Anda di halaman 1dari 9

berkah Ramadhan ini, dengan mulut berpuasa

ampunan dan bertaubat, maka dia akan diampuni.

memohon

Diriwayatkan dari Rasulullah Saw, Pada malam-malam bulan


Ramadhan, Allah Swt mengampuni para pendosa sedemikian
rupa sehingga hanya Dia yang mengetahui hitungannya, dan di
akhir bulan Ramadhan, Allah Swt akan melepaskan dari neraka,
seperti apa saja yang telah dikaruniakan-Nya selama satu bulan
Ramadan. Maka barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan
dan menjauhi apa yang diharamkan Allah Swt, maka surga wajib
baginya.(IRIB Indonesia)

82

Bersama Kafilah Ramadhan (19)

Sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan memiliki kedudukan yang sangat istimewa dan ada
banyak amalan serta doa yang bersumber dari para imam maksum as untuk diamalkan di
penghujung bulan puasa. Mengenai keagungan bulan Ramadhan itu sendiri, Rasulullah Saw
bersabda, Ramadhan adalah sebuah bulan yang awalnya rahmat, pertengahannya
pengampunan, dan penghujungnya ijabah doa dan kebebasan dari api neraka. Pada dasarnya,
rahmat Allah Swt turun kepada hamba-Nya pada sepuluh hari pertama, sementara
pertengahan bulan ini adalah waktu untuk bertaubat dan memohon ampunan dari dosa, dan
sepuluh hari terakhir adalah masa untuk memetik hasil.

Setelah seseorang menikmati rahmat Tuhan sebagai sebuah


kesempatan yang sangat berharga, maka pada sepuluh hari
kedua ia juga akan mendapat kesempatan untuk bertaubat dan
memohon ampunan, dan pada sepuluh hari terakhir ia
menyampaikan hajat-hajatnya dan menunggu jawaban dari Allah
Swt. Oleh sebab itu, Rasul Saw mengambil jarak dari semua
kenikmatan dunia selama sepuluh hari terakhir dan memilih
beri'tikaf di masjid. Beliau menaruh perhatian khusus terhadap
masalah i'tikaf dan bersabda, Barang siapa yang beri'tikaf
selama 10 hari pada bulan Ramadhan, maka pahalanya sama
seperti dua kali haji dan dua kali umrah.
Rasul Saw awalnya melakukan i'tikaf pada sepuluh hari pertama
bulan Ramadhan, dan kemudian pada sepuluh hari kedua dan
terakhir pada sepuluh hari ketiga bulan tersebut. Namun, beliau
kemudian secara rutin beritikaf di masjid pada sepuluh hari
terakhir Ramadhan hingga akhir hayatnya. Ketika memasuki
sepuluh hari terakhir Ramadhan, Rasul Saw melipat tempat
tidurnya dan sepenuhnya mempersiapkan diri untuk beribadah
dan beliau melakukannya dalam sebuah tenda yang dipersiapkan
untukibadah.
Dalam sebuah riwayat, Imam Jakfar Shadiq as berkata,
Penentuan kadar (sesuatu) pada malam ke-19, pengesahan
83

pada malam ke-21, dan penetapan kadar untuk satu tahun pada
malam ke-23.Oleh karena itu, kaum Muslim tidak boleh lalai saat
musim panen tiba dan memberi perhatian khusus untuk
menghidupkan sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan
sebagaimana diteladani oleh Rasulullah Saw. Setiap detik di
sepanjang Ramadhan tentu sangat bernilai, namun sepuluh hari
terakhir adalah musim untuk menuai hasil dan kaum Muslim tidak
boleh melupakan hal itu.
Syeikh Kulaini dalam kitabnya Ushulal-Kafi, menukil sebuah doa
dari Imam Shadiqas yang dianjurkan untuk dibaca pada malammalam sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Doa tersebut
adalah;

Aku berlindung kepada keagungan wajah-Mu yang mulia,


hendaknya jangan sampai bulan Ramadhan berlalu atau fajar
malamku ini terbit sedangkan Engkau masih memiliki tagihan
atasku atau (aku masih berlumuran) dosa yang karenanya
Engkau akan menyiksaku.
Dalam sebuah doa yang lain, Imam Shadiq as juga berkata;







Ya Allah! Tunaikanlahhak kami yang telah lewat dari bulan
Ramadhan, ampunilah kelalaian kami di dalamnya, terimalah
(bulan Ramadhan) dari kami dengan sebuah penerimaan,
janganlah Engkau menyiksa kami karena sikap berlebih-lebihan
atas diri kami,jadikan kami dari golongan yang memperoleh
rahmat dan jangan Engkau jadikan kami dari mereka yang tidak
mendapatkannya.
Rasulullah Saw dalam sebuah khutbah di penghujung bulan
Syaban bersabda, Wahai manusia! Barangsiapa melakukan
shalat sunnah di bulan ini, Allah akan mencatat baginya
kebebasan dari api neraka. Dan Barang siapa melakukan shalat
84

fardhu, baginya ganjaran 70 kali shalat fardhu di bulan yang


lain. Seorang Mukmin yang sudah pernah merasakan
kenikmatan dalam mengerjakan shalat fardhu, maka ia akan
terdorong untuk mempererat hubungannya dengan Allah Swt
melalui amalan sunnah.Ia bersungguh-sungguh mengerjakan
shalat sunnah untuk meraih perhatian Tuhan. Imam Ali Ridha as
berkata, Tunaikanlah shalat sunnah dengan indah, dan
ketahuilah bahwa ia akan menjadi hadiah di sisi Allah. (Bihar alAnwar, jilid 87)
Shalat tajahud memiliki keutamaan yang lebih besar di antara
amalan-amalan sunnah yang lain. Allah Swt menyebut orangorang yang terbangun di malam hari dengan bahasa yang indah
dan berfirman, Lambung mereka selalu jauh dari tempat tidur
untuk berdoa kepada Allah, dengan rasa takut dari murka-Nya
dan mengharapkan kasih sayang-Nya. Mereka pun selalu
menafkahkan harta yang Kami karuniakan di jalan kebaikan.
(As-Sajda, ayat 16). Allah Swt kemudian memberikan pahala
yang besar kepada mereka yang menghidupkan malamnya
dengan ibadah dan berfirman, Tak seorang pun mengetahui
berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai
balasan bagi mereka atas apa yang mereka kerjakan.
Dalam sebuah hadis Qudsi tentang shalat tahajud, Allah Swt
berfirman, Hambaku tidak memperlihatkan kecintaan terhadap
sesuatu yang lebih dicintai dari perkara yang sudah aku
wajibkanatasnya,dan ia datang dengan shalat sunnah demi
meraih cinta-Ku sehingga Aku juga mencintainya. Saat Aku sudah
mencintainya, maka Aku akan menjadi telinganya ketika ia
mendengar,Aku akan menjadi matanya ketika ia melihat, Aku
akan menjadi lisannya ketika ia berbicara, Aku akan menjadi
tangannya ketika ia memukul, dan Aku akan menjadi kakinya
ketika ia melangkah.Aku akan mengabulkan doanya saat ia
meminta kepada-Ku, dan jika ia memohon kepada-Ku, Aku akan
memenuhinya. (Ushul al-Kafi, jilid 2)
Para guru besar akhlak memberikan berbagai penjelasan ketika
menafsirkan hadis tersebut. Allamah Majlisi, penulis kitabBihar alAnwarmengatakan, Seorang hamba akan berakhlak dengan
akhlak Allah dan Allah menjadi sangat mulia di matanya sehingga
ia menyerahkan segala urusannya kepada Sang Khalik. Ia juga
mengabaikan tuntutan-tuntutan nafsunya dan pada akhirnya ia
85

tidak melihat kecuali sesuatu yang dicintai oleh Allah. Ia tidak


mendengar sesuatu kecuali atas keinginan dan kerelaan Allah, ia
tidak mengerjakan sesuatu kecuali pekerjaan yang bisa
mendekatkannya kepada Allah, dan ia tidak melangkahkan
kakinya kecuali di jalan yang diridhai oleh Allah.
Selama beberapa tahun terakhir, kaum Muslim di banyak negara
Islam harus menjalani puasa di musim panas. Kondisi ini
menuntut
kesabaran
ekstra
semua
orang
untuk
bisa
menyempurnakan amal ibadahnya. Di Iran sendiri, puasa tahun
ini kembali jatuh pada musim panas dan suhu udara di beberapa
kota mencapai lebih dari 45 derajat celcius. Akan tetapi, kondisi
ini tidak mengendurkan semangat masyarakat untuk menjalani
ibadah puasa dan rutinitas mereka.
Sebut saja, Hidayatullah, seorang pekerja di pabrik roti
tradisional Iran di Kota Semnan, ia harus duduk di depan tungku
pembakar roti dengan suhu yang menyengat. Hidayatullah
berkisah, Sungguh sulit menjalani puasa di tengah terpaan hawa
panas dari tungku pembakar roti ini, tapi puasa membawa
banyak berkah dalam hidup terutama di tengah kondisi sulit.
Pengalaman serupa juga dituturkan oleh Ostad Asad. Ia adalah
seorang tukanglas pada sebuah bangunan yang sedang dalam
tahap pengerjaan. Ostad Asad harus berjalan ke setiap sudut
rangka bangunan untuk menyambung besi-besi yang baru ditata.
Suhu udara terasa cukup panas dan ditambah lagi dengan uap
panas yang dipancarkan oleh besi bangunan. Namun Ostad Asad
tekun menjalani pekerjaannya dan ia tidak peduli dengan terik
matahari. Ia berkisah, Benar, sangat sulit melakukan pekerjaan
ini di tengah suhu panas dan bulan puasa, tapi tidak ada yang tak
mungkin. Menjalani puasa dalam kondisi seperti ini merupakan
sebuah anugerah dari Allah sehingga hamba-Nya memahami
bahwa kalau ada kemauan, pasti ada jalan.
Seorang filosof Iran, Gholam Hossein Ebrahimi Dinani mengenai
puasa di musim panas berkata, Tidak mudah menjalani puasa di
musim panas, tapi memikul beban itu akan membuat manusia
mencapai derajat yang tinggi dan kesempurnaan. Shalat dan
puasa di bulan Ramadhan secara lahir tampak seperti sebuah
beban, namun beban ini justru akan membuat manusia semakin
dekat dengan kebahagiaan. (IRIB Indonesia/RM)
86

Bersama Kafilah Ramadhan (20)

Disebutkan dalam sejarah bahwa setelah Rasulullah Saw, menyampaikan khutbah terkenal
Syabaniyah, Imam Ali as berdiri dan berkata: Wahai Rasulullah! Apa amal terbaik pada
bulan ini? Rasulullah Saw menjawab: Wahai Abu al-Hasan! Amalan terbaik pada bulan ini,
menjauhi yang diharamkan oleh Allah Swt. Setelah itu Rasulullah Saw menangis. Imam Ali
as kembali bertanya: Wahai Rasulullah! Mengapa kau menangis? Rasulullah Saw
menjawab: Wahai Ali aku menangis karena mereka akan melanggar kehormatanmu di bulan
ini. Sepertinya aku melihat kau sedang shalat untuk Tuhanmu, orang paling celaka pertama
dan terakhir berdiri dan memukul [dengan pedang] di tengah kepalamu dan tempat
sujudmu, darah mengucur dari kepalamu.

Hari ke-20 bulan Ramadhan, bertepatan dengan malam


kesyahidan sosok agung yang posisi dan hubungannya dengan
Allah Swt, dan keutamaan akhlaknya seperti adab, etika,
kezuhudan, keberanian, ibadah dan lain-lainnya, sedemikian
tinggi sehingga diakui oleh kawan maupun lawan. Imam Ali as
adalah satu-satunya orang di mana malaikat Jibril mengucapkan
ungkapan pada perang Uhud:

Tiada pemberani seperti Ali dan tiada pedang seperti Duzlfiqar.
Dia adalah lelaki pertama di Jazirah Arab yang memeluk agama
Islam dan shalat bersama Rasulullah Saw. Dia satu-satunya
orang yang menjalin ikatan persaudaraan dan ukhuwah dengan
Nabi Muhammad Saw dan beliau berkata: Wahai Ali! Kau adalah
saudaraku di dunia dan akhirat. Ali adalah satu-satunya manusia
yang Rasulullah Saw bersabda: Aku adalah kota ilmu dan Ali
adalah pintunya, maka barang siapa yang menginginkan ilmu,
maka hendaknya dia melalui pintunya.
Dia adalah satu-satunya orang yang disinggung Rasulullah Saw
dengan mengatakan: Hak Ali atas umat, sama seperti hak
seorang ayah kepada putranya. Ali adalah satu-satunya orang
yang berkorban pada Lailatul Mabit, malam ketika Rasulullah Saw
87

berhijrah dari Mekkah menuju Madinah, dan tidur menggantikan


Nabi Muhammad Saw.
Al-Quran tentang Imam Ali as menyebutkan, Dan di antara
manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari
keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hambahamba-Nya. (Q.S. al-Baqarah, 207). Ali adalah satu-satunya
orang yang oleh Rasulullah Saw pintu rumahnya dibuka menuju
Masjid Nabi. Dia adalah manusia yang diakui keagungannya oleh
musuh-musuh. Selain itu, Ali bin Abi Thalib as adalah ayah
syahid, suami syahid, saudara syahid, dan dia sendiri juga gugur
syahid pada malam terbaik dalam satu tahun.
Imam Ali as dalam wasiat beliau menyebutkan, Ini adalah yang
diwasiatkan Ali putra Abu Thalib: dia bersaksi terhadap keesaan
Allah Swt dan bersaksi bahwa Muhammad [Saw] adalah hamba
dan nabi-Nya. Allah Swt mengutusnya untuk mengutamakan
agama-Nya di atas agama-agama lain. Sesungguhnya shalat,
ibadah, kehidupan dan usia, adalah milik Allah Swt. Tidak ada
sekutu untuk-Nya, aku menerima ini dan termasuk di antara
orang-orang yang menyerahkan diri putraku, bagi kalian saling
hubungan, kedermawanan dan kebaikan. Hindari saling
kemunafikan, pemutusan hubungan, kemarahan dan perpecahan.
Saling membantulah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan dan
jangan kalian saling membantu dalam dosa dan permusuhan.
Utamakanlah ketakwaan karena azab Allah teramat pedih.
Rasulullah Saw dalam satu bagian khutbah Syabaniyah, yang
disampaikan
memperingati
ketibaan
bulan
Ramadhan
mengatakan, Wahai masyarakat! Sesungguhnya pintu-pintu
sorga terbuka di bulan ini. Maka mintalah dari Tuhan kalian agar
tidak menutupnya (pintu-pintu sorga itu) untuk kalian. Dan juga
pintu-pintu neraka tertutup, maka mintalah dari Tuhan kalian
agar tidak membukanya bagi kalian. Juga para setan terbelenggu
dan terikat, maka mintalah dari Tuhan kalian agar tidak
membuatnya menguasai kalian.
Sebagian ahli tafsir dan ulama akhlak berpendapat bahwa
maksud dari terbukanya pintu-pintu sorga pada bulan Ramadan
adalah bahwa Allah Swt mengampuni hamba-Nya dengan
berbagai alasan dan Dia menjanjikan sorga sebagai pahala amalamalan seperti puasa, shalat, shalat nafilah, membaca al-Quran,
88

sedekah, silaturahmi dan Juga menyelamatkan hamba dari api


neraka dengan berbagai alasan.
Namun harus diperhatikan bahwa sorga dan neraka tidak lain
adalah manifestasi perilaku manusia. Azab dan kepedihan neraka
jahannam juga tidak lain adalah imbalan dari perilaku buruk
manusia. Nikmat-nikmat sorga pada hakikatnya adalah inti dari
amal saleh manusia. Oleh karena itu, sorga dan neraka tidak
pernah terlepas dari perilaku manusia. Manusia yang tidak
melepaskan diri dari ketaatan dan penghambaan, maka dirinya
adalah sorga dan jika terjerumus dalam dosa dan maksiat, maka
dirinya sendiri adalah neraka.
Rasulullah Saw bersabda: Barang siapa yang menyelesaikan
urusan seorang yatim, maka Allah Swt akan menyelesaikan
urusannya di hari kiamat. Mengasihi anak yatim merupakan
amal yang diwajibkan dalam Islam dan agar setiap Muslim
berusaha melaksanakannya. Yatim adalah seseorang yang
secara lahiriyah tidak punya pelindung, dan hanya Allah Swt yang
menjadi pelindungnya, di mana Allah Swt menghormati hakhaknya dan menekankan belas kasih kepada yatim. Dalam hal
ini, perilaku Imam Ali as terhadap anak-anak yatim merupakan
teladan bagi masyarakat Muslim. Beliau mengatakan, Ya Allah!
Ya Allah! Tentang anak-anak yatim, jangan sampai mereka
terkadang kenyang dan terkadang lapar dan hak-hak mereka
ternistakan.
Dalam sebuah perjalanan, Imam Ali as melintasi rumah seorang
perempuan miskin yang anak-anaknya menangis karena lapar.
Sang ibu menyibukkan mereka dengan berbagai hal, kemudian
memenuhi panci dengan air dan menyalakan api, sehingga itu
dijadikan alasan agar anak-anaknya tertidur. Menyaksikan
peristiwa itu, Imam Ali as bersama Qanbar segera pulang ke
rumah dan mengambil kurma, serta memikul sekantung gandum,
beras dan minyak, kemudian bergegas menuju rumah perempuan
itu.
Setibanya di rumah perempuan itu, Imam Ali as meminta ijin
masuk kemudian memasukkan beras dan sedikit minyak ke
dalam panci untuk menyiapkan makanan. Kemudian beliau
membangunan anak-anak perempuan itu serta menyuap mereka
sampai kenyang. Kemudian untuk menghibur anak-anak
perempuan itu beliau merangkak dan menaikkan mereka di atas
89

punggungnya. Mereka tertawa riang. Setelah bermain, Imam Ali


as menidurkan mereka dan meninggalkan rumah itu.
Qanbar bertanya: Wahai junjunganku! Hari ini aku melihat dua
hal darimu yang aku mengerti sebab dari salah satunya namun
aku tidak mengerti sebab yang kedua. Pertama, kau sendiri yang
membawa makanan itu di pundakmu dan tidak mengijinkanku
membawanya, pasti karena besarnya pahala, akan tetapi aku
tidak memahami kau merangkak dan menaikkan mereka (anakanak itu) ke atas punggungmu. Imam Ali as menjawab: Ketika
aku melihat anak-anak itu, aku menyadari mereka sedang
menangis karena lapar, dan debu-debu keyatiman menyelimuti
mereka, aku ingin ketika aku keluar mereka kenyang dan juga
debu-debu keyatiman dan ketiadaan ayah telah terhapus dari
wajah-wajah mereka.(IRIB Indonesia)

90

Anda mungkin juga menyukai