Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang
ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil
pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik
akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan
berakhir padaanggota gerak. Setelah pemeriksaanorganutama diperiksa dengan
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Beberapa tes khusus mungkin diperlukan
seperti testneurologi.Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri dari penilaian
kondisi pasien secara umum dan sistemorgan yang spesifik. Dalam prakteknya,tanda
vital atau pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.
METODE DAN LANGKAH PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi
Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan melihat langsung seluruh
tubuh pasien atau hanya bagian tertentu yang diperlukan. Metode ini berupaya melihat
kondisi klien dengan menggunakan sense of sign baik melalui mata telanjang atau
alat bantu penerangan (lampu). Inspeksi adalah kegiatan aktif, proses ketika perawat
harus mengetahui apa yang dilihatnya dan dimana lokasinya. Metode inspeksi ini
digunakan untuk mengkaji warna kulit, bentuk, posisi, ukuran dan lainnya dari tubuh
pasien.
Pemeriksa menggunakan indera penglihatan berkonsentrasi untuk melihat
pasien secara seksama, persistem dan tidak terburu-buru sejak pertama bertemu
dengan cara memperoleh riwayat pasien dan terutama sepanjang pemeriksaan fisik
dilakukan. Inspeksi juga menggunakan indera pendengaran dan penciuman untuk
mengetahui lebih lanjut, lebih jelas dan lebih memvalidasi apa yang dilihat oleh mata
dan dikaitkan dengan suara atau bau dari pasien. Pemeriksa kemudian akan
mengumpulkan dan menggolongkan informasi yang diterima oleh semua indera
tersebut yang akan membantu dalam membuat keputusan diagnosis atau terapi.
Cara pemeriksaan :
1)
Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri
2)
Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka (diupayakan pasien membuka
sendiri pakaiannya. Sebaiknya pakaian tidak dibuka sekaligus, namun
dibuka seperlunya untuk pemeriksaan sedangkan bagian lain ditutupi
selimut).
3)
Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan
abnormalitas. Contoh : mata kuning (ikterus), terdapat struma di leher, kulit
kebiruan (sianosis), dan lain-lain.
4)
Catat hasilnya.
2. Palpasi
1
3. Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi
getaran/ gelombang suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh
yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau tangan pada
permukaan tubuh. Perjalanan getaran/ gelombang suara tergantung oleh kepadatan
media yang dilalui. Derajat bunyi disebut dengan resonansi. Karakter bunyi yang
dihasilkan dapat menentukan lokasi, ukuran, bentuk, dan kepadatan struktur di bawah
kulit. Sifat gelombang suara yaitu semakin banyak jaringan, semakin lemah
hantarannya dan udara/ gas paling resonan.
a. Cara pemeriksaan :
2
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian yang akan
diperiksa
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilex
3) Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot
4) Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering
5) Lakukan perkusi secara seksama dan sistimatis yaitu dengan :
a) Metode langsung yaitu mengentokan jari tangan langsung dengan
menggunakan 1 atau 2 ujung jari.
b) Metode tidak langsung dengan cara sebagai berikut : Jari tengah tangan
kiri di letakkan dengan lembut di atas permukaan tubuH, Ujung jari tengah
dari tangan kanan, untuk mengetuk persendiaN, Pukulan harus cepat dengan
lengan tidak bergerak dan pergelangan tangan rilek, Berikan tenaga pukulan
yang sama pada setiap area tubuh.
6) Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh perkusi.
a) Bunyi timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi, waktu agak lama
dan kualitas seperti drum (lambung).
b) Bunyi resonan mempunyai intensitas menengah, nada rendah, waktu lama,
kualitas bergema (paru normal).
c) Bunyi hipersonar mempunyai intensitas amat keras, waktu lebih lama,
kualitas ledakan (empisema paru).
d) Bunyi pekak mempunyai intensitas lembut sampai menengah, nada tinggi,
waktu agak lama kualitas seperti petir (hati).
4.
Auskultasi
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang
dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop.
Hal-hal yang didengarkan adalah: bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi :
1) Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit.
2) Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
3) Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara
4) Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.
Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :
Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus
pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya pada
klien pneumonia, TBC.
Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat
ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya pada edema
paru.
Wheezing : bunyi yang terdengar ngiii.k. bisa dijumpai pada fase inspirasi
maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar kering seperti suara gosokan
amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.
Cara pemeriksaan :
1)
Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian yang diperiksa
dan bagiaN tubuh yang diperiksa harus terbuka
2)
Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman
3)
Pastikan stetoskop sudah terpasang baik dan tidak bocor antara bagian kepala,
selang dan telinga
4)
Pasanglah ujung steoskop bagian telinga ke lubang telinga pemeriksa sesuai
arah
5)
Hangatkan dulu kepala stetoskop dengan cara menempelkan pada telapak
tangan pemeriksa
6)
Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh pasien yang akan diperiksa
7)
Pergunakanlah bel stetoskop untuk mendengarkan bunyi bernada rendah pada
tekanan ringan yaitu pada bunyi jantung dan vaskuler dan gunakan diafragma
untuk bunyi bernada tinggi seperti bunyi usus dan paru
KEADAAN UMUM
Pemeriksaan ini untuk mengetahui keadaan umum kesehatan pasien. Jika
pasien dalam keadaannormal, maka akan ditemukan bahwa pasien kooperatif,
gerakannya terarah, dan hanya merasa sedikittegang atau cemas.Sebaliknya jika
pasien kritis atau memburuk mungkin ditemukan kondisi yang tidak kooperatif,
bingung, gerakan tidak terarah, gemetar dan merasa sangat cemas atau bahkan
agitatif. Pada saat pemeriksaan ini akan didapatkan kesan umum mengenai keadaan
pasien.
JACCOL, sebuah jembatan keledai, untuk tanda kekuningan (Jaudience),
kemungkinan tanda pucat pada kulit ataukonjungtiva (Anemia), tanda kebiruan pada
bibir atau anggota gerak (Cyanosis),kelainan bentuk pada kuku jari (Clubbing
fingers), pembengkakan (Oedema atau Edema), dan, pemeriksaan pada nodus
limfatikus (Lymph nodes) pada leher, ketiak ,dan lipatan paha.
Tampak sakit berat, bila penderita sesak napas hebat, koma, kejang dan
shock
Tampak sakit sedang, penderita tampak lemah, dapat duduk
Tampak sakit ringan, penderita dapat berjalan-jalan
Tampak tidak sakit
2. Status gizi
tersebut perlu dilakukan oleh setiap orang secara berkesinambungan. Berikut akan
dijelaskan mengenai tanda dan gejala kecukupan nutrisi.
3. Tingkat kesadaran
Penyakit dapat mengubah tingkat kesadaran ke dua arah, yaitu meningkatkan
atau menurunkan kesadaran. Sedangkan keadaan dimana pasien dalam kesadaran
baik disebut compos mentis. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal,
sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.. Salah satu contoh penyakit yang meningkatkan kesadaranyaitu
hipertiroidisme, dimana pasien mengalami hyperalertness sehingga sulituntuk
tidur.
Penurunan kesadaran dibagi dalam beberapa tingkatan, yaitu :
Somnolen
Keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang.
Penderitamudah dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal, dan
menangkis rangsangnyeri.
Sopor
Kantuk yang dalam. Penderita masih dapat dibangunkan dengan rangsang
kuat,namun kesadarannya menurun lagi. Dengan rangsang nyeri tidak
dapatdibangunkan sempurna. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal. Gerakan
menangkis nyeri masih baik.
Koma ringan
Pada keadaan ini, tidak terdapat respon pada rangsang verbal. Reflex (kornea,
pupil) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai respon terhadap rangsang
nyeri.Penderita sama sekali tidak dapat dibangunkan
Koma (dalam atau komplit)
Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap
rangsangnyeri bagaimanapun kuatnya.
Delirium
Penurunan kesadaran disertai dengan peningkatan abnormal dari aktivitas
psikomotor dan siklus tidur-bangun yang terganggu. Pasien tampak gaduhgelisah kacau, disorientasi, berteriak, motoriknya meningkat. Penyebabnya
beragam, antara lain kurang tidur oleh berbagai obat dan gangguan
metabolictoksik.
Apatis
Pasien terlihat tidak peduli dengan keadaan / lingkungan sekitar.
kepala.Pemeriksaan ini dapat untuk menentukan tingkat keparahan cedera otak yang
terjadi.
Spontan
Terhadap suara : Meminta klien membuka mata
Terhadap rangsang nyeri : tekan pada saraf supraorbital 2 atau kuku jari
Tidak ada reaksi : dengan rangsang nyeri klien 1 tidak membuka mata
(4)
(3)
(2)
(1)
B. VERBAL RESPONSE
1. Berorientasi baik. Menanyakan diamana ia berada, tahu waktu, hari, bulan (5)
2. Bingung (confused). Menanyakan dimana ia berada, 4 kapan opname di
Rumah sakit (dapat mengucapkan kalimat, namun ada disorientasi waktu dan
tempat)
(4)
3. Tidak tepat. Dapat mengucapkan kata-kata, namun Tidak berupa kalimat dan
tidak tepat.
(3)
4. Mengerang (mengeluarkan suara yang tidak punya arti), tidak mengucapkan
kata, hanya suara mengerang.
(2)
5. Tidak ada jawaban (suara tidak ada)
(1)
C. MOTORIK RESPONSE
1. Menurut perintah . Misalnya, menyuruh klien mengangkat tangan.
(6)
2. Mengetahui lokasi nyeri. Berikan rangsang nyeri dengan menekan jari pada
supra Orbita.Bila klien mengangkat tangan sampai melewati dagu untuk
menepis rangsang nyeri tersebut berarti dapat mengetahui lokasi nyeri
(5)
3. Reaksi menghindar .Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak
(4)
4. Reaksi fleksi (dekortikasi) .Berikan rangsang nyeri misal menekan dengan
objek seperti ballpoint pada jari kuku . Bila terdapat reaksi fleksi berarti ingin
menjauhi rangsang nyeri.
(3)
5. Extensi spontan (decerebrasi).Memberikan rangsang nyeri yang cukup
adekuat Terjadi ekstensi pada siku.
(2)
6. Tidak ada gerakan/reaksi 1 Rangsang yang diberikan harus cukup adekuat (1)
5. Habitus/postur tubuh
8
6. Umur pasien
Umur pasien ditaksir pemeriksaLebih tua dari umur yang sebenarnya terdapat
pada penyakit kronik atau karena Alzheimer.Lebih muda dari umur sebenarnya
terdapat pada skizofrenia hebrephrenic dan pada orang-orang yang kesehatan fisik
maupun mentalnya sangat baik
7. Cara berjalan
Melalui cara berjalan seseorang, kita sudah dapat mulai menentukan
penyakit,dikarenakan banyak penyakit yang mempengaruhi cara berjalan baik
secaralangsung atau tidak langsung.-Kelainan dalam cara berjalan antara lain :
Circumdiction gait
Festinating gait : pada pasien dengan parkinsonisme. Langkah kecil,cepat, dan
tidak dapat berhenti secara perlahan.
Spastic gait : pada lesi upper motor neuron. Kedua tungkai kaku,seperti orang
yang baru belajar berjalan.
Ataxic gait : pada lesi serebellum. Jalan seperti orang yang mabuk.
Waddling gait : pada dislokasi panggul congenital. Cara berjalan seperti
bebek.
Laboured gait : pada orang dengan myasthenia gravis.
Bizarre gait : pada orang dengan hysteria. Jalan dengan susah payah.
8. Cara berbaring/duduk
11.Penampilan
Dinilai bagaimana cara pasien berpakaian, kombinasi warna pakaian,
kerapihan dan hygiene. Ini dapat mencerminkan latar belakang , tingkat sosial
ekonomi dan lingkungan pasien berasal.
TANDA-TANDA VITAL
Tanda vital merupakan parameter tubuh yang terdiri dari tekanan darah,
denyut nadi, laju pernafasan, dan suhu tubuh. Disebut tanda vital karena penting
untuk menilai fungsi fisiologis organ vital tubuh.
1. Tekanan Darah
Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah adalah curah jantung,
tahanan pembuluh darah tepi, volume darah total, viskositas darah, dan kelenturan
dinding arteri. Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh pada interpretasi hasil
yaitu :
-
10
1. Fase I : Saat bunyi terdengar, dimana 2 suara terdengar pada waktu bersamaan,
disebut sebagai tekanan sistolik.
2. Fase II : Bunyi berdesir akibat aliran darah meningkat, intensitas lebih tinggi dari
fase I.
3. Fase III : Bunyi ketukan konstan tapi suara berdesir hilang, lebih lemah dari fase I.
4. Fase IV : Ditandai bunyi yang tiba-tiba meredup/melemah dan meniup.
5. Fase V : Bunyi tidak terdengar sama sekali,disebut sebagai tekanan diastolik.
1.
2.
3.
4.
Klasifikasi
< 120
< 80
Pre hipertensi
120 - 139
80 - 89
Stadium I
140 - 159
90 - 99
Stadium II
160
100
2. Pemeriksaan Nadi
1.
2.
3.
4.
Denyut nadi merupakan denyutan atau dorongan yang dirasakan dari proses
pemompaan jantung. Setiap kali bilik kiri jantung menegang untuk menyemprotkan
darah ke aorta yang sudah penuh, maka dinding arteria dalam sistem peredaran darah
mengembang atau mengembung untuk mengimbnagi bertambahnya tekanan.
Mengembangnya aorta menghasilkan gelombang di dinding aorta yang akan
menimbulkan dorongan atau denyutan.
Tempat-tempat menghitung denyut nadi adalah:
Ateri radalis
: Pada pergelangan tangan
Arteri temporalis
: Pada tulang pelipis
Arteri carotis
: Pada leher
Arteri femoralis
: Pada lipatan paha
Arteri dorsalis pedis
: Pada punggung kaki
Arteri poplitea
: pada lipatan lutut
Arteri bracialis
: Pada lipatan siku
12
Keadaan-keadaan lain
Pulsus paradoksus, yaitu denyut nadi yang menjadi semakin lemah selama
inspirasi bahkan menghilang sama sekali pada bagian akhir inspirasi untuk
timbul kembali
pada saat ekspirasidijumpai pd perikarditis
Pulsus alternans, nadi yang mempunyai denyut yang kuat dan lemah bergantiganti. dijumpai pd payah jantung
Pulsus deficit, perbedaan denyut jantung dari denyut nandi dan biasanya
frekuensi nadi lebih rendah dijumpai pd atrium fibrilasi
Pulsus bigeminus Pada gangguan hantaran jantung dapat terjadi keadaan
dimana tiap-tiap dua denyut jantung dipisahkan oleh waktu yang lama, karena
13
3. Nadi
a. Frekwensi Pernapasan
-
b. Sifat Pernapasan
- Torakal
- Abdominal
- Torako-abdominal
Jenis pernapasan lain :
- Pernapasan dengan pursed lips
- Pernapasan cuping hidung
c. Irama Pernapasan
Pernapasan normal, dilakukan secara teratur dengan fase inspirasi ekspirasi yang
teratur bergantian
Kelainan yang dapat langsung didengar tanpa bantuan alat pemeriksa :
Suara batuk (kering atau berdahak)
Suara mengi (wheezing)
Stridor
Suara serak (hoarseness)
Memperhatikan adakah kelainan pada ekstremitas yangberhubungan dengan
peny. Paru :
Clubbing (jari tabuh)
Sianosis perifer
Karat nikotin, pada perokok berat
Otot-otot tangan dan lengan mengecil (sindrompancoast)
4. SUHU
Suhu tubuh mencerminkan keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran
panas. Pusat pengaturan suhu terdapat di hipotalamus yang menentukan suhu tertentu
14
dan bila suhu tubuh melebihi suhu yang ditentukan hipotalamus tersebut, maka
pengeluaran panas meningkat dan sebaliknya bila suhu tubuh lebih rendah. Suhu
tubuh dipengaruhi oleh irama sirkadian, usia, jenis kelamin, stres, suhu lingkungan
hormon, dan olahraga. Suhu normal berkisar antara 36,5C 37,5C. Lokasi
pengukuran suhu adalah oral (dibawah lidah), aksila, dan rektal. Pada pemeriksaan
suhu per rektal tingkat kesalahan lebih kecil daripada oral atau aksila. Peninggian
semua terjadi setelah 15 menit, saat beraktivitas, merokok, dan minum minuman
hangat, sedangkan pembacaan semu rendah terjadi bila pasien bernafas melalui mulut
dan minum minuman dingin.
-
KEPALA
1.
15
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Posisi pasien sebaiknya duduk, kepala tegak lurus dan diam agar seluruh rambut
dapat diperiksa dengan mudah dan rambut palsu dilepas
Tanyakan pada pasien apakah rambutnya mudah rontok, adanya perubahan warna,
gangguan pertumbuhan rambut, penggunaan shampo atau produk lain perawatan
rambut, alat pengeriting dan menjalani kemoterapi.
Lakukan inspeksi rambut : penyebaran, ketebalan, tekstur dan lubrikasi. Rambut
biasanya tersebar merata, tidak terlalu kering, tidak terlalu berminyak dan liat.
Observasi jumlah dan distribusi rambut seluruh kulit kepala Jumlah rambut
bervariasi bergantung usia, jenis kelamin dan kesehatan rambut dan kesehatan
umum.Seringkali pada usia 50 tahun laki-laki botak.,pertumbuhan menurun
karena folikel atrofi. Pada wanita kehilangan rambut oleh karena ketidakimbangan hormon adrenal. Kehilangan rambut(alopecia areata) seringkali
disebabkan karena sakit, infeksi, gangguan metabolik, dan kemoterapi.
Observasi warna rambut, seperti warna kulit warna rambut bervariasi
bergantung tingkat produksi melanin. Keabu-abuan dipengaruhi oleh genetik
dan proses menua. Abu-abu menunjukkandefisiensi nutrisi (protein dan zat
besi) rambut, tebal/ tipis, kuat, keriting. Hipotiroidisme dan
kelainan metabolik lain seperti defisiensi nutrisi dapat menyebebkan
rambut suram, kering, kasar dan rapuh.
Inspeksi lesi kulit kepala, dengan menggunakan lampu periksa, kulit kepala
yang sehat bebas dari lesi dan area tembus pandang. Rambut yang mudah patch
menunjukkan adanya jamur.
Lakukan palpasi dengan menggunakan sarung tangan, sisihkan rambut untuk
melihat karakteristik kulit kepala.
Perhatikan lesi, luka , erupsi dan pustular pada kulit kepala dan folikel rambut.
Perhatikan adanya kutu kepala (yang tubuhnya kecil berwarna putih keabuan),
kutu kepiting berkaki merah dan telur kutu (seperti partikel oval ketombe).
Lakukan penarikan ringan pada rambut, kerontokan rambut dapat terjadi akibat
penyakit kulit kepala, gangguan fungsi tubuh seperti demam, pemberian anastesi
atau menerima pengobatan kemoterapi, dll.
MATA
A. MELAKUKAN PEMERIKSAAN SEGMEN ANTERIOR BOLA MATA
1.
2.
3.
4.
Teknik memeriksa sklera dengan dua jari menarik palpebrae, pasien melihat
ke bawah.
17
18
Gambar 4.
Memeriksa visus
Gambar 5 & 6. Melakukan pemeriksaan tekanan bola mata dengan cara indentasi
menggunakan tonometer schiotz
9. Amati secara sistematis struktur retina dimulai dari papil N. optik, arteri dan
vena retina sentral, area makula, dan retina perifer.
10. Catatlah hasil yang didapat dalam status penderita
21
22
23
HIDUNG
Pemeriksaan hidung diawali dengan melakukan inspeksi dan palpasi hidung
bagian luar dan daerah sekitarnya.
INSPEKSI
Inspeksi dilakukan dengan mengamati ada tidaknya kelainan bentuk hidung,
tanda-tanda infeksi, massa tumor dan sekret yang keluar dari rongga hidung.
PALPASI
Palpasi dilakukan dengan penekanan jari-jari telunjuk mulai dari pangkal
hidung sampai apeks untuk mengetahui ada tidaknya nyeri, massa tumor atau tandatanda krepitasi.
24
25
Rhinoskopi posterior
Pasien diminta untuk membuka mulut tanpa mengeluarkan lidah, 1/3 dorsal
lidah ditekan dengan menggunakan spatel lidah. Jangan melakukan penekan yang
terlalu keras pada lidah atau memasukkan spatel terlalu jauh hingga mengenai dinding
faring oleh karena hal ini dapat merangsang refleks muntah.
Cermin nasofaring yang sebelumnya telah dilidah apikan, dimasukkan ke
belakang rongga mulut dengan permukaan cermin menghadap ke atas. Diusahakan
agar cermin tidak menyentung dinding dorsal faring.. Perhatikan struktur rongga
nasofaring yang terlihat pada cermin.
Amati septum nasi bagian belakang, ujung belakang konka inferior, medius
dan superior, adenoid (pada anak), ada tidak secret yang mengalir melalui meatus.
Perhatikan pula struktur lateral rongga nasofaring : ostium tuba, torus tubarius, fossa
Rossenmulleri
Selama melakukan pemeriksaan pasien diminta tenang dan tetap bernapas
melalui hidung. Pada penderita yang sangat sensitif, dapat disemprotkan anestesi lokal
ke daerah faring sebelum dilakukan pemeriksaan.
26
27
Diperiksa secara tidak langsung. Dalam ruang gelap, minta pasien untuk
Gambar 3. Cara melakukan palpasi pada sinus maxillaris dan frontalis
memasukkan sumber cahya yang terang ke dalam mulutnya untuk transluminasi sinus
maksilaris. Sebuah lampu senter yang terang sudah mencukupi. Sinus normal yang
berisi udara akan terang secara simetris. Jika suatu sinus mengandung pus, sekret atau
darah, ia akan terlihat lebih gelap dari pasangannya. Demikan pula, tekankan lampu
senter kecil (penlight) yang terang di bawah daerah orbita superior untuk
transluminasi sinus frontalis.
TELINGA
Inspeksi
Mula-mula dilakukan inspeksi telinga luar, perhatikan apakah ada kelainan
28
bentuk telinga, tanda-tanda peradangan, tumor dan secret yang keluar dari liang
telinga. Pengamatan dilakukan pada telinga bagian depan dan belakang.
Palpasi
Tampak menekan dengan jari telunjuk tangan kanan pada daerah depan dan
belakang telinga untuk menilai adanya kelainan-kelainan pada telinga Menarik
aurikula untuk menilai ada tidaknya nyeri
Setelah mengamati bagian-bagian telinga, lakukan palpasi pada telinga,apakah
ada nyeri tekan, nyeri tarik atau tanda-tanda pembesaran kelenjar pre dan post
aurikuler.
Auskultasi
Gambar 1. Cara melakukan palpasi telinga
29
disingkirkan agar membrane timpani dapat terlihat jelas. Diamati pula dinding liang
telinga ada atau tidak laserasi
Liang telinga dibersihkan dari secret dari sekret dengan menggunakan
aplikator kapas, bilas telinga atau dengan suction.Cara membuat aplikator kapas yaitu
dengan mengambil kapas secukupnya kemudian aplikator diletakkan ditengah-tengah
kapas aturlah letak aplikator sedemikian rupa sehingga ujung aplikator terletak kirakira pada pertengahan kapas, kapas kemudian dilipat dua sehingga menyelimuti ujung
aplikator dan dijepit dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri. Selanjutnya pangkal
aplikator diputar searah dengan putaran jarum jam dengan menggunakan tangan
kanan. Setelah ujung aplikator diselimuti kapas lakukan pengecekan apakah ujung
aplikator yang tajam tidak melampaui ujung kapas. Selanjutnya kapas aplikator
dilewatkan diatas api Bunsen.. Bila secret terlalu profus dapat digunakan bilasan air
hangat yang disesuikan dengan suhu tubuh. Bilasan telinga dilakukan dengan
menyemprotkan air dari spoit langsung ke dalam telinga. Ujung spoit diarahkan ke
dinding atas meatus sehingga diharapkan secret / serumen akan dikeluarkan oleh air
bilasan yang balik kembali.
MULUT
Inspeksi
Penderita diinstruksikan membuka mulut, perhatikan struktur di dalam cavum
oris mulai dari gigi geligi, palatum, lidah, bukkal. Lihat ada tidaknya kelainan berupa,
pembengkakan, hiperemis, massa, atau kelainan congenital.
Lakukan penekanan pada lidah secara lembut dengan spatel lidah. Perhatikan
struktur arkus anterior dan posterior, tonsil, dinding dorsal faring.
Palpasi
Dengan menggunakan sarung tangan lakukan palpasi pada daerah mukosa
bukkal, dasar lidah dan daerah palatum untuk menilai adanya kelainan- kelainan
dalam rongga mulut.
31
LEHER
Leher dikaji setelah pengkajian kepala selesai dikerjakan. Tujuannya adalah
mengetahui bentuk leher, serta organ-organ penting yang berkaitan. Dalam pengkajian
ini, sebaiknya baju pasien dilepaskan, sehingga leher dapat dikaji dengan mudah.
2.
Lakukan inspeksi leher untuk mengetahui bentuk leher, warna kulit, adanya
pembengkakan, jaringan parut, dan adanya massa. Palpasi dilakukan secara
sistematis, mulai dari garis tengah sisi depan leher, samping, dan belakang.
Warna kulit leher normalnya sama dengan kulit sekitarnya. Warna kulit leher dapat
menjadi kuning pada semua jenis ikterus, dan menjadi merah, bengkak, panas serta
ada nyeri tekan bila mengalami peradangan.
3.
Inspeksi tiroid
1. Lakukanlah pengamatan pada bagian leher klien, terutama pada lokasi kelenjar
tiroidnya
2. Amatilah ada pembesaran kelenjar tiroid yang tampak nyata (tingkat II dan
tingkat III).
3. Jika tidak nampak pembesaran, memintalah agar klien menengadah dan
menelan ludah.
Normal
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Tingkat IA
Jika pembesaran kelenjar tiroid tidak tampak walaupun leher pada posisi
tengadah maksimum dan pembesaran kelenjar tiroid teraba ketika dipalpasi.
Tingkat IB
Pembesaran kelenjar tiroid terlihat jika leher pada posisi tengadah maksimum
dan pembesaran kelenjar teraba ketika dipalpasi.
Tingkat II
Pembesaran kelenjar tiroid terlihat pada posisi kepala normal dari jarak 1
meter.
32
Tingkat III
Pembesaran kelenjar tiroid tampak nyata dari jarak jauh (5-6 meter).
PALPASI LEHER
1. Palpasi pada leher dilakukan terutama untuk mengetahui keadaan dan letak
kelenjar limfe, kelenjar tiroid, dan trakea.
2. Duduk dihadapan pasien
3. Anjurkan pasien untuk menengadah kesamping menjauhi perawat pemeriksa
sehingga jaringan lunak dan otot-otot akan relaks.
4. Palpasi thyroid
- Berdirilah di belakang klien, lalu letakkanlah dua jari telunjuk dan dua jari
tengahnya pada masing-masing lobus kelenjar tiroid yang letaknya beberapa
sentimeter di bawah jakun.
- Rabalah (palpasi) dengan jari-jari tersebut di daerah kelenjar tiroid.
- (Perabaan (palpasi) jangan dilakukan dengan tekanan terlalu keras atau terlalu
lemah. Tekanan terlalu keras akan mengakibatkan kelenjar masuk atau pindah
ke bagian belakang leher, sehingga pembesaran tidak teraba. Perabaan terlalu
lemah akan mengurangi kepekaan perabaan
5. Lakukan palpasi secara sistematis,dan tentukan menurut lokasi, batas-batas,
ukuran, bentuk dan nyeri tekan pada setiap kelompok kelenjar limfe.
- Berdirilah didepan atau dibelakang penderita
- Palpasi kelenjar limfe submental dan submandibular yaitu pemeriksa
berada di belakang penderita kemudian palpasi dilakukan dengan kepala
penderita condong ke depan sehingga ujung jari-jari meraba di bawah tepi
mandibula. Kepala dapat dimiringkan dari satu sisi kesisi yang lain sehingga
palpasi dapat dilakukan pada kelenjar yang superficial maupun yang
profunda.Dapat juga dilakukan palpasi bimanual dari luar dan dalam mulut.
Gambar 2,3,4.
- Palpasi rantai kelenjar jugularis dapat dimulai di uperficial dengan
melakukan penekanan ringan dengan menggerakan jari-jari sepanjang
m.sternocleido mastoideus.
- Pada palpasi yang lebih dalam, ibu jari ditekan di bawah m. Sternocleido
mastoideus pada kedua sisi sehingga dapat dipalpasi kelenjar yang terdapat di
sub atau retro dari muskulus ini.
- Bila pemeriksaan ini negatip atau meragukan, maka pemeriksa harus berdiri
dibelakang penderita kemudian ibu jari digunakan untuk menggeser m.
Sternocleido mastoideus ke depan sementara jari yang lain meraba pada tepi
anterior muskulus tersebut.
- Perabaan secara bilateral dan simultan selalu dianjurkan untuk menilai
perbedaan antara kedua sisi. Palpasi kelenjar leher ini agak sulit pada orang
gemuk, leher pendek dan leher yang berotot, terutama bila kelenjarnya masih
kecil. Gambar 5,6,7.
- Palpasi kelenjar limfa asesorius dilakukan dengan menekan ibu jari pada
33
Gambar 2
Gambar 3
34
Gambar 4
35
36
Thorax
1.Paru
INSPEKSI
-
Perhatikan
bentuk dan
pergerakan
pada toraks
Bentuk/ukuran toraks
Gambar 1. Linea-linea dari thorax
37
Kelainan bentuk :
Kifosis
Skoliosis
Pectus excavatum
Pectus carinatum
38
7. relatif sama pada permukaan toraks kecuali hemitoraks kanan lebih kuat
karena letak anatomi bronkus besar lebih dekat ke dinding dada.
PERKUSI
1. Perkusi dilakukan dalam posisi tegak karena suara perkusi dapat berubah
karena perubahan letak organ.
2. Melakukan perkusi dari atas kebawah pada dada depan dan belakang
3. Membandingkan tempat-tempat yang simetris dan identik pada kedua
hemitoraks
4. Menentukan batas perubahan sonor ke pekak
5. Beri tanda untuk tindakan punksi percobaan (bila ditemukan daerah pekak
curiga efusi pleura)
6. Tentukan apeks paru dengan perkusi bahu mulai lateral (suara redup). Perkusi
diteruskan ke medial sampai terdengan sonor, berilah tanda. Lakukan perkusi
dari pangkal leher ke arah lateral sampai terdengan suara sonor, berilah tanda.
Puncak paru terletak diantara kedua tanda tersebut.
39
AUSKULTASI
1. Stetoskop diletakkan pada anterior, lateral dan posterior dada secara sistematis
2. Penderita diminta untuk menarik nafas panjang
3. Lakukan auskultasi secara sistematis dan bandingkan bunyi yang terdengar
pada tiap sisi
4. Menentukan jenis suara pernafasan dan suara tambahan
Vesikuler
Bronkovesikuler * Bronkial
Ronki
Wheezing
Stridor.
5. Menentukan lokasi perubahan dari suara normal ke abnormal
6. Menentukan lokasi perubahan dari suara normal ke abnormal
40
Gambar 5.1 Lokasi pada dinding dada dimana suara normal, bronkovesikular, dan
vesicular dapat terdengar.
Gambar 5.2 Lokasi untuk auskultasi pada paru
2.Jantung
Inspeksi
1. Melakukan inspeksi dari sisi kanan pasien dan dari arah kaki penderita
untuk.menentukan apakah simetris atau tidak simetris
2. Kemudian lakukan inspeksi dari sisi sebelah kanan tempat tidur pada dinding
depan dada dengan cermat, perhatikan adanya pulsasi
3. Perhatikan daerah apex kordis, apakah iktus kordis nampak atau tidak nampak
Voussure Cardiaque
Merupakan penonjolan setempat yang lebar di daerah precordium, di antara
sternum dan apeks codis. Kadang-kadang memperlihatkan pulsasi jantung . Adanya
voussure Cardiaque, menunjukkan adanya :
-
Ictus
Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan mudah
pulsasi yang disebut ictus cordis pada sela iga V, linea medioclavicularis kiri. Pulsasi
ini letaknya sesuai dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm, dengan
punctum maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada waktu
sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar, kemungkinan adanya
pembesaran ventrikel kiri. Pada pericarditis adhesive, ictus keluar terjadi pada waktu
diastolis, dan pada waktu sistolis terjadi retraksi ke dalam. Keadaan ini disebut ictus
kordis negatif.
Pulsasi yang kuat pada sela iga III kiri disebabkan oleh dilatasi arteri
pulmonalis. Pulsasi pada supra sternal mungkin akibat kuatnya denyutan aorta. Pada
hipertrofi ventrikel kanan, pulsasi tampak pada sela iga IV di linea sternalis atau
daerah epigastrium. Perhatikan apakah ada pulsasi arteri intercostalis yang dapat
dilihat pada punggung. Keadaan ini didapatkan pada stenosis mitralis. Pulsasi pada
leher bagian bawah dekat scapula ditemukan pada coarctatio aorta.
Palpasi
Hal-hal yang ditemukan pada inspeksi harus dipalpasi untuk lebih
memperjelas mengenai lokalisasi punctum maksimum, apakah kuat angkat, frekuensi,
kualitas dari pulsasi yang teraba.Pada mitral insufisiensi teraba pulsasi bersifat
menggelombang disebut vantricular heaving. Sedang pada stenosis mitralis terdapat
pulsasi yang bersifat pukulan- pukulan serentak diseubt ventricular lift.
Disamping adanya pulsasi perhatikan adanya getaran thrill yang terasa pada
telapak tangan, akibat kelainan katup-katup jantung. Getaran ini sesuai dengan bising
jantung yang kuat pada waktu auskultasi. Tentukan pada fase apa getaran itu terasa,
demikian pula lokasinya.
LANGKAH KLINIK
1. Mempalpasi iktus kordis pada lokasi yang benar
2. Meraba iktus kordis dengan ujung jari-jari, kemudian ujung satu jari
3. Meraba iktus kordis sambil mendengarkan suara jantung untuk menentukan
durasinya
4. Mempalpasi impuls ventrikel kanan dengan meletakkan ujung jari-jari pada
sela iga 3,4 dan 5 batas sternum kiri
5. Meminta penderita untuk menahan napas pada waktu ekspirasi sambil
mempalpasi daerah diatas
6. Mempalpasi daerah epigastrium dengan ujung jari yang diluruskan untuk
42
Perkusi
Gambar 1. Melakukan palpasi jantung. (A) Menggunakan tangan untuk mempalpasi impuls
jantung (B) Melokalisasi apex dengan jari, pasien diarahkan ke posisi lateral (C) Mempalpasi
apex dari sternum untuk merasakan pulsasi parasternal;
perkusi pada linea axillaris media ke bawah. Perubahan bunyi dari sonor ke
tympani merupakan batas paru-paru kiri. Dari Batas paru-paru kiri dapat
ditentukan batas jantung kiri relatif
6. Dari atas (fossa supra clavicula) dapat dilakukan perkusi ke bawah
7. Mencatat hasil perkusi untuk mentukan batas jantung
Auskultasi Jantung
LANGKAH KLINIK
1.
2.
3.
4.
5.
Di daerah sela iga II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari
katup pulmonal (dengan membran)
- Di daerah sela iga II kanan untuk mendengan bunyi jantung berasal dari
aorta (dengan membran)
- Di daerah sela iga 4 dan 5 di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung
sternum untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup
trikuspidal (corong stetoscop)
8. Perhatikan irama dan frekuensi suara jantung
7. Bedakan antara sistolik dan diastolik
8. Usahakan mendapat kesan intensitas suara jantung
9. Perhatikan adanya suara-suara tambahan atau suara yang pecah
10. Tentukan apakah suara tambahan (bising) sistolik atau diastolik
11. Tentukan daerah penjalaran bising dan tentukan titik maksimunnya
12. Catat hasil auskultasi
Pemeriksaan auskultasi jantung meliputi pemeriksaan :
-
bunyi jantung
bising jantung
gesekan pericard
Bunyi Jantung
1.
1. Lokalisasi dan asal bunyi jantungAuskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempattempat sebagai berikut :
- ictus cordis untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral
- sela iga II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup
pulmonal.
- Sela iga III kanan untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari aorta
- Sela iga IV dan V di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung sternum untuk
mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspidal.
Tempat-tempat auskultasi di atas adalah tidak sesuai dengan tempat dan letak
anatomis dari katup-katup yang bersangkutan. Hal ini akibat penghantaran bunyi
jantung ke dinding dada.
2. Menentukan bunyi jantung I dan II
45
46
47
Intensitas dari bunyi jantung harus ditentukan menurut pelannya atau kerasnya
bunyi yang terdengar. Bunyi jantung I pada umumnya lebih keras dari bunyi jantung
II di daerah apeks jantung, sedangkan di bagian basal bunyi jantung II lebih besar
daripada bunyi jantung I. Jadi bunyi jantung I di ictus (M I) lebih keras dari M 2,
sedang didaerah basal P 2 lebih besar dari P 1, A 2 lebih besar dari A 1.Hal ini karena:
Kesimpulan : pada ictus cordis terdengar bunyi jantung I secara langsung sedang
bunyi jantung II hanya dirambatkan (tidka langsung)Sebaliknya pada daerah basis
jantung bunyi jantung ke 2 merupakan bunyi jantung langsung sedang bunyi I hanya
dirambatkan
Beberapa gangguan intensitas bunyi jantung.
- Intensitas bunyi jantung melemah pada :
orang gemuk
emfisema paru
efusi perikard
payah jantung akibat infark myocarditis
demam
morbus basedow (graves disease)
orang kurus (dada tipis)
hipertensi sistemik
insufisiensi aorta
stenose aorta
emfisema paru
orang gemuk
48
Stenose pulmonal
Tetralogy Fallot, biasanya P 2 menghilang
Intensitas bunyi jantung satu dengan yang lainnya (yang berikutnya) harus
dibandingkan. Bila intensitas bunyi jantung tidak sama dan berubah ubah pada siklussiklus berikutnya, hal ini merupakan keadaan myocard yang memburuk.
Perhatikan pula kualitas bunyi jantung
Pada keadaan splitting (bunyi jantung yang pecah), yaitu bunyi jantung I
pecah akibat penutupan katup mitral dan trikuspid tidak bersamaan. Hal ini mungkin
ditemukan pada keadaan normal.Bunyi jantung ke 2 yang pecah, dalam keadaan
normal ditemukan pada waktu inspitasi di mana P 2 lebih lambat dari A 2. Pada
keadaan dimana splitting bunyi jantung tidak menghilang pada respirasi (fixed
splitting), maka keadaan ini biasanya patologis dan ditemukan pada ASD dan Right
Bundle branch Block (RBBB).
Ada tidaknya bunyi jantung III dan bunyi jantung IV
Bunyi jantung ke 3 dengan intensitas rendah kadang-kadang terdengar pada
akhir pengisian cepat ventrikel, bernada rendah, paling jelas pada daerah apeks
jantung.Dalam keadaan normal ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Dalam
keadaan patologis ditemukan pada kelainan jantung yang berat misalnya payah
jantung dan myocarditis. Bunyi jantung 1, 2 dan 3 memberi bunyi seperti derap kuda,
disebut sebagai protodiastolik gallop.
Bunyi jantung ke 4 terjadi karena distensi ventrikel yang dipaksakan akibat
kontraksi atrium, paling jelas terdengar di apeks cordis, normal pada anak-anak dan
pada orang dewasa didapatkan dalam keadaan patologis yaitu pada A V block dan
hipertensi sistemik.. Irama yang terjadi oleh jantung ke 4 disebut presistolik gallop
Irama dan frekuensi bunyi jantung
Irama dan frekuensi bunyi jantung harus dibandingkan dengan frekuensi nadi.
Normal irama jantung adalah teratur dan bila tidak teratur disebut arrhytmia cordis.
Frekuensi bunyi jantung harus ditentukan dalam semenit, kemudian dibandingkan
49
dengan frekuensi nadi. Bila frekuensi nadi dan bunyi jantung masing-masing lebih
dari 100 kali per menit disebut tachycardi dan bila frekuensi kurang dari 60 kali per
menit disebut bradycardia.
Kadang-kadang irama jantung berubah menurut respirasi. Pada waktu
ekspirasi lebih lambat, keadaan ini disebut sinus arrhytmia. Hal ini disebabkan
perubahan rangsang susunan saraf otonom pada S A node sebagai pacu jantung.Jika
irama jantung sama sekali tidak teratur disebut fibrilasi. Adakalanya irama jantung
normal sekali-kali diselingi oleh suatu denyut jantung yang timbul lebih cepat disebut
extrasystole, yang disusul oleh fase diastole yang lebih panjang (compensatoir pause).
Opening snap, disebabkan oleh pembukaan katup mitral pada stenosa aorta, atau
stenosa pulmonal kadang-kadang didapatkan sistolik .... dalam fase sistole segera
setelah bunyi jantung I dan lebih jelas pada hypertensi sistemik.
Bising Jantung (cardiac murmur)
Disebabkan :
-
Lokalisasi Bising
Tiap-tiap bising mempunyai lokalisasi tertentu, dimana bising itu terdengar paling
keras (punctum maximum). Dengan menetukan punctum maximum dan penyebaran
bising, maka dapat diduga asal bising itu :
-
2.
Penjalaran Bising.
Bising jantung masih terdengar di daerah yang berdekatan dengan lokasi dimana
bising itu terdengar maksimal, ke suatu arah tertentu, misalnya :
-
3. IntensitasBising
Levine membagi intensitas bising jantung dalam 6 tingkatan :
-
Bising sistole tipe ejection, timbul akibat aliran darah yang dipompakan
melalui bagian yang menyempit dan mengisi sebagian fase sistole.
Didapatkanpada stenosis aorta, punctum maximum di daerah aorta.
Bising sistole tipe pansistole, timbul sebagai akibat aliran balik yang melalui
bagian jantung yang masih terbuka dan mengisi seluruh fase systole. Misalnya
pada insufisiensi mitral.
Bising Diastole, terdengar dalam fase diastole (antara bunyi jantung 2 dan
bunyi jantung 1), dikenal antara lain :
51
Pre-sistole, yang terdengar pada akhir fase diastole, tepat sebelum bunyi
jantung 1, misalnya pada stenosis mitral. Bising sistole dan diastole, terdengar
secara kontinyu baik waktu sistole maupun diastole. Misalnya pda PDA.
demam
anemia
kehamilan
kecemasan
hipertiroidi
beri-beri
atherosclerosis.
52
Abdomen
Topografi Abdomen
Abdomen dibagi secara topografi menjadi 5 kuadran, yaitu :
53
Untuk menemukan hal tertentu seperti nyeri atau massa, abdomen dapat dibagi
menjadi 9 daerah dengan cara membuat 4 garis khayal. Garis pertama sepanjang batas
bawah dari dada, selanjutnya garis paralel dari kedua SIAS dan akhirnya 2 garis linea
mediana klavikula. Pembagian dan topografi organ dapat dilihat pada tabel 1.
Hipokhondriaka kanan
Right lobe of liver
Gallbladder
Portion of duodenum
Hepatic flexure of colon
Portion of right kidney
Suprarenal gland
Epigastrium
Pyloric end of stomach
Duodenum
Pancreas
Portion of liver
Hipokhondriaka kiri
Stomach
Spleen
Tail of pancreas
Splenic flexure of colon
Upper pole of left kidney
Suprarenal gland
Lumbal kanan
Umbilikal
Lumbal kiri
Ascending colon
Omentum
Descending colon
Lower half of right
Mesentery
Lower half of left kidney
kidney
Lower part of duodenum Portions of jejunum and
Portion of duodenum and
54
jejunum
Inguinal kanan
Appendix
Cecum
Lower end of ileum
Right ureter
Right spermatic cord
ileum
Hipogastrik (pubik)
Ileum
Bladder
Uterus (in pregnancy)
Inguinal kiri
Sigmoid colon
Left ureter
Left spermatic cord
Left ovary
Kavum abdomen meluas mulai dari daerah di bawah diaphragma yang terlindung
oleh kosta. Di daerah yang terlindung ini, terletak sebagian besar dari hepar,
ventrikuli, dan seluruh bagian dari lien yang normal. Organ-organ pada daerah
terlindung tersebut tidak dapat diraba (dipalpasi), tetapi dengan perkusi dapat
diperkirakan adanya organ-organ tersebut. Sebagian besar dari kandung empedu
normal terletak disebelah dalam dari hepar, sehingga hampir tidak dapat dibedakan.
Duodenum dan pancreas terletak di bagian dalam kuadran atas abdomen, sehingga
dalam keadaan normal tidak teraba. Ginjal adalah organ yang terletak di daerah
posterior, terlindung oleh tulang rusuk, sudut costovertebral (sudut yang dibentuk oleh
batas bawah kosta ke-12 dengan processus transverses vertebra lumbalis) merupakan
daerah untuk menentukan ada tidaknya nyeri ginjal.
Inspeksi
1. .Pasien dibaringkan pada posisi supine dengan sumber cahaya meliputi kaki
sampai kepala, atau meliputi abdomen, di belakang pemeriksa
2. Pasien dibaringkan pada posisi supine dengan sumber cahaya meliputi kaki
sampai kepala, atau meliputi abdomen, di belakang pemeriksa
3. Pemeriksa berada di sisi kanan pasien, dengan kepala pemeriksa sedikit lebih
tinggi dari abdomen pasien.
4. Periksa rambut, konjungtiva, sklera dan kulit
5. Inspeksi dilakukan beberapa menit untuk melihat :
Kulit : apakah ada sikatriks, striae atau vena yang melebar. Secara
normal, mungkin terlihat vena-vena kecil. Striae yang berwarna ungu
terdapat pada sindroma Cushing dan vena yang melebar dapat terlihat
pada cirrhosis hepatic atau bendungan vena cava inferior. Perhatikan
pula apakah ada rash atau lesi-lesi kulit lainnya.
Umbillikus: perhatikan bentuk dan lokasinya, apakah ada tanda-tanda
inflamasi atau hernia.
55
Auskultasi
1. Penderita diminta rileks dan bernafas normal
2. Pusatkan perhatian pertama pada suara yang ada di abdomen dengan
menggunakan membran stetoskop di atas mid- abdomen untuk mendengarkan
bising usus
3. Tentukan frekuensi bising usus normal atau abnormal (frekuensi normal: 5-12
kali/ permenit)
4. Letakkan steteskop pada empat kuadran abdomen
5. Mulailah melakukan auskultasi pada beberapa tempat yang benar :
6. Bunyi peristaltik dapat didengarkan di bawah umbilikus diatas suprabupik,
atau dapat dilakukan di berbagai tempat.
7. Bila peristaltik tidak segera terdengar dalam 1 menit, lanjutkan mendengar
selama 5 menit.
8. Di atas dan di kanan umbilikus mendengarkan bunyi bergerumuh dari hepatic
rub (rub terdengar seperti menggesekkan telapak tangan kuat-kuat). Bruit dari
karsinoma pankreas di kiri regio epigastrium dan splenik friction rub di lateral
(bruit terdengar seperti aliran melewati celah sempit, bersifat periodik sesuai
kontraksi sistolik).
9. Catat hasil auskultasi
Gerakan peristaltik disebut bunyi usus, yang muncul setiap 2-5 detik. Pada proses
radang serosa seperti pada peritonitis bunyi usus jarang bahkan hilang sama sekali.
Bila terjadi obstruksi intestin maka intestin berusaha untuk mengeluarkan isinya
melalui lubang yang mengalami obstruksi dan saat itu muncul bunyi usus yang sering
56
disebut "rushes". Kemudian diikuti dengan penurunan bunyi usus gemerincing yang
disebut "tinkles," dan kemudian menghilang. Pada pasca operasi didapatkan periode
bunyi usus menghilang. Kemudian dengarkan bising arteri renalis pada beberapa
sentimeter diatas umbilikus sepenjang tepi lateral otot rektus dan bila ada
penyempitan akan terdengar murmur misalnya insufiensi renal atau pada hipertensi
akibat stenosis arteri renalis.
Palpasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
57
58
Apabila ditemukan nyeri yang langsung terjadi pada saat melakukan palpasi
abdomen, kepala pasien dapat ditinggikan lagi memakai bantal
o Blumbergs sign (+)/ rebound tenderness: terasa sakit jika ditekan
ujung jari perlahan-lahan ke dinding abdomen di area kiri bawah,
kemudian secara tiba-tiba menarik kembali jari-jari.
o Rovsings sign (+): terasa sakit jika ditekan di area kiri bawah
o Psoas sign (+): terasa sakit jika tungkai bawah difleksikan ke arah
perut
o Straight raising leg sign (+) : terasa sakit jika tungkai diangkat ke atas
dengan lutut ekstensi
o Dunphys sign (+): terasa sakit di area McBurney saat batuk
59
Perkusi
Gambar 4. Cara melakukan palpasi abdomen kanan untuk menentukan hepar
Gambar 4. Cara melakukan perkusi abdomen kanan untuk menentukan batas paru hepar
60
Pemeriksaan Asites
1. Puddle sign:
- Pasien berbaring dengan prone posisi (tiarap) selama 5 menit dengan siku dan
lutut naik
- Diafragma stetoskop diletakkan pada bagian tengah bawah perut (tempat
pengumpulan cairan terbanyak)
- Pemeriksa kemudian mendengarkan suara yang dibuat oleh jari-jari yang
diketukkan pada sisi lateral abdomen
- Ketukan jari dilanjutkan terus sambil sementara steteskop digerakkan
menjauhi pemeriksa
- Apabila pinggiran dari kumpulan (puddle) cairan dicapai, intensitas suara akan
lebih keras
2. Shifting dullness
- Perkusi dari daerah mid-abdomen ke arah lateral, tentukan batas bunyi timpani
dan redup
- Minta pasien berbaring pada posisi lateral
- Ascites (+) bila terjadi perubahan bunyi dari tympani ke redup pada lokasi
yang sama
61
62
GENITALIA
1. PEMERIKSAAN GENITALIA LAKI-LAKI
A.PENIS
Inspeksi
Perhatikan dari ujung penis sampai pangkal
Apakah sudah disirkumsisi atau belum. Bila belum perhatikan:
1. Preputium
preputium terlalu panjang, biasa pada hipospadia (Redundant prepuce)
orificium kecil dan konstriksi ketat hingga preputium tdk dapat dapat ditarik
ke belakang melewati glans penis (phymosis)
Preputium yg phymosis kalau dipaksa ditarik ke belakang corona glandis dan
tidak segera direposisi kembali (paraphymosis)
c. Bila sudah disirkumsisi, perhatikan ;
1. Glans penis
Periksa apakah ada Herpes progenitalis (Virus Herpes tipe 2) , Radang glans
penis : balanitis
2. Meatus uretra
irritasi khronis pada meatus (Erythro-plasma of Queyrat)
Condyloma acuminata = verruca acuminata
Urethral discharge. Cairan yang keluar dari meatus urethra :
Nanah (urethritis), darah (ruptura urethra, corpus alienum, batu, tumor
urethra)
3. Sulcus coronarius
Chancroid ( infeksi basil Ducrey ), scar ( sifilis primer), tumor (ca. penis),
Condylomata acuminata
4. meatus uretra
Hipospadia ada 3 tipe : Glandular, penile, perineal
Glandular: meatus uretra pada corona glandis
Penile : meatus pada batang penis sampai penoskrotalis
Perineal : meatus pada perineum hingga penis terlipat sama sekali membelah
skrotum
Epispadias meatus urethra terletak didorsum penis.
Fistel urethra akibat peri urethritis atau trauma,
Hypoplasia of the penis (micro penis) penis yang tidak berkembang, tetap
kecil
Curvatura penis : hypospadia penis akan bengkok kearah ventral
63
Palpasi
1. Diraba seluruh penis mulai dari preputium,glans dan batang penis serta urethra.
2. Phymosis teraba massa lunak atau keras dibawah preputium pada glans penis atau
sulcus caronarius.
3. Uretra seperti tali dan pancaran kencing kurang (striktur uretra ). Teraba batu
pada fossa navicularis glandis dan peno-scrotalis
B. SKROTUM & ISINYA
Inspeksi
Normal : kanan lebih tinggi dari kiri
Lihat abses, fistel, udema, ganggren (skrotum tegang, kemerahan, nyeri,
panas, mengkilap, hilang rasa, basah [ ganggren, ca srotum
Lihat pembesaran scrotum : orchitis/epididimitis: nyeri dgn tanda radang.
Skrotum udem, merah Ca testis: skrotum besar berbenjol, tak ada tanda radang
& tdk nyeri
Hydrocele testicularis: skrotum besar dan rata, tidak berbenjol Hydrocele
funicularis : sisi yg hidrocele ada 2 biji, jadi terlihat 3 ben- jolan dengan testis
sebelahnya
Hernia Inguinalis : usus dapat masuk atau didorong masuk ke dalam rongga
abdomen ketika berbaring
Varicocele: gambaran kebiruan menonjol dan berkelok-kelok sepanjang
skrotum, menghilang bila berbaring
Hematocele : perdarahan akibat trauma, skrotum bengkak kebiruan ada bekas
trauma
Torsi testis : testis terpuntir lebih tinggi dari yg normal (Deming's sign) posisi
lebih horisontal dari yang normal (Angell's sign)
Palpasi
64
INSPEKSI
Vulva
o Labia mayora: mungkin ada bartolinitis atau kista Nucki
Muara uretra :
o Urethral discharge [ nanah pada uretritis
o Caruncula uretra [proliferasi mukosa uretra posterior dekat
o meatus dan menonjol keluar
o Prolapsus uretra [ eversi mukosa uretra terutama bagian anterior c.
Vagina (Perhatikan orificium dan vestibulum vaginae) :
o Ada flour albus/keputihan/nanah [ vaginitis
o Masih ada himen atau himen imperforata
PALPASI
Buka celah antara kedua labium mayus, perhatikan muara uretra dan introitus
(bila kandung kemih belum dikosongkan, lakukan pemasangan kateter untuk
mengeluarkan air kemih)
Raba dan telusuri labium mayus kanan dan kiri (terutama dibagian kelenjar
Bartolin) dengan ibu jari dan ujung telunjuk (perhatikan dan catat kelainankelainan yang ditemukan).
RECTUM
Pemeriksaan Rectal Touche (Colok Dubur)
Pemeriksaan colok dubur merupakan pelengkap pemeriksaan fisik abdomen dan
genitalia yang dilakukan dengan indikasi :
1. Pada pria:
Pemeriksaan rekto abdominal, pemeriksaan prostate dan vesika seminalis
2. Pada wanita :
Pemeriksaan rekto abdominal, pemeriksaan uterus dan adneksa serta
pemeriksaan genitalia pada nullipara
Pada pemeriksaan ini, kita dapat memilih posisi pasien sbb:
a. Left lateral prone position
Letak miring memudahkan pemeriksaan inspeksi dan palpasi anal kanal dan
rektum. Tetapi posisi ini kurang sesuai untuk pemeriksaan peritoneum.
b. Litothomy position
65
Posisi litotomi biasanya dilakukan pada pemeriksaan rutin yang tidak memerlukan
pemeriksaan anus secara detail. Dianjurkan dalam pemeriksaan prostate dan vesika
seminalis karena memudahkan akses pada cavum peritoneal.
c. Knee-chest position
Posisi ini biasanya tidak/kurang menyenangkan bagi pasien.
d. Standing elbow-knee position
Posisi ini jarang digunakan.
Pemeriksaan :
1. Sapalah klien atau keluarganya dengan ramah dan persilahkan duduk.
Perkenalkan diri anda, serta tanyakan keadaannya.
2. Berikan informasi umum pada klien atau keluarganya tentang pemeriksaan
colok dubur, tujuan, manfaat dan resiko untuk keadaan klien.
3. Berikan jaminan pada klien atau keluarganya tentang kerahasiaan yang
tindakan dan hasil pemeriksaan
4. klien tentang hak-hak klien atau keluarganya, misalnya tentang hak untuk
menolak tindakan pemeriksaan colok dubur.
5. Mintalah kesediaan klien untuk pemeriksaan colok dubur. Mintalah penderita
mengosongkan kandung kencingnya. Bila klien tidak mampu mengosongkan
kandung kencingnya sendiri, lakukan kateterisasi urine. Kemudian bantu klien
dalam posisi lithothomi.
6. Persiapan untuk melakukan colok dubur
7. Lakukan cuci tangan rutin
8. Pasanglah sarung tangan DDT pada kedua tangan.
9. Pemeriksaan colok dubur
10. Penderita berada dalam posisi lithothomi (tergantung teknik pemeriksaan lihat
gambar)
11. Lakukan inspeksi daerah perineum dan anus, perhatikan apakah ada tandatanda hemorrhoid atau penonjolan/nodul, fistel (fisura ani) atau ada bekas
operasi
12. Oleskan jelly pada jari telunjuk yang menggunakan sarung tangan
13. Masukkan jari telunjuk ke anus, perlahan-lahan sentuhlah spinkter ani dan
mintalah penderita untuk bernapas seperti biasa, sambil menilai tonus spinkter
ani tersebut. Tangan yang satu berada di atas suprapubis dan tekanlah ke arah
vesica urinaria. (Bila vesica urinaria kosong, maka kedua ujung jari dapat
bertemu (terasa
14. Doronglah jari telunjuk ke arah dalam anus sambil menilai ampulla dan
dinding rectum apakah dalam keadaan kosong/ada massa feses, terdapat
tumor/hemorrhoid, atau adanya batu urethra (pars prostatica)
15. Tempatkanlah jari telunjuk pada jam 12, untuk meraba kelenjar prostat pada
posisi lithothomi. (Kelenjar prostat teraba pada posisi jam 12.)
66
Atau uterus dan adneksa : Periksa dan nilai kavum Douglas pada forniks
posterior vagina
Raba massa tersebut, dan nilai hal-hal berikut:
Permukaannya atau keadaan mucosa rectum
Pada prostate,
o Pembesarannya : pole atas bisa/tidak teraba dan
o penonjolannya kedalam rectum,
o Konsistensi : kenyal, keras, atau lembut, 4) Simetris atau tidak,
o Berbenjol-benjol atau tidak,
o Terfiksir atau tidak,
o Nyeri tekan atau tidak,
o Adanya krepitasi (batu prostat) atau tidak
Keluarkan jari tangan dengan sedikit melengkungkan ujung jari, dan periksalah
apakah ada darah, lendir dan feses pada sarung tangan
EKSTREMITAS
EKSTREMITAS ATAS
I. Persiapan
1. Siapkan alat-alat yang diperlukan
a. Goniometer
b. Sarung tangan
c. Refleks hammer
2. Cuci tangan
3. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada klien
4. Minta klien untuk mengenakan baju periksa
5. Pastikan ruang periksa nyaman dan cukup penerangan
67
Minta klien untuk mengangkat lengan ke arah samping setinggi bahu dan
menekuk siku hingga jari menghadap ke atas, kemudian gerakkan lengan
hingga ujung jari menghadap kebawah.
Luruskan kembali. Sudut eksternal dan internal adalah 900.
B. SIKU
1. Inspeksi
Dukung lengan klien dengan tangan non dominan
Inspeksi aspek lateral dan medial siku. Perhatikan
kesimetrisan kedua siku dan kulit pada area siku.
2. Palpasi
Aspek lateral dan medial prosesus olekranon
Otot biseps brachi dan triseps brachi untuk mengetahui tonus dan massa otot
Arteri Brachialis
Minta klien untuk meluruskan siku
Palpasi arteri brachialis pada area superior fossa antecubiti. Catat
irama, amplitudo, frekuensi dan kesimetrisan pada kedua lengan.
3. Periksa rentang pergerakan sendi
a. Fleksi Ekstensi
Minta klien untuk menekuk siku semaksimal mungkin dan meluruskan kembali.
Sudut fleksi siku adalah 1600 dan sudut ekstensi adalah 180/00.
b. Pronasi supinasi
Minta klien untuk meletakkan kedua lengan diatas paha dengan siku fleksi.
Minta klien menghadapkan telapak tangan ke arah atas kemudian ke arah
bawah. Sudut pronasi dan supinasi adalah 900.
4. Periksa kekuatan otot
Minta klien untuk melakukan fleksi siku dan beritahanan
Lakukan prosedur yang sama untuk gerakan ekstensi
Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5
69
5. Periksa refleks
a. Refleks Biseps
Minta klien duduk dengan relaks dan meletakkan kedua telapak tangan diatas
paha
Dukung lengan bagian bawah dengan tangan non dominan
Letakkan telunjuk tangan non dominan diatas tendon biseps
Pukulkan refleks hammer diatas telunjuk. Observasi kontraksi otot biseps (fleksi
siku)
b. Refleks Triseps
Dengan posisi yang sama denga point a, pukulkan
refleks hammer pada prosesus olekranon. Observasi kontraksi otot triseps
(ekstensi siku)
70
.
.
.
.
.
.
.
.
71
Minta klien untuk menekuk telapak tangan ke arah atas dan kemudian kearah
bawah. Sudut fleksi siku adalah 900 dan sudut ekstensi adalah 700.
b. Radial dan Ulnar deviasi
Minta klien untuk menekuk telapak tangan kearah sisi ibu jari, kemudian
kearah sisi jari kelingking (medial dan lateral). Sudut radial deviasi adalah 200
dan sudut ulnar deviasi adalah 550.
c. Fleksi Ekstensi jari-jari tangan
Minta klien untuk menekuk jari-jari tangan kearah bawah, kemudian kearah
atas sejauh mungkin. Sudut fleksi adalah 900 dan sudut ekstensi adalah 300.
d. Abduksi dan adduksi jari-jari tangan
Minta klien untuk merenggangkan jari-jari tangan dan
merapatkannya kembali. Sudut abduksi dan adduksi adalah 200.
kemudian
72
Warna kulit harus sama dengan dibagian tubuh lain, patella harus berada
ditengah dengan kedua sisi cekung
b. Otot quadrisep dari aspek anterior, Observasi bentuk dan ukuran otot
c. Struktur dan bentuk lutut pada saat klien berdiri. Lutut harus sejajar dengan
paha dan tumit
3. Palpasi
a. Struktur otot dan jaringan pendukung
Palpasi otot untuk mengetahui tonus dan massa otot
b. Sendi Tibiofemoralis
Palpasi dengan menggunakan ibu jari disepanjang sisi tibia ke arah atas hingga
memutari patella ke arah luar
c. Arteri poplitea
Minta klien untuk tidur dengan posisi prone
Naikkan tungkai bawah hingga lutut fleksi
Palpasi arteri poplitea untuk mengetahui kecepatan,
irama, amplitudo dan kesimetrisan pada kedua tungkai
74
hingga telapak kaki menghadap ke arah lateral. Sudut eversi adalah 200.
c. Fleksi Ekstensi jari-jari kaki
Minta klien menekuk jari-jari ke arah bawah, kemudian
meluruskan kembali
5. Periksa kekuatan otot
a. Otot-otot tumit
Minta klien melakukan gerakan plantarfleksi dan dorsifleksi dengan melawan
tahanan. Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5.
b. Otot jari-jari kaki
Minta klien melakukan gerakan fleksi dan ekstensi jari-jari dengan melawan
tahanan.
6. Periksa Tendon Achilles
Pegang telapak kaki dengan tangan non dominan
Pukul tendon Achilles dengan menggunakan bagian lebar refleks hammer
Observasi plantar fleksi telapak kaki
REFLEKS PATOLOGIS
1. Refleks Hoffman dan Tromner
Dilakukan dengan ekstensi jari tengah pasien. Refleks Hoffmann diperiksa dengan
cara melakukan petikan pada kuku jari tengah.
Refleks Tromner diperiksa dengan cara mencolek ujung jari tengah. Refleks
76
Hoffmann-Tromner positif jika timbul gerakan fleksi pada ibu jari, jari telunjuk,
dan jari-jari lainnya.
77
78
Gambar 5. Refleks
Oppenheim
5. Refleks Gordon
Dilakukan pemijatan pada
pasien. Refleks Gordon
ada respon dorsofleksi
disertai
pemekaran
yang lain.
otot
betis
positif
jika
ibu jari yang
dari
jari-jari
Rangsang meninges
TANDA RANGSANG SELAPUT OTAK
A. KAKU KUDUK
1) Pemeriksa berada di sebelah kanan klien. Klien berbaring telentang tanpa
bantal.
2) Tempatkan tangan kiri pemeriksa di bawah kepala klien yang sedang
berbaring, tangan kanan berada diatas dada klien.
3) Rotasikan kepala klien ke kiri dan ke kanan untuk memastikan klien sedang
dalam keadaan rileks .
4) Kemudian tekukkan (fleksikan) kepala secara pasif dan usahakan agar dagu
mencapai dada.
5) Interpretasi: normal bila kaku kuduk negatif. Abnormal bila terdapat tahanan
atau dagu tidak mencapai dada (kaku kuduk positif).
B. KERNIGS SIGN
1) Klien berbaring telentang
2) Fleksikan paha klien pada persendian panggul sampai membuat sudut 90
derajat
3) Tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membuat sudut
135 derajat atau lebih.
4) Interpretasi: normal bila ektensi lutut mencapai minimal 135 derajat (kernigs
sign negatif) , abnormal bila tidak dapat mencapai 135 derajat atau terdapat
rasa nyeri (kernigs sign positif)
80
D. BRUDZINSKI II
1) Klien berbaring telentang
2) Satu tungkai difleksikan secara pasif pada persendian panggul, sedangkan
tungkai yang satu berada dalam kedaan ekstensi (lurus).
3) Interpretasi : tanda ini positif bila tungkai yang satu terjadi fleksi involunter
pada sendi panggul dan lutut kontraleteral.
E. BRUDZINSKI III
1) Klien berbaring telentang
2) Tekan os zygomatikus
81
F. BRUDZINSKI IV
1) Klien berbaring telentang
2) Tekan os sympisis os pubis
3) Terjadi fleksi involunter pada kedua ekstremitas inferior (Brudzinski IV
positif)
82