Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah polusi logam berat termasuk timbal (Pb) merupakan masalah
yang serius di negara-negara maju dan sedang berkembang seperti Indonesia.
Polusi timbal di lingkungan hidup biasanya berkaitan erat dengan proses
pertambangan, peleburan logam, industri yang menggunakan bahan baku
plumbum (misalnya pabrik, cat, kabel, enamel, gelas, baterai dan pestisida).
Selain itu, polusi timbal juga berasal dari asap kendaran bermotor. Baku mutu
udara untuk timbal adalah 0,06 g/m3. Sedangkan dalam air minum, timbal dapat
berasal dari kontaminasi pipa, solder dan kran air. Kandungan timbal dalam air
sebesar 15 mg/L dianggap sebagai konsentrasi yang aman untuk dikonsumsi.
Dalam makanan, timbal berasal dari kontaminasi kaleng makanan dan minuman
dan solder yang bertimbal (Dharmawiyanti, 2004; Nasution, 2004; Hariono, 2005
dalam Suharsi, 2008). Absorpsi timbal dapat melalui berbagai cara misalnya
saluran pernafasan, pencernaan, dan permukaan kulit (Bartik, 1981; Ardyanto,
2005 dalam Suharsi, 2008).
Organ tubuh manusia yang dipengaruhi oleh timbal yaitu sistem saraf
pusat dan tepi, juga berbagai sistem lain termasuk ginjal, gastrointestinal,
reproduksi, endokrin, hematopoetik, serta kardiovaskular. Pengaruh terhadap
sistem hematopoetik dapat menyebabkan anemia (Darmono, 2005).
Sel- sel darah merah merupakan suatu bentuk kompleks khelat yang
dibentuk oleh logam Fe (besi) dengan gugus heme dan globin sintesa dari
kompleks tersebut melibatkan 2 enzim, yaitu enzim ALAD (Amino Levulinic
Acid Dehidarase)

atau asam amino

levulenat

dehidarase dan enzim

ferrokhelatase. Efek hematoksisitas timbal adalah menghambat sebagian besar


enzim yang berperan dalam biosintesis heme. Diantara enzim-enzim yang peka
terhadap timbal adalah enzim aminolevulinic acid dehydrogenase (ALAD) dan
ferrokhelatase (Goldstein and Kipen, 1994 dalam Nelma 2008).

Universitas Sumatera Utara

Pada pematangan eritrosit, timbal menyebabkan defisiensi enzim G-6PD


dan penghambatan enzim pirimidin-5-nukleotidase sehingga terjadi akumulasi
degradasi RNA (pyrimidine nucleotides) serta ribosom eritrosit yang ditandai
dengan ditemukannya Basophilic Stippling (terdapat bintik biru atau bintik
basofilik pada eritrosit) (Ganiswara, et al 1995 dalam Nelma, 2008).
Melihat banyaknya efek-efek negatif yang ditimbulkan oleh timbal (Pb),
sebenarnya tubuh manusia juga dilengkapi berbagai antioksidan endogen. Salah
satu contohnya adalah eritrosit yang dilengkapi antioksidan berupa enzim seperti
copper-zink-superoxide dismutase (CuZn-SOD), glutation peroksidase (GSH-Px),
katalase (Cat) dan glutation reduktase (Suryohudoyono, 2000). Namun,
adakalanya toksisitas dari Pb melebihi kemampuan kerja antioksidan- antioksidan
endogen tersebut sehingga diperlukan bahan herbal yang berperan sebagai
penangkal radikal bebas (antioksidan eksogen), salah satunya adalah madu.
Madu adalah cairan manis alami berasal dari nektar tumbuhan yang
diproduksi oleh lebah madu. Lebah madu mengumpulkan nektar madu dari bunga
mekar, cairan tumbuhan yang mengalir di dedaunan dan kulit pohon dan kadangkadang dari madu embun (Suranto, 2007).
Madu kaya akan vitamin A, betakaroten, vitamin B kompleks (lengkap),
vitamin C, D, E, dan K. Beberapa khasiat madu disamping sebagai sumber
energi, bagi kesehatan antara lain bermanfaat sebagai antibakteri, mengobati sakit
maag, diare, meredakan alergi, memelihara kulit, kosmetika dan memerangi
kanker (Suranto, 2007).
Dengan besarnya potensi antioksidan yang terkandung dalam madu dan
pengaruh madu terhadap sel-sel darah merah belum banyak diteliti, maka peneliti
bermaksud ingin mengetahui apakah madu dapat memberikan pengaruh terhadap
sel-sel darah merah mencit yang diinduksi plumbum asetat.

Universitas Sumatera Utara

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah:
-

Bagaimana pengaruh pemberian madu terhadap gambaran basophilic


stippling eritrosit mencit setelah diberi Pb asetat?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pemberian madu terhadap gambaran basophilic
stippling eritrosit mencit setelah diberi Pb asetat
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Melihat gambaran basophilic stippling eritrosit mencit yang diberi Pb
asetat dan pemberian madu.
2. Menilai perbedaan gambaran basophilic stippling eritrosit mencit

antara kelompok P1 yaitu mencit yang diberi Pb asetat dan kelompok


P2 yaitu mencit yang diberi Pb asetat dan madu.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Pengetahuan atau informasi tentang sejauh mana perubahan sekaligus
perbedaan gambaran basophilic stippling eritrosit mencit setelah
pemberian Pb asetat dan pemberian Pb asetat bersamaan dengan
pemberian madu.
2. Masukan dan tambahan rujukan untuk instansi dan mahasiswa yang akan
melakukan penelitian lainnya.
3. Menambah dasar ilmiah tentang penggunaan madu sebagai terapi herbal.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai