Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. TUNARUNGU
1.

Definisi Tunarungu
Tunarungu adalah mereka yang pendengarannya tidak berfungsi sehingga
mebutuhkan pelayanan pendidikan khusus. Tunarungu adalah kondisi dimana individu
tidak mampu mendengar dan hal ini tampak dlam wicara atau bunyi-bunyian lain, baik
dalam frekuensi dan intensitas (Mangungsong, 2009)
Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang
mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui
indera pendengarannya (Somentri, 2012).
Ketunarunguan adalah keadaan kehilangan pendengaran yang meliputi seluruh
gradasi baik ringan, berat, dan sangat berat, yang walaupun telah diberikan alat bantu
mendengar tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Ketunarunguan digolongkan
ke dalam kurang dengar dan tuli (Effendi, 2006)
Menurut batasan dari Sri Moerdiani (1987: 27) dalam buku psikologi anak luar
biasa bahwa anak tuna rungu adalah mereka yang menaglami gangguan pendengaran
sedemikian rupa sehingga tidak mempunyai fungsi praktis dan tujuan komunikasi dengan
orang lain dan lingkungan sekitarnya.
Hallahan & Kauffman (1991:266) dan Hardman, et al (1990:276)
mengemukakan bahwa orang yang tuli (a deaf person) adalah orang yang
mengalami ketidakmampuan mendengar, sehingga mengalami hambatan dalam
memproses informasi bahasa melalui pendengarannya dengan atau tanpa menggunakan
alat bantu dengar (hearing aid).

2. Klasifikasi Tunarungu
Menurut Soemantri (2009), klasifikasi tunarungu adalah sebagai berikut:
A. Klasifikasi secara etiologis
1. Pada saat sebelum dilahirkan
a. Genetika
b. Ibu yang terserang penyakit saat hamil, terutama trimester pertama
c. Ibu hamil yang kecanduan obat-obatan atau alcohol
d. Ibu hamil keracunan obat
2. Pada saat kelahiran
a. Kelahiran yang dibantu dengan alat
b. Kelahiran bayi premature

3. Pada saat setelah kelahiran


a. Infeksi pada otak (meningitis) atau infeksi umum, penyakit sipilis,
peradangan telinga
b. Kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan pada bagian telinga
B. Klasifikasi menurut tarafnya
1. Tingkat I, kehilangan kemampuan dengar antara 35-54 dB, penderita hanya
memelukan latihan berbicara dan bantuan mendengar secara khusus.
2. Tingkat II, kehilangan kemampuan dengar antara 55-69 dB, penderita kadangkadang memerlukan sekolah khusus, ememrlukan latihan bicara dan bahasa
khusus.
3. Tingkat III, kehilangan kemampuan dengr antara 70-89 dB, penggunaan bahasa
isyarat.
4. Tingkat IV, kehilangan kemampuan dengar di atas 90 dB, penggunaan bahasa
isyarat.
3. Faktor Penyebab Tunarungu
Cartwright dan Cartwright (1984) membagi penyebab ketunarunguan menjadi dua
bagian besar yaitu penyebab kehilangan yang bersifat periferal dan disfungsi syaraf
pendengaran pusat.
Penyebab kehilangan yang periferal adalah yang bersifat :
1. Konduktif, yaitu yang disebabkan oleh kerusakan atau hambatan pada mekanisme
konduksi suara. Hal ini dapat disebabkan oleh kotoran telinga, gendang telinga yang
rusak, adanya benda asing di saluran telinga, otitis media. Penyebab yang bersifat
konduktif ini menyebabkan tekanan gelombang suara pada telinga dalam menjadi
terhalang.
2. Sensorineural, yaitu disebabkan oleh kerusakan pada kokhlea dan atau sistem saraf
pendengaran yang membawa suara ke otak. Hal ini dapat disebabkan oleh meningitis,
infeksi, obat-obatan, bisul, luka di kepala, suara keras, keturunan, infeksi virus, penyakit
sistemik, multiple sclerosis, campak, otosclerosis, trouma akustik, gngguan vaskular,
neuritis, serta penyebab lain yang tidak diketahui. Transmisi suara menjadi buruk atau
terhambat untuk melewati telinga dalam atau syaraf pendengaran rusak.
Penyebab ketulian karena disfungsi pendengaran sentral seringkali diatribusikan
pada kerusakan atau malfungsi sistem syaraf pusat antara otak bawah dengan selaput
otak. (Mangunsong, 2009)

4. Ciri-Ciri Tunarungu
Ciri-ciri Tunarungu menurut Sardjono (2000: 24-25) adalah sebagai berikut:
1.

Ciri dari segi fisik


a. Cara berjalan cepat dan agak membungkuk.
b. Gerakan mata cepat dan agak beringas.
c. Gerakan anggota badan cepat dan lincah.
d. Waktu bicara pernapasan pendek dan agak terganggu.
e. Dalam keadaan bisa (bermain, tidur, tidak bicara) pernapasan biasa.

