Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
Latar belakang
Asma diartikan sebagai penyakit radang kronis dari saluran pernafasan yang ditandai
dengan meningkatnya respons cabang tracheobronchial terhadap stimulus yang berulang.
Asma merupakan penyakit yang hilang timbul, dengan eksaserbasi akut menyebar.
Umumnya waktu serangan pendek, terjadi antara beberapa menit hingga beberapa jam, dan
secara klinis pasien dapat pulih sempurna setelah serangan. Walaupun jarang terjadi, serangan
akut dapat menimbulkan kematian.1,2,3,6,8,11,13
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah PBL ini adalah untuk memahami definisi,
gejala, pemeriksaan, etiologi, patofisiologi, patogenesis, penatalaksanaan, epidemologi,
pencegahan dan prognosis dari asma bronkial.

Tian Prianto

Sistem Respirasi 2

BAB II
ISI
ANAMNESIS 10
Anamnesis mencakup identitas penderita, keluhan utama dan perjalanan penyakit. Yang harus
ditanyakan pada anamnesis:
Identitas mencakup :
Nama
Umur
Pekerjaan
Agama
Alamat
Pendidikan terakhir, dll
Keluhan utama pasien
Merupakan alasan yang menyebabkan pasien datang ke dokter
Perjalanan penyakit mencakup :
Sudah berapa lama batuk?
Apakah batuk setiap hari?
Apakah keluar sputum atau darah?apa warnanya?
Apakah ada darah didahak?
Seberapa banyak dahak yg dikeluarkan?
Seperti apa bentuknya dahaknya (cair/kental)?
Apakah ada demam?
Apakah ada nyeri bila bernapas?
Apakah waktu bernapas terasa sesak?pada waktu kapan saja?
Apakah sesaknya hilang timbul?
Apakah pada saat tidur mendengkur?
Apakah ada riwayat alergi terhadap sesuatu?
Apakah dalam keluarga ada riwayat asma?
Apakah ada riwayat merokok?berapa lama?
Obat-obat apa saja yang pernah digunakan untuk mengurangi keluhan?
bagaimana pengaruh obat tersebut apakah gejala memburuk, membaik atau menetap?
PEMERIKSAAN
Fisik 5,9,10
1. Inspeksi
Pada inspeksi yang perlu diperhatikan:

Tian Prianto

Apakah ada benjolan?


Bagaimana warna kulit?
Apakah ada pelebaran kapiler ( spider nervi )?
Sistem Respirasi 2

Apakah ada perubahan warna kulit?


Apakah terdapat lesi?
Bagaimana bentuk torak (simetris/asimetris)?
Apakah ada suara patologis (stridor/mengi)?
Apakah ada bagian yang tertinggal?
Bagaimana irama pernafasan ( Cheyne strokes, Kussmaul, Biot )?

2. Palpasi
Meraba permukaan torak dan sela iga
Apakah ada rasa nyeri?
Apakah teraba benjolan?
Apakah ada sisi paru yang tertinggal selama pergerakan pernafasan?
Melakukan pemeriksaan fremitus
3. Perkusi
Rabalah permukaan toraks dan sela iga, apakah pasien mengeluh adanya rasa nyeri
atau tidak.
4. Auskultasi
Bunyi nafas normal disebut vesikuler.
Suara nafas patologis:

Vesikuler melemah, eksperium memanjang


Bronkial, terjadi karena alveoli terisi eksudat, tapi bronkus dan bronkial masih
terbuka.

Bronko-vesikuler, suara antara vesikuler dan bronkial disertai eksperium

memanjang dan mengeras.


Ronchi kering: suara vibrasi melengking karena penyempitan lumen dan adanya
sekret kental, bila nada suara makin tinggi, panjang dan melengking maka suara

tersebut menjadi wheezing.


Ronchi basah: suara terputus-putus yang terjadi karena adanya suara yang melalui

cairan. (Ronchi basah terdiri dari ronchi basah halus dan kasar.)
Stridor : suara pernapasan bernada tinggi yang disebabkan oleh sumbatan di

tenggorokan atau kotak suara (laring). Biasanya dengar saat mengambil napas.
Pleural friction rub : friksi (gesekan) yang dihasilkan oleh gosokan dari dua
lapisan pleura

Penunjang 7

Tian Prianto

Sistem Respirasi 2

Spirometri
Cara yang sederhana adalah uji bronkodilator nebulizer golongan adrenerjek beta. Uji

ini dilakukan menggunakan spirometri sebelum dan sesudah penggunaan bronkhodilator, bila
didapatkan peningkatan VEP1 atau KVP lebih dari 20% maka didiagnosis sebagai asma,
tetapi bila tidak memenuhi kriteria ini diagnosis asma belum tentu gugur memerlukan tes
konfirmasi yang lain. Pemeriksaan menggunakan spirometri selain menegakkan diagnosis
juga dapat menilai derajat obstruksi yang ada dan efek pengobatan yang telah dilakukan.

Uji provokasi bronkhus


Tes ini jarang dilakukan di indonesia. Tes ini untuk memprovokasi bronkus agar efek

asma bisa dibaca, tes ini menggunakan histamin, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin,
larutan garam hipertonik. Bila terjadi penurunan VEP1 sebesar 20% maka dianggap
bermakna. Uji jasmani dilakukan dengan meminta penderita berlari cepat selama 6 menit
sehingga mencapai denyut jantung 80 sd 90 % kemudian dievaluasi. Jika terjadi penurunan
arus puncak ekspirasi minimal 10% maka dapat dinyatakan positip.

Pemeriksaan sputum
Sputum eosinofil merupakan ciri dari asma, menggunakan kristal Charcot-leyden, dan

spiral Curschmann.

Pemeriksaan eosinofil total


Pada pemeriksaan darah dijumpai kadar eosinofil yang tinggi.

Uji kulit
Tujuannya untuk menunjukkan antibodi spesifik dalam tubuh.

Pemeriksaan kadar IgE total dan kadar IgE sputum


Tujuan pemeriksaan ini untuk menyokong dugaan atopi pada penderita.

Foto dada
Pemeriksaan foto thorak untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran nafas

yang lain seperti pneumothorax, pneumomediatinum, atelektasis dan lainnya. Pemeriksaan

Tian Prianto

Sistem Respirasi 2

Thorax foto umum dilakukan dengan indikasi kecurigaan adanya pneumoni atau pasien asma
yang setelah 6-12 jam dilakukan pengobatan intensif tidak membaik.

Monitor Irama Jantung


Pemeriksaan EKG tidak dilakukan secara rutin pada pasien asma, EKG dilakukan

apabila terdapat kemungkinan diagnosa banding Asma Cardiale ataupun gawat jantung lain
yang kemungkinan menyertai Asma umumnya dilakukan pada penderita lansia dan atau umur
45 tahun.

Analisa gas darah


Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila kita mencurigai adanya gangguan asam basa

dalam tubuh. Gangguan asam basa dicurigai pada asma yang berat atau SpO2 tidak membaik
>90%.
DIAGNOSIS
Diferential diagnosis
COPD 1,2,3,6,8
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit obstruksi jalan napas karena
bronkitis kronik atau emfisema. Obstruksi tersebut umumnya bersifat progesif, bisa disertai
hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifar reversibel.
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran
dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam 1 tahun, dan paling sedikit selama 2
tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari tuberkulosis paru, bronkiektasis, tumor paru dan asma
bronkial.
Emfisema adalah suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan
melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminalis, disertai
kerusakan dinding alveolus.
Etiologi

Kebiasaan merokok
Polusi udara
Paparan debu, asap dan gas-gas kimiawi akibat kerja
Riwayat infeksi saluran napas

Tian Prianto

Sistem Respirasi 2

Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin

Patofisiologi
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel
goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema
ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding
alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema:

Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer,

terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama
Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan

terbanyak pada paru bagian bawah


Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus
dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan

struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan
hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.

Manifestasi klinis
1. Batuk
2. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen
3. Sesak, sampai menggukanan otot-otot pernapasan tambahan untuk bernapas
Komplikasi
Infeksi yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrositosis karena keadaan hipoksia kronik,
gagal napas dan cor pulmonal
TBC paru 1,2,3,6,8
Tuberkulosis (TB) merupakan infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, sejenis bakteri berbentuk batang tahan asam dengan ukuran panjang 1- 4m dan
tebal 0.3-0.6m. Bakteri ini akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 37oC dengan tingkat PH
optimal pada 6,4 sampai 7,0. Untuk membelah dari satu sampai dua (generation time) bakteri
membutuhkan waktu 14-20 jam. Kuman TB terdiri dari lemak dan protein.
Tian Prianto

Sistem Respirasi 2

Lemak merupakan komponen lebih dari 30% berat dinding bakteri dan terdiri dari asam
stearat, asam mikolik, mycosides, sulfolipid serta cord factor, sementara komponen protein
utamanya adalah tuberkuloprotein (tuberkulin). Menurut Wilson dkk karakteristik dinding
Mycobacterium tuberculosis meliputi:
o
o
o
o
o

Dinding lipid
Heterotrimetric antigen 85 complex (ag85)
3 jenis protein yaitu FbpA, FbpB, dan FbpC2
Protein berperan penting dalam patogenesis TB
Lipid dan protein mempertahankan cell-wall integrity
Bakteri ini juga dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin

karena bakteri berada dalam sifat dormant,dari sifat dormant ini bakteri dapat bangkit
kembali dan menjadikan TB aktif lagi.
Cara Penularan
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anakanak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa.
Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak
menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat
menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC
dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran
pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh
yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

Tian Prianto

Sistem Respirasi 2

Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera


akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian
reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di
sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat
jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant
(istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada
pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant
sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak.
Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang
nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi
sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif
terinfeksi TBC.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan
dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum
optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang
tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya
tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang
memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.
Patogenesis
1.

Tuberkulosis primer
Mycobacterium tuberculosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di

jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik yang disebut sarang
primer atau afek primer atau sarang fokus Ghon. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian
mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivitas. Dari sarang primer akan kelihatan
peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis regional). Peradangan tersebut
diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Sarang primer
limfangitis lokal dan limfadenitis regional dikenal sebagai kompleks primer (Ranke).
Semua proses ini memakan waktu 3-8 inggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi:
Tian Prianto

Sistem Respirasi 2

Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini banyak terjadi.


Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di
hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya >5 mm dan 10%
diantaranya dapat terjadi reaktivitas lagi karena kuman yang dormant.
Serkomplikasi dan menyebar secara:
o Per kontinuitatum yakni menyebar ke sekitarnya
o Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya.
Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke
usus.
o Secara limfogen ke organ tubuh lainnya.
o Secara hematogen ke organ tubuh lainnya.

2. Tuberkulosis Post-Primer (Tuberkulosis Sekunder)


Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai
infeksi endogen menjadi TB dewasa. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. TB sekunder terjadi
karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal
ginjal. TB post-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru
(bagian apikalposterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim
paruparu dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu
sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel
Datia-Langhans (sel-sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan
bermacam-macam jaringan ikat. TB post primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari
usia muda menjadi TB usia tua.
Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas pasien, sarang dini dapat menjadi :
Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan
fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras menimbulkan perkapuran. Sarang
dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat
sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk
jaringan keju.
Tian Prianto

Sistem Respirasi 2

Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula
berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas
dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan
dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang
diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan antara sitokin dengan TNF-nya.
Gejala Klinis
Buku petunjuk penanggulangan TB yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan
menyebutkan bahwa gejala utama penyakit ini adalah batuk berdahak lebih dari 3 minggu,
dapat juga batuk darah atau batuk bercampur darah dan sakit dada. Penelitian Tjandra
mendapatkan bahwa keluhan yang membawa penderita tuberkulosis paru berobat adalah
batuk (65%), batuk darah (22%), demam (8%), nyeri dada (2%), dan sesak napas, malaise
sebanyak 3%.
1. Batuk
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang dahak keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama,
mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum).
2. Batuk darah
Batuk darah dapat terjadi bila ada pembuluh darah yang terkena lesi dan kemudian
pecah. Batuk darah ini dapat hanya ringan saja, sedang ataupun berat tergantung dari berbagai
faktor. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga
terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan
dapat mencapai 40-41C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian
dapat timbul kembali. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat
ringannya infeksi kuman TB yang masuk.
4. Nyeri dada
Tian Prianto

Sistem Respirasi 2

Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Sesak napas
Pada penyakit ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada
penyakit yang sudah lanjut yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
6. Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia, badan makin kurus, sakit kepala,
meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin
berat dan terjadi secara tidak teratur.

Pneumonia 1,2,3,6,8
Pneumonia dalah penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh bermacam
etiologi seperti bakteri, virus, mikoplasma, jamur atau bahan kimia/benda asing yang
teraspirasi dengan akibat timbulnya ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi (ventilation
perfusion mismatch).
Patofisiologi
Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme : filtrasi partikel di hidung,
pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk,
pembersihan ke arah kranial oleh mukosilier, fagositosis kuman oleh makrofag alveolar,
netralisasi kuman oleh substansi imun lokal dan drainase melalui sistem limfatik.
Faktor predisposisi pneumonia : aspirasi, gangguan imun, septisemia, malnutrisi,
campak, pertusis, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuskular, kontaminasi perinatal
dan gangguan klirens mukus/sekresi seperti pada fibrosis kistik , benda asing atau disfungsi
silier.
Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi benda asing,
transplasental atau selama persalinan pada neonatus. Umumnya pneumonia terjadi akibat
inhalasi atau aspirasi mikroorganisme, sebagian kecil terjadi melalui aliran darah
(hematogen).

Secara

klinis

sulit

membedakan

pneumonia

bakteri

dan

virus.

Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia tersering pada bayi dan anak kecil.

Tian Prianto

Sistem Respirasi 2

Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan meningkatnya umur. Pada pneumonia yang
berat bisa terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis respiratorik, asidosis metabolik dan gagal
nafas.
Diagnosis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi saluran
nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus menerus, sesak,
kebiruan disekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi) dan nyeri dada. Biasanya
anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit.
Pemeriksaan fisis

Tanda yang mungkin ada adalah suhu 39 0 C, dispnea : inspiratory effort ditandai
dengan takipnea, retraksi (chest indrawing), nafas cuping hidung dan sianosis. Gerakan
dinding toraks dapat berkurang pada daerah yang terkena, perkusi normal atau redup. Pada
pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara nafas utama melemah atau mengeras,
suara nafas tambahan berupa ronki basah halus di lapangan paru yang terkena.
Pemeriksaan penunjang
o Pada pemeriksaan darah tepi dapat terjadi leukositosis dengan hitung jenis bergeser ke
kiri.
o Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan keadaan
hipoksemia (karena ventilation perfusion mismatch). Kadar PaCO2 dapat rendah, normal
atau meningkat tergantung kelainannya. Dapat terjadi asidosis respiratorik, asidosis
metabolik, dan gagal nafas.
o Pemeriksaan kultur darah jarang memberikan hasil yang positif tetapi dapat membantu
pada kasus yang tidak menunjukkan respon terhadap penanganan awal.
o Pada foto dada terlihat infiltrat alveolar yang dapat ditemukan di seluruh lapangan paru.
Luasnya kelainan pada gambaran radiologis biasanya sebanding dengan derajat klinis
penyakitnya, kecuali pada infeksi mikoplasma yang gambaran radiologisnya lebih berat
daripada keadaan klinisnya. Gambaran lain yang dapat dijumpai :
Konsolidasi pada satu lobus atau lebih pada pneumonia lobaris
Penebalan pleura pada pleuritis

Tian Prianto

Sistem Respirasi 2

Komplikasi pneumonia seperti atelektasis, efusi pleura, pneumomediastinum,


pneumotoraks, abses, pneumatokel

Bronkitis 1,2,3,6,8
Bronkitis merupakan proses keradangan pada bronkus dengan manifestasi utama
berupa batuk, yang dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Proses ini dapat
disebabkan karena perluasan dari proses penyakit yang terjadi dari saluran napas maupun
bawah.

Etiologi
1. Infeksi :
Virus : RSV, Parainfluenza, Influenza, Adeno, morbilli
Bakteri: H.influenza B, Stafilokokus, Streptokokus, pertusis, tuberkulosis, mikoplasma
fungi : monilia
2. Alergi : asma
3. Kimiawi : aspirasi susu, aspirasi isi lambung, asap rokok, dan uapgas yang merangsang.
Gejala Klinik
Didahului infeksi saluran nafas atas (terutama virus), batuk pilek 3-4 hari. Sifat batuk :
batuk kering disertai nyeri/ panas, substernal; beberapa hari : riak jernih purulen. Setelah 10
hari, riak menjadi encer kemudian hilang, batuk dapat disertai muntah-muntah
Pemeriksaan Fisis
-

Keadaan umum baik, anak tidak tampak sakit

Panas sub febris seringkali terjadi

Tidak didapatkan adanya sesak, pada pemeriksaan paru didaptkan ronki basah kasar,
dapat terdengar ronki kering (coarse moist rales) yang tidak tetap

Dapat ditemukan nasofaringitis, kadang conjunctivitis

Pemeriksaan penunjang :
Tian Prianto

Sistem Respirasi 2

foto toraks dapat normal atau peningkatan corak bronkovaskuler.


pada pemeriksaan laboratorium lekosit dapat normal atau meningkat
Working diagnosis 1,2,3,6,8,11,13
Asma diartikan sebagai penyakit radang kronis dari saluran pernafasan yang ditandai
dengan meningkatnya respons cabang tracheobronchial terhadap stimulus yang berulang.
Asma merupakan penyakit yang hilang timbul, dengan eksaserbasi akut menyebar.
Umumnya waktu serangan pendek, terjadi antara beberapa menit hingga beberapa jam,
dan secara klinis pasien dapat pulih sempurna setelah serangan. Walaupun jarang terjadi,
serangan akut dapat menimbulkan kematian.

ETIOLOGI 1,2,3,6,8,11,13
Asma bronkial terjadi di segala usia, tetapi dominan pada anak-anak. Menurut
etiologinya, asma merupakan penyakit heterogen. Faktor genetik (atopik) dan lingkungan,
seperti virus, paparan pekerjaan, dan alergen, memiliki kontribusi dalam inisiasi dan
kontinuasi.
Atopi merupakan faktor resiko yang paling banyak dalam perkembangan asma. Asma
alergik seringkali dihubungkan dengan riwayat penyakit individu dan/atau keluarga seperti
rhinitis, urtikaria, dan eksim; dengan reaksi bengkak dan rasa terbakar pada kulit terhadap
injeksi ekstrak antigen dari udara secara intradermal; dengan peningkatan kadar IgE dalam
serum; dan/atau dengan respon positif terhadap tes provokasi yang melibatkan inhalasi
antigen spesifik.
Penderita asma tanpa riwayat alergi individu maupun keluarga, dengan tes kulit yang
negatif, dan dengan kadar IgE serum yang normal, yang oleh karena itu tidak dapat
dikelompokkan menurut mekanisme imunologis yang telah dijelaskan sebelumnya, disebut
asma idiosinkratik atau asma nonatopik. Pada umumnya, asma yang terjadi pada usia anakanak memiliki komponen alergik yang kuat, sedangkan asma yang berkembang kemudian
memiliki etiologi nonalergik atau campuran.
EPIDEMIOLOGI 1,2,3,6,8,11,13
Insiden terjadinya asma dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : jenis kelamin,
umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Pada negara maju
seperti Amerika dan Inggris insiden terjadinya asma adalah 5 % dari populasi, ini merupakan
Tian Prianto

Sistem Respirasi 2

jumlah yang cukup banyak. Untuk kanada, Australia dan Spanyol, kunjungan pasien dengan
asma bronkiale meliputi 1-12%9. Jumlah ini tidak mutlak karena tiap negara mempunyai
karakteristik multi faktor yang tidak sama sehingga insiden terjadinya asma pun menjadi
berbeda. Untuk indonesia antara 5 s/d 7 %. Perbandingan antara anak perempuan dan anak
laki-laki 1,5 : 1, tetapi menjelang dewasa perbandingan ini sama dan pada fase menopause
perbandingan antara perempuan dan laki-laki relatif tidak jauh berbeda saat anak. Prevalensi
terjadinya asma lebih banyak pada anak kecil dari pada orang dewasa.

PATOGENESIS 1,2,3,6,8,11,12,13
Asma terjadi akibat status inflamasi subakut yang persisten pada saluran pernapasan.
Bahkan pada pasien yang asimptomatik, saluran pernapasan dapat menjadi edematus dan
diinfiltrasi oleh eosinofil, neutrofil, dan limfosit, dengan atau tanpa peningkatan komposisi
kolagen pada membran basalis epitelial. Secara keseluruhan, terdapat peningkatan selularitas
berhubungan dengan meningkatnya kepadatan kapiler. Mungkin juga terdapat hipertrofi
kelenjar dan penggundulan epitel. Perubahan ini dapat bersifat persisten tergantung dari
penanggulangan dan seringkali tidak berhubungan dengan derajat penyakit ini.
Tampilan fisiologis dan klinis asma berasal dari interaksi antara jaringan dengan sel
radang yang berinfiltrasi pada epitel permukaan saluran napas, mediator radang, dan sitokin.
Sel yang memiliki peranan yang penting dalam respon radang adalah sel mast, eosinofil,
limfosit, dan sel epitel saluran napas. Setiap jenis sel tersebut dapat mengeluarkan mediator
dan sitokin untuk menginisiasi dan mengamplifikasi inflamasi akut dan juga perubahan
patologis dalam jangka panjang. Mediator yang dilepaskan menghasilkan reaksi radang yang
cepat dan hebat melibatkan konstriksi bronkus, kongesti vaskular, pembentukan edema,
meningkatkan produksi mukus, dan menghambat transport mukosiliaris.
Reaksi cepat tersebut dapat diikuti dengan reaksi yang kronis. Gabungan lain dari
faktor-faktor kemotaktik (faktor anafilaksis eosinofil dan neutrofil dan leukotrien B4) juga
membawa eosinofil, platelet, dan leukosit polimorfonuklear ke lokasi reaksi. Epitel saluran
napas merupakan target dan kontributor dalam rangkaian proses radang. Jaringan ini
mengamplifikasi konstriksi bronkus dan meningkatkan vasodilatasi dengan melepaskan
nitrogen oksida, prostaglandin E2, faktor stimulasi granulosit-koloni makrofag, interleukin 1,
Tian Prianto

Sistem Respirasi 2

faktor pertumbuhan epidermal, IGF (insulin-like growth factor), PDGF (platelet derived
drowth factor).
Eosinofil memiliki peran yang penting dalam komponen infiltratif. Interleukin (IL) 5
menstimulasi pelepasan sel-sel ini ke dalam sirkulasi dan bertahan. Jika telah teraktivasi, selsel ini menjadi sumber kaya leukotrien, dan melepaskan protein granuler dan radikal bebas
derivat oksigen mampu merusak epitel saluran napas, kemudian masuk ke lumen bronkial
dalam bentuk badan Creola. Disamping menghilangkan fungsi sawar dan sekretori, kerusakan
tersebut merangsang pengeluaranan sitokin kemotaktik, yang menimbulkan peradangan lebih
lanjut.

Limfosit T juga memiliki peran penting dalam respon radang. TH2 teraktifasi
ditemukan meningkat pada saluran napas dan menghasilkan sitokin seperti IL1-4 yang
menginisiasi respon imun humoral (IgE). Menurut data yang telah dikumpulkan, asma
mungkin memiliki hubungan dengan ketidakseimbangan antara respon imun TH1 dengan
TH2, tetapi kesimpulan yang pasti belum ditetapkan.

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :


-

Ekstrinsik (alergik)

Tian Prianto

Sistem Respirasi 2

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin)
dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi
genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti
yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
-

Intrinsik (non alergik)


Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya
infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering
sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
dan non-alergik.

Pertimbangan Genetik
Pemindaian terhadap keluarga untuk kandidat gen telah mengidentifikasi beberapa
bagian kromosom yang berhubungan dengan atopi, peningkatan kadar IgE, dan saluran napas
yang hiperresponsif. Kromosom 5q mengandung klaster sitokin (IL1-4, IL-5, IL-9, dan IL13). Bagian lain dari kromosom 5q mengandung reseptor -adrenergik dan glukokortikoid.
Kromosom 6p memiliki bagian yang penting dalam penyajian antigen dan mediasi respon
radang. Kromosom 12q mengandung dua gen yang berpengaruh pada atopi dan hiperresponsi
saluran napas, termasuk nitrit oksida sintase
Stimulus Pencetus Asma
Rangsangan yang dapat mencetus serangan asma dapat dikelompokkan dalam tujuh
kategori besar: alergenik, farmakologik, lingkungan, pekerjaan, infeksi, berhubungan dengan
olahraga, dan emosional.

