi anatomi yang dapat menyebabkan sumbatan hidung.
Pasien juga sering mengeluhkan sakit kepala dan napas yang lebih sulit
dan sensasi penuh pada wajah. Penyebab dari sumbatan hidung dapat
struktur maupun sistemik. Yang disebabkan struktur termasuk perubahan
jaringan, trauma, gangguan kongenital. Yang disebabkan sistemik terkait
dengan perubahan fisiologis dan patologis. Polip merupakan salah satu
dari penyebab rasa hidung tersumbat (1.2)
Polip nasal adalah massa polipoidal yang biasanya berasal dari
membran mukosa dari hidung dan sinus paranasal. Polip tumbuh melebihi
dari mukosa yang sering berhubungan dengan rhinitis alergi. Patogenesis
polip nasal adalah tidak diketahui, Polip hidung paling sering bersamaan
dengan rhinitis alergi dan kadang dengan fibrosis kistik, walaupun pada
dewasa terdapat angka yang siqnifikan di kaitkan dengan non alergi.
Polip nasi merupakan salah satu penyakit yang cukup sering
ditemukan di bagian THT-KL. Keluhan pasien yang datang dapat berupa
sumbatan pada hidung yang makin lama semakin berat. Kemudian pasien
juga mengeluhkan adanya gangguan penghidu dan sakit kepala. Untuk
mengetahui massa di rongga hidung merupakan polip atau bukan selain
perlu dikuasai anatomi hidung juga perlu dikuasai cara pemeriksaan yang
dapat menyingkirkan kemungkinan diagnosa lain. Di dalam referat ini
akan dijelaskan mengenai anatomi, fisiologi hidung serta patofisiologi,
gejala klinis, pemeriksaan dan penatalaksanaan pada polip nasi.(2)
BAB II
ANATOMI dan FISIOLOGI
II. 1. Anatomi Hidung
Hidung Luar
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian bagiannya dari atas ke
bawah :
1.
2.
Dorsum nasi
3.
Puncak hidung
4.
Ala nasi
5.
Kolumela
6.
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa
dan M. Nasalis pars allaris. Kerja otot otot tersebut menyebabkan nares
dapat melebar dan menyempit.(3,4)
Kavum Nasi
Kavum nasi atau rongga hidung berbentuk terowongan dari depan ke
belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum
nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan
disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana)
yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.
Batas batas kavum nasi:
Posterior
Atap
Lantai
lebar
daripada
bagian
atap.
Bagian ini
Vaskularisasi
Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah
A.sfenopalatina yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A.
Etmoidale anterior yang merupakan cabang dari A. Oftalmika(4).
Persarafan :
1.
2.
10
ketebalan laimna propria. Lapisan mukus yang sangat kental dan lengket
menangkap debu, benda asing dan bakteri yang terhirup, dan melalui kerja
silia benda-benda ini diangkut ke faring, selanjutnya ditelan dan
dihancurkan dilambung. Lisozim dan imunoglobulin A (IgA) ditemukan
pula dalam lapisan mukus, dan melindungi lebih lanjut terhadap patogen.
Lapisan mukus hidung diperbarui tiga sampai empat kali dalam satu jam.
Silia struktur kecil mirip rambut bergerak serempak secara cepat ke arah
aliran lapisan, kemudian membengkok dan kembali tegak dengan lebih
lambat. Kecepatan pukulan silia kira-kira 700-1000 siklus per menit.(4)
Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah
karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya.
Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel goblet.(4,5)
11
Gambar 4.
Nasal Mucosa(6)
Silia
Silia yang panjangnya sekitar 5-7 mikron terletak pada lamina akhir
sel-sel permukaan eptelium dan jumlahnya sekitar 100 per mikron persegi,
atau sekitar 250 per sel pada saluran pernapasan atas.
Silia terbentuk dari dua mikrotubulus sentral tunggal yang dikelilingi
sembilan pasang mikrotubulus, semuanya terbungkus dalam membran sel
berlapis tiga yang tipis dan rapuh. Masing-masing silium terdiri dari suatu
batang, ujung yang makin mengecil, dan korpus basalis. Tidak semua
mikrotubulus berlanjut hingga ke ujung silia. Kedua mikrotubulus sentral
tunggal tidak melewati bagian bawah permukaan sel. Namun, tepat
dibawah permukaan sel, tiap pasang mikrotubulus perifer bergabung
dengan mikrotubulus ketiga dalam korpus basalis, yaitu struktur yang
12
13
II.3.Fisiologi hidung
1.
