Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
Plasenta akreta merupakan istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan kondisi klinis ketika bagian dari plasenta, atau seluruh
plasenta, menginvasi dinding rahim sehingga sulit terlepas. Ketika villi
chorialis menginvasi hanya miometrium, dikatakan plasenta inkreta; sedangkan
plasenta perkreta menggambarkan invasi miometrium dan serosa, dan kadangkadang ke organ-organ yang berdekatan, seperti kandung kemih. Secara klinis,
plasenta akreta menjadi masalah saat persalinan ketika plasenta tidak
sepenuhnya terpisah dari rahim dan diikuti oleh perdarahan obstetrik yang
masif, menyebabkan DIC, histerektomi, repair pada cidera ureter, kandung
kemih, usus, atau struktur neurovaskular, sindrom gangguan pernapasan
dewasa, reaksi transfusi akut; ketidakseimbangan elektrolit, dan gagal ginjal.
Hilangnya darah rata-rata persalinan pada wanita dengan plasenta akreta adalah
3.000-5.000 ml. Sebanyak 90% pasien dengan plasenta akreta membutuhkan
transfusi darah, dan 40% membutuhkan lebih dari 10 unit PRC. Kematian ibu
dengan plasenta akreta dilaporkan setinggi 7%. Kematian ibu dapat terjadi
meskipun perencanaan yang optimal, manajemen transfusi, dan perawatan
bedah. Studi kohort dari 39.244 wanita yang menjalani sesar, peneliti
mengidentifikasi 186 termyata dlakukan cesarean hysterectomy atas indikasi
yang paling sering adalah plasenta akreta (38%).1
Plasenta akreta menyebabkan 7% -10% dari kasus kematian ibu di dunia.
Plasenta perkreta adalah tipe yang jarang, jika tidak didiagnosis dini, dapat
menyebabkan morbiditas berat maternal. Seksio sesarea sebelumnya dan
operasi intrauterin merupakan faktor risiko yang paling umum untuk plasenta
akreta maupun perkreta. Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa tingkat
operasi caesar telah meningkat di AS dari 5,5% pada tahun 1970 menjadi
32,8% pada tahun 2010.2 Jika tingkat operasi caesar terus meningkat pada
tingkat saat ini, lebih dari 50% dari semua kelahiran di AS diperkirakan
dilakukan dengan operasi caesar pada tahun 2020. Hal ini bisa mengakibatkan
lebih dari 6000 kasus plasenta previa, 4500 kasus plasenta akreta, dan 130
kematian ibu.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1

A. Definisi
Istilah plasenta adhehernt menyiratkan implantasi abnormal plasenta ke
dinding rahim dan terbagi menjadi plasenta akreta, inkreta, dan perkreta.
Plasenta akreta adalah plasenta dimana vili dari plasenta menginvasi langsung
ke miometrium; plasenta inkreta adalah plasenta dimana vili plasenta
menginvasi ke dalam miometrium; dan plasenta perkreta adalah plasenta
dimana vili plasenta menginvasi lebih dalam dari miometrium hingga ke serosa
bahkan sampai ke organ intraabdomen lainnya misalkan kandung kemih.
Sekitar 75% dari plasenta adherent adalah plasenta akreta, 18% inkreta, dan
7% adalah plasenta perkreta. Kedalaman dari invasi plasenta merupakan hal
yang penting secara klinis karena managemen intervensi bergantung padanya.
Plasenta akreta dapat dibagi lagi menjadi plasenta akreta total, plasenta akreta
parsial, dan plasenta akreta fokal berdasarkan jumlah jaringan plasenta yang
terlibat dalam invasi ke miometrium
Patogenesis plasenta akreta tidak jelas; namun ada beberapa teori yang
diusulkan. Abnormal vaskularisasi yang dihasilkan dari proses jaringan parut
setelah operasi dengan sekunder hipoksia lokal yang mengarah ke rusaknya
desidualisasi dan invasi trofoblas yang berlebihan tampaknya menjadi hal yang
paling menonjol, atau setidaknya merupakan teori yang paling didukung
sampai saat ini, menjelaskan patogenesis plasenta akreta pada tahap ini.3
B. Insiden dan Faktor Risiko
Insiden plasenta akreta telah meningkat dan tampaknya berbanding lurus
dengan tingkat kelahiran sesar yang meningkat. Peneliti telah melaporkan
kejadian plasenta akreta sebagai 1 dari 533 kehamilan untuk periode 1982-2002
di Amerika. Hal ini meningkat dari laporan sebelumnya, yang berkisar 1 dari
4.027 kehamilan pada tahun 1970, meningkat menjadi 1 dalam 2.510
kehamilan pada tahun 1980.
Wanita yang paling berisiko mengalami plasenta akreta adalah mereka
yang telah mempunyai kerusakan miometrium yang disebabkan oleh operasi
sesar sebelumnya dengan baik plasenta previa anterior atau posterior yang
melintasi parut uterus. Para penulis dari sebuah studi menemukan bahwa
dengan adanya suatu plasenta previa, risiko plasenta akreta adalah 3%, 11%,
40%, 61%, dan 67% untuk pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima atau
lebih pada masing-masing riwayat operasi kelahiran sesar.1 Faktor risiko
2

tambahan

yang dilaporkan untuk plasenta akreta meliputi usia ibu dan

multiparitas, bedah rahim lain sebelumnya, kuretase uterus sebelumnya, ablasi


endometrium, Asherman syndrome, leiomyoma, anomali rahim, hipertensi
dalam kehamilan, dan merokok. Meskipun ini dan faktor risiko lain telah
dijelaskan, kontribusi nyata akan frekuensi plasenta akreta tetap belum
diketahui.4
Tabel 1. Frekuensi plasenta akreta terkait jumlah kelahiran operasi sesar dan
dengan atau tanpa plasenta previa
Operasi Sesar
Plasenta Previa
Tanpa Plasenta Previa
PPertama (Primer)
3.3
0.03
KKedua
11
0.2
KKetiga
40
0.1
KKeempat
61
0.8
KKelima
67
0.8
> ke-6 kali
67
4.7
C. Diagnosis
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Klinis
Kebanyakan pasien dengan plasenta akreta tidak menunjukkan gejala.
Gejala yang berhubungan dengan plasenta akreta mungkin termasuk
perdarahan vaginal dan kram. Temuan ini sebagian besar terlihat pada kasus
dengan plasenta previa, yang merupakan faktor risiko terkuat untuk plasenta
akreta. Meskipun jarang, kasus dengan nyeri akut abdomen dan hipotensi
karena syok hipovolemik dari ruptur uteri sekunder bisa karena plasenta
perkreta. Skenario kritis ini dapat terjadi setiap saat selama kehamilan dari
trimester pertama hingga kehamilan aterm dengan tidak adanya tanda-tanda
persalinan.
Komplikasi plasenta akreta banyak dan mencakup kerusakan pada organorgan lokal, perdarahan pasca operasi, emboli air ketuban, DIC, transfusi darah,
sindrom gangguan pernapasan akut, tromboemboli pasca operasi, morbiditas
karena infeksi, kegagalan multisistem organ, dan kematian. Komplikasi genital,
saluran kemih yang umum dan termasuk cystotomy pada sekitar 15% kasus dan
cidera ureter sekitar 2% kasus. Oleh karena itu diagnosis prenatal yang akurat
sangat penting untuk meminimalkan risiko ini.3
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonografi

Ultrasonografi transvaginal dan transabdominal adalah teknik diagnostik


pelengkap dan harus digunakan sesuai kebutuhan. USG transvaginal aman
untuk pasien dengan plasenta previa dan memungkinkan lebih lengkap dalam
hal pemeriksaan segmen bawah rahim.
Secara keseluruhan, ultrasonografi grayscale cukup untuk mendiagnosis
plasenta akreta, dengan sensitivitas 77-87%, spesifisitas 96-98%, nilai prediksi
positif 65-93%, dan nilai prediksi negatif 98%. Penggunaan daya Doppler,
warna Doppler, atau pencitraan tiga dimensi tidak secara signifikan
meningkatkan sensitivitas diagnostik dibandingkan dengan yang dicapai oleh
ultrasonografi grayscale saja.1

Gambar 1. Baris Echolucent yang sonographically: desidua basalis pembuluh


darah dan meluas seluruh panjang plasenta. Panah Tengah menunjukkan daerah
obliterasi dari menyerang plasenta kedua panah (kiri-kanan) menunjukkan
ruang retroplacental normal.

Gambar 2. Tanda panah Panah menunjuk gambaran dot and dash echogenic
uterus-kandung kemih tampak depan. Ketidakteraturan ini disebabkan oleh
pembuluh darah yang abnormal bridging yang mudah dilihat dengan Doppler
velocimetry.
4

Gambar 3. Miometrium Retroplacental tipis akibat pertumbuhan abnormal


plasenta. Ketebalan terkecil miometrium di plane sagital diukur. Pengukuran
tebal terkecil adalah < 1 mm.
Ultrasonografi pada plasenta akreta dapat kita lihat seperti berikut ini:
1) Trimester Pertama
a)
Sebuah kantung kehamilan yang terletak di segmen bawah uterus telah
b)

c)

berkorelasi dengan peningkatan insiden plasenta akreta pada trimester ketiga.


Beberapa ruang pembuluh darah yang tidak teratur pada placental bed pada
trimester pertama berkorelasi dengan plasenta akreta.
Implantasi GS pada parut bekas luka caesar merupakan temuan yang penting.
Temuan sonografi implantasi bekas luka caesar termasuk GS tertanam ke bekas
luka kelahiran sesar pada daerah dari OUI pada dasar kandung kemih (Figure
1). Jika tidak ditangani, implantasi bekas luka caesar dapat menyebabkan
kelainan utama pada plasenta seperti plasenta akreta, perkreta, dan inkreta.
Penanganan implantasi pada bekas luka caesar termasuk injeksi langsung pada
kantung kehamilan dengan methotrexate di bawah bimbingan USG.3

Gambar 4. Segmen bawah Rahim dengan implantasi kantung kehamilan pada luka
bekas operasi sesar. Terdapat ruang vaskularisasi ireguler yang muultipel pada
plasenta yang ditunjukkan oleh panah. Ini menunjukkan plasenta akreta
anterior.

Meskipun ada laporan kasus terisolasi dari plasenta akreta didiagnosis


pada trimester pertama atau pada saat abortus usia kehamilan < 20 minggu,
nilai prediktif trimester pertama USG untuk diagnosis ini masih belum
diketahui. USG pada trimester pertama tidak boleh digunakan secara rutin
untuk menegakkan atau mengecualikan diagnosis plasenta akreta. Atau, karena
asosiasi mereka dengan plasenta akreta, wanita dengan plasenta previa atau
"plasenta letak rendah " yang melintas pada bekas luka uterus pada awal
kehamilan harus menjalani follow up pencitraan pada trimester ketiga dengan
memperhatikan adanya potensi karena plasenta akreta.4
2) Trimester Kedua dan Ketiga
a) Beberapa vascular lacunae dalam plasenta telah memiliki korelasi dengan
sensitivitas yang tinggi (80% -90%) dan tingkat positif palsu rendah untuk
plasenta akreta (Figure 2). Placenta lacunae pada trimester kedua tampaknya
memiliki sensitivitas dan positive predictive value sangat tinggi dibanding
marker lain untuk plasenta akreta.
b) Kehilangan zona hipoekhoik retroplasenta yang normal, juga disebut sebagai
hilangnya ruang yang jelas antara plasenta dan rahim, adalah salah satu
penanda (Figure 3). Temuan sonografi ini telah dilaporkan memiliki tingkat
deteksi sekitar 93% dengan sensitivitas 52% dan spesifisitas 57%. Nilai rerata
false positive, bagaimanapun, telah berada di kisaran 21% atau lebih tinggi.
Penanda ini tidak boleh digunakan sendiri, karena hal ini sangat tergantung
pada sudut pengambilan saat USG dan dapat absen pada plasenta anterior yang
normal.
c) Kelainan pada permukaan antara serosa uterus dengan kandung kemih
termasuk gangguan garis, penebalan garis, ketidakteraturan garis, dan
peningkatan vaskularisasi pada pencitraan warna Doppler (Figure 4) . Normal
permukaan antara serosa uterus dengan kandung kemih adalah garis tipis lebar
yang halus tanpa ireguleritas atau vaskular yang meningkat (Figure 5).
Kelainan permukaan antara uterus serosa-kandung kemih ini meliputi,
6

penebalan, ireguleritas, peningkatan vaskularisasi, seperti varises dan bulging


plasenta ke dalam dinding posterior kandung kemih.

Gambar 5. A. Penebalan dan iregularitas dari garis antara kandung kemih dan
serosa uterus pada kehamilan dengan plasenta previa. B. Adanya warna
tambahan pada gambaran Doppler menunjukkan peningkatan vaskularisasi.
Kedua temuan ini mengarah kepada plasenta akreta.
d) Ekstensi dari vili ke dalam miometrium, serosa, atau kandung kemih
mengarahkan ke plasenta akreta.
e) Ketebalan miometrium retroplasenta kurang dari 1 mm merupakan temuan
yang karakteristik.
f) Aliran darah turbulen melalui lacunae pada Doppler sonografi terkait dengan
plasenta akreta.
Multipel vascular lacunae dalam plasenta, atau Swiss cheese appearance, adalah
salah satu yang paling penting sonografi plasenta akreta di trimester ketiga.
Patogenesis temuan ini mungkin terkait dengan perubahan jaringan plasenta
akibat paparan jangka panjang dari pulsatile blood flow. Ketika multipel,
terutama 4 atau lebih lacunae, temuan ini telah berkorelasi dengan tingkat
deteksi 100% untuk plasenta akreta. Penanda ini juga memiliki tingkat positif
palsu rendah, tetapi harus dicatat bahwa plasenta akreta telah dilaporkan
dengan tidak adanya multipel vascular lacunae pada plasenta.3
Tabel 2. Temuan USG yang menunjukkan hubungan dengan plasenta akreta
1 Hilangnya zona retroplasenta hipoekhoik normal
2 Lakuna dengan vaskularisasi multipel (ruang vascular
ireguler) di plasenta, memberikan gambaran keju
Swiss
7

3 Pembuluh darah atau jembatan jaringan plasenta-tepi


plasenta, gambaran myometrium-kandung kemih atau
serosa uterus menyilang
4 Ketebalan myometrium retroplasenta < 1 mm
5 Gambaran pembuluh koheren yang beragam dengan
Doppler 3D di basal

Kriteria USG untuk plasenta akreta menurut RCOG Guideline antara lain yakni:
1) Greyscale:
a. Hilangnya zona sonolucent retroplasenta
b. Zona sonolucent retroplasenta yang tidak teratur
c. Penipisan atau gangguan dari hyperechoic serosa-bladder interface
d. Kehadiran massa exophytic fokal yang menyerang kandung kemih
e. abnormal placenta lacunae
2) Doppler:
a. Difus atau fokal aliran lacunar
b. danau vaskular dengan aliran turbulen (peak cystolic velocity > 15 cm /detik)
c. Hipervaskularisasi serosa-bladder interface
d. markedly dilated vessels over peripheral subplacental zone
3) 3D Power Doppler:
a.

Banyak koheren pembuluh darah melibatkan seluruh pertemuan antara serosa


uterus dengan kandung kemih (basal viewl)

b.

Hipervaskularisasi (lateral view)

c.

Sirkulasi cotyledonal dan intervilli yang tak terpisahkan, chaotic branching,


detour vessels (lateral view).5

Tabel 3. Modalitas perbedaan gambaran ultrasound dalam menegakkan diagnosis


Sensitivitas
GGrayscale
DDoppler warna
DDoppler 3D

(%)
95
92
100

Spesifisitas Nilai prediksi + Risiko


(%)
76
68
85

(%)
82
76
88

93
89
100

Gambar 6. Sonogram transabdominal invasi plasenta. Pembuluh retroplasenta


(panah putih) menginvasi penghubung serosa myometrium dan kandung
kemih. Pembuluh vena intraplasenta abnormal (panah hitam) biasa terlihat pada
pengaturan ini.

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Magnetic Resonance Imaging lebih mahal daripada ultrasonografi dan
membutuhkan baik pengalaman dan keahlian dalam evaluasi invasi plasenta
abnormal. Meskipun kebanyakan studi telah menyarankan akurasi diagnostik
yang sebanding MRI dan USG untuk plasenta akreta, MRI dianggap sebagai
modalitas tambahan dan menambahkan sedikit dengan akurasi diagnostik
ultrasonografi. Namun, ketika ada temuan USG ambigu atau kecurigaan dari
akreta plasenta posterior, dengan atau tanpa plasenta previa, ultrasonografi
mungkin tidak cukup. Sebuah studi prospektif seri dari 300 kasus yang
dipublikasikan

pada tahun

2005 menunjukkan

bahwa MRI mampu

menguraikan anatomi invasi dan menghubungkannya dengan sistem vaskular


anastomosis daerah sekitar. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa
menggunakan MRI irisan aksial dapat mengkonfirmasi invasi dari parametrium
dan kemungkinan keterlibatan ureter.
Kontroversi seputar penggunaan berbasis kontras gadolinium meskipun
menambah spesifisitas diagnosis plasenta akreta dengan MRI. Penggunaan
kontras gadolinium MRI memungkinkan untuk lebih jelas melukiskan
permukaan relatif luar plasenta terhadap miometrium dan membedakan antara
heterogen pembuluh darah dalam plasenta dari yang disebabkan oleh pembuluh
darah ibu. Ketidakpastian mengenai risiko efek ke janin oleh gadolinium
9

karena mampu melintasi plasenta dan mudah memasuki sistem peredaran darah
janin, The Contrast Media Safety Committee of the European Society of
Urogenital Radiology dari literatur terakhir menentukan bahwa tidak ada
pengaruh pada janin yang dilaporkan setelah penggunaan media kontras
gadolinium. Namun, American College of Radiology guidance document for
safe MRI practices merekomendasikan bahwa gadolinium intravena harus
dihindari selama kehamilan dan harus digunakan hanya jika benar-benar
penting.1
Peran MRI dalam mendiagnosis plasenta akreta masih diperdebatkan. Dua
studi banding terakhir telah menampilkan sonografi dan MRI sebanding: dalam
studi pertama 15 dari 32 wanita terdiagnosis akreta (sensitivitas 93%
dibandingkan 80% dan spesifisitas 71% dibandingkan 65% untuk USG
dibandingkan MRI); di studi kedua 12 dari 50 wanita akhirnya memiliki akreta
dan MRI dan Doppler menunjukkan tidak ada perbedaan dalam hal mendeteksi
plasenta akreta (P = 0,74), meskipun MRI lebih baik dalam mendeteksi
kedalaman infiltrasi di kasus plasenta akreta (P <0,001). Banyak penulis telah
menganjurkan MRI bagi perempuan yang pada temuan USGnya inconclusive.
Fitur MRI utama plasenta akreta meliputi:
uterine bulging
intensitas sinyal heterogen dalam plasenta
dark intraplacental bands pada pencitraan T2.5
Beberapa peneliti melaporkan bahwa tingkat sensitivitas MRI 80%-85%
dengan spesifisitas 65%-100% dalam hal mendiagnosis plasenta akreta.3
3. Pemeriksaan laboratorium
Ada faktor risiko plasenta akreta yang dapat diperiksa dengan skrining
MSAFP seperti untuk cacat tabung saraf dan aneuploidies. Hung dan temannya
(1999) menganalisis lebih dari 9300 wanita diskrining untuk Down syndrome
pada 14 sampai 22 minggu. Mereka melaporkan 54 kali lipat meningkat risiko
untuk akreta pada wanita dengan plasenta previa. Risiko untuk akreta
meningka 8x lipat bila kadar MSAFP melebihi 2,5 MoM; itu meningkat 4x