Alergen

Tian Prianto

Sistem Respirasi 2

Alergen pada asma alergik bergantung pada respon IgE yang dikontrol oleh limfosit T
dan B dan diaktivasi oleh interaksi antigen dengan ikatan sel mast IgE. Setelah menerima
imunogen, interaksinya dengan sel T membentuk TH2. Proses ini bukan hanya membentu
memfasilitasi radang pada asma, tetapi juga menyebabkan pengalihan produksi IgG dan IgM
oleh limfosit B menjadi produksi IgE.
Sebagian besar alergen asma tersawa oleh udara, dan untuk menghasilkan status
sensitivitas membutuhkan waktu yang cukup lama. Setelah terjadi sensitisasi, pasien dapat
menampakkan respon yang hebat, bahkan kontak dalam hitungan menit dapat menghasilkan
eksaserbasi signifikan pada penyakit ini. Asma alergik biasanya musiman, paling banyak
ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Sedangkan yang bukan musiman dapat
ditimbulkan dari alergi terhadap bulu, serpihan kulit binatang, kutu debu, jamur, dan antigen
lingkungan lain yang ada secara kontinyu.

Rangsangan Farmakologis
Obat yang paling sering berhubungan dengan fase akut asma adalah aspirin

(NSAIDs), zat warna seperti tartazin, antagonis -adrenergik, dan senyawa sulfit. Tipe yang
sensitif aspirin terutama pada orang dewasa, walaupun terdapat juga pada anak-anak.
Terdapat reaktivitas silang antara aspirin dengan NSAIDs yang menginhibisi
prostaglandin G/H sintase 1. Pasien dengan sensitivitas terhadap aspirin dapat didesensitisasi
dengan pemberian aspirin harian, sehingga terjadi toleransi silang dengan NSAIDs lainnya.
Antagonis -adrenergik pada individ dengan asma dapat menghambat saluran napas
dengan meningkatkan reaktivitas saluran napas dan harus dihindari. Bahkan antagonis adrenergik selektif beta 1 memiliki kecenderungan tersebut dalam dosis yang lebih tinggi.
Terdapat fakta bahwa penggunaan lokal penghambat beta 1 pada mata untuk mengobati
glaukoma berhubungan dengan memburuknya asma.
Senyawa sulfit, yang digunakan secara luas pada makanan dan industri farmasi
sebagai zat untuk sanitasi dan pengawet, dapat menimbulkan penyumbatan saluran napas
bagi orang yang sensitif. Paparan terjadi karena memakan makanan dan obat-obatan yang
mengandung zat-zat tersebut.

Lingkungan dan Polusi Udara

Tian Prianto

Sistem Respirasi 2

Penyebab asma dari lingkungan biasanya berkaitan dengan kondisi iklim yang
meningkatkan konsentrasi polutan dan antigen atmosfir. Kondisi ini terdapat pada wilayah
indutri berat dan perkotaan padat dan seringkali nerhubungan dengan perubahan suhu atau
siluasi lain yang menimbulkan udara tidak mengalir. Dalam keadaan ini, walaupun populasi
secara umum dapat mengalami gangguan pernapasan, pasien dengan asma dan penyakit
pernapasan yang lain dapat terpengaruh lebih buruk.

Faktor pekerjaan
Obstruksi saluran parnapasan akut dan kronis telah dilaporkan berkaitan dengan

paparan sejumlah besar senyawa yang digunakan dalam berbagai macam industri (umumnya
senyawa dengan berat molekul tinggi). Senyawa dengan berat molekul tinggi menimbulkan
asma dengan menghasilkan reaksi imunologis, sedangkan senyawa dengan berat molekul
rendah merupakan senyawa yang memiliki efek konstriktor bronkus.

Infeksi
Infeksi saluran napas merupakan rangsangan yang paling sering menimbulkan

eksaserbasi akut pada asma. Virus saluran napas dan bukan bakteri atau alergi terhadap
mikroorganisme adalah faktor etiologi yang paling utama.
Pada anak yang masih kecil, penyebab infeksi yang paling penting adalah virus
pernapasan sinsisial dan virus parainfluenza. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa,
Rhinovirus dan virus influenza merupakan patogen yang dominan. Mekanisme induksi
eksaserbasi asma oleh virus berhubungan dengan produksi sitokin oleh sel T yang membantu
infiltrasi sel radang pada saluran napas.

Olahraga
Biasanya serangan timbul setelahnya, dan tidak timbul selama olahraga.

Semakin tinggi tingkat ventilasi dan semakin dingin udara menentukan parahnya obstruksi
saluran napas. Mekanisme yang ditimbulkan oleh olahraga dalam menimbulkan obstruksi
berhubungan dengan hiperemia yang dipengaruhi suhu dan kebocoran kapiler pada dinding
saluran napas.