14
memakai
rhinomanometri.
Selama
respirasi
tenang,
15
1.
2.
Silia
Transpor benda asing yang tertimbun dari udara inspirasi ke faring
di sebelah posterior, di mana kemudian akan ditelan atau
diekspektorans, merupakan kerja silia yang menggerakan lapisan
mukus dengan partikel yang terperangkap. Aliran turbulen dalam
hidung memungkinkan paparan yang sangat luas antara udara
inspirasi dengan epitel hidung dan lapisan mukusnya, lapisan
mukus berupa selubung sekret kontinyu yang sangat kental, meluas
16
uap
demikian
sering
kali
tidak
memadai
untuk
17
18
Indra Penghidu
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga
bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan
cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.
19
5.
Resonansi suara
Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.
Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang,
sehingga terdengar suara sengau.
6.
Proses bicara
Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng)
dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum
molle turun untuk aliran udara.
7. Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh: iritasi mukosa
hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau
tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.
20
BAB III
POLIP NASI
III.1 Definisi
Polip nasi merupakan kelainan mukosa hidung berupa massa
lunak yang bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih
keabuan, dengan permukaan licin dan agak bening karena mengandung
banyak cairan. Polip nasi bukan merupakan penyakit tersendiri tapi
merupakan manifestasi klinik dari berbagai macam penyakit dan sering
dihubungkan dengan sinusitis, rhinitis alergi, fibrosis kistik dan asma.
Menurut Mackay yang dikutip dari Hamadi,terdapat 4 stadium
dari polip nasi yaitu: Stadium 0: tidak ada polip Stadium 1: polip terbatas
dalam meatus media tidak keluar ke rongga hidung tidak tampak dengan
pemeriksaan rinoskopi anterior hanya terlihat dengan nasoendoskopi.
Stadium 2: polip sudah keluar dari meatus media dan tampak dirongga
hidung tetapi tidak memenuhi /menutupi rongga hidung. Stadium 3: polip
sudah memenuhi rongga hidung.
Polip yang multipel dapat timbul pada anak-anak dengan sinusitis
kronik, rhinitis alergi, fibrosis kistik atau sinuisitis jamur alergi. Polip
21
sangat bervariasi pada setiap individu, polip dapat berupa polip antrokoanal, polip jinak yang besar ataupun polip multipel yang dapat
merupakan lesi jinak atau merupakan suatu keganasan seperti: glioma,
hemangioma, papiloma, limfoma, neuroblastoma, sarcoma, karsinoma
nasofaring dan papiloma inverted.(2)
22
Tempat asal
Tumbuhnya polip terutama di bagian-bagian sempit di bagian atas
hidung, di bagian lateral konka media, dan sekitar muara sinus maksila
dan sinus etmoid. Di tempat inilah mukosa hidung saling berdekatan. Bila
ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal tangkai
polip dapat dilihat.
III.2 Epidemiologi
Di Amerika insiden polip nasi pada anak adalah 0,1%, namun insiden
ini meningkat pada anak-anak dengan fibrosis kistik yaitu 6-48%.
Insiden pada orang dewasa adalah 1-4% dengan rentang 0,2-28%.
Insiden di seluruh dunia tidak jauh berbeda dengan insiden di Amerika.
Polip nasi terjadi pada semua ras dan kelas ekonomi. Walaupun ratio pria
dan wanita pada dewasa 2-4: 1, ratio pada anak anak tidak dilaporkan.
Angka mortalitas polip nasi tidaklah signifikan, namun polip nasi
dihubungkan dengan turunnya kualitas hidup seseorang. Tidak ada
perbedaan insiden polip nasi yang nyata diantara bangsa-bangsa di dunia
dan
diantara
jenis
kelamin.
23
Polip
multipel
yang
jinak
biasanya timbul setelah usia 20 tahun dan lebih sering pada usia diatas 40
tahun. Polip nasi jarang ditemukan pada anak usia dibawah 10 tahun.(12,13)
Male
Female
Total
Ethmoidal
Anthrocoanal
11
Rhinosporidiosis
17
19
Benign tumours
Malignant tumours
Total
8
40
4
10
12
50
Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa insiden terjadinya massa
pada hidung terbanyak pada pria.
III.3 Etiologi
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif
atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan
24
2.
Sinusitis kronik.
3.
Iritasi.
4.
Etiologi yang pasti belum diketahui tetapi ada 3 faktor penting pada
terjadinya polip, yaitu :
1.
2.
25
3.
26
27
28
data
Bernstein.
Baik
teori
benar-benar
mendefinisikan
memicu
peradangan.(9,11)
Makroskopis(11)
Secara makroskopis polip merupakan massa bertangkai dengan
permukaan licin, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuabuan, agak bening, lobular, dapat tunggal atau multipel dan tidak sensitif
(bila ditekan/ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip yang pucat tersebut
disebabkan karena mengandung banyak cairan dan sedikitnya aliran darah
ke polip. bila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip
dapat berubah menjadi kemerah-merahan dan polip yang sudah menahun
warnanya dapat menjadi kekuning-kuningan karena banyak mengandung
jaringan ikat.
Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari kompleks ostio-meatal di
meatus medius dan sinus etmoid. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan
endoskop, mungkin tempat asal tangkai polip dapat dilihat
Ada polip yang tumbuh kearah belakang dan membesar dinasofaring,
disebut polip koana.polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus
29
maksila dan disebut juga polip antro-koana. Ada juga sebagian kecil polip
koana yang berasal dari sinus etmoid.
Mikroskopis(11)
Secara mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa
hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa
yang sembab. Sel-selnya terdiri dari limfosit, sel plasma, eosinofil,
neutrofil dan makrofag. Mukosa mengandung sel-sel goblet. Pembuluh
darah, saraf dan kelenjar sangat sedikit. Polip yang sudah lama dapat
mengalami metaplasia epitel karena sering terkena aliran udara, menjadi
epitel transisional, kubik atau gepeng berlapis tanpa keratinisasi.
Berdasarkan jenis sel peradangannya, polip dikelompokkan menjadi
2, yaitu polip tipe eosinofilik dan tipe neutrofilik.
30
31
32
pengecapan, dan drainase post nasal persisten. Sakit kepala dan nyeri pada
muka jarang ditemukan dan biasanya pada daerah periorbita dan sinus
maksila. Pasien polip dengan sumbatan total rongga hidung atau polip
tunggal yang besar memperlihatkan gejala sleep apnea obstruktif dan
pernafasan lewat mulut yang kronik.(11)
Pasien dengan polip soliter seringkali hanya memperlihatkan gejala
obstruktif hidung yang dapat berubah dengan perubahan posisi. Walaupun
satu atau lebih polip yang muncul, pasien mungkin memperlihatkan gejala
akut, rekuren, atau rinosinusitis bila polip menyumbat ostium sinus.
Beberapa polip dapat timbul berdekatan dengan muara sinus, sehingga
aliran udara tidak terganggu, tetapi mukus bisa terperangkap dalam sinus.
Dalam hal ini dapat timbul perasaan penuh di kepala, penurunan
penciuman, dan mungkin sakit kepala. Mukus yang terperangkap tadi
cenderung terinfeksi, sehingga menimbulkan nyeri, demam, dan mungkin
perdarahan pada hidung.
Manifestasi polip nasi tergantung pada ukuran polip. Polip yang kecil
mungkin tidak menimbulkan gejala dan mungkin teridentifikasi sewaktu
pemeriksaan rutin. Polip yang terletak posterior biasanya tidak
teridenfikasi pada waktu pemeriksaan rutin rinoskopi posterior. Polip yang
33
34
v Mendengkur
v Gangguan tidur
v Penurunan kualitas hidup
Gejala Objektif:
v Oedema mukosa hidung
v Submukosa hipertropi dan tampak sembab
v Terlihat masa lunak yang berwarna putih atau kebiruan
v Bertangkai(11)
BAB IV
DIAGNOSIS POLIP NASAL
35
Anamnesa
Pada anamnesa kasus polip, keluhan utama biasanya ialah hidung
tersumbat. Sumbatan ini menetap, tidak hilang dan semakin lama semakin
berat. Pasien sering mengeluhkan terasa ada massa di dalam hidung dan
sukar membuang ingus. Gejala lain adalah gangguan penciuman. Gejala
sekunder dapat terjadi bila sudah disertai kelainan organ didekatnya
berupa: adanya post nasal drip, sakit kepala, nyeri wajah, suara nasal
(bindeng), telinga terasa penuh, mendengkur, gangguan tidur dan
penurunan kualitas hidup. Selain itu juga harus di tanyakan riwayat
rhinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat serta
makanan.(11)
Pemeriksaan Fisik
1.
Inspeksi
36
3. Rinoskopi Posterior
Kadang-kadang dapat dijumpai polip koanal. Sekret mukopurulen ada
kalanya berasal dari daerah etmoid atau rongga hidung bagian
superior, yang menandakan adanya rinosinusitis.
37
38
Pemeriksaan penunjang
Naso endoskopi
Adanya fasilitas nasoendoskopi akan sangat membantu diagnosis kasus
baru. Polip stadium awal tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi
anterior
tetapi
tampak
dengan
pemeriksaan
nasoendoskopi. Pada kasus polip koanal juga sering dapat terlihat tangkai
polip yang berasal dari ostium assesorius sinus maksila.
Pemeriksaan Radiologi
39
Foto polos sinus paranasal (posisi waters, lateral, Caldwell dan AP)
dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan di
dalam sinus, tetapi sebenarnya kurang bermanfaat pada kasus polip nasi
karena dapat memberikan kesan positif palsu atau negative palsu dan tidak
dapat memberikan informasi mengenai keadaan dinding lateral hidung dan
variasi anatomis di daerah kompleks osteomeatal. Pemeriksaan tomografi
computer sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas
hidung dan sinus paranasal
apakah
keadaan di
Tes alergi
40
Oedematous stroma
Cystic Fibrosis
Nuroblastoma
Neurofibromatosis
Rhabdomyosarcoma
Sinusitis
Angiofibroma Nasal
41
Polip nasi juga didiagnosis banding dengan konka polipoid, yang ciri
cirinya sebagai berikut:
-
Tidak bertangkai
Sukar digerakkan
mudah berdarah
Polip
Bertangkai, dapat digerakkan
Konsistensi lunak
Tidak nyeri bila ditekan
Tidak mudah berdarah
Berwarna putih kebiruan
Tidak
mengecil
pada
Polipoid Mukosa
Tidak bertangkai, sukar digerakkan
Konsistensi keras
Nyeri pada penekanan
Mudah berdarah
Berwarna merah muda
pemberian Mengecil pada pemberian vasokonstriktor
vasokonstriktor (adrenalin)
Pada
pemeriksaan
rinoskopi
anterior
cukup
mudah
untuk
42
43
III.8 Penatalaksanaan
Karena etiologi yang mendasari pada polip nasi adalah reaksi
inflamasi, maka penatalaksanaan medis ditujukan untuk pengobatan yang
tidak spesifik. Pada terapi medikamentosa dapat diberikan kortikosteroid.
Kortikosteroid dapat diberikan secara sistemik ataupun intranasal.
Pemberian kortikosteroid sistemik diberikan dengan dosis tinggi
dalam waktu yang singkat, dan pemberiannya perlu memperhatikan efek
samping dan
paling efektif untuk pengobatan jangka pendek dari polip nasi, dan
kortikosteroid oral memiliki efektivitas paling baik dalam mengurangi
inflamasi polip.(10,11)
Kortikosteroid juga dapat diberikan secara intranasal dalam bentuk
spray steroid, yang dapat mengurangi atau menurunkan pertumbuhan
polip
nasi
yang
kecil,
tetapi
secara
relatif
tidak
efektif untuk polip yang masif. Steroid intranasal paling efektif pada
periode post operatif untuk mencegah atau mengurangi relaps.
