Anda di halaman 1dari 86

RESUME KOMPILASI

SKENARIO 2 INFEKSI AKUT


CARDIO 2011

I.

Skenario 2
BATUK BERDAHAK
Ajis, usia 18 tahun, peternak ayam, datang ke dokter dengan keluhan
demam tinggi dan batuk berdahak sejak 3 hari yang lalu. Batuk kadang disertai
sesak yang dalam 3 hari ini dirasakan semakin berat. Berdasarkan anamnesa
lebih lanjut didapatkan tetangganya, usia 6 bulan, beberapa hari yang lalu
mempunyai keluhan yang sama dan meninggal sampai di rumah sakit. Orang
tua Ajis menenangkan bahwa penyakit ini adalah penyakit batuk biasa yang
akan segera sembuh, seperti yang sering diderita ayahnya.
Hasil pemeriksaan dokter didaptkan tekanan darah 100/60 mmHg,
temperatur 40C, frekuensi napas 36x/menit dan denyut nadi 112 x/menit.
Didapatkan pula: retraksi pada intercostals space, Rhonkhi +, Wheezing pada
kedua hemithorax. Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang diagnostik,
didaptkan leukositosis dan tampak gambaran konsolidasi di kedua paru.

II. Mind Map Skenario 2


Infeksi Akut
Infeksi

ISPA

Suara Tambahan Paru

Berdasarkan Anatomi

Upper

Rhinitis

Sinusitis

Tonsilitis

Faringitis

Epiglotitis

Laringitis

Lower
Bronkhitis

Bronkhiektaksis

Bronkhiolitis

Asma Bronkial

Pneumonia

Oedem Paru

Abses Paru
Berdasarkan Etiologi

SARS

Flu Burung

III. Pembahasan
A. Infeksi
Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang
didesain

untuk

mengirimkan

leukosit

ke

daerah

cedera.

Leukosit

membersihkan berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai proses


pembongkaran jaringan nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam proses
radang akut, yaitu perubahan penampang dan struktural dari pembuluh darah
serta emigrasi dari leukosit. Perubahan penampang pembuluh darah akan
mengakibatkan meningkatnya aliran darah dan terjadinya perubahan struktural
pada pembuluh darah mikro akan memungkinkan protein plasma dan leukosit
meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan
melakukan emigrasi dan selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera (Mitchell &
Cotran, 2003).
Segera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang mungkin didahului oleh
vasokonstriksi singkat. Sfingter prakapiler membuka dengan akibat aliran
darah dalam kapiler yang telah berfungsi meningkat dan juga dibukanya
anyaman kapiler yang sebelumnya inaktif. Akibatnya anyaman venular pasca
kapiler melebar dan diisi darah yang mengalir deras. Dengan demikian,
mikrovaskular pada lokasi jejas melebar dan berisi darah terbendung. Kecuali
pada jejas yang sangat ringan, bertambahnya aliran darah (hiperemia) pada
tahap awal akan disusul oleh perlambatan aliran darah, perubahan tekanan
intravaskular dan perubahan pada orientasi unsur-unsur berbentuk darah
terhadap dinding pembuluhnya. Perubahan pembuluh darah dilihat dari segi
waktu, sedikit banyak tergantung dari parahnya jejas. Dilatasi arteriol timbul
dalam beberapa menit setelah jejas. Perlambatan dan bendungan tampak
setelah 10-30 menit (Robbins & Kumar, 1995).
Peningkatan permeabilitas vaskuler disertai keluarnya protein plasma dan selsel darah putih ke dalam jaringan disebut eksudasi dan merupakan gambaran
utama reaksi radang akut. Vaskulatur-mikro pada dasarnya terdiri dari saluransaluran yang berkesinambungan berlapis endotel yang bercabang-cabang dan

mengadakan anastomosis. Sel endotel dilapisi oleh selaput basalis yang


berkesinambungan (Robbins & Kumar, 1995).
Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan
keluar ke dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini
berakibat meningkatnya konsentrasi protein plasma dan menyebabkan tekanan
osmotik koloid bertambah besar, dengan menarik kembali cairan pada pangkal
kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan menyisakan sedikit cairan
dalam jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan melalui saluran
limfatik. Umumnya, dinding kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan
sampai berat jenis 10.000 dalton (Robbins & Kumar, 1995).
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di atas
1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih
yang melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai akibat peningkatan
permeabilitas vaskuler (yang memungkinkan protein plasma dengan molekul
besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskular sebagai
akibat aliran darah lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit
leukosit yang menyebabkan emigrasinya (Robbins & Kumar, 1995).
Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi
jejas, merupakan aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu
memfagosit bahan yang bersifat asing, termasuk bakteri dan debris sel-sel
nekrosis, dan enzim lisosom yang terdapat di dalamnya membantu pertahanan
tubuh dengan beberapa cara. Beberapa produk sel darah putih merupakan
penggerak reaksi radang, dan pada hal-hal tertentu menimbulkan kerusakan
jaringan yang berarti (Robbins & Kumar, 1995).
Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan selsel darah merah menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih besar
daripada leukosit sendiri. Menurut hukum fisika aliran, massa sel darah merah
akan terdapat di bagian tengah dalam aliran aksial, dan sel-sel darah putih
pindah ke bagian tepi (marginasi). Mula-mula sel darah putih bergerak dan
menggulung pelan-pelan sepanjang permukaan endotel pada aliran yang

tersendat tetapi kemudian sel-sel tersebut akan melekat dan melapisi


permukaan endotel (Robbins & Kumar, 1995).
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari
pembuluh darah. Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel
endotel. Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi
leukosit, tetapi leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan antar-sel
endotel yang tampak tertutup tanpa perubahan nyata (Robbins & Kumar,
1995).
Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah
utama lokasi jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh
pengaruh-pengaruh kimia yang dapat berdifusi disebut kemotaksis. Hampir
semua jenis sel darah putih dipengaruhi oleh faktor-faktor kemotaksis dalam
derajat yang berbeda-beda. Neutrofil dan monosit paling reaktif terhadap
rangsang kemotaksis. Sebaliknya limfosit bereaksi lemah. Beberapa faktor
kemotaksis dapat mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang lainnya
bekerja secara selektif terhadap beberapa jenis sel darah putih. Faktor-faktor
kemotaksis dapat endogen berasal dari protein plasma atau eksogen, misalnya
produk bakteri (Robbins & Kumar, 1995).
Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis.
Meskipun sel-sel fagosit dapat melekat pada partikel dan bakteri tanpa
didahului oleh suatu proses pengenalan yang khas, tetapi fagositosis akan
sangat ditunjang apabila mikroorganisme diliputi oleh opsonin, yang terdapat
dalam serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami opsonisasi
melekat pada permukaan, selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi
partikel, berdampak pada pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini
terletak pada vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut
fagosom. Meskipun pada waktu pembentukan fagosom, sebelum menutup
lengkap, granula-granula sitoplasma neutrofil menyatu dengan fagosom dan
melepaskan isinya ke dalamnya, suatu proses yang disebut degranulasi.
Sebagian besar mikroorganisme yang telah mengalami pelahapan mudah
dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada kematian mikroorganisme.
6

Walaupun beberapa organisme yang virulen dapat menghancurkan leukosit


(Robbins & Kumar, 1995).

B. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)


I. Berdasarkan anatomi
A. Upper
a. Rhynitis
Rhynitis Alergi
a. Definisi
Penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada
pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen
yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika
terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut
b. Etiologi
Disebabkan oleh alergen, baik inhalan (debu, tungau), ingestan
(makanan), injektan (obat tertentu seperti penisilin) dan
kontaktan (kosmetik)
c. Gejala
Bersin bersin, hidung gatal, rinore, dan hidung tersumbat
d. Diagnosa
- Anamnesis apakah ada riwayat alergi
- Pemeriksaan fisik
Dengan rinoskopi anterior didapatkan mukosa hidung yang
tampak odem, basah dan banyak sekret. Pada beberapa kasus
ditemukan penderita dengan allergic shinner yaitu bayangan
hitam dibawah mata yang disebabkan statis vena sekunder
akibat obstruksi hidung. Selain itu juga ditemukan allergic
sallute, yaitu kecenderungan pasien untuk mengusap dorsum
nasi dengan punggung tangan akibat rasa gatal dihidung.

Akibatnya akan terjadi allergic crease. Dinding posterior faring


juga tampak granuler dan merah>
e. Patofisiologi
- Tahap sensitasi
Alergen menempel di mukosa hidung ditangkap oleh sel
makrofag yang bertindak sebagai APC antigen dipecah
menjadi beberapa fragmen dan bergabung dnegan HLA kelas
II membentuk MHC kelas II dipresentasikan ke sel T
helper sel T helper akan membentuk T h1 dan Th2 setelah
diaktifkan oleh IL-1 yang dihasilkan oleh APC sel Th2
menghasilkan berbagai macam sitokin yang akan diikat oleh
sel limfosit B sel limfosit B akan menghasilkan IgE IgE
akan diikat oleh sel basofil dan sel mastosit
- Tahap reaksi alergi
Bila terjadi paparan terhadap alergen untuk yang kedua kalinya
alergen akan diikat oleh IgE menyebabkan degranulasi
sel basofil dan sel mast histamin bersin< gatal dan
hidung tersumbat
f. Tatalaksana
- Menghindari alergen
- Medikamentosa

dengan

memberikan

antihistamin,

dekongestan oral dan kostikosteroid


- Operatif
- Imunoterapi
g. Komplikasi
- Polip hidung
- Otitis media residitif pada anak-anak
- Sinusitis paranasalis
h. Pemeriksaan penunjang
Tes kulit/prick tes, ELISA, tes eosinofil

Rhynitis Vasomotor
a. Definisi
Terdapatnya gangguan fisiologi lapisan mukosa hidung yang
disebabkan peningkatan aktivitas saraf parasimpatis.
b. Etiologi
Belum

diketahui.

Diduga

akibat

gangguan

vasomotor.

Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi beberapa hal :


1. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf
simpatis, seperti ergotamine, obet antihipertensi, dll.
2. Faktor fisik, seperti iritasi asap rokok, udara dingin,
kelembapan udara yang tinggi, dll.
3. Faktor endokrin, seperti kehamilan, pubertas
4. Faktor psikis seperti cemas, tegang
c. Gejala
Hidung tersumbat, bergantian kanan dan kiri, tergantung pada
posisi pasien. Jarang disertai bersin, tidak disertai gatal pada
mata, terdapat rinorea yang mucus atau serosa kadang agak
banyak. Gejala memburuk dipagi hari, waktu bangun tidur
karena perubahan suhu yang ekstrem.
d. Diagnosa
- Anamnesis
- Pemeriksaan fisik
Dengan rinoskopi anterior didapatkan gambaran klasik berupa
edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau
merah tua, dapat pula pucat. Permukaannya dapat licin atau
berbenjol. Pada rongga hidung terdapat secret mukoid,
biasanya sedikit.
e. Patofisiologi
Rangsangan saraf parasimpatis akan menyebabkan terlepasnya
asetilkolin, sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah dalam
9

konka serta meningkatkan permebilitas kapiler dan sekresi


kelenjar, sedangkan saraf simpatis mengakibatkan sebaliknya.
f. Pemeriksaan penunjang
Dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan
rhinitis alergi. Kadang juga ditemukan eosinofil pada secret kulit
tetapi jumlahnya sedikit. Tes kulit biasanya negative.
g. Diagnosa banding
Rhinitis alergi
h. Tatalaksana
- Menghindari penyebab
- Pengobatan simtomatis dengan obat dekongestan oral,
diatermi, dll.
- Operasi
- Neurektomi nervus vidianus
i. Komplikasi
- Sinusitis
- Pembengkakan wajah, dll
j. Prognosis
Golongan obstruksi lebih baik dari golongan rinore

b. Sinusitis
a. Definisi
Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus paranasal yang umumnya
disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut
rinosinusitis. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis,
sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut
pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus ethmoidalis
dan maxillaris, sedangkan sinus frontalis jarang terkena, dan sinus
sphenoidalis lebih jarang lagi.
Sinus maxillaris disebut juga antrum Highmore, karena letaknya
yang dekat dengan akar gigi rahang atas. Hal itu menyebabkan
10

infeksi gigi mudah menyebar ke sinus maxillaris, yang disebut


dengan Sinusitis Dentogen. Sinusitis dapat menjadi berbahaya
karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intracranial, serta
menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.
b. Etiologi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat
virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal
pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi
septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal
(KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik.
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab
sinusitis. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan
berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok.
c. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal
(KOM). Disamping itu mukus juga mengandung substansi
antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan
terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem,
sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini
menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan
tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif
didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi
atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan
adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis
non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak
sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan
menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri,
dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis
akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi
11

inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia


dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini
menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi,
polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini
diperlukan tindakan operasi.
d. Gejala
Hidung tersumbat disertai nyeri pada muka dan ingus purulen
yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip)
Nyeri pada daerah sinus yang terkena (ciri khas sinusitis akut)
Referred pain, misalnya:
Nyeri pipi sinus maksila
Nyeri di antara/di belakang kedua bola mata sinus
edhmoid
Nyeri di dahi sinus frontal
Gejala lain: sakit kepala, hiposmia/anosmia, batuk.
e. Diagnosis
Rinoskopi anterior
Mukosa merah, udim
Mukopus di meatus nasi medius (tidak selalu)
Adanya nyeri tekan pada sisi yang sakit
Transiluminasi : kesuraman pada sisi yang sakit
CT Scan gold standard diagnosis sinusitis mahal
Foto posisi waters, PA, dan lateral umumnya hanya mampu
menilai kondisi sinus yang besar-besar
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi untuk
mengambil sekret dari meatus media untuk mendapatkan
antibiotik tepat guna
Sinoskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial
sinus maksila, melalui meatus inferior
f. Tata Laksana

12

Terapi medikamentosa berupa antibiotic selama 10-14 hari,


namun diperpanjang sampai gejala hilang. Jika dalam 48-72
jam tidak ada perubahan klinis, diganti dengan antibiotik untuk
kuman yang menghasilkan beta laktamase, yaitu amoksisilin
atau ampisilin yang dikombinasi dengan asam klavunat
Pemberian dekongestan untuk memperlancar drainase sinus.
Dapat diberikan sistemik maupun topical. Pemberian secara
topical harus dibatasi yaitu selama 5 hari untuk menghindari
terjadinya rhinitis medikamentosa
g. Pemeriksaan
Laboratorium
Tes sedimentasi, leukosit, dan C-reaktif protein dapat
membantu diagnosis sinusitis akut
Kultur merupakan pemeriksaan yang tidak rutin pada
sinusitis

akut,

tapi

harus

dilakukan

pada

pasien

immunocompromise dengan perawatan intensif dan pada


anak-anak yang tidak respon dengan pengobatan yang tidak
adekuat, dan pasien dengan komplikasi yang disebabkan
sinusitis.
Imaging
Rontgen sinus, dapat menunjukan suatu penebalan mukosa,
air-fluid level, dan perselubungan.Pada sinusitis maksilaris,
dilakukan pemeriksaan rontgen gigi untuk mengetahui
adanya abses gigi.
CT-Scan, memiliki spesifisitas yang jelek untuk diagnosis
sinusitis akut, menunjukan suatu air-fluid level pada 87%
pasien yang mengalami infeksi pernafasan atas dan 40%
pada pasien yang asimtomatik. Pemeriksaan ini dilakukan
untuk luas dan beratnya sinusitis.

13

MRI sangat bagus untuk mengevaluasi kelainan pada


jaringan lunak yang menyertai sinusitis, tapi memiliki nilai
yang kecil untuk mendiagnosis sinusitis akut.
h. Komplikasi
Kelainan orbita
Kelainan intrakranial
Osteomielitis dan abses superiostal
Kelainan paru
i. Prognosis
Prognosis pada sinusitis akut baik apabila tidak terjadi infeksi
sekunder. Apabila hanya mencapai infeksi primer, maka sinusitis
dapat sembuh dengan sendirinya.

c. Tonsilitis
a. Definisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan
bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan
kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu: tonsil
faringeal, tonsil palatina, tonsil lingual, tonsil tuba eustachius.
Penyebaran infeksi melalui udara, tangan dan ciuman. Dapat
terjadi pada semua umur, terutama pada anak.
b. Macam
1. Tonsilitis akut
a. Definisi
Adalah radang akut pada tonsil akibat infeksi kuman
terutama Streptokokus hemolitikus (50%) atau virus. Jenis
Streptokokus

meliputi

Streptokokus

hemolitikus,

Streptokokus viridans dan Streptokokus piogenes. Bakteri


penyebab tonsilitis akut lainnya meliputi Stafilokokus Sp.,

14

Pneumokokus, dan Hemofilus

influenzae.

Hemofilus

influenzae menyebabkan tonsilitis akut supuratif. Tonsilitis


akut paling sering terjadi pada anak-anak, terutama berusia
5 tahun dan 10 tahun. Penyebarannya melalui droplet
infection, yaitu alat makan dan makanan. Bentuk tonsilitis
akut:
a. Tonsilitis fokularis

: bila bentuk detritus jelas

b. Tonsilitis lakunaris : bila bercak detritus menjadi satu


membentuk alur-alur
b. Etiologi
Gejala tonsillitis viral lebih menyerupai common cold yang
disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering
adalah

Epstein

Barr

Virus.

Haemophilus

Influenzaemerupakan penyebab tonsillitis akut supuratif.


Jika terjadi infeksi Coxachievirus, maka pada pemeriksaan
rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum da
tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A
Streptokokus hemolitikus yang dikenal sebagai strept
throat,

pneumokokus,

Streptokokus

viridan,

dan

Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel


jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa
keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk
detritus. Detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri
yang mati, dan epiel yang terlepas. Secara klinis detritus ini
mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.
c. Patofisiologi
Saat

folikel

mengalami

peradangan,

tonsil

akan

membengkak dan membentuk eksudat yang akan mengalir


dalam saluran (kanal) lalu keluar dan mengisi kripta yang
terlihat sebagai kotoran putih atau bercak kuning. Kotoran
15

ini disebut detritus. Detritus sendiri terdiri atas kumpulan


leukosit polimorfonuklear, bakteri yang mati dan epitel
tonsil yang terlepas. Tonsilitis akut dengan detritus yang
jelas disebut tonsilitis folikularis. Tonsilitis akut dengan
detritus yang menyatu lalu membentuk kanal-kanal disebut
tonsilitis lakunaris.
Detritus dapat melebar dan membentuk membran semu
(pseudomembran)

yang

menutupi

tonsil.

Adanya

pseudomembran ini menjadi alasan utama tonsilitis akut


didiagnosa banding dengan angina Plaut Vincent, angina
agranulositosis, tonsilitis difteri, dan scarlet fever.
d. Patologi
Saat

folikel

mengalami

peradangan,

tonsil

akan

membengkak dan membentuk eksudat yang akan mengalir


dalam saluran (kanal) lalu keluar dan mengisi kripta yang
terlihat sebagai kotoran putih atau bercak kuning. Kotoran
ini disebut detritus. Detritus sendiri terdiri atas kumpulan
leukosit polimorfonuklear, bakteri yang mati dan epitel
tonsil yang terlepas. Tonsilitis akut dengan detritus yang
jelas disebut tonsilitis folikularis. Tonsilitis akut dengan
detritus yang menyatu lalu membentuk kanal-kanal disebut
tonsilitis lakunaris.
Detritus dapat melebar dan membentuk membran semu
(pseudomembran)

yang

menutupi

tonsil.

Adanya

pseudomembran ini menjadi alasan utama tonsilitis akut


didiagnosa banding dengan angina Plaut Vincent, angina
agranulositosis, tonsilitis difteri, dan scarlet fever.
e. Gejala dan Tanda
Nyeri tenaggorok, nyeri waktu menelan, demam dengan
suhu tubuh yang tinggi, lesu, nyeri pada sendi-sendi, tidak
16

nafas makan, dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri


di telinga ini karena nyeri alih melalui saraf glosofaringeus
(n.IX).
f. Diagnosis
Penderita tonsilitis akut awalnya mengeluh rasa kering di
tenggorok. Kemudian berubah menjadi rasa nyeri di
tenggorok dan rasa nyeri saat menelan. Makin lama rasa
nyeri ini semakin bertambah nyeri sehingga anak menjadi
tidak mau makan. Nyeri hebat ini dapat menyebar sebagai
referred pain ke sendi-sendi dan telinga. Nyeri pada telinga
(otalgia) tersebut tersebar melalui nervus glossofaringeus
(IX).
Keluhan lainnya berupa demam yang suhunya dapat sangat
tinggi sampai menimbulkan kejang pada bayi dan anakanak. Rasa nyeri kepala, badan lesu dan nafsu makan
berkurang sering menyertai pasien tonsilitis akut. Suara
pasien terdengar seperti orang yang mulutnya penuh terisi
makanan panas. Keadaan ini disebut plummy voice. Mulut
berbau busuk (foetor ex ore) dan ludah menumpuk dalam
kavum oris akibat nyeri telan yang hebat (ptialismus).
Pemeriksaan tonsilitis akut ditemukan tonsil yang udem,
hiperemis dan terdapat detritus yang memenuhi permukaan
tonsil baik berbentuk folikel, lakuna, atau pseudomembran.
Ismus fausium tampak menyempit. Palatum mole, arkus
anterior dan arkus posterior juga tampak udem dan
hiperemis. Kelenjar submandibula yang terletak di belakang
angulus mandibula terlihat membesar dan ada nyeri tekan.
g. Komplikasi

17

Meskipun jarang, tonsilitis akut dapat menimbulkan


komplikasi lokal yaitu abses peritonsil, abses parafaring dan
otitis media akut. Komplikasi lain yang bersifat sistemik
dapat timbul terutama oleh kuman Streptokokus beta
hemolitikus berupa sepsis dan infeksinya dapat tersebar ke
organ lain seperti bronkus (bronkhitis), ginjal (nefritis akut
&

glomerulonefritis

akut),

jantung

(miokarditis

&

endokarditis), sendi (artritis) dan vaskuler (plebitis). pada


anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut.
Dapat juga berkoplikasi abses peritonsil, abses parafaring,
sepsis,nefritis akut, atritis, miokarditis.
h. Terapi
Tonsilitis akut pada dasarnya termasuk penyakit yang dapat
sembuh sendiri (self-limiting disease) terutama pada pasien
dengan daya tahan tubuh yang baik. Pasien dianjurkan
istirahat dan makan makanan yang lunak. Berikan
pengobatan simtomatik berupa analgetik, antipiretik, dan
obat kumur yang mengandung desinfektan. Berikan
antibiotik spektrum luas misalnya sulfonamid. Ada yang
menganjurkan pemberian antibiotik hanya pada pasien bayi
dan orang tua.
Antibiotik spektrum lebar atau sulfonamid, antipiretik dan
obat kumur yang mengandung desinfektan.
i. Tata Laksana
Tonsilitis akut pada dasarnya termasuk penyakit yang dapat
sembuh sendiri (self-limiting disease) terutama pada pasien
dengan daya tahan tubuh yang baik. Pasien dianjurkan
istirahat dan makan makanan yang lunak. Berikan
pengobatan simtomatik berupa analgetik, antipiretik, dan

18

obat kumur yang mengandung desinfektan. Berikan


antibiotik spektrum luas misalnya sulfonamid. Ada yang
menganjurkan pemberian antibiotik hanya pada pasien bayi
dan orang tua.
j. Pemeriksaan
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
memperkuat diagnosa tonsilitis akut adalah
IV.

Pemeriksaan laboratorium meliputi :

Leukosit : terjadi peningkatan


Hemoglobin : terjadi penurunan
V.

X-foto leher pada abses retrofaring akibat proses


akut tampak soft tissue yang tebal di depan vertebra
servikalis sehingga terdapat pertambahan jarak antara
rongga faring dengan korpus vertebra dan mungkin
terlihat gambaran air fluid level pada jaringan lunak
retrofaring. Abses retrofaring akibat proses kronik
didapatkan adanya klasifikasi pada kelenjar limfa dan
kerusakan pada korpus vertebra servikalis serta jarak
dinding faring dan korpus vertebra bertambah. X-foto
thoraks untuk mengetahui adanya pneumonia aspirasi,
mediastinitis dan tuberkulosis.

VI.

Punksi

aspirasi

merupakan

tindakan

diagnostik yang penting.


VII.

Kultur dan uji kepekaan.

k. Prognosis
Prognosis ditentukan oleh kecermatan diagnosis dan
ketepatan tindakan. Bila pemberian antibiotik dan tindakan
insisi yang tepat dan adekuat, maka prognosis umumnya
akan baik, tetapi bila keadaan dimana sudah terdapat
komplikasi berupa pneumonia aspirasi, abses paru ataupun

19

mediastinitis, prognosis akan menjadi kurang baik apalagi


bila kuman penyebabnya fulminans.
2. Tonsilitis membranosa
a. Tonsilitis difteri
Penyebab :
Kuman Coryne bacterium diphteriae. Sering ditemukan
pada : anak < 10 tahun, mayoritas pada 2-5 tahun.
Gejala dan tanda
- Umum : demam subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu
makan, badan lemah, nadi lambat, nyeri menelan.
- Lokal : tonsil membengkak dengan bercak putih kotor
yang meluas ke palatum molle, uvula, nasofaring,
laring, trakea, bronkus kelenjar limfe leher
membengkak.
- Akibat

eksotoksin

kerusakan

jaringan

tubh

(miokarditis, kelumpuhan otot palatum dan otot


pernapasan, albuminoria pada ginjal).
Diagnosis
Berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan preparat
langsung.
Terapi
Anti difteri serum dosis 20.000-100.000 unit, antibiotik
penisilin atau eritromisin 25-50 mg, kortikosteroid 1,2
mg, antipiretik untuk simtomatis istirahat di tempat
tidur 2-3 minggu.
b. Tonsilitis septik
Penyebab
Streptokokus hemolitikus pada susu sapi.

20

c. Angina plaut vincent


Penyebab
Higiene mulut, vit C, kuman spirilum dan basil fusiform.
Gejala
Demam 39 oc, nyeri kepala, nadan lemah, gangguan
pencernaan, nyeri di mulut, hpersalivasi, gigi dan gusi
mudah berdarah.
Pemeriksaan
Mukosa mulut dan faring hiperemis, putih keabuan di
atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan prosesus
alveolaris,

mulut

berbau,

kelenjar

submandibula

membesar.
Terapi
Memperbaiki higiene mulut, antibiotik spektrum lebar,
vit C dan B kompleks.
d. Penyakit Kelainan Darah
Penyebab
Leukimia

akut,

angina

agranulositosis,

infeksi

mononukleus.

d. Faringitis
a. Definisi
Adalah peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke
jaringan sekitarnya, biasanya timbul bersama dengan tonsillitis,
rhinitis, dan laryngitis.
Faringitis akut adalah suatu sindrom inflamasi dari faring
dan/atau

tonsil

yang

disebabkan

oleh

beberapa

grup

mikroorganisme yang berbeda. Faringitis dapat menjadi bagian


dari infeksi saluran napas atas atau infeksi lokal didaerah faring

21

b. Etiologi
Bakteri streptococcus pyogenes (streptococcus group A
hemoliticus)
Streptokokus group C
Corynebacteria diphteriae
Neisseria gonorrhoe
Non

bakteri

misalnya

adenovirus,

influenza

virus,

parainfluenza, rhinovirus, RSV, echovirus, coxsackievirus,


herpes simplex virus, EBV,dll.
Kebanyakan disebabkan oleh virus, termasuk virus penyebab
common cold, flu, adenovirus, mononukleosis atau HIV (4060%).
Bakteri yang menyebabkan faringitis adalah streptokokus grup
A,

korine

bakterium,

arkano

bakterium,

Neisseria

gonorrhoeae atau Chlamydia pneumonia (5-40%).


Bisa juga karena alergi, toksin, dan trauma.
c. Patofisiologi
Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan
epitel,

kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid

superfisial bereaksi,

terjadi pembendungan radang dengan

infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat


hiperemi, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat

22

mula - mula serosa tapi menjadi menebal dan kemudian cendrung


menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan
hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk
sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu terdapat
dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel
limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau
terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak.
d. Gejala
o Demam tiba-tiba
o Faring, palatum, tonsil berwarna merah dan bengkak
o Nyeri tenggorokan
o Terdapat eksudat purulen
o Nyeri telan
o Leukositosis dan dominasi neutrofil
o Adenopati servikal
o Malaise
o Mual
Khusus untuk Faringitis oleh streptokokus :
o Demam tiba2
o Sakit kepala
o Anoreksia
o Nyeri tenggorokan
o Nyeri abdomen
o Rash/urtikaria
o Tonsillitis eksudatif
o Muntah
o Adenopati servical anterior
o Malaise

23

Gejala tersebut bisa ditemukan pada infeksi karena virus maupun


bakteri, tetapi lebih merupakan gejala khas untuk infeksi karena
bakteri.
No

FARINGITIS VIRUS

FARINGITIS BAKTERI

1.

Biasanya tidak ditemukan nanah di

Sering ditemukan nanah di

tenggorokan

tenggorokan

Demam ringan atau tanpa demam

Demam ringan sampai sedang

Jumlah sel darah putih normal atau

Jumlah sel darah putih normal

agak meningkat

sedang

Kelenjar getah bening normal atau

Pembengkakan ringan sampai sedang

4.

sedikit membesar

pada kelenjar getah bening

5.

Tes apus tenggorokan memberikan

Tes apus tenggorokan memberikan

hasil negative

hasil positif untuk strep throat

Pada biakan di laboratorium tidak

Pada biakan di laboratorium tumbuh

tumbuh bakteri

bakteri

2.
3.

6.

e. Pemeriksaan
Manifestasi klinis berbeda-beda tergantung apakah streptokokus
atau virus yang menyebabkan penyakit tersebut. Bagaimanapun,
terdapat banyak tumpang tindih dalam tanda-tanda serta gejala
penyakit tersebut dan secara klinis seringkali sukar untuk
membedakan satu bentuk faringitis dari bentuk lainnya.
Faringitis oleh virus biasanya merupakan penyakit dengan awitan
yang relatif lambat, umumnya terdapat demam, malaise,
penurunan nafsu makan disertai rasa nyeri sedang pada
tenggorokan sebagai tanda dini. Rasa nyeri pada tenggorokan
dapat muncul pada awal penyakit tetapi biasanya baru mulai
24

terasa satu atau dua hari setelah awitan gejala-gejala dan


mencapai puncaknya pada hari ke-2-3. Suara serak, batuk, rinitis
juga sering ditemukan. Walau pada puncaknya sekalipun,
peradangan faring mungkin berlangsung ringan tetapi kadangkadang dapat terjadi begitu hebat serta ulkus-ulkus kecil mungkin
terbentuk pada langit-langit lunak dan dinding belakang faring.
Eksudat-eksudat dapat terlihat pada folikel-folikel kelenjar
limfoid langit-langit dan tonsil serta sukar dibedakan dari
eksudat-eksudat yang ditemukan pada penyakit yang disebabkan
oleh streptokokus. Biasanya nodus-nodus kelenjar limfe servikal
akan membesar, berbentuk keras dan dapat mengalami nyeri
tekan atau tidak. Keterlibatan laring sering ditemukan pada
penyakit ini tetapi trakea, bronkus-bronkus dan paru-paru jarang
terkena. Jumlah leukosit berkisar 6000 hingga lebih dari 30.000,
suatu jumlah yang meningkat (16.000-18.000) dengan sel-sel
polimorfonuklear menonjol merupakan hal yang sering ditemukan
pada fase dini penyakit tersebut. Karena itu jumlah leukosit hanya
kecil artinya dalam melakukan pembedaan penyakit yang
disebabkan oleh virus dengan bakteri. Seluruh masa sakit dapat
berlangsung kurang dari 24 jam dan biasanya tidaka kan bertahan
lebih lamna dari 5 hari. Penyulit-penyulit lainnya jarang
ditemukan.
Faringitis streptokokus pada seorang anak berumur lebih dari 2
tahun, seringkali dimulai dengan keluhan-keluhan sakit kepala,
nyeri abdomen dan muntah-muntah. Gajala-gajala tersebut
mungkin berkaitan dengan terjadinya demam yang dapat
mencapai suhu 40OC (104O F); kadang-kadang kenaikan suhu
tersebut tidak ditemukan selama 12 jam. Berjam-jam setelah
keluhan-keluhan awal maka tenggorokan penderita mulai terasa
sakit dan pada sekitar sepertiga penderita mengalami pembesaran
kelenjar-kelenjar tonsil, eksudasi serta eritem faring. Derajat rasa
25

nyeri faring tidak tetap dan dapat bervariasi dari yang sedikit
hingga rasa nyeri demikian hebat sehingga membuat para
penderita sukar menelan. Dua per tiga dari para penderita
mungkin hanya mengalami eritema tanpa pembesaran khusus
kelenjar tonsil serta tidak terdapat eksudasi. Limfadenopati
servikal anterior biasanya terjadi secara dini dan nodus-nodus
kelenjar mengalami nyeri tekan. Demam mungkin berlangsung
hingga 1-4 hari; pada kasus-kasus sangat berat penderita tetap
dapat sakit hingga 2 minggu. Temuan-temuan fisik yang paling
mungkin

ditemukan

berhubungan

dengan

penyakit

yang

disebabkan oleh streptokokus adalah kemerahan pada kelenjarkelenjar tonsil beserta tiang-tiang lunak, terlepas dari ada atau
tidaknya limfadenitis dan eksudasi-eksudasi. Gambaran-gambaran
ini walaupun sering ditemukan pada faringitis yang disebabkan
oleh streptokokus, tidak bersifat diagnostik dan dengan frekuensi
tertentu dapat pula dijumpai pada faringitis yang disebabkan oleh
virus4.
Konjungtivitis, rinitis, batuk, dan suara serak jarang terjadi pada
faringitis yang disebabkan streptokokus dan telah dibuktikan,
adanya 2 atau lebih banyak lagi tanda-tanda atau gejala-gejala ini
memberikan petunjuk pada diagnosis infeksi virus.
Bahan biakan tenggorokan merupakan satu-satunya metode yang
dapat dipercaya untuk membedakan faringitis oleh virus dengan
streptokokus2,4. Menurut Simon, diagnosa standar streptokokus
beta hemolitikus kelompok A adalah kultur tenggorok karena
mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi tergantung
dari teknik, sample dan media. Bakteri yang lain seperti
gonokokus dapat diskrening dengan media Thayer-Martin hangat.
Virus dapat dikultur dengan media yang khusus seperti pada
Epstein-Bar virus menggunakan monospot. Secara keseluruhan
dari pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya leukositosis.
26

Anamnesa
- Tenggorok terasa kering dan panas, kemudian timbul nyeri
menelan di bagian tengah tenggorok.
- Demam, sakit kepala, malaise.
Pemeriksaan
Tampak folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring
posterior atau terletak lebih lateral menjadi radang dan
membengkak.
Tampak hiperemi, serta sekresi mucus meningkat.
f. Tata laksana
Untuk mengurangi nyeri tenggorokan diberikan obat pereda
nyeri (analgetik).
Obat hisap atau berkumur dengan larutan garam hangat.
Aspirin tidak boleh diberikan kepada anak-anak dan remaja
yang berusia dibawah 18 tahun karena bisa menyebabkan
sindroma Reye.
Jika diduga penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik.
Untuk mengatasi infeksi dan mencegah komplikasi (misalnya
demam rematik).
Jika penyebabnya streptokokus, diberikan tablet penicillin. Jika
penderita memiliki alergi terhadap penicillin bisa diganti
dengan erythromycin atau antibiotik lainnya.
Anti panas bila penderita panas
Makanan lembek, panas & pedas dilarang
g. Komplikasi
Sinusitis
Otitis media
Mastoidis
Abses Peritonsilar
Demam rematik

27

Glomerulonefritis
Komplikasi terpenting yaitu Deman Rematik (DR). Merupakan
penyakit peradangan akut yang menindak lanjuti faringitis
yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A.
Penyakit ini cenderung berulang dan dipandang sebagai
penyebab penyakit jantung didapat pada anak dan dewasa
muda.

e. Epiglotitis
a. Definisi
Epiglotitis akut adalah infeksi pada mukosa epiglottis yang
menyebabkan oedem berat pada epiglottis sehingga menutup
auditus laring.
Peradangan ini sering terjadi pada anak-anak kecil, biasanya
terjadi pada usia 2-5 tahun dan proses ini berjalan sangat cepat
tanpa member gejala yang spesifik sehingga bisa menimbulkan
sumbatan jalan nafas yuang mendadak
b. Etiologi
Disebabkan oleh infeksi virus Haemophilus influenza type B
c. Gejala
Panas disertai pusing
Epiglotitis bengkak kemerahan, oedem
Dispnea
Nyeri tenggorok menyebabkan sakit saat menelan sehingga
biasanya tidak mau makan atau minum. Bisa menyebabkan
dehridasi bahkan anoreksia
Ada timbunan air liur yang tidak tertelan, akibatnya air liur
keluar (ngiler)

28

d. Patogenesa
Pada anak-anak yang kondisi anatomi dan mekanisme pertahanan
tubuhnya

belum

berkembang

dengan

baik

menyebabkan

epiglotitis akut lebih mudah menyerang anak-anak dari pada


orang dewasa. Kondisi anatomi yang dimaksud adalah :
Pada anak-anak mukosa epiglottis lebih banyak jaringan
longgar dan rima glottis lebih sempit.
Mukosa laring pada anak-anak lebih sensitive dan lebih mudah
membengkak dari pada orang dewasa
Pembengkakan yang merata pada daerah epiglottis akan
mendesak esophagus sehingga terjadi disfagia.
Mukosa epiglottis yang oedem apabila menjadi lebih progressif
akan menyebabkan sumbatan jalan nafas mendadak sehingga
terjadi kegagalan pernafasan dan menyebabkan kematian.
e. Pengobatan
Dengan diberikan Antibiotika, anti sakit ataupun anti bengkak.
Sebelumnya

bisa

dilakukan

tindakan

perbaikan

keadaan

penderita, misalnya jika si penderita tidak bisa makan dan minum


bisa diinfus dulu.
f. Komplikasi
Komplikasi yang sering adalah Pneumonia. Apabila infeksi virus
Haemofilus influenza type B ini disertai dengan infeksi virus jenis
lain bisa menyebabkan meningitis, perikarditis, otitis media.

29

f. Laringitis
a. Definisi
Radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang
berlangsung kurang dari 3 minggu. Biasanya laringitis akut
merupakan suatu fase infeksi virus pada saluran nafas atas yang
dapat sembuh sendiri, factor prediposisi dapat berupa rhinitis
kronik, penyalahgunaan alcohol, tembakau serta pemakaian suara
yang berlebihan.
Laringitis adalah peradangan pada laring (pangkal tenggorok).
Laring terletak di puncah saluran udara yang menuju ke paru-paru
(trakea) dan mengandung pita suara.

Pembengkakan laring

menyebabkan terjadinya gangguan pernafasan.

b. Etiologi
1. Sering disebabkan oleh virus.
2. Biasanya merupakan perluasan radang saluran nafas bagian
atas

oleh

karena

bakteri

Haemophilus

Influenzae,

Staphylococcus, streptococcus, atau pneumococcus.


3. Timbulnya penyakit ini sering dihubungkan dengan perubahan
cuaca atau suhu, giza yang kurang/malnutrisi, imunisasi yang
tidak lengkap dan pemakaian suara yang berlebihan.
Menurut Rahul K shah etiologi dari laringitis akut adalah :
1. Infeksi (biasanya infeksi virus dari saluran pernafasa atas)
o Rhinovirus
o Parainfluenza virus

30

o Respiratory syncytial virus


o Adenovirus
o Influenza virus
o Measles virus
o Mumps virus
o Bordetella pertusis
o Varicella-zozter virus
2. Gastroesophageal reflukx disease
3. Environmental insults (polusi)
4. Vocal trauma
5. Komsumsi alkohol berlebihan
6. Alergi
7. Penggunaan suara yang berlebihan
8. Iritasi bahan kimia atau bahan lainnya

Pembagian laringitis pada dasarnya ada dua (2) macam :


Laringitis

Akut

Laringitis Akut Non Spesifik


Laringitis Supraglotik Akut

c. Patofisiologi

Laringitis
Laringitis akut merupakan inflamasi
dari Subglotis
mukosa Akut
laring dan pita

suara yang berlangsung kurangLaringitis


dari 3 Fibrinosa
minggu.Akut
Parainfluenza
Difteri
virus, yang merupakan penyebabLaringitis
terbanyak
dariAkut
laringitis, masuk

melalui
Kronik

Laringitis Kronik Non Spesifik


Tuberkulosis Laring
Lues Laring
Lepra Laring (Hanseni Laring)

31

c. Patofisiologi
Laringitis akut merupakan inflamasi dari mukosa laring dan pita
suara yang berlangsung kurang dari 3 minggu. Parainfluenza
virus, yang merupakan penyebab terbanyak dari laringitis, masuk
melalui inhalasi dan menginfeksi sel dari epitelium saluran nafas
lokal yang bersilia, ditandai dengan edema dari lamina propria,
submukosa, dan adventitia, diikuti dengan infitrasi selular dengan
histosit, limfosit, sel plasma dan lekosit polimorfonuklear (PMN).
Terjadi pembengkakan dan kemerahan dari saluran nafas yang
terlibat, kebanyakan ditemukan pada dinding lateral dari trakea
dibawah pita suara. Karena trakea subglotis dikelilingi oleh
kartilago krikoid, maka pembengkakan terjadi pada lumen saluran
nafas dalam, menjadikannya sempit, bahkan sampai hanya sebuah
celah. Membran pelindung plika vokalis biasanya merah dan
membengkak berasal dari penebalan yang tidak beraturan
sepanjang seluruh plika vokalis.1
Pada infeksi laring, akan di dapatkan gambaran berupa dilatasi
kapiler dan hiperemis serta edema umum ekstra selular. Pada
awalnya, terjadi infiltrasi oleh sel-sel leukosit mononukleus di
lapisan submukosa, kemudian akan terjadi infiltrasi oleh leukosit
polimorfonuklear jika terjadi infeksi sekunder. Lapisan mukosa
superfisial biasanya mengelupas dan mungkin terbentuk ulkus
dangkal yang ditutupi oleh pseudomembran.
Pada anak-anak, dimana diameter laring masih relative kecil,
ketika terjadi inflamasi pada daerah tersebut akan terjadi obstruksi
jalan napas. Jika tidak ditangani secara tepat, inflamasi tersebut
bisa menyumbat jalan napas secara keseluruhan dan dapat
mengakibatkan gagal napas.

32

d. Gejala
Terdapat gejala radang umum, seperti demam, malaise, gejala
rinofaringitis.
Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien
sebagai suara yang kasar atau suara yang susah keluar atau
suara dengan nada lebih rendah dari suara yang biasa / normal
dimana terjadi gangguan getaran serta ketegangan dalam
pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan sehingga
menimbulkan suara menjada parau bahkan sampai tidak
bersuara sama sekali (afoni).
Sesak nafas dan stridor
Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menelan atau berbicara.
Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental
Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok
hingga sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion),
nyeri kepala, batuk dan demam dengan temperatur yang tidak
mengalami peningkatan dari 38 derajat celsius.
Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga
sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri
kepala, batuk, peningkatan suhu yang sangat berarti yakni
lebih dari 38 derajat celsius, dan adanya rasa lemah, lemas
yang disertai dengan nyeri diseluruh tubuh.
Manifestasi Klinik : Gejala biasanya berupa perubahan suara
berupa serak sampai hilangnya suara. Tenggorokan terasa gatal
dan tidak nyaman. Sakit tenggorokan dan kesulitan menelan.
e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan pada laring disebut laringoskopi.
Ada 2 macam laringoskopi :
1. Laringoskopi langsung.
2. Laringoskopi tidak langsung.
33

Laringoskopi tidak langsung.


Cara melihat laring secara tidak langsung dengan bantuan kaca
laring.
Alat-alat yang digunakan :
1. Lampu kepala dan Hartman.
2. Kaca laring dan nasofaring.
Cara laringoskopi tidak langsung :
1. Penderita disuruh duduk tegak, kepala atau dagu agak
dikedepankan sedikit.
2. Pemderita disuruh membuka mulut untuk melihat faring dan
menentukan kira-kira ukuran cermin laring yang dipakai.
Ukuran kaca laring yang dipakai ini penting karena kaca yang
terlalu besar akan menyentuh tonsil dan dinding laring yang
akan menyebabkan muntah.
3. Tangan iri memegang kain kasa guna memegang lidah, sedang
tangan kanan memegang kaca yang telah dipanasi dan
dikontrol dengan punggung tangan.
4. Penderita diminta menjulurkan lidah, yang kemudian dipegang
dengan jari tengah yang dialasi kain kasa. Jari telunjuk
dipergunakan untuk menahan bibir atas.
5. Dengan sangat hati-hati kaca dimasukan hingga berada pada
34

posisi dekat dinding belakang orofaring. Ingat, jangan sampai


menyentuh bagian belakang lidah, atau tonsil atau dinding
laring, karena akan menyebabkan muntah.
6. Dengan seksama amati bayangan paa laring.
Laringoskopi tidak langsung dilakukan tanpa anastesi. Namun
pada penderita yang sensitif bisa diberikan anastesi lokal
dengan tablet hisap atau semprot.
Melihat laring dari luar dengan cermat adalah mutlak sangat
penting untuk mengetahui kelainan di laring tersebut. Adanya
kelainan di laring kadang-kdang dapat diduga sebelumnya.
Dengan palpasi diketahui adanya nyeri tekan, gerakan larign
waktu menelan makanan atau minuman, limfonodi leher yang
teraba metastase dan mengetahui dimana kira-kira letak
keganasan yang merupakan sumber atau induk.
Indikasi laringoskopi pada dasarnya adanya setiap kecurigaan
akan adanya kelainan laring.
Kontra indikasi laringoskopi indirekta sebeneranya tidak ada.
Pada keadaan tertentu dikatan merupakan kontra indikasi, karena
pemeriksaan tidak dapt dilakukan, misalnya pada penderita
trismus yang hebat, stenosis faring dan trauma.

Laringoskopi langsung.
Laringoskopi langsung adalah pemeriksaan laring secara visual
langsung dengan menggunakan laringoskopi atau alat lain sebagai
laringoskop.
Kesan visual yang didapatkan pada laringoskopi langsung lebih
natural bila dibandingkan dengan laringoskopi tidak langsung.
Alat yang digunakan adalah laringoskpo kaku satu tabung dari
logam dengan lampu penerangan yang terletak diujung depan atau
belakang.
35

Pemeriksaan rontagen leher tidak berperan dalam penentuan


diagnosis, tetapi dapat ditemukan gambaran staplle sign
(penyempitan dari supraglotis) Foto rontgen leher AP bisa
tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple sign). Tanda
ini ditemukan pada 50% kasus pada foto AP dan penyempitan
subglotis pada foto lateral, walaupun kadang gambaran tersebut
tidak didapatkan.

36

Pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan, kecuali didapatkan


eksudat di orofaring atau plika suara, pemeriksaan kultur dapat
dilakukan.Dari

darah

didapatkan

lekositosis

ringan

dan

limfositosis.

Gambar 2.4. Gambaran rontagen laringitis akut, gambaran


steeple sign(panah) (dikutip dari kepustakaan
f. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan fisik :
Suara yang serak
Coryza
Faring yang meradang
Frekuensi pernafasan dan denyut jantung yang meningkat,
disertai pernafasan cuping hidung

37

Retraksi suprasternal, infrasternal dan intercostal serta stridor


yang terus menerus, dan anak bisa sampai megap-megap (air
hunger)
Bila terjadi sumbatan total jalan nafas maka akan didapatkan
hipoksia dan saturasi oksigen yang rendah. Bila hipoksia
terjadi, anak akan menjadi gelisah dan tidak dapat beristirahat,
atau dapat menjadi penurunan kesadaran atau sianosis. Dan
kegelisahan dan tangisan dari anak dapat memperburuk stridor
akibat dari penekanan dinamik dari saluran nafas yang
tersumbat.
Pada auskultasi suara pernafasan dapat normal tanpa suara
tambahan kecuali perambatan dari stridor. Kadang-kadang
dapat ditemukan mengi yang menandakan penyempitan yang
parah, bronkhitis, atau kemungkinan asma yang sudah ada
sebelumnya.
Laring normal:

Laringitis Akut:

38

Laringitis kronis:

g. Diagnosa Banding
1. Benda asing pada laring
2. Faringitis
3. Bronkiolitis
4. Bronkhitis
5. Pneumonia
h. Penatalaksanaan
Umumnya penderita penyakit ini tidak perlu masuk rumah sakit,
namun ada indikasi masuk rumah sakit apabila :
Usia penderita dibawah 3 tahun
Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau axhausted
Diagnosis penderita masih belum jelas
Perawatan dirumah kurang memadai
Istirahat bicara
Laringitis akut akan sembuh secara spontan dan sempurna apabila
laring diistirahatkan. Penderita dinasehatkan untuk mengurangi
bicara selama 2-3 hari, tetapi istirahat ini tidak boleh terlalu lama,
karena ditakutkan dengan tidak aktifnya otot-otot akan menjadi
atrofi.
Jika pasien sesak dapat diberikan O2 2 L/ menit
Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak atsiri/ minyak
mint bila ada muncul sumbatan dihidung atau penggunaan larutan
39

garam fisiologis (saline 0,9 %) yang dikemas dalam bentuk


semprotan hidung atau nasal spray
Dilarang minum-minuman keras, merokok, minum es, makan
pedas, dan panas.
Obat-obatan
a. Antibiotika diperlukan untuk mencegah penjalaran penyakit
kesaluran nafas bagian bawah.
Antibiotika golongan penisilin :
Anak 50 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis
Dewasa 3 x 500 mg perhari.
Menurut Reveiz L, Cardona AF, Ospina EG dari hasil
penelitiannya menjelaskan dari penggunaan penisilin V dan
eritromisin pada 100 psien didapatkan antibiotic yang lebih
baik yaitu eritromisin karena dapat mengurangi suara serak
dalam satu minggu dan batuk yang sudah dua minggu.
b. Obat hisap yang sedikit mengandung anestesi dan antibiotika
dapat diberikan, karena dapat mengurangi rasa nyeri dan dapat
juga merangsang air liur. Anti inflamasi dapat diberikan.
Penggunaan antihistamin tidak dibenarkan, sebab antihistamin
menghambat pulihnya sekresi normal dan memperpanjang
gejala.

Pada

umumnya

beberapa

penderita

cenderung

menderita afoni fungsional, walaupun laringitis sudah sembuh.


c. Kortikosteroid diberikan untuk mengatasi edema laring.
Pada laringitis yang berat, dimana penderita sudah terjadi
gejala sesak nafas dan stridor dan pengobatan yang diberikan
tidak memberikan hasil yang memuaskan, maka pikirkan untuk
melakukan trakeostomi.

40

i. Pencegahan :
Jangan merokok, hindari asap rokok karena rokok akan membuat
tenggorokan kering dan mengakibatkan iritasi pada pita suara,
minum banyak air karena cairan akan membantu menjaga agar
lendir yang terdapat pada tenggorokan tidak terlalu banyak dan
mudah untuk dibersihkan, batasi penggunaan alkohol dan kafein
untuk mencegah tenggorokan kering. jangan berdehem untuk
membersihkan tenggorokan karena berdehem akan menyebabkan
terjadinya vibrasi abnormal pada pita suara, meningkatkan
pembengkakan

dan

berdehem

juga

akan

tenggorokan memproduksi lebih banyak lendir.

menyebabkan

j. Komplikasi
Pada anak khususnya pada usia 1-3 tahun penyakit ini dapat
menyebabkan odem laring dan odem subglotis sehingga dapat
menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila hal ini terjadi dapat
dilakukan pemasangan endotrakeal atau trakeostomiaik.5
k. Prognosis
Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan
pemulihannya selama satu minggu.

B. Lower
a. Bronkhitis
a. Definisi
Merupakan infeksi saluran pernafasan atau peradangan yang
meliputi trakea dan bronkus besar, dengan gejala menonjol serta
merupakan manifestasi utama batuk yang berlangsung < 2
minggu. Bronchitis merupakan peradangan sementara pada
bronkus dan trakea yang menyebabkan batuk

41

Seperti halnya infeksi pada saluran napas pada umumnya,


bronchitis akut biasanya didasari oleh infeksi Virus Hemofilus
Influenza.
Oleh karena itu, kemungkinan terjadi Rino-Faringo-TrakeoBronkhitis akut. Bila pertahanan tubuh kurang baik, infeksi virus
dapat

ditumpangi

infeksi

kuman-kuman

komensal

yang

sebelumnya sudah berada di saluran napas.


Infeksi virus sendiri dalam waktu 3-5 hari akan sembuh dengan
sendiri (Self limiting disease) halnya dengan pengobatan
simtomatis saja. Selanjutnya infeksi ini diteruskan oleh infeksi
kuman (bakteri), yang tidak akan sembuh hanya dengan
pengobatan simtomatis saja, tetapi harus diobati dengan
antibiotic.

b. Etiologi:
1. Virus:
Influensa
Adenovirus

42

Rinovirus
Koronavirus
Parainfluensa
Respiratori sinsisial
Rubeola
Hemofilus influensa
2. Bakteri:
Bordetela pertusis
Streptococcus pneumonia
Staphylococcus aureus
3. Faktor resiko lain:
Usia muda
Usia tua dengan penyakit paru menahun
Asma
Paparan dengan pencemaran udara, seperti NO2, SO2, asap
rokok, cuaca dingin, lingkungan kumuh dan alergi

Bronkhitis infeksiosa disebabkan oleh virus, bakteri dan


(terutama) organisme yang menyerupai bakteri (Mycoplasma
pneumoniae dan Chlamydia). Respiratory Syncytial Virus (RSV)
pada

50%

sampai

90%

kasus.

Selain

itu

parainfluenza,mikroplasma,adenovirus. Sanagt jarang infeksi


primer bakteri.
Serangan bronkhitis berulang bisa terjadi pada perokok dan
penderita penyakit paru-paru dan saluran pernafasan menahun.
Infeksi berulang bisa merupakan akibat dari:
Sinusitis kronis
Bronkhiektasis
Alergi
Pembesaran amandel dan adenoid pada anak-anak.

43

Bronkhitis iritatif bisa disebabkan oleh:


Berbagai jenis debu
Asap dari asam kuat, amonia, beberapa pelarut organik, klorin,
hidrogen sulfida, sulfur dioksida dan bromin
Polusi udara yang menyebabkan iritasi ozon dan nitrogen
dioksida
c. Patofisiologi
Bronkiolitis biasanya didahului oleh suatu infeksi saluran nafas
bagian atas yang disebabkan virus, parainfluenza, dan bakteri.
Bronkiolitis akut ditandai obstruksi bronkiole yang disebabkan
oleh edema, penimbunan lendir serta debris-debris seluler. Karena
tahanan terhadap aliran udara di dalam tabung berbanding terbalik
dengan pangkat tiga dari tabung tersebut, maka penebalan kecil
yang pada dinding brokiolus pada bayi akan mengakibatkan
pengaruh besar atas aliran udara. Tekanan udara pada lintasan
udara kecil akan meningkat baik selama fase inspirasi maupun
selama fase ekspirasi, karena jari-jari suatu saluran nafas
mengecil selama ekspirasi, maka obstruksi pernafasan akan
mengakibatkan terperangkapnya udara serta pengisian udara yang
berlebihan. Proses patologis yang terjadi akan mengganggu
pertukaran gas normal di dalam paru-paru. Ventilasi yang
semakin menurun pada alveolus akan mengakibatkan terjadinya
hipoksemia dini. Retensi karbon dioksida (hiperkapnia) biasanya
tidak terjadi kecuali pada penderita yang terserang hebat. Pada
umumnya semakin tinggi pernafasan, maka semakin rendah
tekanan oksigen arteri. Hiperkapnia biasanya tidak dijumpai
hingga kecepatan pernafasan melebihi 60 x / menit yang
kemudian meningkat sesuai dengan takipnea yang terjadi.

44

d. Gejala
Klinis
a. Batuk yang mula-mula kering, 2-3 hari berikutnya baru
berdahak. Dahak mukoid kental biasanya sering tidak kelihatan
karena tertelan
b. Pada anak-anak biasanya ditandai dengan kesulitan bernafas,
kejang, sakit retrosternal, dan beberapa hari setelah keluhan
akan timbul ronkhi basah, kasar, suara nafas kasar.
c. Demam, jika sudah terjadi infeksi kuman.
d. Bising di bronkus saat auskultasi
e. Badan panas subferil sampai panas tinggi bila sudah terjadi
infeksi kuman-kuman.
f. Sering menderita infeksi pernafasan misalnya flu
g. Wajah tampak memerah disertai sakit kepala dan gangguan
kesehatan
h. Batuk yang mula-mula tidak keluar dahak, tetapi akhirnya
batuk dengan dahak kental.
i. Kadang-kadang gangguan pernapasan yang dirasakan berat,
tetapi pada umumnya tidak sampai terjadi sesak (dispnea) atau
sampai sianotis.
j. Bronkhitis infeksiosa sering dimulai dengan gejala pilek
seperti hidung meler, lelah, menggil, sakit punggung, nyeri
tenggorok dan nyeri otot
k. Pada auskultasi terdengar bising pada daerah broncus.
e. Diagnosa:
Baik (kecuali bila ada komplikasi)
Diagnosis pertama kali dilakukan dengan anamnesis yang
tepat. Diagnosa biasanya ditegakkan berdasarkan gejala,
terutama dari adanya lendir dan dahak berwarna kuning.

45

Pada pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop akan


terdengar bunyi ronki atau bunyi pernafasan yang abnormal.
Foto X-Ray
Paru tampak keadaan hipererasi dan diameter PA melebar.
Costae tampak datar.
Pemeriksaan Labolatorium
Gambaran darah tepi dalam keadaan normal, kimia darah
menunjukkan gambar asidosis metabolik dan respirasi, Usapan
nasofaring menunjukkan flora normal bakteri.
f. Perawatan dan penanganan :
a. Pemberian antibiotic mutlak perlu. Disamping pemberian obatobat simtomatis untuk mengurangi gejala batuk dan panas.
b. Hal yang perlu diperhatikan penderita adalah harus istirahat.
c. Bila bronchitis akut dibiarkan saja, kemungkinan dapat terjadi
: penyakitnya semakin parah. Biasanya akan terjadi komplikasi
atau perluasan penyakit. Perluasan yang paling sering terjadi
adalah pneumonia, radang dari jaringan paru. Perluasan ini
terjadi oleh karena kuman menjadi lebih virulen atau
pertahanan tubuh (antibody) menjadi sangat jelek.
g. Diagnosis Banding:
Pneumonia
Asma bronkial
Aspirasi benda asing
Bronkopneumonia
Gagal jantung
Miokarditis
Fibrosis kistik

46

h. Penatalaksanaan:
1.

Hindari obat penekan batuk pada batuk yang berlendir

2.

Hindari antibiotik untuk batuk diabawah 14 hari. Setelah 14


hari berikan antibiotik karena curiga infeksi bakteri sekunder.

3.

Infeksi virus sendiri dalam waktu 3-5 hari akan sembuh


sendiri hanya dengan pengobatan simptomatis.

4.

Penderita wajib beristirahat.

5.

Bila bronchitis akut dibiarkan saja, ada kemungkinan


penyakitnya semakin parah.

6.

Antitusif (penekan batuk): DMP (dekstromethorfan) 15 mg,


diminum 2-3 kali sehari. Codein 10 mg, diminum 3 kali
sehari. Doveri 100 mg, diminum 3 kali sehari. Obat-obat ini
bekerja dengan menekan batuk pada pusat batuk di otak.
Karenanya antitusif tidak dianjurkan pada kehamilan dan
bagi ibu menyusui. Demikian pula pada anak-anak, para ahli
berpendapat bahwa antitusif tidak dianjurkan, terutama pada
anak usia 6 tahun ke bawah. Pada penderita bronkhitis akut
yang disertai sesak napas, penggunaan antitusif hendaknya
dipertimbangkan dan diperlukan feed back dari penderita.
Jika penderita merasa tambah sesak, maka antitusif
dihentikan.

7.

Ekspektorant: adalah obat batuk pengencer dahak agar


dahak mudah dikeluarkan sehingga napas menjadi lega.
Ekspektorant yang lazim digunakan diantaranya: GG
(glyceryl guaiacolate), bromhexine, ambroxol, dan lain-lain.

8.

Antipiretik (pereda panas): parasetamol (asetaminofen), dan


sejenisnya., digunakan jika penderita demam.

9.

Bronkodilator (melongarkan

napas),

diantaranya:

salbutamol, terbutalin sulfat, teofilin, aminofilin, dan lainlain. Obat-obat ini digunakan pada penderita yang disertai

47

sesak napas atau rasa berat bernapas. Penderita hendaknya


memahami bahwa bronkodilator tidak hanya untuk obat
asma, tapi dapat juga digunakan untuk melonggarkan napas
pada bronkhitis. Selain itu, penderita hendaknya mengetahui
efek samping obat bronkodilator yang mungkin dialami oleh
penderita, yakni: berdebar, lemas, gemetar dan keringat
dingin. Andaikata mengalami efek samping tersebut, maka
dosis obat diturunkan menjadi setengahnya. Jika masih
berdebar, hendaknya memberitahu dokter agar diberikan obat
bronkodilator jenis lain.
10. Selain itu yang terpenting adalah terapi yang bersifat suportif.
Diperlukan istirahat dan asupan makanan yang cukup,
kelembaban udara yang cukup serta masukan cairan yang
ditingkatkan.

48

i. Komplikasi

Bronchitis kronik

Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering


mengalami infeksi berulang biasanya sekunder terhadap
infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi
pada mereka yang drainase sputumnya kurang baik.

Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan


timbulnya pneumonia.

Haemaptosis (batuk darah) terjadi kerena pecahnya pembuluh


darah cabang vena (arteri pulmonalis) , cabang arteri (arteri
bronchialis) atau anastomisis pembuluh darah.

Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada


saluran nafas

Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis


cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding
bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan
oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi
hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi
pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi gagal
jantung kanan.
49

Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi paling akhir


pada bronchitis yang berat dan luas, serta dapat mengakibatkan
kematian

b. Bronkhiektasis
a. Definisi :
Suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan
distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis, yang terkena
umumnya bronkus kecil
b. Etiologi :
Kongenital : terjadi sejak individu dalam kandungan ,
bronkhiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada
satu atau kedua paru
Didapat :
- Infeksi : sering terjadi setelah anak menderita pneumonia
yang sering kambuh dan berlangsung lama,
- Obstruksi bronkus : obstruksi bronkus yang dimaksud dapat
disebabkan oleh :korpus alienum, karsinoma bronkus, atau
tekanan dari luar lainnya terhadap bronkus. Namun adanya
infeksi ataupun obstruksi tidak secara otomatis
50

menyebabkan bronkhiektasis, faktor intrinsik juga ikut


berperan
c. Gejala
- Batuk kronik disertai produksi sputum
- Hemoptisis
- Pneumonia berulang
- Dispnea
- Demam berulang
d. Pemeriksaan
a. Darah : sering ditemukan anemia dan leukositosis
b. Urine : umumnya normal, kecuali bila sudah ada komplikasi
amiloidosis akan ditemukan proteinuria
c. Sputum : untuk menentukan kuman yang terdapat dalam
sputum
d. Radiologis : kadang menunjukkan gambaran yang normal,
ataupun menunjukkan kista-kista kecil dengan fluid level
mirip seperti gambaran sarang tawon pada daerah yang terkena
e. Diagnosis
- Anamnesis
- Pemeriksaan fisis
- Pemeriksaan penunjang, dapat ditegakkan bila telah ditemukan
adanya dilatasi dan nekrosis dinding bronkus dengan
pemeriksaan bronkografi
f. Diagnosis banding
- Bronkhitis kronik
- Tuberkulosis paru
- Abses paru
- Penyakit paru penyebab hemoptisis, misalnya: karsinoma paru,
adenoma paru
- Fistula bronkopleural dengan emplema
g. Prognosis
51

Tergantung pada berat ringannya serta luasnya penyakit waktu


pasien berobat pertama kali
Pemilihan obat secara tepat dapat memperbaiki prognosis
penyakit.

c. Bronkiolitis
a. Definisi
Merupakan penyakit saluran pernapasan bagian bawah yang
sering ditemukan pada bayi-bayi, terjadi akibat obstruksi pada
bronkiolus. Penyakit ini terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan
dengan puncak kejadian pada usia kira-kira 6 bulan dan di
berbagai daerah penyakit ini merupakan penyebab perawatan bayi
di rumah sakit.
b. Etiologi
RSV/ Respiratory syncytial virus (95% kasus)
Parainfluenza virus
Adenovirus
Rhinovirus
Virus Influenza
Mycoplasma pneumoni
c. Patofisiologi
1. Virus melekat pd sel epitel kolumner bersilia pembelahan
virus, sitonekrosis, odem dan radang penyempitan lumen
bronkiolus tekanan intratorak negatif selama inspirasi
udara

masuk,

terperangkap

dalam

ruang

alveolus

hiperinflasi, ventilasi dan oksigenisasi terganggu


2. Obstruksi partial Emfisema
3. Obstruksi total Atelektasis
d. Gejala
Manifestasi Klinis

52

1. Biasanya didahului infeksi saluran nafas atas dengan batuk,


pilek, tanpa demam atau subfebris
2. Sesak napas makin hebat, disertai napas cepat dan dangkal. Terdapat
dispneu dengan expiratory effort , retraksi otot bantu napas, napas cepat
dangkal disertai napas cuping hidung,
3. sianosis sekitar hidung dan mulut
4. gelisah
5. ekspirium memanjang atau mengi
6. Jika obstruksi hebat suara napas nyaris tak terdengar, ronki basah
halus nyaring kadang terdengar pada akhir atau awal ekspirasi, suara
perkusi paru hipersonor.(2)
Gejalanya berupa:
1. Batuk
2. Wheezing
3. Sianosis
4. Takipneu (pernapasan cepat)
5. Retraksi Intercostal
Pemeriksaan Fisik : Inspeksi : Suhu subfebris, retraksi ICS
Perkusi : Hipersonor
Auskultasi : Ekspirasi Panjang, wheezing sound, ronkhi
Palpasi : Hepar lien teraba akibat hiper inflasi paru
e. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan foto dada anteropasterior dan lateral
dapat terlihat gambaran hiperinflasi paru (emfisema) dengan
diameter anteroposterior membesar pada foto lateral serta
dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar.
Analisis gas darah menunjukkan hiperkarbia sebagai tanda air
trapping asidosis respiratorik/metabolik.
f. Diagnosa
1. Diagnosis ditegakkan atas dasar gambaran klinis yang khas
pemeriksaan fisik.
53

2. Foto Rontgen toraks menunjukkan paru-paru dalam keadaan


hipererasi dan diameter antero-posterior membesar pada foto
lateral. Pada sepertiga dari penderita ditemukan bercak-bercak
konsolidasi tersebar disebabkan atelektasis atau radang.
3. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah
tepi dalam batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran
asidosis respiratorik maupun metabolik.
4. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal.
g. Diagnosa Banding
1. Asma bronchial
Keadaan ini harus dibedakan dengan asma yang kadang-kadang
juga timbul pada usia muda. Anak dengan asma akan
memberikan

respons

terhadap

pengobatan

dengan

bronkodilator, sedangkan anak dengan bronkiolitis tidak.


2. Aspirasi benda asing
3. Bronkopneumonia
4. Bronkiolitis juga harus dibedakan dengan bronkopneumonia
yang disertai emfisema obstruktif dan gagal jantung.
5. Gagal jantung
6. Miokarditis
7. Fibrosis kistik

h. Penatalaksanaan
Untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak badan, kepada
penderita dewasa bisa diberikan asetosal atau parasetamol;
kepada anak-anak sebaiknya hanya diberikan parasetamol.
Dianjurkan untuk beristirahat dan minum banyak cairan, serta
menghentikan kebiasaan merokok.
Antibiotik

diberikan

kepada

penderita

yang

gejalanya

menunjukkan bahwa penyebabnya adalah infeksi bakteri


54

(dahaknya berwarna kuning atau hijau dan demamnya tetap


tinggi) dan penderita yang sebelumnya memiliki penyakit
paru-paru.
Kepada penderita dewasa diberikan Kotrimoksazol. Tetrasiklin
250 500 mg 4 x sehari. Eritromisin 250 500 mg 4 x sehari
diberikan selama 7 10 hari. Dosis untuk anak : eritromisin 40
50 mg/kgBB/hari. Walaupun dicurigai penyebabnya adalah
Mycoplasma pneumoniae.
Kepada penderita anak-anak diberikan amoxicillin.
Bila ada tanda obstruksi pada pasien segera rujuk.
Anak harus ditempatkan dalam ruangan dengan kelembaban
udara yang tinggi, sebaiknya dengan uap dingin ('mist-tenf).
Keadaan ini dapat mencairkan sekret bronkus yang liat. Untuk
tujuan ini dapat juga diberikan pengobatan inhalasi.
Oksigen perlu diberikan walaupun anak belum dalam keadaan
sianosis.
Cairan intravena dengan elektrolit yang diperlukan diberikan
untuk mengoreksi asidosis respiratorik dan metabolik yang
mungkin timbul dan juga untuk mengoreksi kemungkinan
dehidrasi
i. Komplikasi
1. Dehidrasi
2. Infeksi sekunder oleh bakteri
3. Pneumothorak
4. Emfisema paru
5. Gagal napas
6. Otitis media akut
7. Pneumonia bakterial
8. Gagal jantung jarang dijumpai.

55

j. Prognosis
Tergantung berat-ringannya penyakit, cepatnya pengananan
dan peny. penyerta (peny. jantung)
Masa kritis 48-72 jam sesudah dispneu dimulai
Angka,kematian < 1%
Anak biasanya meninggal karena jatuh dalam keadaan apnu
yang lama, asidosis respiratorik yang tidak terkoreksi atau
karena dehidrasi yang disebabkan oleh takipnea dan kurang
makan-minum.

Perbedaan bronchitis akut dengan bronkhiolitis akut


Bronchitis akut
Pada

anak

(penderita

Bronchiolitis akut
morbili, Lebih sering menyerang anak (usia 2

pertusis) dan orang tua (dengan

bulan-2tahun),

juga

bias

menyerang

penyakit paru menahun, asma)

orang dewasa (namun gejala kliniknya


tidak tampak)

Radang/infeksi pada bronkus

Radang/infeksi pada bronkiolus

d. Asma Bronchial
a. Definisi
Suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan
bronkus yang berulang, namun reversibel, dan diantara episode
penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang
lebih normal.
b. Etiologi
Penyebab yang paling umum adalah hipersensitivitas kontraktil
bronkiolus sebagai respon terhadap benda asing di udara
c. Gejala :
- Sesak pada malam hari

56

- Batuk
- Mengi dan rasa berat di dada
d. Pemeriksaan :
Fisik : wheezing, ekspirasi memanjang
Labolatorium : pada sputum didapatkan kristal charcot leyden
Faal paru : ada obstruksi saluran napas
Darah : eosinofili
Radiologi : normal atau hiperinflasi
e. Diagnosis banding
- Bronkiolitis
- Aspirasi benda asing
- Emboli paru
f. Komplikasi
Komplikasi pada asma terutama infeksi dan dapat pula
mengakibatkan kematian
g. Prognosis
Umumnya, lebih muda umur permulaan timbulnya asma,
prognosisnya baik, kecuali kalu mulai pada umur dibawah 2
tahun.
Asma yang mulai timbul pada usia lanjut biasanya berat dan sukar
ditanggulangi.

e. Pneumonia
a. Definisi
Pneumonia adalah penyakit infeksi saluran nafas bagian bawah
akut yang mengenai parenkim paru dan distal dari bronkiolus
terminalis

(bronkiolus

respiratori

dan

alveolus)

yang

menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan gas


setempat.

57

Terutama menyerang bayi dan anak kecil. Kejadian tertinggi


ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan berkurang dengan
meningkatnya umur.
b. Etiologi
Cara terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis kuman,
misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan oleh
Streotococcus Pneumoniae, sedangkan infeksi pada pemakaian
ventilator oleh P. aeruginosa dan Enterobacter. Pada masa kini
terjadi perubahan pola mikroorganisme penyebab ISNBA akibat
adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan,
penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotik
yang tidak tepat.
JENIS
Bakteri

MIKROORGANISME
Pneumokokus,

Streptokokus,

Hemophilus

influenzae,

Stafilokokus,
Pseudomonas

aeruginosa
Virus atau kemungkinan virus

Respiratory

syncitial

virus,

adenovirus,

Sitomegalovirus, Virus Influenza


Jamur

Aspergilus, Koksidiomikosis, Histoplasma, dll

Aspirasi

Cairan amnion, makanan, cairan lambung,


benda asing

USIA

BAKTERI PATOGEN

Neonatus

Streptococcus

group

B,

Escheria

coli,

Klebsiella sp, Enterobactericeae


1-3 bulan

Clamydia trachomatis

Usia prasekolah

Streptococcus

pneumonia,

Hemophilus

influenzae type B, Staphylococcus aureus,


Jarang : Streptococcus group A, Moraxella
catarhallis, Pseudomonas Aeruginosa

58

Usia Sekolah

Mycoplasma

pneumoniae,

Chlamydia

pneumoniae

Ada tahapan-tahapan dalam infeksi pneumonia:


1. Kongesti (4 sampai 12 jam pertama)
Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh
darah yang berdilatasi dan bocor.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel darah merah,
fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveoli.
3. Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari berikutnya)
Paru tampak kelabu karena leukosit dan fibrin mengalami
konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
c. Patofisiologi
Ketika manusia sakit, daya tahan tubuh menurun, sehingga terjadi
pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit.
Mekanisme mikroorganisme mencapai saluran pernapasan antara
lain:
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi
4. Kolonisasi di permukaan mukosa
Cara menginfeksinya:
Mikroorganisme dan sekret bronkus masuk ke dalam alveoli yang
nantinya menimbulkan radang (oedem). Lalu datanglah sel PMN
dan diapedesis sel eritrosit menginfiltrasi sekret tersebut sebagai
permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibody. Kemudian sel
PMN dengan bantuan leukosit mengelilingi lalu memfagosit
bakteri.
Ketika itu, ada 4 zona :
- Zona luar: alveolus terisi cairan oedem dan mikroorganisme
59

- Zona permulaan konsolidasi: ketika terjadi infiltrasi PMN dan


eksudasi eritrosit
- Zona konsolidasi: ketika terjadi fagositosis, dan jumlah PMN
sangat banyak
- Zona resolusi: tempat terjadi resolusi dengan banyak
mikroorganisme mati, leukosit, makrofag alveolar

60

Beberapa orang yang rentan (mudah terkena) pneumonia


adalah:
- Peminum alkohol
- Perokok
- Penderita diabetes
- Penderita gagal jantung
- Penderita penyakit paru obstruktif menahun
- Gangguan sistem kekebalan karena obat tertentu (penderita
kanker, penerima organ cangkokan)
- Gangguan sistem kekebalan karena penyakit (penderita AIDS).
- Pneumonia juga bisa terjadi setelah pembedahan (terutama
pembedahan perut) atau cedera (terutama cedera dada), sebagai
akibat dari dangkalnya pernafasan, gangguan terhadap
kemampuan batuk dan lendir yang tertahan.
Yang sering menjadi penyebabnya adalah Staphylococcus aureus,
pneumokokus, Hemophilus influenzae atau kombinasi ketiganya.

61

d. Gejala
Gejala-gejala yang biasa ditemukan adalah:
Batuk berdahak (dahaknya seperti lendir, kehijauan atau
seperti nanah)
Nyeri dada (bisa tajam atau tumpul dan bertambah hebat jika
penderita menarik nafas dalam atau terbatuk)
Menggigil
Demam
Mudah merasa lelah
Sesak nafas
e. Diagnosis
o Anamnesis
Diajukan untuk mengetahaui kemungkinan kuman penyebab
yang berhubungan dengan faktor infeksi
o Pemeriksaan fisik
Memperhatikan gejala klinis yang mengarah pada tipe kuman
penyebab/patogenesis kuman dan tingkat berat penyakit
o X-foto torax: infiltrat tersebar sampai bercak konsolidasi
merata
o Laboratorium: leukositosis 15.000-40.000/mm, predominan
PMN, hitung jenis bergeser ke kiri, LED meningkat. Jika
leukositosis

50.000-100.000/mm

atau

kurang

dari

5000/mmprognosis buruk
o Pemeriksaan mikrobiologi atau serologi: untuk diagnosa
etiologi
f. Diagnosa Banding
o Bronkiolitis
o Gagal jantung
o Aspirasi benda asing
o Ateletaksis

62

o Abses paru
o Tuberkulosis
g. Penatalaksanaan
o Antibiotika awal (24-72 jam pertama)
o Umur 1-2bln: ampicilin + aminoglikosida (gentamicin)
respons baik dilanjutkan 10-14 hari
o Umur

>2bln:

penicilin/ampicilin

kloramfenikoljika

respons baik dilanjutkan sd. 3 hari (biasanya cukup 5-7 hari)


o Antibiotika selanjutnya
o ditentukan atas dasar pemantauan ketat terhadap respons klinis
dalam 24-72 jam pengobatan awal
o Antibiotik pengganti
o tergantung pada kuman penyebab (gol. Sefalosporin)
o Simptomatik & Suportif
o Oksigen
o Cairan, kalori dan nutrisi yang memadai
o Fisioterapi
o Koreksi elektrolit-metabolik
o Pemberian terapi inhalasi dengan nebulizer bukan merupakan
tat laksana rutin yang harus diberikan. Inhalasi dengan B2
agonis dapat dilakukan bila terdapat lendir yang berlebihan.
o Evaluasi hasil pengobatan
o Perbaikan klinis+radiologis
o Bila kelainan radiologis tidak membaik selam 4-6minggu perlu
dipikirkan adanya TB, CA dll.
h. Pengobatan
Pengobatan terdiri atas antibiotic dan pengobatan suportif.
Pemberian antibiotic pada penderita pneumonia sebaiknya
berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaan, akan
tetapi akan tetapi karena beberapa alasan, yaitu :
o Pneumonia yang berat dapat mengancam jiwa.
63

o Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai


penyebab pneumonia.
o Hasil pembiakan kuman memerlukan waktu maka pada
penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.
i. Komplikasi
Efusi pleura dan empiema: terjadi sekitar 45% kasus
Komplikasi sistemik: meningitis, endokarditis, perikarditis,
dapat terjadi bersamaan dengan abses paru, sepsis.

f. Abses Paru
a. Definisi
Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada
jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang
berisi nanah dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih. Bila
diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small
abscesses) dinamakan necrotising pneumonia. Abses besar atau
abses kecil mempunyai manifestasi klinik berbeda namun
mempunyai predisposisi yang sama dan prinsip diferensial
diagnosea sama pula. Abses timbul karena aspirasi benda
terinfeksi, penurunan mekanisme pertahanan tubuh atau virulensi
kuman yang tinggi. Pada umumnya kasus Abses paru ini
berhubungan dengan karies gigi, epilepsi tak terkontrol,
kerusakan paru sebelumnya dan penyalahgunaan alkohol. Pada
negara-negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan
gangguan respons imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit
sistemik atau komplikasi dari paska obstruksi. Pada beberapa
studi didapatkan bahwa kuman aerob maupupn anaerob dari
koloni oropharing yang sering menjadi penyebab abses paru.

64

b. Etiologi
Kebanyakan abses paru muncul sebagai komplikasi dari
pneumonia aspirasi akibat bakteri anaerob di mulut. Penderita
abses paru biasanya memiliki masalah periodontal (jaringan di
sekitar gigi).
Sejumlah bakteri yang berasal dari celah gusi sampai ke saluran
pernafasan bawah dan menimbulkan infeksi. Tubuh memiliki
sistem pertahanan terhadap infeksi semacam ini, sehingga infeksi
hanya terjadi jika sistem pertahanan tubuh sedang menurun,
seperti yang ditemukan pada:
Seseorang yang berada dalam keadaan tidak sadar atau sangat
mengantuk karena pengaruh obat penenang, obat bius atau
penyalahgunaan alkohol pada penderita penyakit sistem saraf.
Jika bakteri tersebut tidak dapat dimusnahkan oleh mekanisme
pertahanan tubuh, maka akan terjadi pneumonia aspirasi dan
dalam waktu 7-14 hari kemudian berkembang menjadi nekrosis
(kematian jaringan), yang berakhir dengan pembentukan abses.
Mekanisme pembentukan abses paru lainnya adalah bakteremia
atau endokarditis katup trikuspidalis, akibat emboli septik pada
paru-paru. Pada 89% kasus, penyebabnya adalah bakteri anaerob.
Yang paling sering adalah Peptostreptococcus, Bacteroides,
Fusobacterium dan Microaerophilic streptococcus. Organisme
lainnya yang tidak terlalu sering menyebabkan abses paru adalah:
a) Staphylococcus aureus
b) Streptococcus pyogenes
c) Streptococcus pneumoniae
d) Klebsiella pneumoniae
e) Haemophilus influenzae

65

f) spesies Actinomyces dan Nocardia


g) Basil gram negatif

Penyebab non-bakteri juga bisa menyebabkan abses paru,


diantaranya:
a) Parasit (Paragonimus, Entamoeba)
b) Jamur (Aspergillus, Cryptococcus, Histoplasma, Blastomyces,
Coccidioides
c) Mycobacteria
Faktor Predisposisi
a) Ada sumber infeksi saluran pernafasan. Infeksi mulut, tumor
laring yang terinfeksi, bronkhitis, bronkhiektasis dan kanker
paru yang terinfeksi
b) Daya tahan saluran pernafasan yang terganggu. Pada paralisa
laring, aspirasi cairan lambung karena tidak sadar, kanker
esofagus, gangguan ekspektorasi, dan gangguan gerakan sillia
c) Obstruksi mekanik saluran pernafasan karena aspirasi bekuan
darah, pus, bagian gigi yang menyumbat, makanan dan tumor
bronkus. Lokalisasi abses tergantung pada posisi tegak, bahan
aspirasi akan mengalir menuju lobus medius atau segmen
posterior lobus inferior paru kanan, tetapi dalam keadaan
berbaring aspirat akan menuju ke segment apikal lobus
superior atau segmen superior lobus interior paru kanan, hanya
kadang-kadang aspirasi dapat mengalir ke paru kiri.
h. Patofisiologi
Bermacam-macam factor yang berinteraksi dalam terjadinya
abses paru seperti daya tahan tubuh dan tipe dari mikroorganisme
yang menjadi penyebab.
Terjadinya abses paru biasanya melalui 2 cara yaitu aspirasi dan
hematogen. Yang paling sering adalah karena aspirasi, stasis
66

sekresi, banda asing, tumor. Keadaan ini mengakibatkan obstruksi


bronkus

dan

terbawanya

organism

virulen

yang

akan

menyebabkan terjadinya infeksi pda daerah distal obstruksi


tersebut. Abses jenis ini banyak terjadi pada pasien bronchitis
kronik karena banyaknya mucus pada saluran nafas bawahnya
yang merupakan kultur media yang baik bagi organism yg
teraspirasi.
Secara hematogen, umumnya akan terbentuk abses multiple yang
biasanya disebabkan oleh staphylococcus.
Garry tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru
disebutkan sebagai berikut:
Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada
penderita dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan
multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses nekrosis.
Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid
level bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa
juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan
perluasan langsung dari proses abses ditempat lain misal abses
hepar.
Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita
tuberkolosis dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami
proses peradangan supurasi. Pada penderita emphisema paru atau
polikisrik paru yang mengalami infeksi sekunder.
Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut
sampai proses abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi
karena kanker bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada
aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai
juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe
peribronkial.

67

Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa


kanker bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan
suplai pembuluh darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis
sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk abses.
Sedangkan menurut Prof. dr. Hood Alsagaff (2006) adalah:
Bila terjadi aspirasi, kuman Klebsiela Pneumonia sebagai kuman
komensal di saluran pernafasan atas ikut masuk ke saluran
pernafasan bawah, akibat aspirasi berulang, aspirat tak dapat
dikeluarkan dan pertahanan saluran nafas menurun sehingga
terjadi keradangan. Proses keradangan dimulai dari bronki atau
bronkiol, menyebar ke parenchim paru yang kemudian dikelilingi
jaringan granulasi. Perluasan ke pleura atau hubungan dengan
bronkus sering terjadi, sehingga pus atau jaringan nekrotik dapat
dikeluarkan. Drainase dan pengobatan yang tidak memadai akan
menyebabkan proses abses yang akut akan berubah menjadi
proses yang kronis atau menahun.
i. Gejala
Onset penyakit biasanya berjalan lambat atau mendadak.
Disebut abses akut bila terjadinya kurang dari 4-6 minggu.
Umumnya pasien :
1-3 minggu dengan gejala awal yaitu badan terasa lemah, tidak
nafsu makan, penurunan berat badan, batuk kering, keringat
malam, demam intermitten bisa disertai menggigil dengan
suhu tubuh 39,4oC atau lebih.
Setelah beberapa hari dahak menjadi purulen bisa mengandung
darah
Apabila abses menmbus bronkus, maka akan mengeluarkan
banyak sputum. Sputum yang berbau amis dan berwarna
anchovy menunjukkan penyebabnya bakteri anaerob.

68

Bila

menunjukkan

nyeri

dada,

berarti

menunjukkan

keterlibatan dengan pleura.

Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan
gejala pneumonia pada umumnya yaitu:
Panas badan
Dijumpai berkisar 70% - 80% penderita abses paru. Kadang
dijumpai dengan temperatur > 400C.
Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan
rongga abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat
dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe)
Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai
berkisar 40 75% penderita abses paru.
Nyeri yang dirasakan di dalam dada
Batuk darah
Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan
berat badan.
Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi
seperti redup pada perkusi, suara nafas yang meningkat, sering
dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi.
j. Diagnosis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang ditemukan adalah suhu badan meningkat
sampai 40 C, pada paru ditemkan kelainan seperti nyeri lokal,
pada daerah terbatas perkusi terdengar redup dengan suara nafas
bronkial. Bila abses luas dan letaknya dekat dengan dinding dada
kadang-kadang terdengar amforik. Bila abses letaknya dekat
pleura dan pecah menjadi piototaks sehingga pada pemeriksaan
ditemukan pergerakan dinding dada tertinggal pada tempat lesi,

69

fremitus vokal menghilang, perkusi redup/pekak, bunyi nafas


menghilang.
Pemeriksaan Penunjang
Sputum dikirim untuk pewarnaan Gram dan kultur, dan darah
untuk kultur. Rontgen thoraks menunjukkan lesi bulat yang
biasanya berisi batas udara-air dan perkembangan penyakit bisa
dipantau dengan rontgen thoraks serial. Mungkin harus dilakukan
bronkoskopi untuk menyingkirkan obstruksi dan mendapatkan
spesimen untuk biopsi dan biakan sputum.
Laboratorium
a) Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis,
meningkat lebih dari 12.000/mm3 bahkan pernah dilaporkan
peningkatan sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah
ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam.
b) Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan
KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan
pemilihan antibiotik secara tepat.
c) Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotika
merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan
etiologis serta tujuan therapi.
d) Pemeriksaan AGD menunjukkan penurunan angka tekanan O2
dalam darah arteri
Radiologi
Pada foto thorak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan
tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel
atau tunggal dengan ukuran f 2 20 cm. Gambaran ini sering
dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat
hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air
fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai
tanda-tanda konsolidasi. Sedangkan gambaran khas CT-Scan
abses paru ialah berupa Lesi dens bundar dengan kavitas
70

berdinding tebal tidak teratur dan terletak di daerah jaringan paru


yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir
secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau
berpindah letak. Sisa-sisa pembuluh darah paru dan bronkhus
yang berada dalam abses dapat terlihat dengan CT-Scan, juga
sisa-sisa jaringan paru dapat ditemukan di dalam rongga abses.
Lokalisasi abses paru umumnya 75% berada di lobus bawah paru
kanan bawah.
Bronkoskopi
Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan
therapi drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.
k. Tata Laksana
Pasien memerlukan istirahat yang cukup. Posisi pasien hendaknya
miring dengan paru yang terkena abses berada di atas supaya
gravitasi drainase lebih baik.

Pemberian antibiotik yang baik

sangat berpengaruh pada penyembuhan abseb paru. Antibiotik


yang paling baik adalah
Klindamisin diberikan mula-mula denga dosis 3x600 mg
intravenus, kemudian 300 mg oral/hari. Atau Penisilin 12-18 juta
unit/hari + metronidazol 2 gr/hari diberikan selama 10 hari.
Regimen alternatif : penisilin G 2-10 juta unit/hari + streptomisin.
Dilanjutkan dengan penisilin oral 4x 500-750 mg/hari.
o Medika Mentosa
Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33%,
pada era antibiotika maka tingkat kematian dan prognosa abses
paru menjadi lebih baik. Pilihan pertama antibiotika adalah
golongan Penicillin, pada saat ini dijumpai peningkatan abses
paru yang disebabkan oleh kuman anaerobs (lebih dari 35%
kuman gram negatif anaerob). Maka bisa dipikirkan untuk
71

memilih kombinasi antibiotika antara golongan penicillin G


dengan

clindamycin

atau

dengan

Metronidazole,

atau

kombinasi clindamycin dan Cefoxitin. Alternatif lain adalah


kombinasi Imipenem dengan Lactamase inhibitase pada
penderita dengan pneumonia nosokomial yang berkembang
menjadi Abses paru. Waktu pemberian antibiotika tergantung
dari gejala klinis dan respon radiologis penderita. Penderita
diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau adanya
resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotika minimal 2-3
minggu.
o Drainage
Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama
15 menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi Abses
paru. Pada penderita Abses paru yang tidak berhubungan
dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase melalui
bronkoskopi.
o Bedah
Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:
Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika.
Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi
perfusi
Infeksi paru yang berulang
Adanya gangguan drainase karena obstruksi.
o Pemeriksaan
Suhu badan meningkat sampai 400 C
Nyeri tekan lokal
Terdengar bunyi redup dengan suara napas bronkial
Biasanya juga terdengar ronkhi

72

Bila abses paru dekat pleura dan pecah sehingga pada


pemeriksaan fisik ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada daerah lesi, fremitus lokal menghilang,
bunyi napas menghilang, perkusi redup/pekak.
l. Komplikasi
Komplikasi lkal meliputi penyebaran infeksi melalui aspirasi
lewat bronkus/penyebaran langsung melalui jaringan sekitarnya.
Komplikasi yang sering : abses otak, hemoptosis massif, rupture
pleura visceralis sehingga terjadi piopneumotoraks dan fistula
bronkopleura.
Abses paru yang resisten pada pengobatan selama 6minggu
mengakibatkan kerusakan paru

yang permanen, mungkin

menyisakan bronkhiektasis, korpulmonal, dan amyloidosis


Abses paru kronik bisa menyebabkan anemia, malnutrisi,
kakeksia, gangguan cairan dan elektrolit dan gagal jantung
terutama pada manula.
m. Prognosis
Dengan antimikroba yang sesuai prognosis baik.

g. Oedem Paru
a. Definisi
Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke
ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi
aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik.
Edema paru dibedakan oleh karena sebab Kardiogenik dan
NonKardiogenik.

Hal

pengobatannya sangat

ini

penting diketahui

oleh karena

berbeda. Edema Paru Kardiogenik

disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya.


Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya

73

Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi,


dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik
b. Patofisiologi
Edema Paru dapat terjadi oleh karena banyak mekanisme yaitu :
Ketidak-seimbangan Starling Forces :
1. Peningkatan tekanan kapiler paru :
Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan
fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).
Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena
gangguan fungsi ventrikel kiri.
Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena
peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion
pulmonary edema).
2. Penurunan tekanan onkotik plasma.
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal,
hati, protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau
penyakit nutrisi.
3. Peningkatan tekanan negatif intersisial :
Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura
(unilateral).
Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi
saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan endexpiratory volume (asma).
4. Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan
maupun klinik.
Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult
Respiratory Distress Syndrome)
Pneumonia (bakteri, virus, parasit).

74

Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap


Teflon, NO, dsb).
Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri,
alloxan, alpha-naphthyl thiourea).
Aspirasi asam lambung.
Pneumonitis radiasi akut.
Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
Disseminated Intravascular Coagulation.
Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,
leukoagglutinin.
Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
Pankreatitis Perdarahan Akut.
Insufisiensi Limfatik :
Post Lung Transplant.
Lymphangitic Carcinomatosis.
Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
Tak diketahui/tak jelas
High Altitude Pulmonary Edema.
Neurogenic Pulmonary Edema.
Narcotic overdose.
Pulmonary embolism.
Eclampsia.
Post Cardioversion.
Post Anesthesia.
Post Cardiopulmonary Bypass.
Dari klasifikasi di atas edema paru dapat disebabkan oleh banyak
penyakit. Untuk pengobatan yang tepat tentunya harus diketahui
penyakit dasarnya.
c. Diagnosis

75

Auskultasi pada permukaan terdengar ronkhi basah basal halus


yang akhimya ke seluruh paru-paru apabila keadaan bertambah
berat: mungkin terdengar pula wheezing. Auskultasi jantung
mungkin sukar karena suara napas yang ramai, tetapi sering
terdengar suara 3 dengan suara pulmonal yang mengeras.
d. Terapi
Furosemid atau asam etakrinat 40-60 mg intravena selama 2
menit. Dengan pemberian furosemid diuresis terjadi dalam 5
menit, yang mencapai puncak dalam 30 menit dan berakhir
setelah 2 jam. Tetapi biasanya Edema Paru sudah berkurang
sebelum efek diuresis terjadi, sehingga diduga efek permulaan
furosemid menyebabkan dilatasi vena. Sebagai tambahan,
furosemid juga mengurangi afterload sehingga memperbaiki
pengosongan ventrikel kiri.
Radiologi
Parenkim paru yang berisi udara memberikan resitensi yang kecil
terhadap jalannya sinar X, karena itu parenkim menghasilkan
bayangan yang sangat bersinar-sinar. Jaringan lunak dinding
dada, jantung, pembuluh darah, diafragma sukar ditembus
sehingga tampak lebih padat, struktur torak yang bertulang lebih
sukar ditembus sehingga tampak lebih padat lagi.

II. Berdasarkan etiologi


A. SARS (SEVERE ACUTE RESPIRATORY SYNDROME)
a. Definisi
Penyakit yang disebabkan oleh Virus (Corona Virus) yang
menyerang saluran pernapasan. Penularannya melalui tetesan air
ludah yang keluar dari batuk atau bersin si penderita.
b. Etiologi

76

Penyebab yang sudah berhasil diketahui adalah infeksi virus yang


tergolong ke dalam genus coronavirus yang bersifat tidak stabil bila
berada di lingkungan. Virus ini mampu bertahan selama berhari-hari
di suhu kamar dan mampu mempertahankan viabilitasnya dengan
baik bila masih berada di dalam feses.
Genus coronavirus berasal dari ordo nidovirales yaitu golongan virus
yang mempunyai selubung kapsul dengan genom RNA rantai
tunggal.
c. Epidemiologi
Kasus SARS ditemukan di Belgia, Australia, Brazil, Cina,
Hongkong, Taiwan, Perancis, Jerman, Italia, Irlandia, Rumania,
Spanyol, Switzerland, UK, USA< Thailand, Singapura, Malaysia,
Vietnam. Dari 2671 penderita, 103 orang meninggal. CFR = 3,9 %.
Dan 30% dari seluruh penderita adalah petugas kesehatan.
d. Patofisiologi
SARS dapat menular melalui droplet, misal saat penderita
batuk/bersin, virus akan terbawa dalam droplet yang akan menempel
di kulit sebelum masuk ke saluran pernapasan. Pada jaringan kulit,
virus dalam droplet dapat bertahan hingga 6 jam, dan bila droplet
kering, virus akan bertahan selama 3 jam. Virus akan masuk ke
saluran pernapasan dan menginfeksi saluran napas, bereplikasi di
epitel nasal sebelum memasuki traktus respiratorius
e. Pemeriksaan
SARS dicurigai hanya jika orang yang sudah terpapar dengan orang
yang tertular mengalami demam disertai batuk atau kesulitan
bernafas. Orang bisa terkana jika dalam 10 hari ke belakang mereka
melakukan perjalanan ke daerah dimana SARS akhir2 ini dilaporkan
atau telah berhubungan tatap muka dengan orang yang menderita
SARS .
Jika seseorang dokter mencurigai SARS, sinar X pada dada biasanya
dilakukan. Dokter mengambil ludah dari hidung serta tenggorokan
77

orang tersebut untuk berusaha mengenali virus tersebut. Contoh


dahak bisa jadi diteliti. Darah dites untuk infeksi SARS ketika
infeksi pertama kali dikenali dan dilakukan lagi setelah tiga minggu
kemudian. Jika orang tersebut mengalami kesulitan bernafas, tes
darah lainnya kemungkinan diperlukan. Karena SARS adalah
penyakit menular yang baru dikenali, departemen kesehatan
diberitahu kemungkinan adanya kasus.
f. Penatalaksanaan
I. Suspek SARS
1. Observasi 2x 24 jam,perhatikan : a) keadaan umum, b)
Kesadaran, dan c) Tanda vital (tekanan darah,nadi,frekuensi
nafas,suhu)
2. Terapi suportif
3. Antibiotik : amoksisilin amoksilin ditambah anti laktamase
oral

ditambah

makrolid

generasi

baru

oral

(roksitromisin,klaritromisin,azitromisin)
II. Probable SARS
A. Ringan / sedang
Terapi suportif
Antibiotik
Golongan betalaktam + anti betalaktamase (intravena)
ditambah makrolid generasi baru secara oral atau
Sefalosporin generasi ke -2 atau ke -3(intravena),
ditambah makrolid generasi baru atau
Fluorokuinilon

respirasi

(intravena)

Moxifloxacin,Levofloxacin,Gatifloxacin
B. Berat
Terapi suportif
Antibiotik
Tidak ada faktor risiko infeksi pseudomonas :

78

1. Sefalosporin generasi ke -3 (intravena) non pseudomonas


ditambah makrolid generasi baru atau
2. Fluoro kuinolon respirasi
Ada faktor risiko pseudomonas :
1. Sefalosporin

anti

pseudomonas

(seftazidim,sefoperazon,sefipim)/kabapenem
ditambah

fluorokuinolon

anti

(intravena)
pseudomonas

(siprofloksasin)/aminoglikosida ditambah makrolid generasi


baru
2. Kortikosteroid.Hidrokortison (intravena) 4mg/kg BB tiap 8
jam,tapering atau metilprednisolon (intarvena) 240 320 mg
tiap hari
Ribavirin 1,2 gr oral tiap 8 jam atau 8 mg/kg BB intravena tiap
8 jam
g. Komplikasi
Komplikasi meliputi :
Abses paru
Efusi pleural
Empisema
Gagal nafas
Perikarditis
Meningitis
Atelektasis
Hipotensi
Delirium
Asidosis metabolic
Dehidrasi
Penyakit multi lobular
Septikemi

79

Superinfeksi dapat terjadi sebagai komplikasi pengobatan


farmakologis.
h. Prognosis
Setelah terjadinya perubahan di paru, maka perkembangan penderita
SARS dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu: (i) mayoritas penderita
(80-90%) menunjukkan tanda-tanda perbaikan pada hari ke-6 atau 7,
(ii) pada sebagian kecil penderita, penyakitnya berkembang menjadi
lebih gawat dan penderita menunjukkan tanda-tanda sindrom
gangguan paru akut yang berat sehingga membutuhkan bantuan
pernapasan mekanis. Walaupun angka kematian pada kelompok
kedua ini tinggi, tetapi ada sejumlah penderita yang dapat bertahan
dengan ventilator mekanis untuk beberapa waktu yang lama.
Kematian pada kelompok ini seringkali berhubungan dengan adanya
penyakit-penyakit lain yang diderita penderita tersebut (faktor komorbid). Umumnya, pada penderita-penderita yang berusia di atas
40 tahun dengan penyakit lain, SARS lebih sering berkembang
menjadi penyakit yang berat.
i. Pencegahan
Pasien harus diisolasi dengan menggunakan perlindungan umum
yang menggunakan perlindungan umum yang menyeluruh (universal
precaution) dengan baju pelindung yang menutup sempurna, sarung
tangan, kaca mata dan masker. Namun ini menjadi tidak praktis pada
situasi epidemik terutama di negara-negara yang miskin sumber
daya.

B. AVIAN INFLUENZA
a. Definisi
Penyakit infeksi akibat virus influenza tipe A yang biasa menyerang
unggas.

80

b. Etiologi
Virus influenza termuk dalam famili orthomyxovirue yang terdiri
dari 3 tipe yaitu A, B, C.Semua virus influenza A dapat menginfeksi
burung unggas,sehingga disebut avian influenza (AI).Dipihak lain
tidak semua subtipe virus influenza tipe A menyerang manusia.
Subtype yang lazim dijumpai pada manusia dari kelompok
H1,H2,H3 serta N1 dan N2 yang disebut human influenza. Penyebab
dari avian influenza adalah virus tipe A dengan subtipe H5N1.
Masa inkubasi avian influenza asngat pendek yaitu 2-4 hari.
Manifestasi klinis AI adalah batuk, pilek dan demam. Demam
biaanya cukup tinggi yaitu >38C. Gejala lain berupa nyeri
tenggorokans,sefalgia,mialgia,dan malaise.
Sifat Virus :
Dalam air sampai 4 hari pada suhu 220C, 35 hari pada suhu 4 0C
dan > 30 hari pada suhu O0 C
Dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas sakit dapat hidup
lama
Virus mati pada pemanasan 600C selama 30 menit atau 560C
selama 3 jam atau 800C selama 1 menit. Pada telur ayam mati
pada suhu 640C selama 4,5 menit
Virus mati dengan diterjen, disinfektan (formalin, cairan yg
mengandung iodin atau alkohol )
c. Patogenesis:
Penyebaran virus AI terjadi melalui udara (droplet infection) dimana
virus dapat tertanam pada membran mukosa yang melapisi saluran
nafas atau langsung memasuki membrane alveoli (tergantung ukuran
droplet) Virus yang tertanam pada membrane mukosa akan terpajan
mukoprotein yang mengandung asam sialat yang dapat mengikat
virus. Reseptor spesifik yang dapat berikatan dengan virus influenza
berkaitan dengan spesies darimana virus berasal. Virus AI manusia

81

(Human influenza viruses) dapat berikatan dengan alpha 2,6


sialiloglikosakarida yang berasal dari membrane sel dimana
didapatkan residu asam sialat yang dapat berikatan dengan residu
galaktosa yang melalui ikatan 2,6 linkage. Virus AI dapat berikatan
dengan membrane sel mukosa melalui ikatan yang berbeda yaitu
ikatan 2,3 linkage. Adanya mukosa diduga sebagai penyebab
mengapa virus AI tidak dapat mengadakn replikasi secara efisien
pada manusia. Mukoprotein yang mengandung reseptor ini akan
mengikat virus sehingga perlekatan virus dengan sel epitel saluran
nafas dapat dicegah. Tetapi virus yang mengandung protein
neurominidase pada permukaannya dapat memecah ikatan tresebut.
Virus selanjutnya akan melekat pada epitel permukaan saluran nafas
untuk kemudian bereplikasi di dalam sel tersebut. Replikasi virus
terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu singkat virus dapat
menyebar ke sel-sel di dekatnya. Masa inkubasi virus 18 jam sampai
4 hari, lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel columnar bersilia.
Sel-sel yang terinfeksi akan membengkak dan intinya mengkerut
kemudian mengalami piknosis. Bersamaan dengan terjadinya
disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya akan terbentuk badan
inklusi.
Manifestasi
a. Pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, burung) yang
sakit/mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya dan
produk mentahnya dalam 7 ahri terakhir dalam 7 hari terakhir
sebelum timbulnya gejala di atas.
b. Pernah tinggal di daerah yang terdapat kematian unggas yang
tidak biasa dalam 14hari terakhir sebelum timbul gejala di atas.
c. Pernah kontak dengan penderita AI konfirmasi dalam 7 hari
terakhir sebelum timbul gejala di atas
d. Pernah kontak dengan specimen AI H5N1 dalam 7 hari sebelum
timbul gejala di atas (bekerja di laboratorium untuk AI)
82

e. Ditemukan lekopeni 3000/l


f. Ditemukan adanya titer antibody terhadap h5 dengan pemeriksaan
HI test menggunakan eritrosit kuda atau tes Elisa unruk influensa
A tanpa subtype
Atau
Kematian akibat Acute Rspiratory Distress Syndrome (ARDS)dengan
satu atau lebih gejala di bawah ini:
a. Lekopeni dengan atau tanpa trombositopeni (trombosit<150.000)
b. Foto toraks menggambrakan pneumonia apical atau infiltrate di
kedua sisi paru yang makin meluas pada serial

1. Kasus Probabel H5N1


Kriteria kasus suspek ditambah dengan 1 atau lebih keadaan
dibawah ini:
a. Ditemukan adanya kenaikan titer antibody minimum 4kali
terhadap H5 dengan pemeriksaan HI test menggunakan
eritrosit kuda atau ELISA test
b. Hasil laboratorium terbatas untuk influenza H5 menggunakan
neutralisasi tes
c. Dalam

waktu

singkat

menjadi

pneumonia

berat/gagal

napas/meninggal dan terbukti tidak ada penyebab lain.


2. Kasus Konfirmasi Influensa A/H5N1
Kasus suspek atau probable dengan satu atau lebih keadaan di
bawah ini:
a. Kultur virus positif Influensa A/H5N1
b. PCR positif Influensa A/H5N1
c. Pada Imunoflurescence (IFA) test ditemukan anrigen positif
menggunakan antibody monoclonal Influensa A
d. Kenakikan titer antibody spesifik Influensa A/H5N1 sebanyak
4 kali dalam paired serum dengan uji netralisasi

83

3. Kriteria Rawat
a. Suspek flu burung dengan gejala klinis berat yaitu: 1) sesak
napas dengan RR 30/menit, 2) nadi 100/menit, 3)ada
gangguan kesadaran, 4)kondisi umum lemah
b. Suspek dengan leukopeni
c. Suspek dengan gambaran radiologi pneumoni
d. Suspek probable dan confirm
e. Gejala
Gejala dari Avian Influenza, mirip dengan influenza pada umumnya
: demam, batuk, nyeri tenggorokan dan nyeri otot, infeksi mata
(konjunctivitis), Pneumonia, acute respiratory distress.
f. Diagnosis
Karena memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan penyakit flu
pada umumnya, pasien yang terinfeksi oleh pathogen saluran nafas
seperti (adenovirus, coronavirus, rhinovirus) akan selalu mengatakan
bahwa mereka terkena flu.
Sehingga perlu dilakukan swab faring posterior untuk identifikasi
bakteri penyebabnya.
g. Tatalaksana :
Kebanyakan infeksi influenza, sembuh dengan sendirinya
Diberikan terapi symptomatic
Analgetik, antipiretik, vasokonstriktor/ dekongestan
Rehidrasi
Istirahat cukup
Antiviral (amantadine, rimantadine)
a. Influenza virus type B
Hanya ditemukan pada manusia
Menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada manusia
Tidak dapat menjadi suatu penyakit pandemic
b. Influenza virus type C
Dapat menginfeksi manusia dan babi
84

Dapat menimbulkan isidensi sporadic


Lebih jarang ditemukan daripada influenza virus type A dan B
h. Pencegahan
1. Jagalah kebersihan diri dan lingkungan. Banyak virus common
cold yang ditularkan melalui kontak dengan ludah yang terinfeksi,
karena itu untuk mengurangi penularan sebaiknya sering mencuci
tangan, membuang tisu kotor pada tempatnya serta membersihkan
permukaan barang-barang.
2. Vitamin C dosis tinggi (2000 mg per hari) belum terbukti bisa
mengurangi resiko tertular atau mengurangi jumlah virus yang
dikeluarkan oleh seorang penderita.

C. SUARA TAMBAHAN PARU


Suara tambahan paru adalah bising paru yang berasal dari alat respirasi dan
dinding dada yang tidak dijumpai pada paru normal.
VIII. Krepitasi pada emphycema subkuitis
Bila terjadi penumpukkan udara pada subkuitis, bila kulit ditekan akan
terdengar suara gemericik halus seperti suara rambut diremas.
IX.

Gesekan pleura

Suara ini dapat terjadi bila dinding pleura tidak licin lagi sebagai akibat
proses radang, bunyi suara gesekan pleura ini mirip seperti gesekan jari
tangan. Gesekan pleura dapat terdengar baik pada saat inspirasi maupun
pada saat ekspirasi.
X. Krepitasi
Suara ini timbul akibat alveoli yang mengempis tiba-tiba terbuka disaat
inspirasi.Suara halus sekali dan biasanya terdengar pada saat akhir inspirasi.
XI.

Ronkhi

85

Ronkhi adalah suara yang terjadi akibat penyumbatan pada bronkhus.


Ronkhi dibagi menjadi 2 bahagian berdasarkan massa yang menyumbatnya,
bila massa yang menyumbatnya mudah dipindahkan pada saat batuk disebut
sebagai ronkhi basah, bila sumbatan tersebut sulit untuk dipindahkan disebut
sebagai ronkhi kering. Baik ronkhi kering maupun ronkhi basah dapat
terdengar jelas pada saat inspirasi, namun bisa juga didengar pada saat
ekspirasi.Berdasarkan lumen bronkhus yang tersumbat, maka ronkhi dapat
juga dibedakan atas gelembung kecil, sedang dan besar.Suara yang
terdengar mirip seperti suara gelembung air ditimbulkan yang ditiup
memakai pipa sedotan minuman, gemericik suara yang terjadi tergantung
pada diameter sedotan yang dipergunakan.
XII. Wheezing (mengi)
Adalah bising paru yang terjadi akibat konstriksi / spasma dari bronkhus,
bukan oleh penyumbatan seperti pada ronkhi, sehingga refleks batuk tidak
dapat menghilangkannya.Suara wheezing ini mirip suara suitan dengan
intensitas suara yang tinggi dan nyaring.Auskultasi pada trakhea sangat baik
untuk mendengarkan wheezing.
XIII. Bising paru kombinasi
Bising ini merupakan gabungan dari beberapa macam suara tambahan.Bila
kombinasi antara vesikular dengan bronkhial terjadi, bila bising vesikular
lebih menonjol maka bising kombinasi tersebut dinamakan dengan
vesikobrokhial.

86

Anda mungkin juga menyukai