A. Seksio Sesarea
1.
Pengertian
a) Suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut
dan rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat badan janin diatas 500 gr
(Winjosastro, H. 2000).
b) Suatu pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding dan dinding rahim
(Prawirohardjo,S.1999).
c) Persalinan yang melalui sayatan pada dinding abdomen dan uterus yang masih utuh
dengan berat badan janin 1000 gram atau umur kehamilan 28 minggu.
2.
Jenis :
1) Seksio Sesarea Klasik (insisi pada korpus uteri)
Seksio sesarea menurut Sanger lebih mudah yang dimulai dari insisi segmen bawah
rahim dengan indikasi :
a. Bila terjadi kesukaran dalam memisahkan kandung kencing untuk mencapai segmen
bawah rahim, misalnya karena adanya perlekatan-perlekatan akibat pembedahan seksio
sesarea yang lalu, atau adanya tumor-tumor didaerah segmen bawah rahim.
b. Seksio sesarea yang diikuti dengan sterilisasi, terdapat pembuluh darah besar sehingga
diperkirakan akan terjadi robekan segmen bawah rahim dan perdarahan, pada janin
besar letak lintang, kepala bayi telah masuk pintu atas pinggul. Grande multipara yang
diikuti dengan histerektomi.
c. Plasenta praevia dengan insersi plasenta di dinding depan segmen bawah rahim
RSUD.KAYU AGUNG
DISUSUN OLEH :
NAMA
NIM
PO.71.20.1.11.072
PEMBIMBING KLINIK
DESPETI YUSNAINI,S.Kep
Pengertian KPSW
KPSW adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan mulai dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu (kapita selekta penatalaksanaan rutin Obstetri
Ginekologi dan KB).
KPSW adalah pecahnya ketuban sebelum mulainya persalinan yaitu bila pada primipara
pembukaan <3 cm dan pada multipara < 5 cm (Mochtar, 1998).
KPSW adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya tanpa disertai tanda inpartu dan
setelah satu jam tetap tidak diikuti dengan proses inpartu sebagaimana mestinya. Sebahagian
pecahnya ketuban secara dini terjadi sekitar usia kehamilan 37 minggu ( Manuaba , Ida Bagus
Gde. 2007).
KPSW adalah robeknya selaput korioamnion dalam kehamilan (sebelum onset atau
waktu persalinan berlangsung. (Pedoman Diagnosis dan terapi obstetric dan Ginekologi Rumah
Sakit dr Hasan Sadikin, Bandung, bagian OBGYN FK UNPAD) dibedakan menjadi :
PPROM (Preterm Premature Rupture of Membranes) : Ketuban pecah pada saat usia kehamilan
<37 minggu.
PROM (Premature Rupture of Membranes) : Ketuban pecah pada saat usia kehamilan >37
minggu.
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.
KPSWdisebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan
intar uterin atau oleh kedua factor tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan
adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina serviks. ( Sarwono Prawiroharjo,2002)
Hakimi (2003) mendefinisikan KPSW sebagai ketuban yang pecah spontan 1 jam atau
lebih sebelum dimulainya persalinan.
Bila periode laten terlalu panjang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi
yang dapat meninggikan angka kematian ibu dan anak.
1. Selaput janin dapat robek dalam kehamilan :
a. spontan karna selaputnya lemah atau kurang terlindung karna servik terbuka.
b. Karena trauma, karna jatuh, coitus atau alat-alat
c. Insiden menurut Eastman kira-kira 12% dari semua kehamilan
2. Gejala
Air ketuban mengalir keluar, hingga rahim lebih kecil dari sesuai dengan tuanya kehamilan
konsistensinya lebih keras.
b. Biasanya terjadi persalinan
c. Cairan : hydroohoea amniotica
2.Anatomi Fisiologi
Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan adalah 1000 1500 cc
Ciri-ciri kimiawi :
Air ketuban berwarna putih kekeruhan, berbau khas amis, dan berasa manis, reaksinya
agak alkalis atau netral, berat jenis 1,008. Komposisinya terdiri atas 98 % air, sisanya albumin,
urea, asam urik, kreatinin, sel-sel epitel, rambut lanugo, verniks kaseosa dan garam anorganik.
Kadar protein kira-kira 2,6 gr % per liter terutama sebagai albumin.
Dijumpai lecitin spingomyelin dalam air ketuban amat berguna untuk mengetahui apakah
janin sudah mempunyai paru-paru yang matang. Sebab peningkatan kadar lecitin pertanda bahwa
permukaan paru-paru diliputi zat surfaktan. Ini merupakan syarat bagi paru-paru untuk
a.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.
2.
3.
4.
berkembang dan bernapas. Bila persalinan berjalan lama atau ada gawat janin atau pada letak
sungsang akan kita jumpai warna ketuban keruh kehijau-hijauan, karena telah bercampur dengan
mekonium.
Fungsi Air Ketuban
Untuk proteksi janin.
Untuk mencegah perlengketan janin dengan amnion.
Agar janin dapat bergerak dengan bebas.
Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu.
Mungkin untuk menambah suplai cairan janin
Meratakan tekanan intra uterin dan membersihkan jalan lahir bila ketuban pecah.
Peredaran air ketuban dengan darah cukup lancar dan perputarannya cepat, kira-kira 350-500 cc
Asal Air Ketuban
Kencing janin (fetal urin)
Transudasi dari darah ibu
Sekresi dari epitel amnion
Asal campuran (mixed origin)
( Ida Bagus, 2001 )
3.
Etiologi KPSW
Etiologi terjadinya KPSW tetap tidak jelas, tetapi berbagai jenis faktor
yang
menimbulkan terjadinya KPSW yaitu infeksi vagina dan serviks, fisiologi selaput ketuban yang
abnormal, inkompetensi serviks, dan devisiensi gizi dari
tembaga atau asam askorbat
(vitamin c). (manuaba, Ida Bagus Gde. 2007)
Faktor yang berhubungan dengan meningkatnya insidensi KPD antara lain :
Fisiologi selaput amnion/ketuban yang abnormal
Inkompetensi serviks
Infeksi vagina/serviks
Kehamilan ganda
Polihidramnion
Trauma
Distensi uteri
Stress maternal
Stress fetal
Infeksi
Serviks yang pendek
Prosedur mediS
Selain itu menurut (Taufan, Nugroho 2010) Penyebab lainnya adalah sebagai berikut:
a. Serviks inkompeten, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada serviks
uteri (akibat persalinan, curetage)
b. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidrmion sehingga mengakibatkan tekanan
intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)
c. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang sehingga tidak ada bagian
terendah yng menutupi PAP yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic
disproporsi)
Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk preteolitik
sel sehingga memudahkan ketuban pecah. ( Amnionitis/Korioamnionitis).
Faktor keturunan (ion Cu srum rendah, vitamin c rendah, kelainan genetik)
Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten:
Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkianan infeksi
Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin
Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis
menyebabkan terjadinya KPSW karena biasanya disertai infeksi.
Faktor golongan darah
Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan
termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban.
4.Patofisiologi KPSW
KPSW biasanya terjadi karna berkurangnya kekuatan membran atau penambahan
tekanan intra uterin ataupun sebaliknya. Kemungkinan tekanan intra uterin yang kuat adalah
penyebab independen dari KPSW dan selaput ketuban yang tidak kuat akibat kurangnya jaringan
ikat dan vaskularisasi akan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
Menurut Taylor, dkk terjadinya KPSW ternyata ada hubungannya dengan hal-hal
berikut :
Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Selaput ketuban
selalu tipis (kelainan ketuban).
Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi, disproporsi, serviks incompeten.
KPSW artifisial (amniotomi), damana ketuban dipecahkan terlalu dini
Hidromion
Hamil ganda
Letak lintang
Letak sungsang
Letak sungsang
Vitamin c rendah
5. Diagnosa
Secara klinik diagnosa ketuban pecah dini tidak sukar dibuat anamnesa pada klien dengan
keluarnya air seperti kencing dengan tanda-tanda yang khas sudah dapat menilai itu mengarah ke
ketuban pecah dini. Untuk menentukan betul tidaknya ketuban pecah dini bisa dilakukan dengan
cara :
Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa (lemak putih) rambut
lanugo atau (bulu-bulu halus) bila telah terinfeksi bau
Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis
servikalis pada bagian yang sudah pecah, atau terdapat cairan ketuban pada forniks posterior
USG : volume cairan amnion berkurang/oligohidramnion
Terdapat infeksi genital (sistemik)
Gejala chorioamnionitis
Maternal : demam (dan takikardi), uterine tenderness, cairan amnion yang keruh dan
berbau, leukositosis (peningkatan sel darah putih) meninggi, leukosit esterase (LEA) meningkat,
kultur darah/urin
Fetal : takikardi, kardiotokografi, profilbiofisik, volume cairan ketuban berkurang
Cairan amnion
Tes cairan amnion, diantaranya dengan kultur/gram stain, fetal fibronectin, glukosa,
leukosit esterase (LEA) dan sitokin.
Jika terjadi chorioamnionitis maka angka mortalitas neonatal 4x lebih besar, angka
respiratory distress, neonatal sepsis dan pardarahan intraventrikuler 3x lebih besar
Dilakukan tes valsava, tes nitrazin dan tes fern Normal pH cairan vagina 4,5-5,5 dan normal pH
cairan amnion 7,0-7,5
Dilakukan uji kertas lakmus/nitrazine test
Jadi biru (basa)
: air ketuban
Jadi merah (asam)
: air kencing
Kriteria Diagnosis
a. Umur kehamilan >20 minggu
b. Keluar cairan ketuban dari vagina
c. Pemeriksaan speculum : terlihat cairan keluar dari ostium uteri eksternum
d. Kertas Nitrazin merah akan jadi biru
e. Mikroskopis : terlihat lanugo dan verniks kaseosa
f. Tes Pakis, dengan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering.
Pemeriksaan mikroskopik menunjukan kristal cairan amnion dan gambaran daun pakis.
Diagnosis KPSW didasarkan atas :
a. Riwayat pengeluaran cairan dalam jumlah besar secara mendadak atau sedikit demi sedikit
pervaginam.
b. Untuk menegakkan diagnosis dapat di ambil pemeriksaan :
Inspekulo untuk mengambil cairan pada forniks posterior :
Pemeriksaan Lakmus yang akan berubah menjadi biru sifat basa
Fren tes cairan amnion
c. Pemeriksaan USG untuk mencari :
a. Afi (amniotic fluid index)
b. Aktivitas janin
c. Pengukuran BB janin
d.
e.
d.
a.
b.
DJJ
Kelainan congenital atau deformitas
Membuktikan kebenaran ketuban pecah dengan jalan :
Aspirasi air ketuban untuk dilakukan :
Kultur cairan amnion
Pemeriksaan interleukin
Alfa fetoprotein
Penyuntikan indigo karmin ke dalam amnion serta melihat dikeluarkannya pervaginal.
(Manuaba, Ida Bagus Gde, 2007)
Gatal
>> keputihan Nyeri perut
Disuria
7. Komplikasi / Prognosis
1. Infeksi intrapartum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterine. Pada ketuban pevah
6 jam, resiko infeksi meningkat 1 kali. Ketuban pecah 24 jam, resiko infeksi meningkat sampai 2
kali lipat
2. Persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm
3. Prolapsus tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi
pada presentasi bokong atau letak lintang). Oligohidramnion, bahkan sering partus kering karena
air ketuban habis.
Adapun pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin adalah :
Prognosis ibu
Infeksi intrapartal/dalam persalinan Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah maka bisa
menyebabkan sepsis yang selanjutnya dapat mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas dan
mortalitas
Infeksi puerperalis/ masa nifas
Dry labour/Partus lama
Perdarahan post partum
Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC)
Morbiditas dan mortalitas maternal
Prognosis janin
Prematuritas
Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah respiratory
distress sindrome, hypothermia, neonatal feeding problem, retinopathy of premturity,
intraventricular hemorrhage, necrotizing enterocolitis, brain disorder (and risk of cerebral palsy),
hyperbilirubinemia, anemia, sepsis.
Prolaps funiculli/ penurunan tali pusat
Hipoksia dan Asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi)Mengakibatkan kompresi tali
pusat, prolaps uteri, dry labour/pertus lama, apgar score rendah, ensefalopaty, cerebral palsy,
perdarahan intrakranial, renal failure, respiratory distress.
Sindrom deformitas janin Terjadi akibat oligohidramnion. Diantaranya terjadi hipoplasia paru,
deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat (PJT)
Morbiditas dan mortalitas perinatal.
8.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Leukosid darah > 15000 / ul bila terjadi infeksi
a. test lakmus merah berubah menjadi biru
b. amnio sentetis
c. USG ( menentukan usia kehamilan , indeks cairan amnion berkurang )
( Arief Monsjoer, dkk, 2001 : 313 )
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
a.
b.
c.
d.
9. Penatalaksanaan
1. Keperawatan
Rawat rumah sakit dengan tirah baring.
Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
Umur kehamilan kurang 37 minggu.
Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari.
Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan kortikosteroid untuk
mematangkan fungsi paru janin.
Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda persalinan.
Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat janin.
Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi uterus maka lakukan
mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air berlangsung terus, lakukan terminasi kehamilan.
2. Medis
Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila ditemukan tanda-tanda
inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan terminasi kehamilan.
Induksi atau akselerasi persalinan.
Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan mengalami kegagalan.
Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat ditemukan.
LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA
1.Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005)
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk melahirkan
janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998)
2.Indikasi SC
1.
Indikasi Ibu :
Panggul sempit
Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
Stenosis serviks uteri atau vagina
Plassenta praevia
Disproporsi janin panggul
Rupture uteri membakat
Partus tak maju
Incordinate uterine action
2.
Indikasi Janin
a)
Kelainan Letak :
Letak lintang
Letak sungsang ( janin besar,kepala defleksi)
Latak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang
Presentasi ganda
Kelainan letak pada gemelli anak pertama
b)
Gawat Janin
3.
Indikasi Kontra(relative)
a.
Infeksi intrauterine
b.
Janin Mati
c.
Syok/anemia berat yang belum diatasi
d.
Kelainan kongenital berat
3.Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan
dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan
pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat
mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk
kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah
mati.
4.Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)
a.
c.
Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial yang baik.
Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan dengan luka SC
profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan,
sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC
jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya
adalah memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor
sebelum menutup luka rahim.
Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke rongga perineum
Perdarahan kurang
Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil
Kekurangan :
Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri uteri putus
yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
a.
Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi
terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor
- faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah
ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian
antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih
berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
a.
Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina ikut
terbuka atau karena atonia uteri
c.
Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus,
sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak
ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
6. Prognosis
Dengan kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotika dan persediaan darah yang
cukup, pelaksanaan sectio ceesarea sekarang jauh lebih aman dari pada dahulu.
Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga yang kompeten <
2/1000. Faktor - faktor yang mempengaruhi morbiditas pembedahan adalah kelainan atau
gangguan yang menjadi indikasi pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung.
Anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung dari keadaan yang
menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut statistik, di negara - negara dengan
pengawasan antenatal dan intranatal yang baik, angka kematian perinatal sekitar 4 - 7% .
(Mochtar, 1998)
7.Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi
tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis,
panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak
maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan
perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien
mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya
kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post
operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan
juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya
inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri
akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka
post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
8.Pemeriksaan Penunjang
Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan
mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
Urinalisis / kultur urine
Pemeriksaan elektrolit
9.Penatalaksanaan Medis Post SC
a.
Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena harus
cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi
pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL
secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan
transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian
minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c.
Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar
Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas
dalam lalu menghembuskannya.
Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari,
belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48
jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e.
Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a.
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti
neurobian I vit. C
f.
Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka
dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan
pernafasan. (Manuaba, 1999)
DAFTAR PUSTAKA
Abdul bari, Saifuddin. 2002. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.YBPSP. Jakarta
Aria wibawa dept obstetri dan ginekologi FKUI-RSUPN CM
Cunningham, F.G., Et all. 2005. William Obstetrics, 22nd edition. Chapter 21 Disorders of
Aminic Fluid Volume. Pages 525-533. USA: McGRAW-HILL
Chandranita Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta. EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. . Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal
. Jakarta: YBP-SP
2.ANALISA DATA
No
1.
Symptom
DS:
Pasien mengatakan nyeri beka
s operasi.
Pasien mengatakan nyeri jika
bergerak.
Etiologi
Luka bekas operasi
Problem
Gangguan Rasa
nyaman nyeri
Gangguan mobilitas
fisik
DO:
P : post SC
Q : Berat
R : Insisi Abdomen
S:6
T : 3 jam post op
Keadaan umum lemah
Pasien tampak meringis
menahan sakit
TTV: TD : 110/70 mmHg
RR : 20 x/menit
N : 78 x/menit
S : 36,7 oC
2.
DS :
Pasien mengatakan tidak bisa
melakukan aktifitas sendiri
Pasien mengatakan nyeri jika
bergerak.
Pasien mengatakan sulit
bergerak
DO :
Keadaan umum lemah.
Aktifitas tampak di bantu
3.
DS:
pasien mengatakan tidak
mandi sudah 2 hari,klien
mengatakan sulit menjaga
personal hygiene karena
tubuhnya lemah
Kurang perawatan
diri
DO :
Pasien belum keramas
Rambut pasien tampak
berminyak ,klien belum mandi
3.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan Rasa nyaman nyeri b/d Luka bekas operasi pada abdomen
2. Gangguan mobilitas fisik b/d nyeri pada abdomen post op SC
3. Kurangnya perawatan diri b/d penurunan kekuatan tubuh
4.INTERVENSI KEPERAWATAN
NO Diagnosa
1
Gangguan
rasa
nyaman
nyeri b.d
luka bekas
operasi
pada
abdomen
Tujuan
Dalam 3 x 24 jam
Nyeri berkurang
dan terkontrol
dengan Kriteria :
Skala nyeri 3
Klien tampak
tenang dan rileks
Intervensi
Kaji tingkat,skala,dan
intensitas nyeri.
Atur posisi yang nyaman
dan menyengkan.
Ciptakan lingkungan yang
nyaman dan tenang.
Ajarkan tekhnik relaksasi
dalam pemberian
Analgetik.
Rasional
Nyeri tidak selalu ada tetapi
bila ada harus dibandingkan
dengan gejala nyeri pasien
sebelumnya.
Mungkin akan mengurangi
rasa sakit dan meningkatkan
sirkulasi.
Dapat Membantu pasien
dalam memenuhi kebutuhan
istirahat yang adekuat.
Mengurangi rasa nyeri yang
dialami oleh pasien.
Supaya perawat bisa
mengetahui seberapakah
nyeri yang dialami oleh
pasien.
Kenyamanan dan kerjasama
pasien dalam pengobatan
prosedur dipermudah oleh
pemberian analgetik.
Gangguan
mobilitas
fisik b/d
nyeri pada
abdomen
post op SC
Dalam 3 x 24 jam
gangguan
mobilitas fisik
teratasi dengan
kriteria hasil :
Pasien sudah bisa
melakukan
aktifitas sendiri ,
pasien
mengatakan
sudah
bisa bergerak.
secara bertahap
Pertahankan posisi tubuh
yang tepat
Berikan dukungan dan
bantuan keluarga / orang
terdekat pada latihan gerak
pasien.
Dorongan partisipasi
pasien dalam semua
aktivitas sesuai
kemampuan individual
Diharapkan dapat
mempermudah
pemberian tindakan
pengobatan selanjutnya
Diharapkan dapat
meningkatkan
kenyamanan dan ambulasi.
Dapatkan
meningkatkan posisi
fungsional pada tubuh pasien
Memampukan
keluarga/orang
terdekat untuk aktifitas
dalam perawatan pasien
perasaan senang
dan nyaman pada pasien
Kurangnya
perawatan
diri b/d
penurunan
kekuatan
tubuh
Setelah dilakukan
ASKEP selama 3
x 24 jam kurang
perawatan diri
teratasi dengan
kriteria hasil :
pasien bisa
menjaga personal
hygiene
nya,kekuatan
tubuh pasien bisa
kembali normal
aliran lochea
Ajarkan pasien latihan
bertahap
Untuk mengetahui
kemampuan klien dalam
personal hygiene
Mengajarkan klien untuk
memenuhi secara mandiri
Keluarga adalah orang yang
paling penting tepat untuk
masalah ini dan membuat
klien lebih di perhatikan
Aliran lochea seharunya
tidak banyak
Dapat meningkatkan
kemampuan klien
5.IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No dx
Tgl
Jam
7-11-2013 14.10
14.15
Implementasi
- Mengkaji tingkat dan intensitas
dari nyeri :
P : post SC
Pasien mengatakan nyeri ketika
bergerak
Q : terasa diiris
R : nyeri di area luka operasinya
tidak menyebar kebagian lain
S:6
T : nyeri muncul 30 menit sekali
- Mengajarkan tekhnik relaksasi :
mengurangi rasa nyeri dengan
mengajarkan tarik nafas dalam
dari hidung keluarkan dari mulut
- Berkolaborasi pemberikan obat
analgetik: drip tramadol 1 amp
per infuse
Respon Klien
Klien dapat diajak
bekerjasama dan
menjawab apa yang
ditanyakan secara
kooperatif
Klien mau
mendengarkan apa yang
diajarkan, dan
melakukannya
14.25
7-11-2013 14.30
14.35
14.45
7-11-2013 15.00
yang nyaman
Klien melakukan tetapi
hanya miring sebagian
karena masih merasa
sakit dibawa posisi
miring sepenuhnya dan
dia akan mencoba
hingga untuk latihan
duduk
Klien mengatakan
belum mampu
melakukan perawatan
diri sendiri
15.05
Memotivasi
klien
melakukan aktivitas
bertahap
untuk
secara Klien tampak mencoba
melakukan perawatan
diri secara bertahap
15.10
6.EVALUASI KEPERAWATAN
No
Tanggal
/Jam
Diagnosa
Evaluasi
Nama dan
paraf perawat
7-11-2013
14.30 wib
S:
pasien mengatakan masih
merasakan nyeri
P : luka post SC
Pasien mengatakan nyeri
ketika bergerak
Q : terasa diiris
R : nyeri di area luka
operasinya tidak menyebar
kebagian lain
S:6
T : nyeri muncul 30 menit
sekali
Keadaan umum lemah
Pasien tampak meringis
menahan sakit
Terdapat luka post op pada
abdomen
TTV: TD : 110/70 mmHg
RR : 20 x/menit
N : 78 x/menit
S : 36,7 oC
A :
Masalah belum teratasi
P :
Intervensi dilanjutkan
Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
analgetik ( tramadol )
Ajarkan teknik relaksasi
tarik napas dalam
7-11-2013
14.50 wib
S:
Klien mengatakan sudah bisa
duduk
O:
Klien dibantu duduk oleh
keluarga
A:
masalah teratasi sebagian
P:
lanjutkan intervensi
Ajarkan berdiri dari posisi
duduk
Ajarkan berjalan sedikit
demi sedikit sesuai dengan
kekuatan pasien
3
7-11-2013
15.20 wib
Kurangnya perawatan
diri b/d penurunan
kekuatan tubuh
S:
Klien mengatakan dapat
menyisir rambutnya,
membersihkan diri masih
dibantu oleh keluarga dan
makan masih disuapi
O:
Klien tampak menyisir
rambutnya
Keluarga sudah mengganti
pembalut
A:
masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan
motivasi pasien untuk
melakukan aktivitasnya
sesuai kekuatan yang
dimiliki
Anjurkan ke keluarga untuk
membantu pasien seperlunya
No
Tanggal
Diagnosa
Evaluasi
/Jam
1
8-11-2013
6.20 wib
Nama dan
paraf perawat
S:
pasien mengatakan masih
merasakan nyeri
O:
P : post SC
Pasien mengatakan nyeri
ketika bergerak dan duduk
Q : terasa diiris
R : nyeri di area luka
operasinya tidak menyebar
kebagian lain
S:5
T : nyeri muncul +/- ketika
pasien bergerak dan duduk
Terdapat luka post op pada
abdomen
TTV: TD : 120/70 mmHg
RR : 22 x/menit
N : 80 x/menit
S : 36,6 oC
A :
Masalah teratasi sebagian
P :
Intervensi dilanjutkan
Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
analgetik ( tramadol )
Ajarkan teknik relaksasi
tarik napas dalam
8-11-2013
6.50 wib
S:
Klien dan keluarga
mengatakan sudah bisa
berjalan dibantu keluarga
O:
Klien tampak berjalan
dibantu keluarga
A:
masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan
Ajarkan berjalan sedikit
demi sedikit sesuai dengan
kekuatan pasien
8-11-2013
7.00 wib
Kurangnya perawatan
diri b/d penurunan
kekuatan tubuh
S:
Klien mengatakan dapat
menyisir rambutnya,
membersihkan diri masih
dibantu oleh keluarga dan
makan sendiri,
O:
Klien tampak menyisir
rambutnya
Klien tampak membersihkan
diri dibantu keluarga
A:
masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan
motivasi pasien untuk
melakukan aktivitasnya
sesuai kekuatan yang
dimiliki
Anjurkan ke keluarga untuk
membantu pasien seperlunya
No
Tanggal
Diagnosa
Evaluasi
/Jam
1
9-11-2013
6.30 wib
Nama dan
paraf perawat
S:
pasien mengatakan nyeri
sedikit berkurang
O:
P:
Pasien mengatakan masih
nyeri ketika bergerak dan
duduk
Q : terasa diiris
R : nyeri di area luka
operasinya tidak menyebar
kebagian lain
S:4
T : nyeri muncul ketika
duduk/berdiri
Keadaan umum baik
Terdapat luka post op pada
abdomen
TTV: TD : 120/80 mmHg
RR : 22 x/menit
N : 78 x/menit
S : 36, 5oC
A :
Masalah teratasi sebagian
P :
Intervensi dilanjutkan
Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
analgetik ( asam mefenamat)
Ajarkan teknik relaksasi
tarik napas dalam
9-11-2013
06.40 wib
9-11-2013
7.00 wib
Tangg
al
Kurangnya perawatan
diri b/d penurunan
kekuatan tubuh
Diagnosa
S:
Klien mengatakan mulai bisa
berjalan sendiri
O:
Klien tampak berjalan
sendiri
A:
masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan
S:
Klien mengatakan dapat
menyisir rambutnya,
membersihkan diri dan
makan sendiri
O:
Klien tampak mandiri dalam
menjaga personal hygiene
nya,makan sendiri,ganti
pembalut sendiri
A:
masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan
Evaluasi
Nama
dan
/Jam
paraf
peraw
at
Hg
RR :
22 x/menit
N :
78 x/menit
S :
36, 5oC
A :
Masalah
teratasi
sebagian
P :
Intervensi
dilanjutkan
Kolaborasi
dengan
dokter dala
m pemberian
analgetik ( a
sam
menefenamat
)
Ajarkan
teknik relaks
asi tarik
napas dalam
dalam mengambil keputusan untuk tindakan operasi, memang berdasarkan indikasi medis dan
sudah tidak dapat dilakukan upaya lain.
Jenis jenis operasi sectio caesarea
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a. Sectio caesarea transperitonealis
SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri) Dilakukan dengan
membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
Mengeluarkan janin dengan cepat
Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim) Dilakukan
dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical
transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
Penjahitan luka lebih mudah
Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga
peritoneum
Perdarahan tidak begitu banyak
Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri uterine pecah
sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
b. SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak
membuka cavum abdominal
2. Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Sayatan memanjang ( longitudinal )
2. Sayatan melintang ( Transversal )
3. Sayatan huruf T ( T insicion )
B. ETIOLOGI/ PENYEBAB
Pada persalinan normal bayi akan keluar melalui vagina, baik dengan alat maupun dengan
kekuatan ibu sendiri. Dalam keadaan patologi kemungkinan dilakukan operasi sectio caesarea.
kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati
agar tidak berlanjut menjadi eklamsi (Mochtar, 1998).
Pre-eklamsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul
karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi pada trimester III kehamilan, tetapi dapat terjadi
sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada
tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosis pre-eklamsi, kenaikan tekanan sistolik harus 30
mmHg atau lebih diatas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih.
Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik
dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 100 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi
dapat dibuat. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada
kedaan istirahat (Wiknjosastro, 2002).
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh, dan
biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan
muka. Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak
seberapa berarti untuk penentuan diagnosis pre-eklamsi. Kenaikan berat badan setengah kilo
setiap minggu dalam kehamilan masih dapat dianggap normal, tetapi bila kenaikan satu kilo
seminggu beberapa kali,hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya preeklamsia. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 gram/liter
dalam air 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan satu atau dua + atau satu gram per
liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter yang diambil minimal 2 kali
dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat dari pada hipertensi dan
kenaikan berat badan karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius (Wiknjosastro,
2002).
