Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Tujuan Percobaan
1. Melakukan standarisasi suatu larutan.
2. Melakukan penetapan vitamin C untuk bahan tertentu dengan metode titrasi
iodometri.
1.2. Dasar Teori
1.2.1. Analisis Volumetri
Volumetri atau titrimetri adalah cara analisis kuantitatif bardasarkan pada
pengukuran volume larutan pereaksi dengan konsentrasi tertentu, (disebut
sebagai penitar / titran / larutan baku) yang direaksikan dengan larutan contoh
atau sampel yang akan ditetapkan kadarnya (Underwood : 1986). Analisis
Volumetri juga dikenal sebagai titrimetri, dimana zat yang akan dianalisis
dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan
dari buret dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang tidak diketahui (analit)
kemudian dihitung.
Persyaratan untuk reaksi yang digunakan dalam titrasi
1. Reaksi harus berjalan sesuai dengan persamaan reaksi tertentu.
2. Tidak boleh ada reaksi sampingan.
3. Saat titik ekuivalen terjadi, harus dapat diketahui.
4. Reaksi harus dapat berjalan dengan cepat.
Dalam proses titrasi, untuk mengetahui kapan penitaran selesai dilakukan
maka digunakan suatu zat yang lazimnya ditambahkan disebut sebagai indikator.
Berfungsi sebagai petunjuk bahwa titik akhir titrasi telah tercapai dengan adanya
perubahan warna.

Beberapa istilah lain yang sering digunakan :


a. Titik ekuivalen, adalah keadaan dimana grek titran sama dengan grek
sampel.
b. Titik akhir titrasi, adalah keadaan dimana indikator mengalami perubahan
warna.
Titik ekuivalen dan titik akhir tidaklah sama, namun pada prakteknya titik
akhir tercapai setelah titik ekuivalen. (Underwood : 1986)
Metode Volumetrik secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam empat
kategori sebagai berikut :
a.

Titrasi asam-basa, yang berdasarkan reaksi asam dan basa baik kuat maupun
lemah.

b.

Titrasi redoks, adalah titrasi yang berdasarkan reaksi reduksi oksidasi.

c.

Titrasi pengendapan, adalah titrasi yang berdasarkan pembentukan endapan.

d.

Titrasi kompleksometri, adalah titrasi pembentukan senyawa kompleks.

1.2.2. Klasifikasi Volumetri


Reaksi kimia yang dapat berperan sebagai dasar untuk penetapan titrimetri
dapat dikelompokan dalam 4 jenis :
a.

Asam Basa (Asidi Alkalimetri)


Reaksi dasar dalam titrasi asidi alkalimetri adalah reaksi netralisasi /
penetralan, yaitu reaksi asam basa yang dapat dinyatakan dalam persamaan
sebagai berikut :
H+ + OH-

H2O

Bila kita ukur berapa ml larutan asam dengan titar tertentu diperlukan untuk
menetralkan suatu larutan basa, yang kadar atau titarnya dicari maka pekerjaan
itu disebut sebagai asidimetri, sedangkan penitaran sebaliknya, asam dengan
basa yang titarnya diketahui disebut alkalimetri.

Tabel 1.1. Beberapa indikator titrasi asam basa (Underwood :1986)


Indikator

Perubahan warna dengan

Jangka pH

naiknya pH
Asam pikrat

Tak berwarna ke kuning

0,1-0,8

2,6-Dinitrofenol

Tak berwarna ke kuning

2,0-4,0

Kuning metil

Merah ke kuning

2,9-4,0

Biru bromtimol

Kuning ke biru

3,0-4,6

Jingga metil

Merah ke kuning

3,1-4,4

Hijau bromkresol

Kuning ke biru

3,8-5,4

Merah metil

Merah ke kuning

4,2-6,2

Lakmus

Merah ke biru

5,0-8,0

Ungu metil

Ungu ke hijau

4,8-5,4

p-Nitrofenol

Tak berwarna ke kuning

5,6-7,6

Ungu bromkresol

Kuning ke ungu

5,2-6,8

Biru bromtimol

Kuning ke biru

6,0-7,6

Merah netral

Merah ke kuning

6,8-8,0

Merah fenol

Kuning ke merah

6,8-8,4

p-a Naftolftalein

Kuning ke merah

7,0-9,0

Fenolftalein

Tak berwarna ke merah

8,0-9,6

Timolftalein

Tak berwarna ke biru

9,3-10,6

Kuning R alizarin

Kuning ke lembayung

10,1-12,0

Tak berwarna ke jingga

12,0-14,0

1, 3, 5Trinitrobenzena

b.

Oksidasi Reduksi
Titrasi oksidimetri adalah titrasi yang menggunakan reaksi oksidasi-reduksi
sebagai dasarnya. Reaksi ini melibatkan transfer elektron. Istilah oksidasi
mengacu

pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan

oksidasi, sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidasi-reduksi harus selalu


berlangsung bersama dan saling mengompensasi satu sama lain. (Underwood :
1986)
Reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi digunakan secara meluas
dalam analisis titrimetri. Misalnya, besi dalam keadaan okida +2 dapat dititrasi
dengan suatu larutan standar, serium (IV) sulfat :
Fe2+ + Ce4+

Fe3+ + Ce3+

Suatu zat pengoksidasi lain yang digunakan secara meluas sebagai titran
adalah kalium permanganat, KMnO4. Reaksi dengan besi (II) dalam larutan asan
adalah :
5Fe+ + MnO4- + 8H+

5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O

Titrasi oksidasi-reduksi dibagi menjadi 3,(Underwood :1986) yaitu :


1) Titrasi Permanganometri
Titrasi Permanganometri adalah titrasi yang menggunakan Kalium
Permanganat. Kalium Permanganat adalah pereaksi pengoksidasi (oksidator
kuat). Larutan Kalium Permanganat berwarna ungu. Saat mengoksidasi
warna ungu hilang. Namun, kelebihan Kalium Permanganat pada titrasi
akan menyebabkan larutan berwarna ungu. Dengan demikian, Kalium
Permanganat bertindak sebagai indikator. Dalam suasana asam yang sangat
kuat Kalium Permanganat menerima elektron, dan terjadi penurunan biloks
dari +7 menjadi +2 berdasarkan reaksi :
MnO4- + 8H+ + 5

2) Titrasi Iodometri Iodimetri

Mn2+ + H2O

Titrasi Iodometri adalah titrasi yang menggunakan ion iodida sebagai


agen pereduksi. Sedangkan pada titrasi Iodimetri, iodin dipergunakan
sebagai agen pengoksidasi. Hanya sedikit saja substansi yang cukup kuat
sebagai unsur reduksi untuk dititrasi langsung dengan iodin. Namun,banyak
agen pengoksidasi yang cukup kuat untuk bereaksi dengan ion iodida.
Karena banyak agen pengoksidasi memerlukan suatu larutan asam untuk
bereaksi, maka Natrium Thiosulfat biasanya dipergunakan sebagai titrannya.
Indikator yang biasa digunakan adalah indikator kanji.
I2 + 2S2O32-+

2I- + S4O62-

3) Titrasi Bikromatometri
Titrasi dengan menggunakan K2Cr2O7, yang berperan sebagai agen
pengoksidasi yang cukup kuat.
Cr2O72- + 14H+

2Cr3+ + 7H2O

Penggunaan utama larutan Kalium Dikromat adalah pada titrasi besi


dalam larutan asam klorida. Senyawa asam Diphenylaminesulfoniat adalah
indikator yang cocok karena akan menghasilkan warna ungu ketika
dioksidasi oleh dikromat berlebih.
c.

Pengendapan
Dasar titrasi pengendapan adalah reaksi-reaksi yang menghasilkan endapan
yang sukar larut, termasuk didalam golongan ini adalah Argentometri (titrasi
dengan AgNO3) yaitu titrasi yang berdasarkan pada pengendapan ion klorida,
iodida atau bromida dengan AgNO3 yang konsentrasinya telah diketahui.
Indikator yang digunakan biasanya adalah K2Cr2O7.
Pengendapan kaThion perak dengan anion halogen merupakan prosedur
titrimetri yang meluas penggunaanya. Reaksinya adalah :
Ag+ +

X-

AgX(s)

Dimana klorida X- dapat berupa klorida, bromida, iodida atau Thiosinat (SCN-)
d.

Pembentukan Kompleks (Kompleksometri)

Dasar titrasi ini adalah terbentuknya senyawa-senyawa kompleks yang


stabil dan larut dalam air bila larutan baku bereaksi dengan kaThion-kaThion
yang sedang dicari kadarnya. Kompleksometri yang paling banyak digunakan
adalah EDTA dalam bentuk garam dinatriumnya. Indikator yang digunakan
biasanya adalah EBT (Erychrome Black Tea)

1.2.3. Titrasi Iodometri


Yang dimaksud dalam golongan ini adalah titrasi dengan Iodin (iodimetri)
dan Thiosulfat (iodometri). Zat-zat yang bersifat pereduksi, dapat langsung
ditritasi dengan iod.
H2SO3 + I2 + H2O

H2SO4 + 2KI

Zat-zat yang bersifat pengoksidasi dalam larutan asam akan membentuk iod
dan KI.
K2Cr2O7 + 6KI + 14HCl

3I2 + Cr2Cl3 + 7H2O + 8KCl

Kemudian iod yang terbentuk tersebut dititrasi dengan menggunakan larutan


Thiosulfat.
I2 + 2Na2S2O3

2NaI + Na2S4O6

Kelebihan iod akan menyebabkan larutan menjadi kuning, sehingga


digunakan larutan kanji sebagai penunjuk, dimana kanji dengan iod akan
membentuk warna biru. Dengan demikian maka disarankan penambahan larutan
Thiosulfat dilakukan tetes demi tetes. Sebagaimana persamaan reaksi diatas,
bobot setara (BST) iod dengan Thiosulfat adalah sebagai berikut :
2Na2S2O3

I2 + 2H+

1 grek I2

gram mol

1 grek S2O3

1 gram mol

1.2.3.1. Reaksi Redoks


Reaksi redoks dapat digunakan untuk mengetahui jumlah elektron yang
terlibat dalam suatu reaksi. Jumlah inilah yang menentukan valensi dari suatu
senyawa. Secara umum ada tiga hal yang harus dilakukan dalam penyetaraan
reaksi redoks, antara lain :
atom sejenis ruas kiri = atom sejenis ruas kanan
muatan reaksi kiri

= muatan reaksi kanan

reaksi oksidasi

= reaksi reduksi

Jika ketiga hal tersebut sudah dipenuhi, maka persamaan reaksi tersebut
dapat diuraikan melalui dua prosedur yang biasa digunakan untuk
menyetarakan persamaan reaksi reduksi (Purba : 2004), yaitu :

Cara bilangan Oksidasi


Cara Setengah Reaksi atau Cara Ion Elektron
1.2.3.2. Penetuan Valensi
a.

Aturan cara bilangan oksidasi


Dalam reaksi redoks hanya beberapa unsur yang mengalami oksidasireduksi. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengtahui spesi-spesi yang
mengalami perubahan biloks sebelum persamaan redoks tersebut disetarakan.
Beberapa aturan dalam penentuan bilangan oksidasi, yaitu:
1.

Bilangan oksidasi senyawa atau ion sama dengan muatannya.

2.

Bilangan oksidasi semua unsur adalah 0.

3.

Bilangan oksidasi atom atau gugus atom sama dengan total bilangan
oksidasi atom penyusunnya.

4.

Bilangan Oksidasi dari H adalah +1, kecuali pada hidrida logam (-1).

5.

Bilangan oksidasi dari O2 adalah -2, kecuali pada peroksida (-1).

6.

Bilangan oksidasi logam selalu sama dengan muatan ion yang dapat
dibentuk.

Tahap-tahap cara bilangan oksidasi (Underwood :1986) adalah :


1.

Tuliskan bilangan oksidasi unsur-unsur yang mengalami perubahan


bilangan oksidasi diatas lambangnya.
+2

+7

MnO + Cl- Mn2+ + Cl2


-1

2.

Memasangkan zat pengoksidasi dengan produknya dan zat pereduksi


dengan produknya.
+2

+7

MnO + Cl- Mn2+ + Cl2


-1

3.

Menyetarakan koefesien unsur yang mengalami perubahan bilangan


oksidasi
+2

+7

MnO + Cl- Mn2+ + Cl2


-1X2

4.

Menghitung pertambahan dan penurunan bilangan oksidasi masingmasing unsur.


+5
+2

+7

MnO + Cl- Mn2+ + Cl2


-2

-2
5. Menuliskan jumlah yang terlibat
+5e+2

+7

MnO + Cl- Mn2+ + Cl2


-2

-2e-

Jadi valensi MnO4 adalah yang terlibat dibagi dengan koefisiennya =


b.

Aturan setengah sel

5
=5
1

Menurut cara ini redoks dipecah menjadi dua buah reaksi. Setengah
reaksi oksidasi dan setengah reduksi. Suatu setengah reaksi menyatakan dari
jumlah reaksi. Tahap-tahap setengah reaksi :
Cr2O72- + 14 H+ + 2S2O32-

2Cr3+ + 7H2O + S4O62-

Tuliskan dua buah setengah reaksi yang belum setara, satu untuk spesies yang
dioksidasi dan hasilnya setara satu untuk spesies yang direduksi dengan
hasilnya.

1.

= Cr2O72-

= S2O32-

Cr3+
S4O62-

Menyetarakan jumlah atom unsur-unsur diruas kiri dan kanan (kecuali H


dan O)
R

= Cr2O72-

2Cr3+

= 2S2O32-

S4O62-

2. Menyetarakan atom oksigen dan hidrogen. Untuk larutan asam atom O


disetarakan dengan menambahkan H2O ruas yang kekurangan O dan atom
H disetarakan dengan menambahkan ion H+ pada ruas kekurangan yang
kekurangan atom H. Jika larutan basa, diasamkan terlebih dahulu.
R = Cr2O72- + 14 H+ + 6
O = 2S2O32-

2Cr3+ + 7H2O

S4O62- + 2

3. Menyetarakan jumlah muatan listrik dengan menambahkan pada ruas


yang mewakili jumlah muatan yang lebih besar.
R

= Cr2O72- + 14 H+ + 6

= 2S2O32-

2Cr3+ + 7H2O
S4O62- + 6
2

4. Menentukan valensi zat yang diinginkan. Misalnya Cr2O 7


2

valensi muatan dibagi dengan koefesien Cr2O 7 = 6/1 = 6

1.2.3.3. Pembuktian Rumus

mempunyai

Standarisasi Larutan Thio


Grek oksidator Grek reduktor
Grek K 2 Cr2 O7 grek I 2 I grek thio
V .K 2 Cr2 O7 N .K 2 Cr2 O7 V .thio N .thio
mol
valensi V .thio N .thio
V .awal
V .K 2 Cr2 O7 massaK 2 Cr2 O7

V .thio N .thio
Bm
V .awal
valensi
massaK 2 Cr2 O7
1

V .thio N .thio
294
fp
( Bst )
6
massaK 2 Cr2 O7
N .thio
fp V .thio 49

V .K 2 Cr2 O7

Berat molekul K2Cr2O7 = 294


Standarisasi Larutan Iod
Grek oksidator Grek reduktor
Grek Iod Grek thio
V .iod N .iod V .thio N .thio
N .iod

V .thio N .thio
V .iod

Penetapan vitamin C
Grek oksidator Grek reduktor
Grek as.askorbat Grek Iod
V .as.askorbat N .as.askorbat V .iod N .iod
V .as.askorbat M valensi V .iod N .iod
mol
V .as.askorbat
valensi V .iod N .iod
V .awal
massa as.askorbat
V .iod N .iod
Bm
V .awal

valensi V .as.askorbat
massa as.askorbat
V .iod N .iod
Bst fp
massa as.askorbat
100%
massa as.askorbat total
massa as.askorbat total %massa
massa as.askorbat
100%
massa as.askorbat total % massa
100%
V .iod N .iod
Bst fp
fp Bst V .iod N .iod
%massa
100%
massa as.askorbat total
%massa

1.2.4. Standarisasi Larutan


Dikenal dua jenis larutan standar (Eistien : 2006) yaitu :
a. Larutan Standar Primer
Larutan yang konsentrasinya tidak berubah dalam waktu yang lama.
b. Larutan Standar Sekunder
Larutan yang konsentrasinya tidak berubah minimal selama proses analisa
berlangsung.
Standarisasi larutan adalah proses menentukan konsentrasi sebenarnya dari
suatu larutan standar sekunder, dimana konsentrasi larutan standar sekunder
masih dapat berubah karena pengaruh lingkungan.

Cara ini harus dilakukan karena jumlah pereaksi kimia yang diperoleh
dengan keadaan yang sangat murni jumlahnya relatif terbatas ( Underwood :
1986).
Zat yang dipilih sebagai standar primer harus memenuhi persyaratan untuk
analisa titrimetri Volumetrik adalah :
a.

harus mudah didapat dalam bentuk murni atau dalam keadaan kemurniaan
yang diketahui dengan harga wajar.

b.

zat itu harus tetap, harus mudah dikeringkan dan tidak terlalu hidroskopis,
sehingga beratnya tidak berkurang jika terkena udara.

c.

mempunyai bobot ekuivalen tinggi agar dapat mengurangi konsekuensi


kesalahan saat penimbangan.

Contoh larutan standar primer :


a.

Standar primer asam : KHC8H4O4 (Kalium Hidrogen Phtalat), C6H8COOH


(Asam Benzoat), NH4SO3H (Asam Sulfonat).

b.

Standar primer basa : Na2CO3 (Natrium Karbonat), Na2B4O7.10H2O


(Boraks).

1.2.5. Asam Askorbat


Vitamin C merupakan golongan senyawa organik sebagai pelengkap
makanan yang sangat diperlukan oleh tubuh. Vitamin C di alam, yaitu bentuk
teroksidasi (asam askorbat) dan tereduksi (asam dehidroaskorbat). Keduanya
memiliki keaktifan sebagai vitamin C. (Penyusun : 2001)
Vitamin C yang mengandung tidak kurang dari 99,0% C6H8O6, berbentuk
serbuk atau hablur yang berwarna putih atau agak kuning, tidak berbau, mudah
larut dalam air dan sukar larut dalam etanol 95%. Asam askorbat merupakan zat
pereduksi dan dapat ditetapkan dengan larutan standar iod. Reaksinya sebagai
berikut:

CH2OH-CHOH-CH-COH=COH-C=O + I2
CH 2OH-CHOH-CH=C-C-C=O + 2H+ + 2IDari reaksi di atas, diketahui valensi dari asam askorbat yaitu

2
2 , sehingga
1

asam askorbat yang bobot molekulnya 176 ini, mempunyai Bst 88. Rumus
strukturnya sebagai berikut:
O
HO

HO

H
3-okso-L-gulofuranolakton
1.2.6. Indikator Kanji
Warna larutan 0,1 N iodium cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja
sebagai indikator sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah
lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut seperti karbon tetrakolrida atau
kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir
titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan kanji, karena warna biru
tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji yang sangat peka
terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan sedikit asam daripada
dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida. ( Underwood :
1986 )
Mekanisme yang tepat dari pembentukan kompleks berwarna tidak
diketahui. Akan tetapi molekul iodium ditahan pada permukaan -amilosa
(sebuah unsur dari kanji). Unsur kanji yang lain, -amilosa, atau amilopektin,
membentuk kompleks kemerah-merahan dengan iodium, yang tidak mudah
dihilangkan warnanya. Karena itu kanji yang mengandung banyak amilopektin
tidak boleh dipakai.

Selain itu, kondisi yang menimbulkan hidrolisis atau

koagulasi kanji hendaknya dihindari. Kepekaan indikator berkurang dengan

naiknya temperatur dan oleh beberapa bahan organik, seperti metil etil alkohol.
(Eistien : 2006)

1.2.7. Natrium Thiosulfat


Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah
natrium Thiosulfat. Larutan ini tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang
memakan belerang akhirnya masuk kelarutan itu dan proses metabolisnya akan
mengakibatkan pembentukan SO22-, SO42- dan belerang klorida. Belerang ini
menyebabkan kekeruhan, larutan harus dibuang. Biasanya air yang digunakan
untuk menyiapkan larutan Thiosulfat dididihkan agar steril dan sering
ditambahkan boraks atau natrium karbonat sebagai pengawet. Oksidasi oleh
udara dari Thiosulfat adalah perlahan, akan tetapi tembaga yang kadang-kadang
terdapat dalam aquadestt akan mengkatalisasikan oksidasi oleh udara.
(Underwood : 1986)
Dengan reaksi 2S2O32-

S4O62- + 2, maka valensinya adalah

2
1.
2

1.2.8. Kalium Dikromat (K2Cr2O7)


Kalium dikromat merupakan zat pengoksidasi yang cukup kuat, dengan
pontesial standar reaksi
Cr2O72- + 14H+ + 6

2Cr3+ + 7H2O

sebesar 1,33V tetapi reagensia ini tidak sekuat kalium permanganat atau
ion serium (IV). Keuntungannya adalah tidak mahal, sangat stabil dalam larutan
dan dapat diperoleh dalam bentuk yang cukup murni untuk menyiapkan
kelarutan standar dengan penimbangan langsung. Seringkali digunakan sebagai
standar primer untuk larutan natrium Thiosulfat. Dengan reaksi di atas, dapat
diketahui valensinya, yaitu =

6e
6
1

BAB II
METODOLOGI

2.1

Alat yang digunakan


1. Gelas kimia 100 ml

7. Spatula

2. Gelas ukur 100 ml

8. Buret

3. Pengaduk magnet

9. Statip

4. Labu ukur 100 ml

10. Pipet volum

5. Erlenmeyer 500 ml

11. Bulp

6. Alu dan lumpang

12. Corong

porselen

2.2

13. Pipet tetes

2.3.

Bahan yang digunakan


1. Xon-Ce

5. Larutan HCl 4 N

2. Larutan Dikromat

6. KI 20 %

3. Larutan Iod 0.1 N

7. Indikator kanji

4. Larutan NaS2O3 0.1 N

8. Aquadestt

Prosedur Kerja
2.3.1

Standarisasi Larutan Natrium Thiosulfat (Na2S2O3)

1. Menimbang 0,5 gram K2Cr2O7 dalam gelas kimia 50 mL


2. Melarutkan dan memasukkan ke dalam labu ukur 100 mL,
menghimpitkan hingga tanda batas kemudian menghomogenkan

3. Memipet 25 mL larutan dan memasukkan ke dalam erlenmeyer 500


mL
4. Menambahkan 10 mL larutan KI 20% dan 25 mL HCl 4 N kemudian
mengencerkan hingga 200 mL
5. Menitrasi dengan larutan natrium thiosulfat 0,1 N hingga berwarna
kuning muda
6. Membubuhi larutan dengan indikator kanji kemudian menitrasi lagi
dengan natrium thiosulfat 0,1 N hingga berubah warna menjadi warna
hijau
2.3.2

Standarisasi Larutan Iod

1. Memipet 25 ml larutan natrium thiosulfat ke dalam erlenmeyer 250


mL
2. Membubuhi dengan indikator kanji
3. Menitrasi dengan larutan Iod 0,1 N hingga terjadi perubahan warna
menjadi biru
2.3.3

Penetapan Vitamin C

1. Menimbang 1,2 gram asam askorbat dalam gelas kimia 50 mL


2. Melarutkan dan memasukkan ke dalam labu ukur 100 mL,
menghimpitkan hingga tanda batas kemudian menghomogenkan
3. Memipet 25 mL larutan kemudian membubuhi dengan indikator kanji
lalu menitrasi dengan Iod 0,1 N sampai terjadi perubahan warna
menjadi biru kehitaman
2.4.

Diagram Alir
2.4.1. Standarisasi Larutan Natrium Thiosulfat (Na2S2O3)
0,5 gram K2Cr2O7

Labu Ukur 100 mL


25 mL larutan
10 mL KI 20%
25 mL HCl 4N

Erlenmeyer
500 mL

Mengencerkan
hingga 200 mL

Menitrasi
Indikator Kanji

Na2S2O3 0,1 N

Berwarna
Kuning
Titrasi Kembali
Berwarna
Hijau

2.4.2. Standarisasi Larutan Iod


25 mL Na2S2O3

Indikator Kanji

Erlenmeyer 250 mL

Menitrasi

Iod 0,1 N

Berwarna Biru

2.4.3. Penetapan Vitamin C


1,2 gram C6H8O6

Labu Ukur 100 mL


25 mL larutan
Indikator Kanji

Erlenmeyer
250 mL

Berwarna Biru
Kehitaman

Menitrasi

Iod 0,1 N

BAB III
PENGOLAHAN DATA

3.1

Data Pengamatan

3.1.1 Standarisasi Larutan Natrium Thiosulfat


Berat

V.KI

V. HCl

Indikator

20%

4N

kanji

(ml)

(ml)

(mL)

25

10

25

25

10

25

V. K2Cr2O7
K2Cr2O7
(ml)
(gram)
0,2011

3.1.2

V.Thio

Perubahan

(ml)

warna

10,1

Cokelat-

10,2

kuning-hijau

Standarisasi Larutan Iod


V.Thio

Indikator kanji

V.Iod

Perubahan

(ml)

(mL)

(ml)

Warna

25

25,5

25

25,7

Bening-biru

3.1.3 Penetapan Vitamin C

3.2.

3.3.

Bobot 1 tablet

Berat sampel

V.Sampel

sampel (mg)

(mg)

(ml)

1964,4

1202

25
25

Bst.Asam
askorbat

88

V.Iod
(ml)
8,3
8,3

Data Hasil Perhitungan


Normalitas Thio

Normalitas Iod

Kadar Vitamin C

0,1011 N

0,0987 N

23,99%

Pembahasan
Pada praktikum penetapan kadar vitamin C ini bertujuan untuk melakukan

standarisasi larutan dan melakukan penetapan kadar vitamin C dalam sampel


dengan metode titrasi iodometri. Vitamin C atau asam askorbat merupakan
pereduksi yang dapat diketahui kadarnya dengan menggunakan larutan standar iod
sebagai pengoksidasinya.
Dalam praktikum ini dilakukan 2 standarisasi. Karena larutan iod
merupakan larutan standar sekunder oleh karena itu sebelum digunakan untuk
mentukan kadar vitamin C larutan ini distandarisasi oleh larutan Na2S2O3 . dan
Larutan Na2S2O3 juga harus distandarisasi terlebih dahulu dengan larutan standar
primer yaitu K2Cr2O7
Pada Standarisasi larutan Na2S2O3 dengan menggunakan standar primer
kalium dikromat (K2Cr2O7). karena kemurniannya tinggi, bobot ekuivalennya
cukup tinggi, tak hidroskopis, dan zat padat serta larutannya sangat stabil. Terjadi
penambahan Larutan KI yang berfungsi sebagai pereduksi terhadap kalium

dikromat untuk menghasilkan iod (I2) dan akan bereaksi dengan thio. Penambahan
HCl dilakukan agar reaksi oksidasi kalium iodida oleh udara berarti dan agar
diperoleh hasil yang sebaik-baiknya serta reaksi lengkap. Perubahan warna terjadi
dari warna cokelat menjadi berwarna kuning muda kemudian berubah menjadi
hijau. Hal ini dipengaruhi warna KI yang teroksidasi oleh K 2Cr2O7. Reaksinya
sebagai berikut:
K2Cr2O7 + 6KI + 14HCl

3I + 2CrCl3 + 7H2O + 8HCl

Pada titrasi pertama larutan thio berubah menjadi warna kuning, hal ini
disebabkan adanya I2 yang mereduksi Na2S2O3. Reaksinya adalah:
I2 + Na2S2O3

Na2S4O6 + 2NaI

Penambahan indikator kanji menyebabkan larutan berubah menjdi warna


biru tua, dimana warna sebelumnya adalah kuning muda. Indikator kanji
digunakan sebagai penunjuk terjadinya akhir titrasi yang ditunjukan pada
perubahan warna kuning muda menjadi hijau, warna ini diakibatkan oleh
indikator kanji yang mengikat I2. Dai proses standarisasi ini diperoleh konsentrasi
larutan Na2S2O3 sebesar 0,1011 N
Standarisasi yang kedua yaitu standarisasi larutan iod. Pada proses
standarisasi ini berlangsung titrasi iodometri. Larutan standar primer yang
digunakan adalah larutan Na2S2O3 yang telah distandarisasi. Penunjuk akhir titrasi
yang digunakan adalah indikator kanji. Meskipun larutan iod memiliki warna
yang cukup pekat dan dapat berfungsi sebagai indikator sendiri namun lebih lazim
menggunakan indikator ini karena warna biru tua kompleks pati-iod berperan
sebagai uji kepekaan terhadap iod. Perubahan warna yang terjadi adalah dari
bening menjadi biru. Dari proses standarisasi I2 ini diperoleh konsentrasi sebesarn
0,0987 N Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
2Na2S2O3 + I2

Na2S4O6 + 2NaI

Praktikum analisa kuantitatif vitamin C dalam sampel dilakukan dengan


menggunakan metode titrasi iodometri. Hal ini berdasarkan bahwa sifat vitamin C
dapat bereaksi dengan iodin. Penentuan ini dilakukan dengan menggunakan
larutan I2 0,1 N sebagai titran. Sampel yang dipergunakan saat praktikum adalah
tablet vitamin C dengan merk dagang Xon-Ce..
Titrasi iodometri dilakukan dengan menggunakan larutan kanji sebagai
indikator. Seperti yang sudah diketahui bahwa prinsip dari titrasi iodimetri adalah
reduksi analat oleh I2 menjadi I-. Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat,
sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor yang cukup kuat yang dapat
dititrasi.
Reaksi :
CH2OH-CHOH-CH-COH=COH-C=O + I2
CH2OH-CHOH-CH=C-C-C=O + 2H+ + 2IBerdasarkan hasil praktikum, volume titrasi pada sampel Xon Ce adalah
8,3 ml. Sehingga berdasarkan perhitungan menggunakan rumus maka kadar
vitamin C dalam sampel Xon-Ce adalah 24% Sedangkan kadar asli yang berada
pada tablet ini adalah 25,45%.
Perbedaan kadar ini mungkin dikarenakan Kesalahan pada saat pelarutan.
Sampel vitamin C yang digerus kurang halus, sehingga pada saat pelarutan,
sampel tidak terlarut dengan sempurna.
Selain itu Vitamin C yang terkandung di dalam sampel tidak hanya
mengandung vitamin C, tetapi juga mengandung karbohidrat (pati) yang berfungsi
sebagai pemadat. Oleh karena itu, tidak mengandung 100%

vitamin C.

Kandungan vitamin C juga akan semakin menurun jika terlalu lama disimpan.
Vitamin C mudah sekali terdegradasi, baik oleh temperatur, cahaya
maupun udara sekitar sehingga kadar vitamin C berkurang (Helmiyesi et al,
2008). Proses kerusakan atau penurunan vitamin C ini disebut oksidasi.

BAB IV
PENUTUP

4.1

Kesimpulan
Dari data yang diperoleh dari praktikum yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa:

4.2

1.

Konsentrasi larutan Thio yang telah distandarisasi adalah 0,1011 N.

2.

Konsentrasi larutan iod yang telah distandarisasi adalah 0,0987 N.

3.

Kadar vitamin C yang diperoleh adalah 24%.

Saran
1.

Sebaiknya untuk melakukan praktikum ini menggunakan 2 atau 3


sampel vitamin C agar dapat membandingkannya.

2.

Mengikuti prosedur yang telah disetujui oleh pengawas atau


pembimbing praktikum.

3.

Mengamati perubahan warna yang terjadi pada saat titrasi secara


teliti.

DAFTAR PUSTAKA

Jr,R.A.Day/Underwood,A.L, 1981, Analisa Kimia Kuantitatif, Jakarta:Erlangga

Purba,Michael. 2004. Kimia untuk SMA kelas XI. Jakarta: Erlangga.

Tim Penyusun. 2001. Penuntun Praktikum Dasar Proses Kimia. Polnes:


Samarinda.

Tim

Penyusun,

2008,

Penuntun

Praktikum

Analitik

Klasik,

Samarinda:Politeknik: Negeri Samarinda.

Yazid,Estien, 2006, Penuntun Praktikum Biokimia untuk Mahasiswa Analis


Yogyakarta: Andi.
Indalifiany, Astrid. 2013 . Laporan Penetapan Kadar Vitamin C . http://astridlifiany .blog spot. com/2013/03/laporan-praktikum-kimia-analisis-i.html . 4
Juni 2014 15:58

LAMPIRAN

PERHITUNGAN

Standarisasi larutan Natrium Thiosulfat

N Thio =

Standarisasi Larutan Iod

Penetapan Vitamin C

Kadar Vitamin C =

Kadar Vitamin C ( sesuai label )

GAMBAR ALAT

Erlemeyer

Gelas Ukur

Gelas Kimia

Pipet Volume

Corong

Buret

Bulp

Statif Dan Klem


Spatula

Labu Ukur

Lumpang Alu

Pipet Tetes

Magnetic Stirer

Anda mungkin juga menyukai