10

lipat ketika kadar free beta-hCG yang lebih besar dari 2,5 MoM; dan itu
meningkat tiga kali lipat saat usia ibu adalah 35 tahun atau lebih.6
4. Patologi Anatomi
Penegakan diagnosis plasenta akreta secara pasti dibuat berdasarkan hasil
dari patologi anatomi yang diperoleh setelah dilakukan histerektomi. Diagnosis
definitif tergantung pada visualisasi dari villi chorialis yang menginvasi atau
tertanam pada miometrium dengan tidak adanya desidua di lapisan antara
mereka.3
5. Indeks Plasenta Akreta (IPA)
Nilai pada masing-masing parameter sonografi yang digunakan dalam
indeks ini ditunjukkan pada Tabel 4. Probabilitas invasi sesuai dengan nilainilai tersebut termasuk sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif (PPV), dan
nilai prediksi negatif (NPV) untuk setiap nilai indeks disajikan pada Tabel 5.7
Tabel 4. Nilai masing-masing parameter ditambahkan bersama-sama untuk
menghasilkan Skor Indeks Plasenta Akreta
Parameter
Nilai
Operasi sesar > 2
3.0
Lakuna
Grade 3
3.5
Grade 2
1.0
Letak sagittal terkecil dari ketebalan myometrium
< 1 mm
1.0
1-3 mm
0.5
3-5 mm
0.25
Plasenta previa anterior
1.0
Bridging vessel
0.5
Jika parameter tidak ada, maka nilainya adalah 0.
Tabel 5. Sensitivitas, spesifisitas, dan nilai-nilai prediksi positif dan negatif pada
setiap skor IPA pada penelitian Rac dkk.7
IPA

>0
>1
>2
>3
>4

1
1
2
4
6

Probabilitas
invasi,%
(95% CI)
5 (1-15)
10 (4-22)
19 (10-32)
33 (22-47)
51 (36-66)

Sensitifitas
(95% CI)
100 (88-100)
97 (82-100)
93 (77-99)
86 (68-96)
72 (53-87)

Spesifisitas
(95% CI)
19 (10-31)
47 (34-61)
58 (44-70)
68 (54-79)
85 (73-93)

PPV
(95% CI)
38 (27-49)
47 (34-61)
52 (38-66)
57 (41-72)
70 (51-85)

NPV
(95% CI)
100 (72-100)
97 (82-100)
94 (81-99)
91 (78-97)
86 (75-94)
11

>5
>6
>7
>8

6
2
2
5

69 (50-83)
83 (63-93)
91 (73-97)
96 (81-99)

52 (33-71)
31 (15-51)
24 (10-44)
17 (6-36)

92 (81-97)
100 (94-100)
100 (94-100)
100 (94-100)

75 (51-91)
100 (66-100)
100 (59-100)
100 (48-100)

79 (68-88)
75 (64-84)
73 (62-82)
71 (61-81)

Seperti terlihat pada tabel, kemungkinan invasi meningkat dengan


meningkatnya skor IPA, sehingga skor dari 9 meningkatkan kemungkinan 96%
dari invasi plasenta histologis.7
PPV menggambarkan nilai prediksi skor indeks dibandingkan dengan
kemungkinan invasi, yang didasarkan pada karakteristik individu pasien
berasal dari populasi kita. Dengan menambahkan variabel USG untuk
karakteristik pasien pada pengamatan yang berasal dari populasi berisiko
tinggi, IPA dapat menetapkan probabilitas invasi dinilai untuk evaluasi setiap
pasien.7
D. Manajemen
1. Manajemen Antepartum
Karena perdarahan yang signifikan umum terjadi dan ada kemungkinan
dilakukan sesarean histerektomi akan diperlukan bila plasenta akreta tegak
didiagnosis, wanita dengan dicurigai plasenta akreta harus dijadualkan untuk
ditangani oleh RS dengan fasilitas bedah yang lengkap dan memiliki bank
darah yang dapat memfasilitasi transfusi jumlah besar berbagai produk darah.
Suplementasi dengan besi oral dianjurkan untuk memaksimalkan simpanan zat
besi dan daya dukung oksigenasi.4
Perencanaan persalinan mungkin melibatkan ahli anestesi, dokter
kandungan, dokter bedah panggul seperti ahli onkologi ginekologi, ahli bedah
intensiv, neonatologist, bedah urologi, ahli hematologi, dan ahli radiologi
intervensi untuk mengoptimalkan outcome pasien. Untuk meningkatkan
keselamatan pasien, adalah penting bahwa persalinan dilakukan oleh tim
obstetri berpengalaman yang termasuk ahli bedah kebidanan, dengan spesialis
bedah lainnya, seperti urolog, dokter bedah umum, dan ahli ginekologionkologi, tersedia jika diperlukan. Karena risiko kehilangan darah yang besar,
perhatian harus diberikan untuk kadar hemoglobin ibu sebelum operasi, jika
mungkin. Banyak pasien dengan plasenta akreta membutuhkan kelahiran
prematur darurat karena perdarahan banyak yang tiba-tiba.
12

Timing of delivery pada kasus dugaan plasenta akreta harus individual.


Keputusan ini harus dibuat bersama-sama dengan pasien, dokter kandungan,
dan neonatologist. Konseling pasien harus mencakup diskusi kebutuhan
potensial untuk histerektomi, risiko perdarahan yang besar, dan kemungkinan
kematian ibu. Meskipun persalinan telah direncanakan, rencana kemungkinan
persalinan darurat harus dikembangkan untuk masing-masing pasien, yang
mungkin termasuk managemen perdarahan maternal.
Timing of delivery harus individual, tergantung pada keadaan dan
preferensi pasien. Salah satu pilihan adalah dengan melakukan terminasi
setelah paru janin matang yang dibuktikan dengan amniosentesis. Namun, hasil
analisis keputusan baru-baru ini menyarankan untuk mengkombinasikan
outcome ibu dan bayi dioptimalkan pada pasien stabil dengan terminasi pada
34 minggu kehamilan tanpa amniosintesis. Keputusan untuk pemberian
kortikosteroid antenatal dan waktu pemberiannya harus individual. 1

Pada

sebuah studi yang melibatkan 99 kasus plasenta akreta yang didiagnosis


sebelum persalinan, 4 dari 9 dengan persalinan >36 minggu diperlukan
terminasi emergensi karena perdarahan. Jika tidak ada perdarahan antepartum
atau komplikasi lainnya, direncanakan terminasi saat akhir prematur dapat
diterima untuk mengurangi kemungkinan persalinan darurat yang terjadi
dengan segala komplikasinya.4
2. Manajemen Preoperatif
Persalinan harus dilakukan dalam ruangan operasi dengan personil dan
dukungan pelayanan yang diperlukan untuk mengelola komplikasi potensial.
Penilaian oleh anestesi harus dilakukan sedini mungkin sebelum operasi.
Kedua teknik anestesi baik umum dan regional telah terbukti aman dalam
situasi klinis ini. Antibiotik profilaksis diberikan, dengan dosis ulangan 2-3 jam
setelah operasi atau kehilangan darah 1.500 mL yang diperkirakan. Preoperatif
Cystoscopy dengan penempatan stent ureter dapat membantu mencegah cedera
saluran kemih. Beberapa menyarankan bahwa kateter Foley three way
ditempatkan di kandung kemih melalui uretra untuk memungkinkan irigasi,
drainase, dan distensi kandung kemih, yang diperlukan, selama diseksi.
Sebelum operasi, bank darah harus dipersiapkan terhadap potensi perdarahan
masif. Rekomendasi saat ini untuk penggantian darah dalam situasi trauma
13

menunjukkan rasio 1:1 PRC : fresh frozen plasma. PRC dan fresh frozen
plasma harus tersedia dalam kamar operasi. Tambahan faktor koagulasi darah
dan unit darah lainnya harus diberikan dengan cepat sesuai dengan kondisi
tanda-tanda vital pasien dan stabilitas hemodinamik pasien.1
USG segera pra operasi untuk pemetaan lokasi plasenta dapat membantu
dalam menentukan pendekatan optimal ke dinding perut dan incisi rahim untuk
memberikan visualisasi yang memadai dan menghindari mengganggu plasenta
sebelum pengeluaran janin.4
3. Manajemen Operatif
Secara umum, manajemen yang direkomendasikan untuk kasus yang
dicurigai plasenta akreta yakni direncanakan histerektomi sesarea prematur
dengan plasenta ditinggalkan in situ karena pengeluaran plasenta dikaitkan
dengan morbiditas akibat perdarahan yang signifikan. Namun, pendekatan ini
tidak dapat dianggap sebagai pengobatan lini pertama untuk wanita yang
memiliki keinginan yang kuat untuk kesuburan di masa depan. Oleh karena itu,
manajemen operasi plasenta akreta dapat individual tergantung kasusnya
masing masing.
Pasien ditempatkan di meja operasi dengan posisi

modifikasi dorsal

litotomi dengan kemiringan lateral yang kiri untuk memungkinkan penilaian


langsung dari perdarahan vagina, menyediakan akses untuk penempatan paket
vagina, dan memungkinkan tambahan ruang untuk asisten bedah. Karena
prosedur ini diantisipasi akan berkepanjangan, padding dan posisi untuk
mencegah kompresi saraf dan pencegahan dan pengobatan hipotermia adalah
penting. Meminimalkan kehilangan darah sangat penting. Pilihan sayatan harus
dibuat berdasarkan habitus tubuh pasien dan sejarah operasi pasien.
Penggunaan sayatan vertikal linea mediana mungkin dilakukan karena
memberikan daerah cukup jika histerektomi diperlukan. Insisi uterus klasik,
sering transfundal, mungkin diperlukan untuk menghindari plasenta dan
memungkinkan pengeluaran bayi. Ultrasound pemetaan lokas plasenta, baik
sebelum operasi atau intraoperatif, mungkin dapat membantu. Karena positive
predictive value ultrasonografi untuk plasenta akreta berkisar dari 65% hingga
93%, adalah wajar untuk menunggu pelepasan plasenta spontan untuk
mengkonfirmasi plasenta akreta secara klinis.
14

Pada umumnya, tindakan manual plasenta harus dihindari. Jika


histerektomi diperlukan, pendekatan standar yakni untuk meninggalkan
plasenta in situ, dengan cepat menggunakan "whip stitch" untuk menutup incisi
histerotomi, dan lanjutkan dengan histerektomi. Sedangkan histerektomi
dilakukan dengan cara biasa, diseksi flap kandung kemih dapat dilakukan
relatif lambat, setelah kontrol jaringan pembuluh arteri uterus tercapai, dalam
kasus akreta anterior, tergantung pada temuan intraoperatif. Kadang-kadang,
histerektomi subtotal dapat dipertimbangkan, namun perdarahan terus-menerus
dari leher rahim mungkin menghalangi managemen ini dan membuat
histerektomi total tetap diperlukan.
Ada laporan dari pendekatan alternatif untuk pengelolaan plasenta akreta
yang meliputi pengikatan tali pusat pada fetal surface, mengambil tali
pusatnya, dan meninggalkan plasenta in situ, dengan reseksi parsial plasenta
untuk meminimalkan ukurannya. Namun, hal ini harus dipertimbangkan hanya
bila pasien memiliki keinginan yang kuat untuk kesuburan masa depan serta
stabilitas hemodinamik yang baik, status koagulasi normal, dan bersedia
menerima risiko akibat managemen ini. Pasien harus diberi konseling bahwa
hasilnya ini tidak dapat diprediksi dan bahwa ada peningkatan risiko
komplikasi yang signifikan termasuk histerektomi. Kasus yang dilaporkan dari
kehamilan yang sukses berikutnya pada pasien yang diobati dengan pendekatan
ini jarang terjadi. Pendekatan ini harus ditinggalkan dan histerektomi dilakukan
jika perdarahan yang berlebihan. Dari 26 pasien yang diobati dengan
pendekatan ini, 21 (80,7%) berhasil terhindar dari histerektomi, sedangkan 5
(19,3%) pada akhirnya dilakukan histerektomi. Namun, sebagian besar dari 21
pasien yang terhindar dari histerektomi tidak memerlukan pengobatan
tambahan, termasuk ligasi arteri hipogastrik, embolisasi arteri, methotrexate,
transfusi produk darah, antibiotik, atau kuretase. Kecuali dalam kasus-kasus
tertentu, histerektomi tetap managemen pilihan untuk pasien dengan plasenta
akreta.1
Pada kasus dimana perdarahan masih terus berlangsung saat operasi,
prosedur yang dapat kita lakukan yakni:

Pelvic artery ligation and ambolization

Pelvic pressure packing


15

Aortic compresion and clamping.4

4. Manajemen Postoperatif
Pasien yang menjalani histerektomi untuk plasenta akreta beresiko untuk
mengalami komplikasi pasca operasi yang berhubungan dengan intraoperatif
seperti

hipotensi,

koagulopati

persisten

dan

anemia,

dan

operasi

berkepanjangan. Disfungsi ginjal, jantung, dan organ lainnya sering terjadi dan
harus dipikirkan. Sindrom Sheehan (baik transien dan permanen) telah
dilaporkan terjadi akibat perdarahan postpartum yang massif, dan hiponatremia
mungkin merupakan tanda awal. Jika volume besar kristaloid dan produk darah
diberikan saat intraoperatif, pasien juga berisiko untuk terjadi edema paru,
cidera paru akut terkait transfusi, dan / atau sindrom gangguan pernapasan
akut.
Perhatian khusus harus diberikan untuk sering mengevaluasi tanda-tanda
vital (tekanan darah, denyut jantung dan laju pernapasan). Output urin harus
diukur melalui kateter urin. Pemantauan vena sentral ,dan penilaian perifer
oksigenasi dengan pulse oksimetri dapat membantu dalam beberapa kasus.
Koreksi koagulopati dan anemia berat dengan produk darah harus dilakukan.
Pasien harus dievaluasi secara klinis untuk potensi kehilangan darah dari luka
sayatan perut dan vagina, dan kemungkinan pendarahan intraabdominal
berulang atau retroperitoneal. Fungsi ginjal harus dievaluasi dan kelainan
serum elektrolit harus dikoreksi. Jika ada hematuria persisten atau anuria,
kemungkinan

cedera

saluran

kemih

yang

tidak

diketahui

harus

dipertimbangkan. Mobilisasi awal, dan kompresi intermiten untuk mereka yang


membutuhkan bedrest, dapat mengurangi risiko komplikasi tromboemboli.4
I. KESIMPULAN
Plasenta akreta merupakan istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan kondisi klinis ketika bagian dari plasenta, atau seluruh
plasenta, menginvasi dinding rahim sehingga sulit terlepas.
Kematian ibu dapat terjadi meskipun perencanaan yang optimal,
manajemen transfusi, dan perawatan bedah. Studi kohort dari 39.244 wanita
yang menjalani sesar, peneliti mengidentifikasi 186 termyata dlakukan
cesarean hysterectomy atas indikasi yang paling sering adalah plasenta akreta
16

(38%). Plasenta akreta menyebabkan 7% -10% dari kasus kematian ibu di


dunia. Plasenta perkreta adalah tipe yang jarang, jika tidak didiagnosis dini,
dapat menyebabkan morbiditas berat maternal.
Kebanyakan pasien dengan plasenta akreta tidak menunjukkan gejala.
Gejala yang berhubungan dengan plasenta akreta mungkin termasuk
perdarahan vaginal dan kram. Temuan ini sebagian besar terlihat pada kasus
dengan plasenta previa, yang merupakan faktor risiko terkuat untuk plasenta
akreta.
Ultrasonografi transvaginal dan transabdominal adalah teknik diagnostik
pelengkap dan harus digunakan sesuai kebutuhan. USG transvaginal aman
untuk pasien dengan plasenta previa dan memungkinkan lebih lengkap dalam
hal pemeriksaan segmen bawah rahim.
Secara keseluruhan, ultrasonografi grayscale cukup untuk mendiagnosis
plasenta akreta, dengan sensitivitas 77-87%, spesifisitas 96-98%, nilai prediksi
positif 65-93%, dan nilai prediksi negatif 98%. Penggunaan daya Doppler,
warna Doppler, atau pencitraan tiga dimensi tidak secara signifikan
meningkatkan sensitivitas diagnostik dibandingkan dengan yang dicapai oleh
ultrasonografi grayscale saja.
Penilaian risiko standar berdasarkan jumlah operasi caesar kelahiran dan
USG temuan sebelumnya dapat mengidentifikasi wanita yang berisiko tinggi
untuk kelainan plasenta. Jika diverifikasi secara prospektif, penggunaan Indeks
Plasenta Akreta dapat membantu untuk konseling pasien dan perencanaan
pengiriman, semua yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil kehamilan
pada wanita dengan kelainan plasenta.

17

DAFTAR PUSTAKA
1. Committee opinion, Placenta Accreta, The American College of Obstetricans
and Gynecologists, July 2012.
2. Sivasankar Chitra, Perioperative management of undiagnosed placenta
percreta: case report and management strategies, International Journal of
Womens Health, 2012, USA.
3. Eliza and Alfred, Prenatal Diagnosis of Placenta Accreta, The American
Institute of Ultrasound in Medicine, 2013, USA.
4. Publication Committee, Society for Maternal-Fetal Medicine, Placenta Accreta,
American Journal of Obstetrics and Gynaecology, 2010,Washington DC.
5. Green top Guideline No 27, Placenta praevia, placenta praevia accreta and
vasa praevia: diagnosis and management, Royal College of Obstetricans and
Gynaecologists, January 2011.
6. Cunningham,Leveno, Bloom, Hauth, Rouse,Spong, Williams Obstetrics 23
edition, Chapter 35: Obstetrics Haemorrhage, pp 776-780, 2010.
7. Rac, MW, Dashe, JS, Wells, CE, Moschos, E, McIntire, DD, & Twickler, DM,
Ultrasound predictors of placental invasion: the Placenta Accreta
Index, American journal of obstetrics and gynecology, 2015, 212(3): 343-e1.

18

Anda mungkin juga menyukai