Pada penatalaksanaan pre-eklamsia untuk pencegahan awal ialah pemeriksaan antenatal yag
teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin, lalu diberikan
pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Tujuan utama penanganan
adalah untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsi, hendaknya janin lahir hidup dan
trauma pada janin seminimal mungkin (Mochtar, 1998).
Menurut (Manuaba, 1998) gejala pre-eklamsi berat dapat diketahui dengan pemeriksaan pada
tekanan darah mencapai 160/110 mmHg, oliguria urin kurang 400 cc/24 jam, proteinuria lebih
dari 3 gr/liter. Pada keluhan subjektif pasien mengeluh nyeri epigastrium, gangguan penglihatan
dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan di dapat kadar enzim hati meningkat disertai ikterus,
perdarahan pada retina dan trombosit kurang dari 100.000/mm.
Pada ibu penderita pre-eklamsi berat, timbul konvulsi yang dapat diikuti oleh koma. Mencegah
timbulnya eklamsi jauh lebih penting dari mengobatinya, karena sekali ibu mendapat serangan,
maka prognosa akan jauh lebih buruk. Penatalaksanaan eklamsi bertujuan untuk menghentikan
berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan melakukan sectio
caesarea yang aman agar mengurangi trauma pada janin seminimal mungkin (Mochtar, 1998).
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu
satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37
minggu, sedangkan di bawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2001).
Ada dua macam kemungkinan ketuban pecah dini, yaitu premature rupture of membran dan
preterm rupture of membrane. Keduanya memiliki gejala yang sama yaitu keluarnya cairan dan
tidak ada keluhan sakit. Tanda-tanda khasnya adalah keluarnya cairan mendadak disertai bau
yang khas, namun berbeda dengan bau air seni. Alirannya tidak terlalu deras keluar serta tidak
disertai rasa mules atau sakit perut. Akan terdeteksi jika si ibu baru merasakan perih dan sakit
jika si janin bergerak (Barbara, 2009).
Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang disebutkan memiliki
kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur, merokok, dan perdarahan selama
kehamilan. Beberapa faktor resiko dari KPD yaitu polihidramnion, riwayat KPD sebelumnya,
kelainan atau kerusakan selaput ketuban, kehamilan kembar, trauma dan infeksi pada kehamilan
seperti bakterial vaginosis (Mochtar, 1998).
Diagnosis ketuban pecah dini didasarkan pada riwayat pengeluaran cairan dalam jumlah besar
secara mendadak atau sedikit demi sedikit pervaginam. Untuk dapat menegakkan diagnosis dapat
diambil pemeriksaan inspekulo untuk pengambilan cairan pada forniks posterior, pemeriksaan
lakmus yang akan berubah menjadi biru sifat basa, fern tes cairan amnion, pemeriksaan USG
untuk mencari Amniotic Fluid Index (AFI), aktifitas janin, pengukur berat badan janin, detak
jantung janin, kelainan kongenital atau deformitas. Selain itu untuk membuktikan kebenaran
ketuban pecah dengan jalan aspirasi air ketuban untuk dilakukan kultur cairan amnion,
pemeriksaan interleukin, alfa fetoprotein, bisa juga dengan cara penyuntikan indigo karmin ke
dalam amnion serta melihat dikeluarkannya pervaginam (Manuaba, 2007).
Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus segera dilahirkan.
Pecahnya kantung ketuban pada kehamilan seringkali tidak disadari penyebabnya. Namun,
biasanya hal ini terjadi sesudah trauma. Misalnya, setelah terjatuh, perut terbentur sesuatu, atau
sesudah senggama. Dengan adanya hal ini dokter akan mempercepat persalinan karena khawatir
akan terjadi infeksi pada ibu dan janinnya (Kasdu, 2003).
4. Janin Besar (Makrosomia)
Makrosomia atau janin besar adalah taksiran berat janin diatas 4.000 gram. Di negara
berkembang, 5 % bayi memiliki berat badan lebih dari 4.000 gram pada saat lahir dan 0,5 %
memiliki berat badan lebih dari 4.500 gram. Ada beberapa faktor ibu yang menyebabkan bayi
besar, yaitu ibu dengan diabetes, kehamilan post-term, obesitas pada ibu, dan lain-lain. Untuk
mencegah trauma lahir, maka bedah sesar elektif harus ditawarkan pada wanita penderita
diabetes dengan taksiran berat janin lebih dari 4500 gram dan pada wanita nondiabetes dengan
taksiran berat janin lebih dari 5000 gram (Glance, 2006).
Namun, bisa saja janin dengan ukuran kurang dari 4.000 gram dilahirkan dengan operasi.
Dengan berat janin yang diperkirakan sama, tetapi terjadi pada ibu yang berbeda maka tindakan
persalinan yang dilakukan juga berbeda. Misalnya untuk panggul ibu yang terlalu sempit, berat
badan janin 3 kg sudah dianggap besar karena bayi tidak dapat lewat jalan lahir. Demikian pula
pada posisi sungsang dengan berat janin lebih dari 3,6 kg sudah bisa dianggap besar sehingga
perlu dilakukan kelahiran dengan operasi. Keadaan ini yang disebut bayi besar relatif (Kasdu,
2003).
Kelahiran pervaginam untuk bayi makrosomia harus dilakukan dengan sangat terkontrol yaitu
dengan akses segera kepada staf anastesi dan tim resusitasi neonatus. Sangat penting untuk
menghindari persalinan pervaginam dengan alat bantu dalam keadaan ini (Glance, 2006).
5. Kelainan Letak Janin
Kelainan-kelainan janin menurut Mochtar (1998) antara lain :
a. Kelainan pada letak kepala
1). Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling
rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
2). Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka.
Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3). Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan.
Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
b. Letak sungsang
Janin yang letaknya memanjang (membujur) dalam rahim, kepala berada di fundus dan bokong
di bawah (Mochtar, 1998). Menurut (Sarwono, 1992) letak sungsang merupakan keadaan dimana
janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah
kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong
kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki.
6. Bayi kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki
resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar
pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.
7. Faktor hambatan jalan lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit
bernafas (Dini Kasdu, 2003).
C. PATOFISIOLIGI
Anatomi fungsional yang dibahas pada kasus post operasi sectio caesarea terdiri dari anatomi
dinding perut dan otot dasar panggul.
a. Anatomi dinding perut
Dinding perut dibentuk oleh otot-otot perut dimana disebelah atas dibatasi oleh angulus
infrasternalis dan di sebelah bawah dibatasi oleh krista iliaka, sulkus pubikus dan sulkus
inguinalis.
Otot-otot dinding perut tersebut terdiri dari otot-otot dinding perut bagian depan, bagian lateral
dan bagian belakang.
1) Otot rectus abdominis
Terletak pada permukaan abdomen menutupi linea alba, bagian depan tertutup vagina dan bagian
belakang terletak di atas kartilago kostalis 6-8. origo pada permukaan anterior kartilago kostalis
5-7, prosesus xyphoideus dan ligamen xyphoideum. Serabut menuju tuberkulum pubikum dan
simpisis ossis pubis. Insertio pada ramus inferior ossis pubis. Fungsi dari otot ini untuk flexi
trunk, mengangkat pelvis.
2) Otot piramidalis
Terletak di bagian tengah di atas simpisis ossis pubis, di depan otot rectus abdominis. Origo pada
bagian anterior ramus superior ossis pubis dan simpisis ossis pubis. Insertio terletak pada linea
alba. Fungsinya untuk meregangkan linea alba.
1996).
d. Fisiologi nifas
Perubahan yang terjadi selama masa nifas post sectio caesarea antara lain: (1) Uterus, setelah
plasenta dilahirkan, uterus merupakan alat yang keras karena kontraksi dan reaksi otot-ototnya.
Fundus uteri 3 jari di bawah pusat. Ukuran uterus mulai dua hari berikutnya, akan mengecil
hingga hari kesepuluh tidak teraba dari luar. Invulsi uterus terjadi karena masing-masing sel
menjadi kecil, yang disebabkan oleh proses antitoksis dimana zat protein dinding pecah,
diabsorbsi dan dibuang melalui air seni. Sedangkan pada endomentrium menjadi luka dengan
permukaan kasar, tidak rata kira-kira sebesar telapak tangan. Luka ini akan mengecil hingga
sembuh dengan pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka, mulai dari pinggir
dan dasar luka, (2) pembuluh darah uterus yang saat hamil dan membesar akan mengecil kembali
karena tidak dipergunakan lagi, (3) dinding perut melonggar dan elastisitasnya berkurang akibat
peregangan dalam waktu lama (Rustam M, 1998).
http//:www.SC/sectio-caesarea.html
http// : www.SC/LP-Sectio-Caesarea.htm
SECTIO CAESARIA (SC)
A. DEFINISI
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi
pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat
janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram
melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006)
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)
B. JENIS JENIS
1. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus. insisi pada
bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang. Keunggulan pembedahan ini
adalah:
a.
Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak besar karena
pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri
sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm
di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar
memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi
kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan
secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan
ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a.
yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak
sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
D. PATOFISIOLOGI
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan
sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi
kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu.
Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC
ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan.
Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan
mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi
kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril.
Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan
umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi
janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu
terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh
terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot
nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga
tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun.
Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun.
Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain
itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.
(Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)
Pathway SC
E.
TEKHNIK PENATALAKSANAAN
1.
a.
Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus uteri diatas
segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai sepanjang kurang lebih 12 cm saat
menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
b. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan meluncurkan kepala
janin keluar melalui irisan tersebut.
c.
Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong diantara kedua klem
tersebut.
d.
e.
Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan benang
chromic catgut no.1 dan 2
Lapisan II
lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert) dengan benang yang
sama.
Lapisan III
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara jelujur menggunakan benang
plain catgut no.1 dan 2
f.
Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban
Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang, kemudian secar
tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
b. Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih 1 cm dibawah
irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan gunting sampai kurang lebih
sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
c.
Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan cara
meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia digeser kekranial agar
terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.
b.
Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar transperitoneal profunda
demikian juga cara menutupnya.
Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian juga cara melahirkan
janinnya.
b. Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan klem secukupnya.
c.
d. Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada tepi segmen bawah
rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem tersebut.
e.
Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada tunggul serviks
uteri diatasi.
f.
Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera no. 2.
g.
Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic catgut ( no.1 atau 2 )
dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
h. Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks uteri.
i.
j.
SC (Sectio Caesaria)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna
untuk memperlihatkan daerah daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan
pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan
metabolik atau alirann darah dalam otak.
5. Uji laboratorium
a.
Fungsi lumbal
Panel elektrolit
AGD
f.
G. KOMPLIKASI
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi menjadi:
a.
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
c.
3.
Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang arteri
uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
4. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru yang sangat
jarang terjadi.
5.
Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptur uteri.
4.
Fungsi gastrointestinal
4.
5.
Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam
Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai minimum 7 hari atau
urin jernih.
Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral per hari sampai
kateter dilepas
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi
involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih
lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
5.
6.
Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak jangan
mengganti pembalut
Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk mengencangkan
Ganti pembalut dengan cara steril
Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan pada hari kelima
pasca SC
7. Jika masih terdapat perdarahan
Lakukan masase uterus
Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60 tetes/menit,
ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam
selama 48 jam :
Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
Supositoria
Oral
Injeksi
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi distress janin,
kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan
plasenta previa.
a.
b. Keluhan utama
c.
Riwayat kesehatan
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama masa nifas
yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra
sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang
bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain.
7) Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut akibat
involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat
bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang persalinan
dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang
tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
e.
Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya cloasma
gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses menerang
yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan
selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera
kunuing
4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan yang
keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan pernapasan
cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan papila
mamae
7) Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari
dibawa pusat.
8) Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran mekomium
yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karenan
preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat, pernafasan
meningkat, suhu tubuh turun.
2. Diagnosa Keperawatan Dengan SC
Diagnosa yang mungkin muncul:
1. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang cara menyusui
yang bernar.
informasi
pengetahuan
ibu menunjukkan
tentang
cara breast
menyusui
benar
Berikan
feeding
respon
adekuat
Fisiologi
menyusui
klien mengungkapkan
puas dengan kebutuhan
Keuntungan
menyusui
untuk menyusui
klien
mampu
Perawatan
mendemonstrasikan
payudara
perawatan payudara
Kebutuhan
diit khusus
Faktor-faktor
yang
menghambat
proses
menyusui
Demonstrasikan
breast
care
dan
pantau
kemampuan
klien
untuk
melakukan
secara
teratur
Ajarkan
cara
mengeluarkan
ASI
cara
transportasi sehingga
bisa
diterima
oleh
bayi
Berikan dukungan dan
semangat pada ibu
untuk melaksanakan
pemberian
Asi
eksklusif
Berikan penjelasan
tentang
tanda
gejala
dan
bendungan
payudara,
infeksi
payudara
Anjurkan
untuk
keluarga
memfasilitasi
Diskusikan tentang
sumber-sumber yang
dapat
memberikan
informasi/memberika
2.
Setelah
n pelayanan KIA
dilakukan Pain Management
injuri
fisik
keperawatan
Lakukan pengkajian
(luka asuhan
insisi operasi)
selama
3x24
diharapkan
jam nyeri
secara
nteri komprehensif
berkurang
dengan termasuk
indicator:
lokasi,
karakteristik, durasi,
Pain Level,
frekuensi,
Pain control,
Comfort level
kualitas
Observasi
reaksi
penyebab
mampu
tehnik
dari
nyeri, ketidaknyamanan
menggunakan
Gunakan
teknik
mengetahui
pengalaman
mencari bantuan)
nyeri
dengan
berkurang
Kaji
kultur
yang
nyeri
Evaluasi pengalaman
Mampu mengenali nyeri
intensitas, nyeri masa lampau
(skala,
Evaluasi
vital
dan
tim
bersama
dalam ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
rentang normal
lampau
untuk
mencari
dan
menemukan
dukungan
Kontrol lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan
Kurangi
faktor
presipitasi nyeri
nyeri
(farmakologi,
non
untuk
menentukan
intervensi
Ajarkan
tentang
teknik
non
farmakologi
Berikan
untuk
analgetik
mengurangi
nyeri
Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan
dokter
jika
ada
tentang
manajemen nyeri
Analgesic
Administration
Tentukan
lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan
derajat
sebelum
nyeri
pemberian
obat
Cek instruksi dokter
tentang
jenis
obat,
atau
kombinasi
dari
analgesik
ketika
Tentukan
pilihan
analgesik tergantung
tipe
dan
beratnya
nyeri
Tentukan analgesik
pilihan,
rute
nyeri
secara teratur
Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
Berikan
analgesik
perawatan
operasi
kurangnya
informasi
diharapkan
dan jam
post pengetahuan
pasien
tentang
Kowlwdge
process
proses
disease penyakit
yang
spesifik
Kowledge
Behavior
Pasien
tingkat
dengan pengetahuan
sumber indicator:
penilaian
klien tentang
b/d meningkat
Berikan
dan
penyakit
keluarga bagaimana
hal
dan
ini
yang
tepat.
pengobatan
cara
dan
melaksanakan gejala
yang
biasa
Pasien
mampu
kembali
dijelaskan
pada
dan
menjelaskan
apa
Gambarkan
proses
kesehatan lainnya.
Identifikasi
kemungkinan
penyebab,
dengna
Sediakan
keluarga
bagi
atau
SO
informasi
tentang
kemajuan
pasien
dengan
cara
yang
tepat
Diskusikan perubahan
gaya
hidup
yang
mungkin
diperlukan
untuk
mencegah
komplikasi di masa
yang akan datang dan
atau
pengontrolan
proses
penyakit
Diskusikan
terapi
pilihan
atau
penanganan
Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang
tepat
atau
diindikasikan
Eksplorasi
kemungkinan sumber
atau
dengan
dukungan,
cara
yang
tepat
Rujuk pasien pada
grup atau agensi di
komunitas
dengan
lokal,
cara
yang
tepat
Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala
melaporkan
pemberi
kesehatan,
4.
Defisit
untuk
pada
perawatan
dengan
ADLs
meningkat
klien
Monitor kemempuan
dengan klien untuk perawatan
indicator:
Monitor kebutuhan
klien untuk alat-alat
untuk
kebersihan
badan
diri,
berhias,
Sediakan
bantuan
dengan bantuan
utuh
untuk
melakukan self-care.
Dorong klien untuk
melakukan
aktivitas
sehari-hari
yang
normal
sesuai
kemampuan
yang
dimiliki.
Dorong
untuk
melakukan
secara
mandiri,
tapi
beri
mampu
melakukannya.
Ajarkan
keluarga
klien/
untuk
mendorong
kemandirian,
untuk
memberikan bantuan
hanya
jika
pasien
melakukannya.
Berikan aktivitas rutin
sehari-
hari
sesuai
kemampuan.
Pertimbangkan usia
klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas
5.
sehari-hari.
dilakuakan Infection
invasif, asuhan
Control
jam
Bersihkan lingkungan
3x24
dengan lain
indicator:
Immune Status
Pertahankan
teknik
isolasi
Knowledge : Infection
Batasi pengunjung bila
control
perlu
Risk control
Instruksikan
untuk
pada
dan
berkunjung
serta
penularan
penatalaksanaannya,
Gunakan
sabun
antimikrobia
untuk
Pertahankan
lingkungan
selama
aseptik
pemasangan
alat
Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing
sesuai
dengan
petunjuk
umum
Gunakan
kateter
intermiten
untuk
menurunkan
infeksi
kandung kencing
Tingktkan
intake
nutrisi
Berikan
terapi
infeksi
Monitor
hitung
granulosit, WBC
Monitor kerentanan
terhadap infeksi
Batasi pengunjung
Saring
pengunjung
terhadap
penyakit
menular
Partahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
Pertahankan teknik
isolasi k/p
Berikan
kuliat
perawatan
pada
area
epidema
Inspeksi kulit dan
membran
mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
Dorong
masukkan
Dorong
masukan
cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien
untuk
minum
Ajarkan
cara
menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan
infeksi
Laporkan
kultur
positif
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan masalah
kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, Jakarta
: EGC
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta :
penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup kedunia
luar dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain. ( Rustam Muchtar, 1998 )
Dalam persalinan dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka sampai terjadi
pembukaan 10 cm. kala I dinamakan pula dengan kala pembukaan. Kala II disebut pula kala
pengeluaran, oleh karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan janin di dorong ke luar
sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri plasenta terlepas dari dinding uterur dan dilahirkan.
Kala IV mulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 1 jam. Dalam kala itu di amati apakah
tidak terjadi perdarahan post partum. ( Sarwono Prawirohardjo, 2005 )
Pada kala I, mekanisme membukanya serviks berbeda antara pada primigravida dan
multigravida. Pada yang pertama, ostium uteri internum akan membuka lebi dahulu, sehingga
serviks akan mendatar dan menipis. Daru kemudian ostium uteri eksternum membuka. Pada
multigravida ostium uteri internum sudah sedikit membuka. Ostium uteri internum dan
eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama. Ketuban
akan pecah dengan sendiri ketika pembukaan hamper atau telah lengkakp. Tidak jarang
ketuban harus di pecahkan ketika pembukaan hamper lengkap atau telah lengkap. Bila
ketuban tela pecah sebelum mencapai pembukaan 5 cm, disebut dengan ketuban pecah dini. (
Sarwono Prawirohardjo, 2005 )
2. TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
- Untuk memenuhi tugas yang di berikan di OK IGD
- Sebagai bahan pelajaran bagi mahasiswa agar lebih memahami tentang Seksio
Sesarea yang berkaitan dengan kasus Ketuban Pecah Dini
- Sebagai bahan pemahaman bagi pembaca agar dapat lebih mengetahui tentang
Seksio Sesarea yang berhubungan dengan Ketuban Pecah Dini
BAB II
TINJAUAN TEORI
Adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan primi kurang dari 3 cm dan
pada multipara kurang dari 5 cm. ( Sarwono Prawirohardjo, 2005 )
Prinsip dasar
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung
Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetric berkaitan dengan
penyulit kelahiran premature dan terjadinya infeksi khoriokarsinoma sampai sepsis, yang
meningkatkaan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau
meningkatnya tekanan intrauterine atau oleh kedua faktjor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan
serviks.
Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi
pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan. ( Sarwono
Prawirohardjo, 2002 )
Etiologi
Penyebab dari PROM tidak / belum jelas, maka preventif tidak dapat dilakukan, kecuali usaha
menekan infeksi.
Patogenesis
TAYLOR menyelidiki bahwa ada hubungan dengan hal-hal berikut :
Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Penyakitpenyakit seperti pielonefritis, sistitis, sevisitis dan vaginitis terdapat bersama-sama
dengan hipermotilitas rahim ini.
Selaput ketuban terlalu tipis ( kelainan ketuban )
o Tentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi : bila suhu ibu > 38 C, air ketuban
yang keruh dan berbau. Pemeriksaan air ketuban dengan tes LEA
( Lekosit Esterase ) Lekosit darah > 15.000 / mm 3. janin yang mengalami takhikardi,
mungkin infeksi intrauterine.
o Tentukan tanda-tanda in partu, tentukan adanya kontraksi yang teratur. Periksa dalam
dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif ( terminasi kehamilan ) antara lain untuk
menilai untuk menilai skor pelvic.
Pengaruh PROM
a. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah
terkena infeksi, karena infeksi intrauterine terlebih dahulu terjadi ( amniotomi,
vaskulitis ) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi, akan meninggikan mortallitas dan
morbiditas perinatal.
b. Terhadap ibu
Karena jalan lahir telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila terlalu
sering periksa dalam. Selain itu juga daapt dijumpai infeksi puerpuralis ( nifas ),
peritonitis dan septicemia, serta dry-labor.
Ibu akan merasa lelah karena berbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama, maka
suhu badan naik, nadi cepat dan nampaklah gejala-gejal infeksi.
Prognosis
Ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul serta
umur dari kehamilan.
Pimpinan persalinan
Ada beberapa macam pendapat mengenai penatalaksanaan dan pimpinan persalinan dalam
menghadapi PROM :
a) Bila anak belum viable ( kurang dari 36 minggu ), penderita dianjurkan untuk
beristirahat di tempat tidur dan berikan obat-obat antibiotic profilaksis, spasmolitika
dan roboransia dengan tujuan untuk mengundur waktu sampai anak viable.
b) Bila anak sudah viable ( lebih dari 36 minggu ) lakukan induksi partus 6-12 jam
setelah lag phase dan berikan antibiotika profilaksis. Pada kasus-kasus tertentu
dimanaa induksi partus dengan PGE2 dan atau drips sintosinon gagal, maka lakukan
tindakan operatif.
Jadi pada PROM penyelesaian persalinan bisa :
Partus spontan
Ekstraksi vakum
Ekstraksi forsep
Embriotomi bila anak sudah meninggal
Seksiosesarea bila ada indikasi obstetric
Komplikasi
o
Pada anak
IUFD dan IPFD, asfiksia dan prematuritas
Pada ibu
Partus lama dan infeksi, atonia uteri, perdarahan postpartum atau infeksi nifas.
Penanganan
a. Konservatif
Rawat di RS
Berikan antibiotika ( ampisilin 4 x 500 mg atau eritomisin bila tak tahan ampisilin ) dan
metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
Jika umur kehamilan <>
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum in partu, tidak ada infeksi, tes busa negative :
beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejateraan janin. Terminasi
pada kehamilan 37 minggu.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi , berikam tokolitik
( salbutamol ), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
Jika usia kehamilan 32-37, ada infeksi, beri antibiotic dan lakukan induksi.
Nilai tanda-tanda infeksi ( suhu, lekosit, tanda-tanda infeksi interauterin ).
Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu kematangan paru
janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingiomielin tiap minggu.
Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametaon IM 5 mg
setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
,b. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, induksi dengan oksitosin, bila gagal
seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 g intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali.
Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotic dosis tinggi dan persalinan diakhiri :
Suatu operasi dimana setela dilahirkan dengan seksio sesarea, langsung dilakukan
histerektomi oleh karena sesuatu indikasi.
Operasi Porro ( Porro operation )
Suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri 9 tentunya janin sudah mati ) dan
langsung dilakukan histerektomi, misalnnya pada keadaan infeksi rahim yang berat.
Seksio sesarea postmortem ( postmortem caesarean section ) adalah seksio sesarea
segera pada ibu hamil cukukp bulan yang meninggal tiba-tiba sedangkan janin masih
hidup.
Indikasi
a. Ibu
Disfungsi uterus
Plasenta previa
b. Janin
Janin besar
Gawat janin
Malpresentasi janin
a) Letak lintang
Greenhill dan Eastman sama-sama sepemdapat :
o Bila ada kesempitan panggul, maka seksio sesarea adalah cara yang
terbaik dalam segala letak lintang dengan janin hidup dan besar
biasa.
o Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan
seksio sesarea, walau tidak ada perkiraan panggul sempit.
o Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan
cara-cara lain.
b) Letak bokong
Seksio sesarea dianjurkan pada letak bokong bila ada :
o Panggul sempit
o Primigravida
o Janin besar dan berharga
c) Presentasi dahi dan muka ( letak defleksi ) bila reposisi dan cara-cara lain
tidak berhasil.
d) Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil
e) Gemeli, menurut EASTMAN seksio sesarea dianjurkan :
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10
cm.
Kelebihan
o Mengeluarkan janin lebih cepat
o Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
o Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
o Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang
baik
o Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
Seksio sesarea Ismika (Profunda )
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada segmen bawah rahim ( low
cervical transversal ) kira-kira 10 cm.
Kelebihan
o Penjahitan luka lebih mudah
o Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
o Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk Manahan penyebaran isi uterus ke
rongga peritoneum
o Perdarahan kurang
Infeksi puerpuralis
o
Sedang, dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan
perut sedikit kembung.
Berat, dengan peritonitis,sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita
jumpai pada partus terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi
intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
Perdarahan
Disebabkan karena :
o Banyak pembuluh daah terputus dan terbuka
o Atonia uteri
o Perdarahan pada placental bed
Luka kandung kemih, emboliu paru dan keluhan kemih bila reperitonialisasi
terlalu tinggi.
Prognosis
Dulu angka morbiditas dan moortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada madda
sekarang, oleh karena kemajuan yang pesat daam teknik operasi, anastesi, penyediaan
cairan dan darah, indikasi dan antibiotic angka ini sangat menurun.
Angka kematian ibu pada rumah-rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh
tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000.
Nasib janin yang dittolong secara seksio sesarea sangat tergantung dari keadaan janin
sebelum dilakukan operasi.
Nasehat pasca operasi
- Dianjurkan jangan hamil selama kurang 1 tahun, dengan memakai kontrasepsi
- Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan antenatal yang baik
- Dianjurkan untuk bersalin di RS yang besar
- Apakah untuk persalinan berikutnya harus dengan seksio sesarea bergantung dari indikasi
seksio sesarea dan keadaan pada kehamilan berikutnya
- Hampir di seluruh institute di Indonesia tidak di anut dictum once a cesarean always a
cesarean
- Yang dianut adalah once a cesarean not always a cesarean kecuali pada panggul sempit
atau disproporsi sefalo-pelvik.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
o Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan
primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm
o Penyebab dari PROM tidak / belum jelas, maka preventif tidak dapat dilakukan, kecuali
usaha menekan infeksi.
o Adapun pengaruh dari ketuban pecah dini baik pada ibu maupun bayinya yaitu dapat
menimbulkan infeksi.
o Jadi pada PROM penyelesaian persalinan bisa : Partus spontan, Ekstraksi vakum,
Ekstraksi forsep, Embriotomi bila anak sudah meninggal, Seksiosesarea bila ada
indikasi obstetric.
o Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding perut atau vagina ( suatu histerotomia untuk
melahirkan janin dalam rahim ).
o Ada bebearapa indikasi dari seksio sesarea : Disproporsi kepala panggul ( CPD/ FPD ),
Disfungsi uterus, Distosia jaringan lunak, Plasenta previa, Rupture uteri
mangancam, Partus lama ( prolonged labor ), Partus tak maju ( obstructed labor ),
Pre-eklamsi dan hipertensi.
o Jenis-jenis dari operasi seksio sesarea : SC transperitonealis ( SC klasik dan SC
ismika ) dan SC ekstraperitonealis
2. Saran
Bagi pembaca di sarankan untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan seksio
sesarea dengan indikasi ketuban pecah dini. Sehingga dapat di lakukan upaya-upaya yang
bermanfaat untuk meghindari kasus diatas.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer,arif.dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:Media Aesculapius
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri . Jakarta : EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu kebidanan. Jakarta : FKUI
Manuaba, Ida Bagus Gde.1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Straight, Barbara R.2005. keperawatan ibu bayi baru lahir .Jakarta : EGC
Tiran, denise. 2006. Kamus saku bidan. Jakarta : EGC
www.google.com