Stres Emosional

Tian Prianto

Sistem Respirasi 2

Faktor psikologis yang dapat memperburuk atau meringankan asma. Perubahan pada
diameter saluran napas berhubungan dengan aktivitas eferen n. vagus, tetapi mungkin juga
endorfin memiliki peran. Peran faktor psikologis mungkin bervariasi antara satu pasien
dengan yang lain dan antara satu serangan dengan serangan yang lain.
PATOFISIOLOGI 1,2,3,6,8,11,12,13
Tanda patofisiologis asma adalah pengurangan diameter jalan napas yang disebabkan
kontraksi otot polos, kongesti pembuluh darah, edema dinding bronkus dan sekret kental
yang lengket. Hasil akhirnya adalah peningkatan resistensi jalan napas, penurunan volume
ekspirasi paksa (Forced Expiratory Volume) dan kecepatan aliran, hiperinflasi paru dan
toraks, peningkatan kerja pernapasan, perubahan fungsi otot pernapasan, perubahan rekoil
elastik (Elastic Recoil), penyebaran abnormal aliran darah ventilasi dan pulmonal serta
perubahan gas darah arteri. Pada pasien yang sangat simtomatik seringkali pada
elektrokardiografi ditemukan hipertrofi ventrikel kanan dan hipertensi paru. Kapasitas vital
paksa (Forced Vital Capacity) cenderung 50 % dari nilai normal.
Volume ekspirasi paksa satu detik (1-S Forced Expiratory Volume, FEV1) rata-rata 30
% atau kurang dari yang diperkirakan. Sementara rata-rata aliran midekspiratori maksimum
dan minimum (Maximum and Minimum Midexpiratory Flow Rates) berkurang sampai 20 %.
Untuk mnegimbangi perubahan mekanik, udara yang terperangkap dalam paru-paru
(Air Trapping) ditemukan berjumlah besar. Pada pasien yang sakit berat, volume residual
(RV) sering mendekati 400 % nilai normal, sementara kapasitas residual fungsional menjadi
berlipat ganda. Serangan berakhir secara klinis bila RV turun sampai 200 % dari nilai yang
diperkirakan dan bila FEV1 naik sampai 50 %.
Hipoksia merupakan temuan umum sewaktu eksaserabsi akut tetapi gagal ventilasi
relatif tidak biasa ditemukan. Sebagian besar pasien asma mengalami hipokapnia dan
alkalosis respiratorik. Bila ditemukan asidosis metabolik pada asma akut, hal ini merupakan
petunjuk obstruksi berat. Biasanya tidak ada gejala klinis yang menyertai perubahan gas
darah. Sehingga tingkat hipoksia tidak dapat ditentukan. Sianosis merupakan tanda akhir. Jadi
kita tidak boleh menilai status ventilasi seorang pasien berdasarkan gejala klinis saja.
Sehingga tekanan gas darah arteri harus diukur.

Tian Prianto

Sistem Respirasi 2

MANIFESTASI KLINIS 1,2,3,6,8,13


Gejala dan tanda klinis sangat dipengaruhi oleh berat ringannya asma yang diderita. Bisa
saja seorang penderita asma hampir-hampir tidak menunjukkan gejala yang spesifik sama
sekali, di lain pihak ada juga yang sangat jelas gejalanya. Gejala dan tanda tersebut antara
lain:

Batuk

Nafas sesak (dispnea) terlebih pada saat mengeluarkan nafas (ekspirasi)

Wheezing (mengi)

Nafas dangkal dan cepat

Ronkhi

Retraksi dinding dada

Pernafasan cuping hidung (menunjukkan telah digunakannya semua otot-otot bantu


pernafasan dalam usaha mengatasi sesak yang terjadi)

Hiperinflasi toraks (dada seperti gentong)

Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi
pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan
menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Gejala klasik dari asma ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada
sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu
dijumpai bersamaan.

Tian Prianto

Sistem Respirasi 2

Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara
lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, takikardi dan pernafasan
cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.
Penderita asma dapat dikategorikan menjadi sebagai berikut:
1.

Asma intermiten ringan, gejala terjadi kurang dari seminggu sekali dengan fungsi
paru normal atau mendekati normal diantara episode serangan.

2.

Asma persisten ringan, gejala muncul lebih dari sekali dalam seminggu dengan fungsi
paru normal atau mendekati normal diantara episode serangan.

3.

Asma persisten moderat, gejala muncul setiap hari dengan keterbatasan jalan napas
ringan hingga moderat.

4.

Asma persisten berat, gejala muncul tiap hari dan mengganggu aktivitas harian.
Terdapat gangguan tidur karena terbangun malam hari, dan keterbatasan jalan napas
moderat hingga berat.

5.

Asma berat, gejala distress berat hingga tidak bisa tidur. Keterbatasan jalan napas
yang kurang respon terhadap bronkodilator inhalasi dan dapat mengancam nyawa.

KOMPLIKASI 1,2,3,6,8,11,13
1.
2.
3.
4.
5.

Status asmatikus
Atelektasis
Hipoksemia
Pneumothoraks
Emfisema

PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi asma adalah:

Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma


Mencegah kekambuhan
Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya
Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal
Menghindari efek samping obat asma
Mencegah obstruksi jalan napas yang irreversibel.

Medika mentosa
a. Reliever/Pelega:
Gol. Adrenergik:
Adrenalin/epinephrine
Ephedrine
Short Acting beta 2-agonis (SABA)
Salbutamol (Ventolin)
Tian Prianto

b. Controller/Pengontrol:
Gol. Adrenergik
Long-acting beta 2-agonis (LABA)

Sistem Respirasi 2

Salmeterol & Formoterol


Gol. Methylxantine

Terbutaline (Bricasma)
Fenoterol (Berotec)
Procaterol (Meptin)
Orciprenaline (Alupent)
Gol. Methylxantine:
Aminophylline
Theophylline
Gol. Antikolinergik:
Atropin
Ipratropium bromide
Gol. Steroid:
Methylprednisolone
Dexamethasone
Beclomethasone (Beclomet)
Budesonide (Pulmicort)
Fluticasone (Flixotide)

Gol. Steroid.
Leukotriene Modifiers
Cromolyne sodium
Kombinasi LABA & Steroid

Nonmedika mentosa

Memberikan penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pemberian cairan
Fisiotherapy
Beri O2 bila perlu.

PROGNOSIS 1,2,3,6,8,11,13
Angka kematian akibat asma adalah kecil. Gambaran terakhir menunjukkan kurang dari
5.000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Angka
kematian cenderung meningkat di pinggiran kota yang memiliki fasilitas kesehatan terbatas.
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan prognosis yang baik, terutama
pada penderita dengan penyakit asma ringan dan asma pada anak-anak. Jumlah anak yang
masih menderita asma 7 sampai 10 tahun setelah diagnosa awal bervariasi antara 26-78%,
rata-rata 46 %, persentasi anak-anak yang berlanjut dengan penyakit yang berat relatif rendah
yaitu 6-19 %.
Walaupun ada laporan pasien asma mengalami perubahan ireversibel pada fungsi paruparu, pasien-pasien ini biasanya memiliki stimulus komorbid seperti merokok. Walaupun
tidak diobati, penderita asma tidak berkembang dari bentuk ringan menjadi bentuk berat
selama perjalanan waktu. Perjalanan kliniknya terdiri dari eksaserbasi dan remisi. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa remisi spontan terjadi pada kira-kira 20 % pada pasien yang
menderita penyakit asma pada saat sudah dewasa, dan kira-kira 40 % dapat diharapkan
Tian Prianto

Sistem Respirasi 2

membaik dengan serangan yang lebih ringan dan lebih jarang saat pasien menjadi semakin
tua.
PENCEGAHAN 1,2,3,6,8,11,13
Serangan eksaserbasi akut asma dapat dicegah dengan menghindari faktor pencetus
asma yang tergantung pada penyebab asma masing-masing pasien. Penghindaran yang benarbenar terhadap paparan tungau debu rumah, hewan-hewan peliharaan, dan faktor pekerjaan
berhubungan dengan perbaikan nyata pada gejala-gejala pernapasan, fungsi paru-paru dan
hiperresponsivitas saluran napas.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana
trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma tidak bisa
disembuhkan, namun bisa dikendalikan, sehingga penderita asma dapat mencegah
terjadinya sesak napas akibat serangan asma.
Kurangnya pengertian mengenai cara-cara pengobatan yang benar akan mengakibatkan
asma salalu kambuh. Jika pengobatannya dilakukan secara dini, benar dan teratur maka
serangan asma akan dapat ditekan seminimal mungkin.

Tian Prianto

Sistem Respirasi 2

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta:
FKUI; 2006
2. Djojodibroto Darmanto. Respirologi. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC;2009
3. Michell RN, et al. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins dan Cotran. 7th ed.
Jakarta: EGC; 2008
4. Gunawan Gan S, et al. Farmako dan Terapi. 5th ed. Jakarta: EGC; 2007
5. Santoso mardi, Kartadinata Henk, Hendra Wong, et al. Buku panduan ketrampilan
medik. Jakarta : FK UKRIDA ; 2009
6. Mansjoer Arif, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi, et al. Kapita selekta kedokteran. Ed.
ketiga. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius FKUI ; 2001
7. Kee Joyce LeFever. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Ed. keenam.
Jakarta: EGC.2008.
8. Ward Jane, Wiener Charles M, Leach Richard M et al. At a glance sistem respirasi.
Ed. kedua. Jakarta: Balai Penerbit Erlangga; 2008
9. Dacre Jane, Kopelman Peter. Buku saku keterampilan klinis. Jakarta: EGC; 2004
10. Bickley S. Lynn. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed. 8. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2009
11. Yayasan Asma Indonesia. Asma; 2004. Accessed Juli 2010. Available from URL :
http://www.infoasma.org/asma.html
12. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono W. Patogenesis dan Patofisiologi Asma; 2003.
Accesed

Tian Prianto

Juli

2010.

Available

Sistem Respirasi 2

from

URL

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05_PatogenesisdanPatofisiologiAsma.pdf/05_Pa
togenesisdanPatofisiologiAsma.html
13. Medicastore. Asma Bronkial; 1 Februari 2008. Accesed Juli 2010. Available from
URL : http://medicastore.com/neo_napacin/asma_bronkial.htm

Tian Prianto

Sistem Respirasi 2

Anda mungkin juga menyukai