2. Ciri khas dalam intelegensi.


Intelegensi merupakan motor dari .perkembangan mental/ seseorang. Anak tuna
rungu dalam hal intelegensi tidak banyak berbeda dengan anak normal pada umumnya.
3. Ciri dari segi emosi
Anak tuna rungu memiliki emosi yang tidak stabil, sehingga dapat menghambat
perkembangan kepribadiannya dengan menampilkan sikap menutup diri, bertindak secara
agresif atau sebaliknya, menampakkan kebimbangan, dan keragu-raguan.
4. Ciri dari segi sosial
Perlakuan yang kurang wajar dari keluarga atau dari anggota masyarakat yang
berada di sekitarnya dapat menimbulkan beberapa aspek negative antara lain:
a. Perasaan rendah diri dan merasa diasingkan.
b. Perasaan cemburu dan merasa diperlakukan kurang adil.
c. Kurang dapat bergaul.
d. Cepat merasa bosan dan tidak tahan berfikir lama.
5. Ciri dalam segi bahasa, antara lain:
a.

miskin kosa kata

b. sulit mengartikan ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan.


c. sulit mengartikan ungkapan bahasa yang mengandung irama dan gaya bahasa.
5. Karakteristik Tunarungu
Karakteristik menurut Soemantri (2012) terbagi tiga, yaitu:
1. Karakteristik fisik
a. Cara berjalan kaku dan agaka membungkuk (kerusakan alat keseimbangan di
telinga)

b. Gerakan matanya cepat, agak beringas (karena ingin menangkap keadaan


sekitar)
c. Gerakan kaki dan tangan cepat/lincah ketika berkomunikasi dengan orang
lain.
d. Pernafasan pendek dan agak terganggu.
2. Karakteristik sosio-emosi
a. Perasaan rendah diri dan merasa diasingkan keluarga atau masyarakat
b. Perasaan cemburu dan berburuk sangka, serta merasa diperlakukan tidak
adilkurang dapat bergaul, mudah marah, berperilaku agresif.
c. Sikap menutup diri
d. Menampilkan sikap keragu-raguan/kebimbangan
e. Apabila tidak ditegur oleh orang yang tidak dikenal akan tampak resah dan
gelisah.
3. Karakteristik intelegensi
a. Kerendahan intelegensi disebabkan karena intelegensinya yang tidak
mendapat kesempatan untuk berkembang
b. Sulit menangkap pengertian abstrak
c. Keterhambatan pengertian abstrak
d. Keterhambatan perkembangan bahsa
e. Keterhambatan aspek yang bersifat verbal (merumuskan pengertian,
menghubungkan pengertian, menarik kesimpulan, meramalkan kejadian)
f. Aspek penglihatan dan motorik berkembang lebih cepat.
6. Dampak Tunarungu
Dampak tunarungu (Ashman, A & Elkins, J :1994) adalah:
A. Perkembangan bahasa anak tunarungu
Dampak yang paling serius dari ketunarunguan yang terjadi pada masa prabahasa
terhadap perkembangna individu adalah dalam perkembangan lisan.
a. Perkembangan Membaca
Banyak penelitian yang dilakukan selama 30 tahun terakhir ini menunjukkan
bahwa tingkat kemampuan membaca anak tunarungu berada beberapa tahun
di bawah anak sebaya/sekelasnya dan bahwa bahasa tulisnya sering
mengandung sintaksis yang tidak baku dan kosakata yang terbatas.
Terdapat bukti yang jelas bahwa berdasarkan ter presrasi membaca yang baku,
skor anak-anak tunarungu secara kelompok berada di bawah norma anak-anak
yang dapat mendengar, meskipun beberapa di antara mereka memperoleh skor
normal untuk tingkat usia dan kelasnya.
b. Bahasa tulis
Dalam hal bahasa tulis, terdapat juga cukup banyak bukti bahwa anak
tunarungu mengalami kesulitan untuk mengekspresikan dirinya secara tertulis.
Dalam beberapa penelitian yang berfokus pada ketepatan sintaksis bahasa

Inggris tertulis anak tunarungu, ditemukan bahwa mereka cenderung


menggunkan banyak frase yang sama secara berulang-ulang dalam kalimat
sederhana, lebih sedikit kalimat majemuk, dan mereka membuat banyak
kesalahn kecil dalam penggunaan tenses, kata bilangan, penggunaan kata
ganti dan kata penunjuk, dan lain-lain.
c. Ujaran (speech)
Banyak penelitian yang telah dilakukan tentang keterphaman ujaran anak
tunarungu pada berbagai tingkatan ketunarunguannya. Keterpahaman ujaran
individu tunarungu bervariasi dari hamper normal hingga tak dapat dipahami
sama sekali, kecuali oleh mereka yang mengenalnya.
Terdapat tiga cara utama individu tunarungu mengakses bahwa, yaitu dengan
membaca ujaran, dengan mendengarkan (bagi mereka yang masih memiliki
sisa pendengaran yang fungsional, dan dengan komunikasi manual, atau
dengan kombinasi ketiga cara tersebut.
B. Bahasa dan Kognisi
Hal yang telah lama diperdebatkan dalam bidang pendidikan bagi anak tunarungu
adalah apakah ketunarunguan mengkaibatkan kterlambatan dalam perkembangan kognitif
dan/atau perbedaan dalam struktur kognitif (berfikir) individu tunarungu; ini mungkin
karena dampaknya terhadap perkembangan bahasa.

DAFTAR PUSTAKA
Ashman, A. dan Elkins, J. (1994). Educating Children with Special Needs. Sidney: Prentice Hall
of Australia Pty Ltd (412-422)
Effendi, Muhammad. (2006). Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.
Mangunsong, Frieda. 2009. Psikologi dan Pendidikan Anak berkebutuhan Khusus. Depok;
LPSP3 UI
Somantri. (2012). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama.
Hernawati, Tati. (2007). Pengembangan Kemampuan Berbahasa dan Berbicara Anak Tunarungu.
Vol. 7 No.1 Hlm.101-110.
Somantri, Sujihati. (2009). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai