Anda di halaman 1dari 11

PROSES MIXING DALAM INDUSTRI GULA

(Makalah Satuan Operasi II)

Oleh
Kelompok 8
Intan Ramadhani

1314051023

Ivana Regin S

1314051024

Lintang Harwina

1314051027

Miendira Sefriadi

1314051030

Nila Hidayana

1314051033

Venni Elsa

1314051049

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015
I. PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Pencampuran (mixing) diartikan sebagai suatu proses menghimpun dan membaurkan


bahan-bahan. Pencampuran dapat pula diartikan sebagai suatu proses yang
melibatkan penyisipan antar partikel jenis yang satu di antara partikel jenis yang lain
dengan menggunakan gaya mekanik untuk menghasilkan pencampuran yang baik.
Proses utama pada pencampuran adalah penyisipan antar partikel jenis yang satu di
antara partikel jenis yang lain. Proses ini memerlukan gaya mekanik untuk
menggerakkan alat pencampur supaya pencampuran dapat berlangsung dengan baik.
Metode yang paling sering digunakan untuk mencampur cairan dengan padatan
adalah dengan menggerakkan cairan di dalam bejana secara turbulen. Hal yang perlu
diperhatikan dalam pencampuran padatan dengan cairan adalah bejana pengaduk dan
pengaduk. Pencampuran dari bahan campur dan bejana pengaduk tertentu, pengaduk
yang optimal biasanya hanya dapat dipilih melalui pengalaman saja (Halim, 1973).

Pencampuran (mixing) berguna untuk menghimpun dan membaurkan bahan-bahan.


Pencampuran akan menghasilkan campuran bahan dengan komposisi tertentu dan
homogen. Tujuan pencampuran adalah untuk mempertahankan kondisi campuran
selama proses kimia dan fisika agar tetap homogen, mempunyai luas permukaan
kontak antar komponen yang besar, menghilangkan perbedaan konsentrasi dan
perbedaan suhu, mempertukarkan panas, mengeluarkan secara merata gas-gas dan
uap-uap yang timbul. Proses pencampuran akan menghasilkan pula bahan setengah
jadi, agar mudah diolah pada proses selanjutnya atau menghasilkan produk akhir
yang baik. Proses ini memerlukan gaya mekanik untuk menggerakkan alat pencampur
supaya pencampuran dapat berlangsung dengan baik (McCabe, 1999).

Salah satu aplikasi pencampuran (mixing) dalam industri adalah proses pengkristalan
gula dalam industri gula. Gula merupakan salah satu bahan makanan pokok di
Indonesia. Proses pembuatan gula pasir atau gula kristal putih pada dasarnya adalah

pemisahan sukrosa dari bahan-bahan non-sukrosa, kemudian diikuti dengan proses


pengkrisatalan sukrosa. Pada pembentukan gula pasir itu sendiri terdapat proses
pencampuran yang berlangsung dalam pengkristalan gula, yaitu pada saat
penambahan inti nira untuk membentuk kristal gula pada suhu rendah. Berdasarkan
pernyatan di atas, maka perlu diketahui bagaimana mekasnisme proses pencampuran
dalam pengkristalan gula agar dapat menghasilkan produk gula dengan kualitas baik
(Landdheer, 1977).

1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mahasiswa dapat mengetahui prinsi-prinsip dalam proses pencampuran
(mixing)
2. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana proses pencampuran dalam
pembentukan kristal gula.

II. PROSES MIXING DALAM INDUSTRI GULA

2.1.

Pencampuran (Mixing)

Pencampuran (mixing) adalah salah satu operasi yang sering


digunakan dalam in d u s t r i k i m i a , t e r ka d a n g ke e f e k t i f a n
p ro s e s

pencampuran

dalam

suatu

industri

sangat

mempengaruhi produk yang dihasilkan industri tersebut. Pencampuran adalah suatu


keadaan dimana bahan-bahan menyebar secara acak ke dalam bagian bahan
lain ataupun sebaliknya, biasa pencampuran melibatkan bahan-bahan yang
berbeda fase, dalam hal ini bahan-bahan yang akan dicampur terdiri dari dua fase
atau

lebih.

Proses

pencampuran

melibatkan

gaya

mekanik

untuk

menggerakkan bahan-bahan, sehingga dapat menimbulkan aliran bahan


yang

menyebabkan

terjadinya

distribusi

bahan

secara

acak,

dalam

penerapannya keadaan aliran yang bergejolak lebih menguntungkan dalam proses


pencampuran. Pada sistem operasi industri digunakan pula istilah pengadukan
(agitasi), pengadukan merupakan istilah yang berbeda dengan pencampuran.
Pengadukan digunakan juga gaya mekanik untuk menggerakkan fluida, dimana
gerakan tersebut menunjukkan gerakan terinduksi menurut pola sirkulasi
tertentu

di

dalam

tangki

pengaduk.

Pada

prosesnya,

pencampuran

merupakan operasi yang jauh lebih rumit analisanya daripada proses pengadukan,
karena saat pencampuran terjadi gaya yang menimbulkan gerakan acak bagi bahanbahan yang akan dicampur sedangkan pengadukan biasanya alirannya berpola

sirkulasi yang tetap. Pencampuran dan pengadukan penting digunakan dalam


industri, antara lain seperti industri zat warna, industri kertas, industri petroleum,
industri polimer, dan masih banyak industri lainnya(McCabe, 1999).
Istilah pencampuran digunakan untuk berbagai ragam operasi, di mana derajat
homogeitas bahan yang bercampur itu sangat berbeda-beda. Perhatikan, umpamanya
satu kasus, dimana dua macam gas digabungkan dalam satu tempat hingga
seluruhnya bercampur dengan baik, dan kasus lain dimana pasir, kerikil, dan semen di
aduk di dalam drum putar selama beberapa waktu. Pada kasus tersebut, bahan-bahan
pada

akhirnya

bercampur,

namun

jelas

pula

bahwa

homogenitasnya

berbeda(McCabe, 1999).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi suatu zat dapat dihomogenisasikan dengan
mudah atau tidak adalah sebagai berikut.
1. Viskositas dari zat yang akan dicampur
Zat yang melekat (kental) lebih sulit untuk dicampur daripada zat cair yang
tidak begitu melekat (encer)
2. Ukuran besar bagian-bagian dari zat yang akan dicampur
Hal ini tentu saja hanya penting pada pencampuran zat padat.
Khususnya bila

bersangkutan dengan bagian-bagian yang agak bulat,

ternyatabagian- bagian yang lebih besar memperlihatkan kecenderungan


untuk memisahkan diri dari bagian-bagian yang lebih kecil. Pemisahan
campuran yang terjadi adalah butiran pupuk buatan diangkut dengan ukuran
besar butiran yang tidak sama besar. Pemisahan campuran semacam
ini dinamakan segregasi.
3. Perbedaan dalam kerapatan
Zat dengan kerapatan paling tinggi, memperlihatkan kecenderungan untuk
mengendap. Keadaan ini menghambat pencampuran secara wajar yang
sempurna

Urutan dimana komponen (susunan zat) dimasukkan ke dalam pencampur.


Pencampuran tanah liat dengan air berlangsung lebih sempurna, bila tanah liat
dimasukkan ke dalam air daripada bila air ditambahkan kepada tanah liat. Jumlah
energi yang dibutuhkan untuk melaksanakan pencampuran tertentu, antara lain
tergantung dari jumlah, kerapatan dan jenis (umpamanya Viskositas) dari zat yang
akan dicampur (McCabe, 1999).
2.2.

Proses Mixing pada Gula

Gula merupakan salah satu bahan makanan pokok di Indonesia. Rata-rata manusia di
Indonesia mengkonsumsi gula sebanyak 12-15 kg per tahun. Semakin bertambahnya
jumlah penduduk, tentu kebutuhan akan gula akan semakin meningkat pula. Di
Indonesia gula kristal yang konsumsi sehari- hari didominasi oleh gula tebu. Gula
kristal ini dibuat dan diproses dari tanaman tebu. Penduduk di daerah pedesaan Jawa
tentu sudah sangat kenal dengan tebu ini. Tanaman ini merupakan jenis tanaman
semusim yang dipanen atau ditebang satu tahun sekali (Landdheer, 1977).
Tebu 100%
Air imbibisi 19-27% Stasiun
gilingan

Ampas 32-33%

Stasiun
ketel

Gas SO3 0.08-0.09%


Nira mentah 87-94 %
Stasiun
Blotong 3-4%
pemurnian
Larutan Kapur 0.18-0.21%
nira
Nira encer 84-90%
Stasiun
Kondensate 62-64%
Penguapan
Nira kental 22-26%
Stasiun
masakan
Sirup 31-35%
Stasiun
putaran

Kondensate 13-18%

Tetes 4-9%
Gula produk 5-8 %
Gambar 1. Proses mixing dalam pembuatan gula kristal
Proses mixing pada pembuatan gula terjadi pada beberapa tahapan,dimulai dari
gilingan kedua. Gilingan kedua terdiri dari ampas gilingan pertama dan ampas dari
DSM Screen, yang kemudian ditambahkan nira imbibisi (N3) atau nira dari hasil
perahan gilingan ketiga, banyak air imbibisi yang diperlukan sebanyak 20 30% dari
berat batang tebu yang digiling. Tujuan dari penambahan nira imbibisi adalah untuk
melarutkan

gula

yang

masih

terkandung

dalam

ampas

dan

kemudian

mengeluarkannya dengan pemerasan pada gilingan berikutnya.


Penggilingan kedua ini akan menghasilkan nira perahan kedua (NPK) dan ampas.
NPK akan ditampung dalam bak penampung nira mentah yang sama dengan NPP,
selanjutnya ditambahkan Ca(OH)2 dan asam phosphate (H3PO4). Penambahan
Ca(OH)2 bertujuan untuk menjaga kondisi nira agar tidak terlalu asam. Jika terlalu
asam akan menyebabkan terbentuknya gula inverse dan mencegah berkembangnya
mikroorganisme yang dapat merusak sukrosa yang terdapat dalam nira. Tujuan dari
penambahan H3PO4 adalah agar terbentuk endapan kalsium phosphate (Ca3(PO4)2)
sebagai inti endapan yang mampu mengikat koloid. NPP dan NPK yang telah
ditambahkan H3PO4 dan Ca(OH)2 disebut nira mentah dengan pH 6,8 yang akan
diolah dalam stasiun berikutnya. Ampas dari gilingan kedua akan dibawa dengan
IMC menuju gilingan ketiga.
Pada gilingan ketiga, ampas dari gilingan kedua ditambahkan ampas dari DSM screen
dan ditambahkan nira imbibisi (N4) atau nira yang berasal dari gilingan keempat,
kemudian diperah menghasilkan ampas dan nira perahan ketiga (N3). Nira hasil
perahan ketiga (N3) akan digunakan untuk nira imbibisi gilingan kedua dan
ampasnya dibawa oleh IMC menuju gilingan keempat.

Pada gilingan keempat, ampas gilingan ketiga yang digunakan sebagai umpan
ditambahkan dengan air imbibisi dan nira imbibisi (N5) atau nira perahan gilingan
kelima. Air imbibisi yaitu air panas dengan suhu 60 70C yang berasal dari air
condesat. Suhu air berkisar 60 70C jika suhunya terlalu tinggi akan melarutkan zat
lilin (peptin) dalam tebu sehingga akan mengganggu proses pemurnian dan
pengendapan, selain itu juga akan menyebabkan selip dalam gilingan, namun jika
suhunya terlalu rendah akan menyebabkan pelarutan yang kurang sempurna dan
kemungkinan masih ada bakteri yang belum mati dalam nira. Penggilingan ini akan
menghasilkan ampas dan nira perahan keempat (N4), nira hasil penggilingan keempat
akan digunakan sebagai nira imbibisi gilingan ketiga, sedangkan ampas dibawa IMC
menuju gilingan kelima .
Pada gilingan kelima, umpan dari gilingan keempat ditambahkan air imbibisi sebagai
air pencuci ampas terakhir dan diharapkan mampu melarutkan nira sebanyak
banyaknya sehingga nira yang terbawa oleh ampas terakhir sedikit. Pada gilingan
kelima ini akan menghasilkan ampas (baggase) dan nira perahan kelima (N5). Nira
hasil penggilingan kelima (N5) digunakan sebagai nira imbibisi gilingan keempat,
sedangkan ampasnya diangkut dengan baggase carrier menuju dapur pembakaran
ketel dan digunakan sebagai bahan bakar ketel.
Nira yang keluar dari badan V akan berbentuk nira kental atau diskap dengan
kekentalan 64% Brix atau 32Be. Nira kental (diksap) yang keluar dari badan IV
selanjutnya dipompa ke bejana sulfitir nira kental dan di dalam bejana sulfitir
ditambahkan gas belerang sampai pH 6,5. Tujuan penambahan gas belerang adalah
untuk memucatkan nira agar nantinya diperoleh gula reduksi yang bermutu bagus dan
putih (Soenardi, 1977).

KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:


3.1. Gula merupakan salah satu bahan makanan pokok di Indonesia. Di Indonesia
gula kristal yang di konsumsi sehari- hari didominasi oleh gula tebu. Pembuatan gula
kristal menggunakan proses mixing. Proses pembuatan gula kristal yang pertama
adalah ekstraksi nira, yaitu proses pemerahan cairan tebu dari batang tebu dengan
cara digiling. Penggilingan dilakukan sebanyak 5 kali. Proses mixing berlangsung
sejak proses gilingan kedua.
3.2. Nira hasil penggilingan kemudian dijernihkan menggunakan metode sulfasi,
CaCO2
penjernihan akan menghasilkan endapan (
) yang akan menyerap bahanbahan bukan gula. Setelah dijernihkan kemudian dilakukan proses penguapan,
penguapan dilakukan di 4-5 tempat yang saling berhubungan.
3.3. Proses selanjutnya adalah dilakukan proses kristalisasi, gula yang sudah
mengkristal dipisahkan dengan cara disaring untuk mendapatkan krsital gula yang
bersih bebas dari kotoran-kotoran. Proses yang terakhir adalah dikeringkan dengan
menggunakan udara panas hingga 80C.

DAFTAR PUSTAKA

Halim K, R. 1973. Clarifier dalam Industri Gula. Hal .LPP. Yogyakarta.


Landdheer A.1977. Pesawat Industri Gula. Diterjemahkan oleh
Madukoro dan

Soerjadi. Hal . LPP. Yogyakarta

McCabe, W.L ,and J.C., Smith. 1999. Operasi Teknik Kimia, edisi
keempat, jilid

I. Hal . Erlannga. Jakarta

Soenardi, D.R.1977. Pesawat-pesawat Industri Gula. LPP.Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai