endothelia injury denga platelet, monosit dan jaringan ikat terutama collagen
menyebabkan terjadi penempelan platelet dan agregasi trombosit. Dengan adanya
kontak antara aliran darah dengan lapisan di bawah endotel akan merangsang
terjadinya proliferasi dan migrasi dari sel otot polos yang dirangsang oleh
pelepasan growth factors. Keadaan ini juga dipermudah karena pada keadaan
disfungsi endotel, produksi prostasiklin sebagai vasodilator dan trombus resisten
menurun. Dewasa ini, teori Response to injury hypothesis paling banyak
diterima.
2. Monoclonal hypotesis; hipotesis ini diusulkan oleh Benditt. Hipotesis ini menduga
bahwa proliferasi sel otot polos pada lesi arterosklerosis berasal dari satu sel
progenitor.
3. Lipogenic hypothesis; menurut hipoatesis ini, timbulnya proses arterosklerosis dan
progrefisitas proses tersebut terjadi karena peningkatan kadar LDL. Teori ini
didasarkan bahwa terjadi penumpukan lemak di dalam sel otot polos yang
mengalami proliferasi, dalam sel makrofag dan jaringan ikat ekstraseluler. Jadi
proses internalisasi kolesterol
EKG menunjukan
depresi dari segmen ST, penderita tidak mengeluh adanya nyeri dada. Pada
pemeriksaan fisik, foto thorax dan lain-lain dalam batas-batas normal. Mekanisme
silent iskemia diduga oleh karena, ambang nyeri yang meningkat, neuropati
35
lengan kiri atas/ bawah bagian medial, ke leher, ke daerah maksila hingga ke
dagu atau
biasanya berlangsung singkat (1-5 menit) dan rasa nyeri hilang bial penderita
istirahat. Selain aktifitas fisik, nyeri dada dapat diprovokasi oleh stress/emosi,
anemia, udara dingin dan tirotoksikosis. Pada saat nyeri, sering disertai
keringat dingin. Rasa nyeri juga cepat hilang dengan pemberian obat golongan
nitrat. Jika ditelusuri, biasanya dijumpai beberapa faktor resiko PJK.
Pemeriksaan EKG sering normal (50-70% penderita). Dapat juga terjadi
depresi segmen ST atau adanya inversi gelombang T. Kelainan segmen ST
sangat nyata pada latihan uji beban. Berikut ini pengobatan pada angina
pektoris stabil :
Menjaga suplai oksigen selalu seimbang dengan kebutuhan oksigen
miokard
Pada subset klinis ini penderita tidak memerlukan rawat inap, tetapi
sangat penting ditekankan bahwa seorang dengan keluhan nyeri dada
berbeda dengan angina stabil. Angina tidak stabil sering disebut sebagai preinfraction sehingga penanganannya perlu monitoring yang ketat. Pada angina
tidak stabil, plaque arterosklerosis mengalami trombosis sebagai akibat plaque
rupture (fissuring), di samping itu di duga juga terjadi spasme namun belum
terjadi oklusi total atau oklusi bersifat intermiten. Pada pemeriksaan EKG,
didapatkan adanya depresi segmen ST, kadar enzim jantung tidak mengalami
peningkatan. Berikut ini penatalaksanaan dan pengobatan pada angina pektoris
tidak stabil :
Perlu dilakukan monitoring EKG 24 jam di ruang intensif (ICCU),
atau
progresif,
perlu
dipertimbangkan
dilakukan
3.
4.
5.
6.
7.
keluhan iskemia.
Infark miokard akut; telah dibahas sebelumnya
Dekompensasi kordis
Aritmia jantung
Suddent death (kematian mendadak)
Syncope
2.c. Prognosis
Tergantung dari manifestasi klinis
2.d. Faktor resiko
Faktor resiko PJK dibedakan menjadi 2 kelompok besar, yaitu :
1. Faktor resiko mayor
Hiperkolesterolemia
Hipertensi
Merokok
Diabetes
Genetik
2. Faktor resiko minor
Laki-laki
Obesitas
Kurang olah raga
Menepause
Lain-lain
2.e. Preventif
2.f. Epidemiologi
PJK/CAD merupakan salah satu penyakit jantung yang sangat penting, karena
penyakit ini diderita oleh jutaan orang dan merupakan penyebab kematian utama di beberapa
38
4. Emboli paru
4.a. Etiologi
Emboli paru ke dalam dua kelompok; (1). Udema paru karena penyakit diluar jantung,
(2). Udema paru dengan penyebab utama berasal dari jantung. Emboli paru kardiogenik,
merupakan penyulit dari kegagalan jantung kongestif. Keduanya dibedakan dengan
mengukur tekanan di artrial kiri atau pulmonary artery wegde pressure. Pada emboli paru
karena gangguan jantung, tekanan di atrial kiri meningkat.
4.b. Patofisiologi
Dinding pembuluh darah paru bersifat semi permeable. Air bergerak menyebrangi
dinding membran, apabila tidak ada keseimbangan kekuatan antara kedua bagian sisi
39
membran. Air yang masuk ke ruangan interstisial mempunyai dua jalan keluar, dengan
melalui saluran limfe atau masuk ke alveol.
Di dalam ruangan interstisial terdapat reseptor juxta kapiler yang peka terhadap
pembengkakan, rangsangan terhadap reseptor tersebut akan menimbulkan takipneu. Apabila
tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik benar-benar terganggu maka air meninggalkan
interstisial menuju ke alveol, surfaktan akan lepas dan alveol akan kolaps. Alveol yang kolaps
semula berbintik-bintik kemudian tergenang air, terjadi udem alveolar yang kemudian terisi
protein dan akhirnya juga darah. Setelah tekanan hidrostatik kapiler paru meningkat, maka
hubungan interendotel teregang dan protein mengalir ke intertisial. Apabila ini meningkat
terus maka udema akan menetap.
Jenis udema paru :
1. Udema paru karena jantung; peningkatan vena paru, memberikan
gangguan
vaskularisasi paru dengan akibat timbul sesak karena kegagalan jantung kongestif.
Karena sesak dapat memberikan rangsangan pada reseptor interstisial, sehingga
meningkatkan aliran limfe dengan menambah kontraksi limfe. Apabila keadaan ini
berlanjut endotel kapiler melebar dan merupakan jalan molekul-molekul ke
interstisial, keadaan ini merupakan udema interstisial. Apabila keadaan ini
berlanjut lagi, pada tekanan intravaskular yang meningkat dinding pemisah akan
menipis, sehingga cairan masuk ke alveol, ini merupakan udema alveolar.
2. Udema paru bukan karena jantung; ada beberapa keadaan klinik yang
berhubungan dengan udema paru yang disebabkan penurunan tekanan onkotik
plasma, misal pada penyakit hati (sirosis hati), sindroma nefrotik. Tekanan
interstisial yang menurun dengan cepat akibat pengosongan udara dalam rongga
pleura akan menimbulkan udema paru. Demikian pula dengan tekanan intrapleura
yang terlalu negatif akan menimbulkan udema interstisial. Pembendungan limfe
akibat fibrosis keradangan atau keganasan dapat pula menimbulkan udema paru.
Beberapa penyebab lain misalnya, infeksi, aspirasi, shock, menimbulkan udema
paru difus yang berhubungan dengan hemodinamika.
3. Udema paru lain; tidak jelas penyebabnya, apakah peningkatan permeabilitas,
aliran limfe yang tidak adekuat ataupun ketidakseimbangan tekanan.
4.c. Keluhan pokok
pada pleura
Kasus masif ; Western Mark Sign
Scaning paru
Arteriografi paru
EKG
Inversi gelombang T
4.g. Komplikasi
Gagal nafas
Renjatan
4.h. Penatalaksanaan
Non medikamentosa
41
Istirahat
Perlu rawat inap
Pemberian oksigen 40-60%
Pengawasan tanda-tanda vital
Diet
Medikamentosa
6 hari
Obat alternatif
a. Wafarin dapat diberikan bersama-sama heparin. Dosis initial : 10
mg/hari selama 3-5 hari, di lanjutkan dengan dosis pemeliharaan 215 mg/hari sampai 1-3 bulan bahkan seumur hidup
b. Trombolitik (Streptokinase. Urokinase)
c. Dobutamin 2,5-10 g/kgBB/menit dan Dopamin
2,5
5.Kelainan Katup
Dalam waktu 50 tahun terakhir, telah terjadi pola penyebab penyakit jantung katup,
yakni penurunan yang nyata dari insiden penyakit jantung rematik dan peningkatan penyakit
katup degenratif berhubungan dengan usia. Bagaimanapun juga, penyakit jantung reumatik
masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. WHO memperkirakan lebih
42
dari 12 juta penduduk dunia menderita demam rematik atau penyakit jantung katup dan lebih
dari 400.000 kasus kematian per tahun, terutama anak dan dewasa muda.
Penyakit jantung katup memberikan perubahan hemodinamik pada jantung kiri atau
kanan
atau
kedua
ventrikel.
Pada awalnya
sistem
kardiovaskuler
masih
dapat
mengkompensasi kondisi jantung yang overload. Namun pada akhirnya overload akan
menyebabkan disfungsi otot dan gagal jantung kongestif dan terkadang kematian mendadak.
5.a. Etiologi dan Patofisiologi
Merupakan istilah yang menggambarkan disfungsi jantung akibat abnormalitas strutur
atau fungsi katup jantung. Disfungsi katup jantung dapat menyebabkan pressure overload
akibat keterbatasan pembukaan katup atau volume overload akibat penutupan katup yang
tidak adekuat. Penyakit jantung katup dapat diklasifikasikan berdasarkan lesi patologis yaitu
obstruktif (stenosis) atau non-obstruktif (regurgitasi) atau berdasarkan patofisiologi sebagai
pressure overload atau volume overload.
Hasil penelitian menunjujkan bahwa tingkat keparahan lesi dari katup tidak
berhubungan dengan clinical outocome dari penyakit jantung katup, akan tetapi lebih banyak
ditentukan oleh respon ventrikel kiri terhadap beban tersebut. Atas dasar itu ada kesepakatan
bahwa ventrikel kiri pada penyakit katup jantung mempunyai peranan penting dan bisa
dianggap sebagai end organ demage, kerusakan pada organ terakhir yang menentukan/
melindungi fungsi jantung. Sebagai, contoh, pada penderita dengan aorta atau mitral
regurgitasi kronis, outocome setelah intervensi bedah dapat diprediksi dari hasil pemeriksaan
fungsi sistolik ventrikel kiri daripada tingkat keparahan regurgitasinya. Penderita yang
disertai gangguan disfungsi ventrikel pascakoreksi intervensi bedah, disfungsi ventrikelnya
tidak membaik tetapi menetap, bahkan mungkin memburuk.
Pada dasarnya lesi katup yang bersifat obstruktif harus segera dilakukan tindakkan
intervensi mengingat perubahan hemodinamik sering terjadi dan sukar diduga maupun diatasi
terutama bila dipacu oleh faktor pencetus (anemia, infeksi, dan aritmia).
43
44
Terapi medis sangat bermanfaat pada penderita yang tidak mungkin untuk
dilakukan intervensi bedah atau non bedah.
ACE inhibitor
Digoksin
Diuretik
Beta bloker
Antibioktik profilaksis
VII. KESIMPULAN
45
Berdasarkan data yang di dapat, maka working diagnosis yang dapat saya berikan
adalah angina pektoris stabil et causa PJK dengan disertai faktor resiko hipertensi dan
riwayat merokok pada pasien.
46