Pengobatan juga dapat ditujukan untuk mengurangi reaksi alergi
pada polip yang dihubungkan dengan rhinitis alergi. Pada penderita dapat
44
guideline
penatalaksanaan
polip
nasi
di
Indonesia,
pengobatan lini pertama pada kasus polip nasi adalah steroid oral dan
topikal. Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut
juga polipektomi medikamentosa. Untuk polip stadium 1 dan 2, sebaiknya
kortikosteroid intranasal dan/atau oral selama 4-6 minggu. Bila reaksinya
baik, pengobatan ini diteruskan sampai polip atau gejalanya hilang. Pada
polip nasi rekuren perlu dicari faktor alergi (kausatif). Jika polip sudah
sangat mengganggu pernafasan disarankan untuk terapi bedah yaitu
polipektomi. Pada pasien ini alergen yang mungkin berdasarkan
anamnesis adalah debu dan udara dingin. Untuk itu pasien perlu diberikan
edukasi untuk menghindari pajanan dengan alergen. Pemberian loratadin
1x10 mg sebagai antihistamin berguna untuk mengurangi reaksi alergi
polip akibat rhinitis alergi. (7.8 )
45
aksis,
pembentukan
katarak,
gangguan
46
yang lama. Inhibitor COX-2 juga mempunyai efek anti inflamasi dan
dikenal tidak memberikan efek samping pada gastrointestinal.(14)
Pembedahan dilakukan jika:
1. Polip menghalangi saluran nafas
2. Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi
sinus
3. Polip berhubungan dengan tumor
4. Pada anak-anak dengan multipel polip atau kronik rhinosinusitis yang
gagal pengobatan maksimum dengan obat- obatan.
Tindakan pengangkatan polip atau polipektomi dapat dilakukan dengan
menggunakan senar polip dengan anestesi lokal, untuk polip yang besar
tetapi belum memadati rongga hidung. Polipektomi sederhana cukup
efektif untuk memperbaiki gejala pada hidung, khususnya pada
kasus polip yang tersembunyi atau polip yang sedikit. Bedah sinus
endoskopik (Endoscopic Sinus Surgery) merupakan teknik yang lebih baik
yang
tidak
47
sebelum
ethmoidectomy,
operasi.
Anterior
ethmoidectomy,
posterior
48
III.9 Prognosis
Polip nasi dapat muncul kembali selama iritasi alergi masih tetap
berlanjut. Rekurensi dari polip umumnya terjadi bila adanya polip yang
multipel. Polip tunggal yang besar seperti polip antral-koanal jarang
terjadi relaps.
Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu pengobatannya
juga perlu ditujukan kepada penyebabnya, misalnya alergi. Terapi yang
paling ideal pada rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan alergen
penyebab dan eliminasi.
Secara medikamentosa, dapat diberikan antihistamin dengan atau
tanpa dekongestan yang berbentuk tetes hidung yang bisa mengandung
kortikosteroid atau tidak. Dan untuk alergi inhalan dengan gejala yang
berat dan sudah berlangsung lama dapat dilakukan imunoterapi dengan
cara desensitisasi dan hiposensitisasi, yang menjadi pilihan apabila
pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan.
49
50
DAFTAR PUSTAKA
Punagi.
Ear
Nose
Throat
Departement,
Medical
D,
Mangunkusumo
Endang,
Retno
(Anatomi
dan
fisiologi
terapan).
51
Reserved
Southwestern
Medical
School.
update
Oct
22,
2008.http://www.medicine.com
8. Mangunkusumo,Endang, Retno S.Wardani.dalam:Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok edisi VI cetakan II. Balai
Penerbit FK-UI, Jakarta 2008.hal 123-125
9. J. Gulia, S. P. S. Yadav, N. Sharma, H. & A. Hooda. Ectopic Tooth
In Osteomeatal Complex Presenting With Nasal Polyps: A Case
Report. The
Internet
Journal
of
Otorhinolaryngology. 2010
Volume 12 Number 1
10. Bangladesh J Otorhinolaryngol,Article by :Abu Hena Mohammad
Parvez Humayun1, AHM Zahurul Huq2, SM Tarequddin Ahmed3,
Md. Shah Kamal4, Kyaw Khin U3, Nilakanta Bhattacharjee. Vol.
16, No. 1, April 2010
11. Fransina, R.Sedjawidada, Amsyar Akil, Fadjar Perkasa, Abdul
Qadar Punagi Ear Nose Throat Departement, Medical
Faculty,Hasanuddin University, Makassar. The Indonesian
Journal of Medical Science Volume 1 No. 1 July-September
2008.
52
53